Juanita menggeleng tanpa bermaksud untuk berhenti, lalu dia menjelaskan, "Nggak bisa. Aku nggak tenang kalau orang lain yang menyiapkan barang Jingga. Lebih aman kalau aku yang melakukannya. Apalagi, ini bukan pertama kalinya aku hamil. Aku tahu batasan, jadi kamu nggak usah khawatir."Pada kehamilan pertama, Juanita melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, baik mencuci pakaian ataupun memasak. Saat ini, dia sudah memiliki pengalaman.Mendengar perkataan ini, Tommy makin tidak tega melihatnya. Dia bergegas maju untuk merangkul pinggang Juanita sembari mengingatkan, "Kalau begitu, kamu harus lebih hati-hati. Jangan sampai terlalu lelah, apalagi membiarkan anak di perutmu kelelahan."Juanita menjawab sambil tersenyum, "Iya."Sementara itu, Jingga yang melihat tindakan orang tuanya tiba-tiba bergegas maju dan merebut pakaian di tangan Juanita. Ketika menyadari pakaian di tangannya tiba-tiba menghilang, Juanita pun menatap putranya dengan heran.Tidak disangka, Jingga malah ber
Pertandingan tim masih berlanjut dan situasinya masih sangat sengit sekarang. Di bawah panggung, banyak penggemar yang bersorak. Mereka hendak memberikan dukungan dan semangat untuk kedua tim.Saat melihat adegan ini, Juanita merasa sangat tegang, seolah-olah kembali ke saat pertama kali Jingga ikut dalam turnamen. Kala itu, dia tidak tahu banyak tentang kemampuan bermain game putranya. Juanita hanya tahu bahwa Jingga cukup berbakat, tetapi tidak menyangka bahwa dia akan makin unggul di bidang ini.Saat ini, seseorang mulai berbisik, "Menurutku, Team AY tidak lagi memiliki keunggulan yang begitu besar."Orang lain yang setuju pun buru-buru berkata, "Iya. Sepertinya, meskipun tim lawan nggak begitu terkenal, tapi mereka cukup hebat."Dari sekian banyak penonton, banyak di antara mereka adalah penggemar yang datang khusus untuk mendukung Team AY. Begitu mendengar komentar seperti itu, kebanyakan dari mereka mulai merasa kesal.Pada saat ini, situasi di atas panggung tiba-tiba mengalami p
Pada akhirnya, pelatih Team AY hanya dapat membawa anggota timnya pergi dengan kesal. Melihat kepergian mereka, suasana hati Juanita terasa agak rumit. Dia hanya berharap bahwa pelatih itu tidak melampiaskan emosinya pada mereka lagi setelah pulang nanti. Terlepas dari segalanya, pertandingan hari ini sudah berakhir dan Jingga berhasil memenangkan pertandingan awal."Jingga, kamu jago banget hari ini," puji Juanita. Kemudian, dia langsung menekan kedua pipi putranya dan menciumnya dengan penuh semangat. Di hadapan begitu banyak orang, wajah Jingga merah tersipu karena diperlakukan seperti itu oleh ibunya.Sementara itu, pelatih dari tim Jingga, Hasan, berkata sambil tersenyum, "Jingga, kamu tampil sangat baik hari ini."Jingga menggaruk kepalanya, lalu berkata dengan tidak enak, "Hari ini, semuanya sangat hebat. Kalau bukan karena usaha bersama, kita nggak akan mungkin bisa mengalahkan Team AY."Mendengar ini, Hasan pun mencubit pipi Jingga sambil berkata, "Kenapa kamu tiba-tiba menjad
Terkadang, anak-anak harus bersikap lebih santai supaya sifatnya tidak terlalu kaku. "Baiklah," balas Hasan. Begitu Juanita bersuara, Hasan tentu saja tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Dia bukan takut pada Juanita, melainkan takut pada ayah dari anak itu. Hasan memesan set makanan yang sesuai dengan selera mereka. Setelah itu, dia menuju ke tempat duduk yang dipilih oleh anak-anak. Lantaran makanannya masih belum dihidangkan, anak-anak pun hanya minum air sembari membicarakan peristiwa yang terjadi pada pertandingan hari ini. Juanita tidak ikut membahasnya karena dia tidak paham dengan pertandingan tersebut. Ketika memikirkan kejadian di perjalanan barusan, Juanita memanfaatkan kesempatan ini untuk memberi tahu Tommy. "Kalian tunggu di sini, aku mau keluar untuk menelepon," ucap Juanita sambil pergi mengambil ponselnya. Di sisi lain, Tommy langsung menjawab panggilan dari Juanita. "Apa kamu terus menatap ponselmu? Kamu cepat sekali menjawabnya," sahut Juanita yang terkejut ka
