Juanita teringat saat dia mengandung Jingga dulu, dia sangat kesusahan dan tidak ada seorang pun yang bisa diandalkannya. Namun, sekarang Tommy sangat protektif kepada Juanita. Setiap tindakan Tommy membuat Juanita tersentuh. Rasanya sungguh bahagia disayangi oleh seseorang.Sekarang, Tommy sudah membuat rencana. Juanita sedang hamil, jadi situasinya pun berbeda. Tommy ingin segera mengadakan resepsi pernikahan, keesokan harinya Tommy langsung menyuruh bawahannya untuk mempersiapkan urusan pernikahan. Tommy ingin mengadakan pernikahan yang paling mewah di dunia untuk Juanita.Entah bagaimana caranya orang tua Tommy mengetahui hal ini. Soraya langsung mendatangi rumah Tommy setelah mendengar kabar ini."Ma, kenapa kamu tiba-tiba datang?" tanya Tommy. Dia agak terkejut melihat kedatangan Soraya.Soraya memandang Tommy dengan sinis seraya bertanya balik, "Kenapa? Kamu nggak menyambut kedatanganku?"Tommy melanjutkan pekerjaannya sembari menjawab, "Mana mungkin aku nggak menyambutmu?" Dia
Setelah mendengar ucapan Tanya dengan serius, raut wajah Lisa berubah drastis. Lisa tampak ketakutan saat berucap, "Kamu ... kamu mau ... anak dalam kandungan itu. Tapi ... Pak Tommy begitu hebat. Kalau ketahuan, aku pasti mati!"Tanya melirik Lisa sekilas, dia tidak peduli dengan ketakutan Lisa. Tanya berkata dengan tegas, "Aku nggak menyuruhmu untuk melakukannya secara terang-terangan. Kalau nggak mau ketahuan, tentu saja kamu harus memutar otakmu."Lisa tertegun sejenak, lalu bertanya, "Memutar otak? Maksud Nona Tanya ...."Tanya tertawa dan menjelaskan, “Gampang sekali, kamu bisa mengambinghitamkan orang lain atau ... buat seolah-olah semua itu terjadi secara nggak sengaja. Dengan begitu, Tommy pasti nggak akan mencurigaimu. Dia hanya akan menganggap Juanita terlalu sial.”Lisa mengatupkan bibirnya, dia tetap terlihat ragu-ragu. Lisa tidak yakin dirinya bisa menjalankan rencana ini dengan lancar. Lagi pula, Juanita adalah orang baik, apa dia harus melakukan hal ini?Ekspresi Tanya
Asisten Juanita menjamin, "Jangan khawatir. Serahkan saja padaku. Aku pasti akan menanganinya dengan baik.""Oke. Aku percaya dengan kemampuanmu," ucap Juanita sambil mengangguk.Meskipun perekrutan asisten tidak dilakukan oleh Juanita, dia sangat memahami kemampuan asistennya karena telah bekerja bersamanya begitu lama. Kemampuan para staf di kantornya memang tidak dapat diremehkan, terutama mereka yang mampu menjadi asisten."Oke. Aku pamit dulu." Usai berkata demikian, asistennya langsung pergi.Tak lama kemudian, Lisa membuka pintu dan berjalan masuk. Juanita mengangguk ke arahnya, lalu menyapa sambil tersenyum, "Bi Lisa."Lisa juga mengangguk dengan penuh hormat sebelum berkata, "Bu, ini adalah sup sarang burung walet yang khusus kubuat untuk menutrisi tubuhmu."Belakangan ini, Juanita telah muak mengonsumsi suplemen. Namun, mengingat anak di dalam perutnya yang membutuhkan nutrisi, dia terpaksa mengulurkan tangan dan mengambil mangkuk itu dari Lisa. Setelah itu, Juanita langsung
Juanita menggeleng tanpa bermaksud untuk berhenti, lalu dia menjelaskan, "Nggak bisa. Aku nggak tenang kalau orang lain yang menyiapkan barang Jingga. Lebih aman kalau aku yang melakukannya. Apalagi, ini bukan pertama kalinya aku hamil. Aku tahu batasan, jadi kamu nggak usah khawatir."Pada kehamilan pertama, Juanita melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, baik mencuci pakaian ataupun memasak. Saat ini, dia sudah memiliki pengalaman.Mendengar perkataan ini, Tommy makin tidak tega melihatnya. Dia bergegas maju untuk merangkul pinggang Juanita sembari mengingatkan, "Kalau begitu, kamu harus lebih hati-hati. Jangan sampai terlalu lelah, apalagi membiarkan anak di perutmu kelelahan."Juanita menjawab sambil tersenyum, "Iya."Sementara itu, Jingga yang melihat tindakan orang tuanya tiba-tiba bergegas maju dan merebut pakaian di tangan Juanita. Ketika menyadari pakaian di tangannya tiba-tiba menghilang, Juanita pun menatap putranya dengan heran.Tidak disangka, Jingga malah ber
