Aku nggak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Brigadir Ahmad barusan, ia mengatakan bahwa penemuan belatung dan rambut yang ditaburkan oleh orang yang diperkirakan tak waras tersebut tidak bisa dijadikan bukti masukan laporan terkait kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Farah maupun Shinta.“Yang namanya orang gila, bisa saja dia mampir karena pintu dapur terbuka … orang seperti mereka tidak bisa dikait-kaitkan dengan apa yang telah terjadi sebelumnya. Jadi laporan masih belum kuat untuk kami catat, selain itu ada pengacara yang siap menjamin Bu Farah dan Bu Shinta bahwa mereka berdua tidak akan melakukannya lagi, besok siang mereka sudah bisa bebas.” Aku dan Farida terbengong mendengar penuturan Brigadir Ahmad. Tak menyangka sama sekali.“Jadi … apa yang kami usahakan selama ini tidak membuahkan hasil?” tanyaku.“Berdasarkan video yang mereka sebar memang terbukti ada belatung dan rambut pada kue yang mereka pesan, kami sudah mengumpulkan bukti-bukti foto dan video y
Sore itu aku dan Farida mengantarkan pesanan Bu Trisno dan Bu Ida sekaligus, rumahnya yang tak begitu jauh dari rumah mantan ibu mertua tentu saja membuatku sedikit khawatir jika saja aku akan bertemu dengan salah satu dari mereka.Begitu melangkahkan kaki ke rumah Bu Trisno yang asri dengan banyaknya pepohonan yang sengaja ditanam membuat aku dan Farida betah berlama-lama di sana menikmati pemandangan sekaligus menghirup udara segar.“Ehh … kalian sudah datang? ayo masuk… kenapa berdiri di luar saja.” Bu Trisno menyapa kami yang masih betah berdiam diri di terasnya.“Pemandangan rumah Ibu bagus sekali makanya betah berlama-lama di sini, anginnya juga sepoi-sepoi bikin mata mengantuk.” Sahutku, dia tersenyum lalu mempersilahkan kami duduk di kursi teras.“Kebiasaan Ibu-ibu tua macam Saya ya hobinya menanam, hitung-hitung buat melindungi panas dari sengatan matahari, selain itu bisa juga menikmati keasrian dengan berjejernya pepohonan. Oya gimana dengan orderan Ibu, sudah siap?” tanya
“Ada apa, Kak? Kenapa Kakak kelihatan cemas begitu?” aku tak lagi menjawab pertanyaan Farida. Aku langsung memintanya tancap gas.“Kita pulang sekarang, Emi bilang Arthur jatuh dan kepalanya bocor, cepat ya laju.” Perintahku dan Farida menurut. Dalam perjalanan menuju pulang yang hanya berkisar dua puluh menit saja rasanya seperti dua hari, aku berharap bisa memejamkan mata dan motor yang aku tumpangi seketika sudah sampai di depan rumah, air mataku mulai tak terbendung. Khawatir berlebihan muncul terjadi sesuatu pada buah hatiku.Begitu kami sampai di halaman sudah banyak tetangga yang berkerumun dan aku berlari begitu saja saat Farida baru saja memberhentikan motornya, aku mencari anakku langsung masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu kulihat Emi sesekali menyeka air matanya sembari mengganti pakaian Arthur yang sudah penuh dengan darah. Aku langsung memeluk anakku yang menangis, dia pasti merasakan kesakitan yang luar biasa dan aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena pen