Matahari terbenam, langit berangsur menggelap. Malam di kota ini selalu membuat orang merasa kesepian. Selain jalanan yang dipenuhi kelab, hampir tidak ada orang di mana pun. Benar-benar sepi.Kegelapan pun menyelimuti seluruh kota, membuat orang tidak merasakan kehangatan apa pun. Saat ini, Juanita terus menoleh ke belakang karena khawatir orang-orang di belakang menyusulnya. Dia pun terus memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini.Untungnya, ada banyak belokan di gang kecil ini sehingga bisa menutupi gerak-geriknya. Juanita tidak perlu terlalu panik.Namun, jumlah lawan lebih banyak. Tidak peduli seberapa cepat Juanita berlari, dia tidak mungkin bisa menang dari mereka.Jadi, sebelum sempat berlari terlalu jauh, beberapa preman itu sudah hampir menyusulnya. Melihat ada yang tidak beres, Juanita mencari sebuah tempat yang cukup terpencil untuk bersembunyi."Ingga, aku punya tugas penting untukmu sekarang," ujar Juanita setelah menarik napas dalam-dalam untuk menahan ketakutannya.Ji
Juanita yang ditahan oleh kedua preman ini tidak bisa memikirkan cara apa pun. Selain kepanikan, dia tidak sempat merasakan apa pun lagi.Bagaimana sekarang? Waktu itu, Juanita juga pernah mengalami hal yang sama dan diselamatkan oleh Jacky. Namun, Juanita tahu bahwa Jacky tidak mungkin muncul di tempat seperti ini. Adapun Tommy, mereka memang sempat mengobrol di telepon barusan ....Namun, sepertinya tidak akan ada yang menduga bahwa dirinya akan bertemu bahaya di saat seperti ini. Bahkan, Juanita sendiri tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi.Justru karena tidak memiliki persiapan mental, Juanita menjadi makin kebingungan sekarang. Dia pun mundur selangkah, tetapi kedua preman itu malah mendekat."Hehe, masih mau kabur?" ucap salah satu preman sembari menggosok tangannya dengan penantian. Wajahnya dipenuhi senyuman jahat saat menatap Juanita.Juanita akhirnya tidak bisa menahan ketakutannya lagi. Suaranya mulai bergetar saat berteriak, "Biar kuperingatkan dulu, jangan macam-ma
Tidak jauh dari sana, terdengar suara sirene polisi. Beberapa mobil yang mendekat itu pun berhenti di depan gang.Begitu melihat mobil polisi, kedua preman itu seketika termangu. Mereka tidak menyangka polisi akan datang kemari. Sebelum sempat bereaksi, para polisi pun sudah turun dari mobil."Jangan bergerak!" teriak polisi sembari mengarahkan pistolnya ke arah kedua preman. Dengan tubuh yang setengah berjongkok, mereka berjalan mendekat.Kedua preman itu segera mengangkat tangan saat melihat pistol ditodongkan ke arah mereka. Setelah itu, mereka berbalik untuk menghadap polisi.Melihat kedua preman itu telah menyerah, polisi berteriak lagi, "Tangan di atas kepala, berjongkok!"Kedua preman itu sudah takut hingga kedua kaki gemetaran. Mereka tentu tidak berani menolak, jadi hanya bisa menuruti dengan patuh.Setelah keduanya meletakkan tangan di atas kepala dan berjongkok, para polisi langsung mengepung.Sementara itu, Jingga yang melihat kedua preman itu tidak berani bergerak lagi seg
"Pasien sudah ditangani dengan baik. Untungnya, kebanyakan hanya luka luar. Asalkan beristirahat dan diobati dengan baik, nyawanya tidak akan berada dalam bahaya," jelas dokter sambil melepaskan maskernya.Juanita dan Jingga merasa sangat lega mendengar perkataan dokter ini. "Pasien akan dibawa ke kamar biasa, kalian sudah bisa pergi urus prosedurnya," lanjut dokter itu. Seusai berbicara, dia langsung pergi.Juanita berjongkok untuk merapikan rambut Jingga. Kemudian, dia menginstruksi, "Ingga, kamu pergi ke bangsal dulu. Aku akan menyusul setelah bayar biayanya. Jangan berkeliaran, ya?"Jingga mengangguk dengan patuh dan menimpali, "Ibu tenang saja. Aku nggak akan ke mana-mana."Jingga tahu bahwa ini bukan masalah sepele sehingga tidak akan main-main. Setelah berpesan, Juanita pun bangkit dan berjalan ke arah yang dituju dokter sebelumnya.Setelah membayar sesuai prosedur rumah sakit, Juanita baru pergi ke bangsal Hasan. Begitu dia masuk, Jingga berkata lirih karena khawatir Hasan terb