"Kiara..." Panggil Yuna ketika mereka berdua sedang makan bersama di kantin kampus.
"Ya?" Kiara sampai harus berhenti memakan mie ayam miliknya untuk mendengarkan panggilan dari Yuna. "Ada apa?" Tanyanya balik.
"Kita sudah berteman berapa lama?" Tanya Yuna. "Belum ada setengah tahun, kan?" Kiara nampak mengangguk akan perkataan dari Yuna. "Kau merasa ada yang... Hmm..." Yuna berkutat dengan pikirannya sendiri.
"Yang apa? Merasa bagaimana? ... Aku merasa beruntung bisa berteman denganmu "
"Aku sangat senang mendengarnya. Namun, itu artinya juga, karena kau masuk ke keluarga ini, kau pun mengalami banyak hal yang menyakitkan. Terutama karena ulah kak Ray." Yuna berbicara hati-hati soal ini karena tidak ingin membuat Kiara sedih.
Kiara segera menelan mie ayam yang baru saja ia punya, ia lalu mengambil gelas berisi es teh kemudian meminumnya perlahan. Ia merasakan dingin bercampur manis dari rasa es teh itu. Masuk ke dalam kerongkongannya dan mem
"Kenapa?" Tanya Yuna."Kenapa apanya?" Tanya Kiara balik karena tak mengerti arah pembicaraan Yuna itu kemana."Kau nampak lega. Kau bahkan sampai menghela nafas.""Ah.. Tidak apa-apa kok.""Coba aku tebak, kau lega karena kak Ray tidak menjemputmu ke kampus hari ini?"Bingo! Itu benar adanya."Begitulah. Memang kelihatan sekali ya wajah legaku ini?""Tentu! Kau senang, wajahmu akan nampak senang. Kau lega, maka wajahmu akan nampak lega juga. Itulah yang tergambar dari wajahmu. Kau hanya pribadi yang terlampau jujur akan perasaanmu sendiri." Jelas Yuna."Hm, begitukah? Aku rasa aku hanya tak bisa menyembunyikan perasaanku sendiri. Harusnya, jika aku ketakutan, aku bisa menyembunyikannya. Harusnya jika aku bersedih, aku bisa menutupinya dengan tawa... Apa itu juga nampak dengan jelas?""Ya. Kau nampak dengan jelas dengan semua itu. Tak perlu kau sembunyikan, jadilah dirimu sendiri! Jadilah Kiara dan hanya ada satu Kiara d
Masih di taman belakang mansion milik Ray..."Ah, Ano, apa Anda ingin minum sesuatu? Saya akan mengambilkannya untuk Anda." Tawar Kiara."Nanti saja, aku ingin menanam bunga." Kata Ray.Eh?Eeh?Menanam bunga?Apa lagi ini?Seorang Alvaro Rayvansha ingin menanam bunga?Kiara mengakui jika manusia siapa pun yang ada di bumi ini, berhak menanam bunga. Termasuk juga Tuan Mudanya ini, Ray. Ray itu masihlah manusia meski jiwanya isinya iblis. Seperti itulah yang ia pikirkan soal 'keanehan sikap' yang Ray tunjukkan kepada dirinya saat ini.Namun lagi, masak iya seorang Ray mau menanam bunga? Bukankah itu kotor? Bukankah itu juga akan melelahkan?Apa Ray sungguh ingin melakukannya?Melihat keseriusan Ray, Kiara pun tak mau ambil pusing. Toh ini juga merupakan bagian keinginan Ray. Tugasnya hanya mematuhi segala perintah dari Tuan Mudanya itu, kan?Kiara melepas sarung tangannya. "Tunggu sebentar, Anda harus
Masih di taman belakang mansion mewah milik Alvaro Rayvansha. Kiara dan juga Ray sedang sibuk menanam bunga. Dua insan manusia yang terikat hubungan terlarang ini, Kiara dan Ray, sedang sibuk menyelesaikan apa yang sedang mereka tanam. Bunga-bunga yang kemarin mereka beli, kini sudah banyak tertanam di tempat semestinya. Kiara bahkan semakin bertambah senang ketika ia meminta pot bunga dan Ray menyanggupinya. Kenapa Tuan Mudanya itu kali ini sedang baik sekali sih? Walau kesan dingin dan canggungnya masih ada, tapi Ray membuatnya nyaman dengan caranya sendiri. Hanya hatinya yang mampu menjelaskannya. Lidahnya kesulitan untuk merangkai kata. Jatuh cinta pada Ray, sosok yang sudah mengambil mahkota kesuciannya memang bukan hal yang lumrah dalam kisah kehidupan yang digariskan Tuhan kepada dirinya. Dari sekian banyak kemungkinan yang ada setelah malam pemerkosaan yang ia alami, kenapa ia malah memilih untuk mencintai Ray yang jelas-jelas merupakan pelaku pemerko