Mataku membuka lebar saat melihat Kiki, tetanggaku tengah memperhatikan rumahku beberapa menit, entah apa maksudnya. Tiba-tiba saja timbul rasa curigaku saat mengetahui kalau Arthur celaka di tangannya, Emi yang kebelet pipis waktu itu menyerahkan penjagaan sebentar saja ke tetangga kepo ku itu. Aku langsung berpura-pura ke luar rumah lalu melihat ke arahnya, herannya dia langsung mengalihkan pandangan ke lain dan seakan tidak melihatku. Ada yang aneh dengan orang itu, aku yakin celakanya Arthur ada hubungannya dengannya.Aku kembali masuk mengambil beberapa baskom dan Loyang untuk menyusun jualan gorenganku, di dapur aku melihat Emi yang tengah mempersiapkan potongan daun sop ke dalam mangkuk. Begitu melihatku, ia tersenyum. Memang pagi ini giliran Emi yang membantuku berjualan sedangkan Farida menjaga Arthur yang saat ini mungkin masih tidur kembali setelah bermain subuh tadi.“Mi, Kakak boleh tahu kejadian waktu Arthur celaka itu gimana kronologisnya.” Emi langsung berhenti memot
“Setahuku tadi Mas Didik hanya tahu kalau Arthur jatuh di bawah tangga dan aku tidak pernah bilang kalau Arthur kepalanya bocor dan dijahit sama dokter, Ibu dapat informasi dari mana?” tanyaku sembari memindai mereka satu persatu. Kulihat dengan jelas wajah Ibu terlihat gugup. “Ya … dari tetanggamu sekitar sini pas kami lewat tadi ada yang menyampaikan.” Sebutnya buru-buru. Ia meminta dukungan dari kedua menantu kesayangannya yang hanya bisa manggut-manggut saja.Aku tak percaya begitu saja karena aku sangat yakin jika aku tak pernah membuka mulut saat Mas Didik bertanya tadi dan soal Arthur jatuh belum ada yang tahu terutama dari keluarga mantan suamiku itu kecuali memang tetangga sekitar. “Dapat informasinya dari Mbak Kiki, kan?” pertanyaanku seakan memojokkan mantan ibu mertuaku itu. wajahnya semakin bias. “Kamu itu malah dikasih tahu, balik nanya berulang kali. Ibu ke sini itu cuma mau mengingatkan kamu kalau menjaga anak aja sudah nggak becus, terus buat apa sibuk berjualan. Y
“Ya, Bu. Jadi motor yang diambil oleh Pak Didik itu satunya atas nama dia dan satunya lagi atas nama Ibu. Kedua motor itu sama mereknya hanya beda warna saja. Tapi hanya atas namanya saja yang rutin dia bayar sedangkan atas nama Ibu, sama sekali belum dia angsur.” Hah??? “Maaf, Pak. Tapi Saya bener-bener nggak tahu kalau nama Saya dipakai buat mengambil kreditan motor, kok bisa sih Bapak percaya gitu aja memberikan kreditan sementara Saya hanya IRT yang tidak mungkin bisa membayar angsuran, lagipula memang Saya memang tidak pernah berurusan mengambil langsung motor dari tempat Bapak, Bapak silahkan cek juga tidak ada motor yang Bapak maksud.” Aku semakin bingung dengan apa yang dikatakan oleh petugas dari dealer sepeda motor ini.“Kami sudah terbiasa memberikan kreditan ke pada orang yang memang terbiasa mengambil produk kami, Pak Didik ini salah satu pelanggan kami dan waktu itu jelas-jelas dia memberikan jaminan bahwa Ibu juga sedang membutuhkan motor, bahkan Pak Didik sudah ditit
Aku sudah bilang nggak punya uang, beli bensin aja rasanya susah apalagi harus bayar kreditan motor, kalau Mas pakai KTP si Mayang lahh suruh aja dia yang bayar.” Aku mendengarnya langsung tak terima. Nih anak langsung tidak ada sopan santunnya memanggilku langsung tanpa embel-embel mbak di depan namaku, mentang-mentang aku bukan lagi masuk dalam anggota keluarganya.“Enak aja mau melimpahkan tanggung jawab ke aku yang nggak tahu apa-apa, ingat ya aku bisa melaporkan Mas mu itu ke polisi karena sudah berani-beraninya menggunakan KTP ku untuk mengambil motor yang bukan atas kemauanku.” Sahutku tak mau kalah. “Hei … ada apalagi ini, kamu ini Mayang setiap kamu datang selalu saja tak lepas dari kata Polisi di mulut dan otakmu itu, katakan pada Ibu, ini sebenarnya ada apa.” Ibu datang lalu Mas Didik, Iwan kontan mulutnya terkunci. Rasain. “Tanyakan aja sama anak kamu yang sekolahnya tinggi ini.” Aku sengaja membuat ibu penasaran, pandangannya beralih ke pada ke dua anaknya yang kini s