Pertandingan tim masih berlanjut dan situasinya masih sangat sengit sekarang. Di bawah panggung, banyak penggemar yang bersorak. Mereka hendak memberikan dukungan dan semangat untuk kedua tim.Saat melihat adegan ini, Juanita merasa sangat tegang, seolah-olah kembali ke saat pertama kali Jingga ikut dalam turnamen. Kala itu, dia tidak tahu banyak tentang kemampuan bermain game putranya. Juanita hanya tahu bahwa Jingga cukup berbakat, tetapi tidak menyangka bahwa dia akan makin unggul di bidang ini.Saat ini, seseorang mulai berbisik, "Menurutku, Team AY tidak lagi memiliki keunggulan yang begitu besar."Orang lain yang setuju pun buru-buru berkata, "Iya. Sepertinya, meskipun tim lawan nggak begitu terkenal, tapi mereka cukup hebat."Dari sekian banyak penonton, banyak di antara mereka adalah penggemar yang datang khusus untuk mendukung Team AY. Begitu mendengar komentar seperti itu, kebanyakan dari mereka mulai merasa kesal.Pada saat ini, situasi di atas panggung tiba-tiba mengalami p
Pada akhirnya, pelatih Team AY hanya dapat membawa anggota timnya pergi dengan kesal. Melihat kepergian mereka, suasana hati Juanita terasa agak rumit. Dia hanya berharap bahwa pelatih itu tidak melampiaskan emosinya pada mereka lagi setelah pulang nanti. Terlepas dari segalanya, pertandingan hari ini sudah berakhir dan Jingga berhasil memenangkan pertandingan awal."Jingga, kamu jago banget hari ini," puji Juanita. Kemudian, dia langsung menekan kedua pipi putranya dan menciumnya dengan penuh semangat. Di hadapan begitu banyak orang, wajah Jingga merah tersipu karena diperlakukan seperti itu oleh ibunya.Sementara itu, pelatih dari tim Jingga, Hasan, berkata sambil tersenyum, "Jingga, kamu tampil sangat baik hari ini."Jingga menggaruk kepalanya, lalu berkata dengan tidak enak, "Hari ini, semuanya sangat hebat. Kalau bukan karena usaha bersama, kita nggak akan mungkin bisa mengalahkan Team AY."Mendengar ini, Hasan pun mencubit pipi Jingga sambil berkata, "Kenapa kamu tiba-tiba menjad
Terkadang, anak-anak harus bersikap lebih santai supaya sifatnya tidak terlalu kaku. "Baiklah," balas Hasan. Begitu Juanita bersuara, Hasan tentu saja tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Dia bukan takut pada Juanita, melainkan takut pada ayah dari anak itu. Hasan memesan set makanan yang sesuai dengan selera mereka. Setelah itu, dia menuju ke tempat duduk yang dipilih oleh anak-anak. Lantaran makanannya masih belum dihidangkan, anak-anak pun hanya minum air sembari membicarakan peristiwa yang terjadi pada pertandingan hari ini. Juanita tidak ikut membahasnya karena dia tidak paham dengan pertandingan tersebut. Ketika memikirkan kejadian di perjalanan barusan, Juanita memanfaatkan kesempatan ini untuk memberi tahu Tommy. "Kalian tunggu di sini, aku mau keluar untuk menelepon," ucap Juanita sambil pergi mengambil ponselnya. Di sisi lain, Tommy langsung menjawab panggilan dari Juanita. "Apa kamu terus menatap ponselmu? Kamu cepat sekali menjawabnya," sahut Juanita yang terkejut ka
Matahari terbenam, langit berangsur menggelap. Malam di kota ini selalu membuat orang merasa kesepian. Selain jalanan yang dipenuhi kelab, hampir tidak ada orang di mana pun. Benar-benar sepi.Kegelapan pun menyelimuti seluruh kota, membuat orang tidak merasakan kehangatan apa pun. Saat ini, Juanita terus menoleh ke belakang karena khawatir orang-orang di belakang menyusulnya. Dia pun terus memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini.Untungnya, ada banyak belokan di gang kecil ini sehingga bisa menutupi gerak-geriknya. Juanita tidak perlu terlalu panik.Namun, jumlah lawan lebih banyak. Tidak peduli seberapa cepat Juanita berlari, dia tidak mungkin bisa menang dari mereka.Jadi, sebelum sempat berlari terlalu jauh, beberapa preman itu sudah hampir menyusulnya. Melihat ada yang tidak beres, Juanita mencari sebuah tempat yang cukup terpencil untuk bersembunyi."Ingga, aku punya tugas penting untukmu sekarang," ujar Juanita setelah menarik napas dalam-dalam untuk menahan ketakutannya.Ji