“Nggak menyangka sama sekali ya, Kak. Itu si Didik kok bisa-bisanya pakai KTP Kakak buat ambil motor lagi dan ternyata motor yang dia ambil untuk adiknya yang baru nikah itu, lagak mereka kok bikin kesal ya, Kak?” sungut Farida. Aku hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepala.“Entahlah, Da. Mereka itu sudah serasa punya uang yang banyak. Mas Didik juga nggak pernah bilang kalau ambil dua motor sekaligus, kan sebelumnya hanya ambil satu aja. Tapi, sudahlah itu sekarang semua urusan mereka. Kita fokus urusan kita saja, setidaknya Kakak jadi tahu seperti apa mereka itu.” Sahutku seraya turun dari motor saat Farida baru saja mematikan mesin motornya dan kami sudah berada persis di halaman rumah.“Aku kok jadi pengen ketawa mulu ya, Kak. Lihat ekspresi mantan Ibu Mertuamu itu, aku yakin sekarang dia pasti marah, malu bercampur aduk. Marah karena harus mengeluarkan uang yang banyak untuk membayar cicilan dan denda yang dihindari si Iwan, malu mau tak mau duit yang mungkin punya si Didi
Part 95 Pov Mayang“Kasihan Farah, Mbak Mayang. Setelah Mamanya meninggal malah Ia ikut menyusul meninggal bunuh diri dengan memotong nadi tangannya karena tak tahan menerima hinaan dari anak-anak sekitar rumahnya kalau wajahnya rusak akibat terkena luka bakar waktu masih di rumah Ibu Sutinah, setelah itu dia diceraikan sama suaminya. Katanya Farah ketahuan menggadaikan rumah Ibu Sutinah dan sekarang Ibu Sutinah bersama Didik dan Pur katanya mengontrak rumah kecil di pinggiran kota, lengkap sudah penderitaan keluarga Ibu Sutinah akibat menantunya itu. Syukur saja Iwan sama Shinta tidak bernasib sama.” Bu Trisno menyampaikan kabar duka itu saat ia bertandang ke rumah untuk membicarakan persiapan pernikahan Syawal dan Emi yang akan digelar dua hari lagi.Mungkin ini terdengar gila tapi Allah SWT sudah mengatur semuanya, aku yang dulunya dizolimi oleh orang-orang yang pernah hadir dalam hidupku, satu persatu seakan mendapatkan karma atas apa yang sudah mereka lakukan. Farah yang begit
Part 94 “Kalau tidak, berarti kalian harus mengosongkan rumah ini, karena Ibu Farah sudah menggadaikan rumah ini dengan memberikan sertifikat rumah pada bos kami. Dia juga sudah menerima uang dua ratus juta tiga bulan yang lalu.” Mataku melotot mendengarnya, masalah apalagi yang dilakukan oleh Farah kali ini. “Ya Allah, bagaimana sudah ini, Dik, Pur. Farah memang betul-betul keterlaluan menjadi menantu bisanya hanya menyusahkan saja. Huhuhuuu.” Ibu menangis sesenggukan begitu tahu rumah yang kami tempati sekarang sudah sepenuhnya dikuasai oleh rentenir.“Apa kalian punya bukti kalau Farah memang yang menggadaikan rumah ini pada bos kalian?” Dua orang penagih utang tersebut malah tertawa. Setelahnya salah satu memperlihatkan foto copy sertifikat dan tanda bukti tanda tangan Farah di sana menyetujui syarat-syarat pinjaman uang dengan jaminan sertifikat rumah.Aku, Pur juga Ibu sudah tidak bisa berbuat banyak. Kami benar-benar dipecundangi oleh Farah. Apalagi Purwanto, ia merasa ikut
Part 93“Terus, bagaimana dengan Mas Didik? Apa Mbak memaafkannya juga?” Deggg. Nama itu lagi, rasanya seharian ini sudah beberapa kali teringat akan dirinya. Orang yang sudah mengisi hidupku dalam beberapa tahun ini, kalau ditanya apakah aku mencintainya? Ya aku sangat mencintainya, hanya begitu banyak luka yang ia torehkan ke padaku sehingga aku memilih sebisa mungkin pergi jauh dari kehidupannya, meski saat mediasi pada proses perceraian kami, ia kekeh tidak mau berpisah. Aku memutuskan menjauh agar dapat menjaga kewarasan hatiku. “Lho, Mbak malah melamun.” Aku tersenyum malu ketika Iwan memergoki aku sedang melamun karena pertanyaannya.“Aku juga sudah memaafkan Mas mu, bahkan Ibumu. Bagiku yang lalu biarlah menjadi pengalaman berharga saja. Oya kalian tadi ke sini aku pikir mau pesan sesuatu. Mau bolu atau malah rendang daging saja.” Ujarku cepat mengalihkan topik pembicaraan.Malas membahas hal yang lampau.“Oya hampir lupa, Shinta maunya Mbak Mayang buatkan nasi dengan daging
Part 92 Pov Mayang Pagi sekali aku dan kedua adikku sudah mulai bersiap membuka toko, kegiatan kami setiap harinya seperti ini. Tiba-tiba saja mobil Syawal berhenti di halaman dan Emi yang semula ada di depan menggendong Arthur melihat pemandangan segera masuk. Aku tahu jika Emi masih menghindar berbicara dengan calon suaminya tersebut. Persoalan perempuan yang mengaku sebagai kekasih Syawal membuat hubungan adikku dengan Syawal seketika renggang. Emi sudah membatalkan pernikahan, hanya saja aku senang dengan kegigihan Syawal ingin meraih hati adikku kembali, kadang aku membayangkan jika saja Mas Didik berlaku begitu padaku, mungkin saja kami masih bersama sampai saat ini. Tapi, ya sudahlah semua hanya tinggal kenangan sekarang. Bahkan aku tinggal menunggu ketuk palu saja.“Kak, aku cuma mau bilang kalau perempuan yang mengaku kekasihku itu ditangkap semalam bersama orang yang menyuruhnya, sebetulnya semalam dia ditangkap karena petugas kepolisian sedang menggerebek tempat perjudia
Part 91Kulihat handphone di tangan Purwanto, segera kuambil dengan cepat dan membuka layar lalu mencari kamera dan menghadapkan posisi kamera ke arah depan, persis ke wajahku. Begitu aku melihat penampakan wajahku, handphone Purwanto sampai terjatuh dari tanganku. Apa aku tak salah lihat?Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku. Wajahku sudah seperti monster yang menyeramkan. Bagaimana bisa Purwanto tak terkejut melihatku? Apa dia menahan tawa agar tak membuatku malu, bentuk mata yang kurasakan perih kelopaknya berkeriput sehingga bola mataku terlihat mau ke luar dari tempatnya. Selain itu wajahku menghitam dan mengerut di beberapa tempat, selain itu bentuk mulutku terasa miring dan tidak berada di tempat seharusnya. Aku berusaha mengingat dan mencerna apa yang sudah terjadi padaku, kenapa gara-gara api yang membakar rambut juga membuat kobaran api di wajahku membuat wajahku sulit dikenali lagi. Tamat riwayatku.Habis semua sudah kecantikan yang dulunya aku banggakan, aku melihat kembali
Part 90 “Pernikahan siapa yang kamu maksud gagal?” aku sontak menoleh kaget. Purwanto persis di belakangku. Aku harus mencari jawaban segera atas pertanyaannya.“Tadi … itu si Mayang ke sini dan marah-marahin Ibu, katanya dia tak terima kalau sampai pernikahan Emi dengan Syawal sampai gagal, dia menuduh Ibu yang menggagalkan pernikahan adiknya itu. Kalau mau tahu pastinya tanya Ibu deh sana.” Purwanto masih diam di tempatnya terus menatapku penuh kecurigaan, bahkan ia kini memicingkan matanya.Purwanto langsung mengambil handphone dari tanganku dengan cepat, kemudian membaca layar di gawaiku. Di sana kutulis nama Syahrini, aku sengaja menulisnya dengan nama perempuan supaya suamiku bahkan orang di rumah ini tidak ada satupun yang curiga. Benar saja, setelahnya Purwanto mengembalikan handphone ke tanganku.“Ya sudah… aku pikir tadi apa, lagian berita tentang si Mayang itu nggak penting sama sekali.” Sebutnya, aku bisa bernapas lega begitu melihatnya menanggapi dengan santai apa yang k
Part 89Aku menghampiri Emi, adik bungsuku yang terlihat menelungkupkan wajahnya di lengannya, tubuhnya nampak terguncang. Kelihatannya ia sedang menangis. Kubelai rambutnya yang terurai panjang itu, ia belum mau mendongakkan kepalanya.“Mi, Syawal tadi sudah menceritakan semuanya. Apa kamu nggak mau memikirkan ulang apa yang terjadi?” kataku dengan hati-hati. Emi memperbaiki posisinya, tebakanku benar. Ia tengah menangis. “Apalagi yang harus dipikirkan, Kak. Jelas-jelas perempuan itu punya bukti kalau dia memang ada hubungannya dengan Kak Syawal, terus apalagi yang mau dipikirkan dan dia kok masih saja mau mengelak, dasar memang laki-laki selalu begitu. Gayanya aja mau menikah, tapi ujung-ujungnya sudah punya anak dari perempuan lain. Beruntung saja semua ini aku dapati sebelum menikah jadi bisa kuputuskan kalau rencana kami sebaiknya dibatalkan saja.” Terdengar tegas hanya aku tahu Emi masih berharap apa yang terjadi hanyalah mimpi saja.“Tetap harus kamu pikirkan dengan tenang, de
Part 88 Pov Mayang Dua minggu kemudian Aku bersyukur harapanku dengan kedua adikku akhirnya terwujud. Toko kue sekaligus tempat tinggal kami dengan mudahnya diberikan oleh bank melalui pinjaman yang kami ajukan. Ruko yang kami beli berada di pusat kota, meski harganya fantastis, minimal dengan usaha yang lancar maka kami yakin akan bisa membayarnya. Tentu dengan kerja keras. Hari ini merupakan hari kedua kami membuka toko, awal pembukaan toko kemarin sudah ramai dengan pengunjung, sebab dengan kepandaian dan gerak gesit Farida di media sosial membuat pelanggan berdatangan. “Ya Allah, luar biasa sekali ya, Kak. Aku yakin kalau begini terus ramenya pasti kita akan bisa dengan mudah mencicil membayar pada bank, apalagi toko ini sekalian tempat tinggal kita sehingga memudahkan kita tetap stand by di toko.” Farida menyapaku pagi ini. Aku mengangguk setuju. Sejak dibukanya toko kue, kami menambah satu orang lagi bernama Marlena untuk menjaga toko bersama Farida, sedangkan Kiki dan aku
Part 87Pov Farah Sudah lama sekali aku tidak makan mie ayam yang dijual tak jauh dari rumah, di rumah hanya ada Purwanto dan Sekar, sedangkan Ibu entah ke mana. Mas Didik seperti biasa pergi bekerja.“Pur, kita makan mie ayam yuk.” Ajakku ke padanya. Purwanto yang tengah asik bermain game online sama sekali tak menoleh dan mempedulikanku. Itulah yang membuatku semakin hari semakin bosan padanya. Tak pernah ada niatan di hatinya untuk bergerak mencari pekerjaan dan lebih banyak menggantungkan hidup padaku atau pada Mas Didik.Selama Purwanto tidak bekerja, setiap bulan aku selalu minta jatah pada Mamaku, beruntung Mama tidak keberatan memberikan uang memenuhi kebutuhanku dan Sekar, Punya suami percuma saja, tidak berguna sama sekali.“Ya sudah kamu jaga Sekar, aku mau makan mie ayam di depan sana.” Tetap saja ia tak menoleh dan tak menyahut. Dasar, benar-benar laki-laki tidak ada gunanya. Mataku memperhatikannya selama semenit, tapi aku seperti berbicara dengan patung. Lalu kuputusk