Menikam diri dengan dekapan cinta yang menyengat. Begitu sakit, tapi memabukkan. Begitu sakit, tapi manis sekali. Perlahan-lahan, selembut yang dibisa, menaikan tempo, sedikit kasar, dan menambah kecepatan menjadi sangat cepat.Merintih karena perih. Berteriak hingga serak. Memanggil-manggil karena tubuh terasa menggigil.Butuh kehangatan, butuh sentuhan, butuh belaian, butuh dekapan, butuh rengkuhan, butuh berdiri di puncak kemenangan.Mencengkram butuh sandaran. Menerkam butuh pelampiasan. Dalam kedekatan ada luka. Dalam kedekatan ada duka. Dalam kedekatan ada suka. Dalam kedekatan ada cinta, asa, dan rasa."Tuan... saya..." Kiara terbata."Shhtt, lepaskan saja, jangan ditahan... Kau tahu, kau akan kesakitan jika menahannya." Kata Ray."Ta-tapi.. itu.. hmm.. sakit.""Sakit karena kau mencoba menahannya. Ikuti saja seperti biasanya. Kau percaya padaku, kan?"Mereka saling tatap. Kiara pun mengangguk. "Eumb, saya percaya pada A
Suasana maghrib yang terasa damai ini terasa sangat nyaman. Angin berhembus dengan lembut, tanpa membuat dingin permukaan kulit. Hawa yang sangat bersahabat dan pas untuk berbicara dari hati ke hati."Kiara..." Panggil Ray."Ya?""Mau menikah denganku?""...""...""Eh?"Mendengar kata-kata dari Ray, Kiara langsung bangun dati tidurnya. Tak lupa ia menggunakan selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya."Menikah dengan Anda?" Tanya Kiara menegaskan."Hn." Jawab Ray singkat.Ada yang mengganjal di benak Kiara akan ajakan menikah dari sosok yang selama ini hobinya membuatnya menderita dan menangis di sebagian besar hari-harinya.Menikah dengan Ray?"Saya hanya tidak tahu bagaimana Anda berpikir untuk mengucapkan kata-kata seperti itu kepada saya. Semampu saya mencoba memahami Anda, memahami kata-kata dari Anda, tapi Anda terlalu dalam dan gelap untuk diselami... Tuan Ray, saya benar-benar menyimpan rasa
KIARA'S POVSial... sial.. sial.. sialan!Ini pertamanya aku mengumpat karena kekesalan yang aku rasa pada Tuan Ray!Gila! Gila! Gilaaa!Ini benar-benar sangat gila!Ah, maunya apa coba? Aku sendiri tidak tahu apa mauku. Aku ini seperti bebek yang tak bisa keluar kerumunan untuk mencari jalan sendiri.Aku selalu mengikuti segala perintah dari Tuan Ray.Ya...Termasuk perintah untuk menghangatkan tubuhnya.Aku tiga kali ditiduri olehnya terhitung semenjak tadi siang. Ya walau ada jeda beberapa waktu, tapi sama saja, remuk badanku! Lemas sekali. Bahkan hanya untuk menggerakkan jemariku saja sulitnya minta ampun.Ini orang apa iblis sih? Seperti tidak punya rasa lelah dalam permainan intim seperti itu.Aahhh... tubuhku sakit semua!Sudah dua hari disentuh seperti ini terus, jangan bilang Tuan Ray akan melakukannya lagi? Melakukannya tiap hari? Bisa-bisa aku tak bisa berangkat ke kampus karena kelelahan
He he ... Sudah terlalu lama tapi baru nongol. Hemmm, FYI ya, aku itu down berat di PF ini karena pembaca sepi dan tentu saja soal pendapatan. Berusaha bertahan, tapi tidak ada yang komen untuk menyemangati. Ha ha ha, ditambah lagi, aku cukup sibuk dengan novelku di tempat lain yang genrenya komedi romantis. Dibandingkan dengan dark romance ini, bedanya jauh sekali. Aku harus menderita lebih dahulu untuk mengembalikan mood menulisku.Aku sempat tidak percaya diri dengan novelku ini. Selalu berpikir apakah aku seburuk itu dalam merangkai kisah sampai-sampai pembaca sepi, pendapatan sepi, namun ya ... memang seperti itu adanya.Semua jelas karena aku kurang berusaha keras, kurang bertanggung jawab akan novel yang sudah aku buat.Sekali lagi, maafkan aku...Untuk yang tanya kapan dilanjutkan, hmmm... aku tak bisa memberikan janji, tapi aku selalu memiliki mimpi jika novel yang paling berat aku buat ini, akan bisa tamat suatu hari nanti.Makany
Time skip..."Kiara..." Panggil Yuna pelan. Tidak ini lebih terdengar seperti sedang berbisik."Hm?" Kiara tidak menoleh karena saat ini dirinya sedang sibuk dengan sayuran di tangan kirinya dan pisau di tangan kanannya.Ya, sedang memotong sayuran. Sayur wortel lebih tepatnya. Di dekatnya, juga sudah ada tomat dan daun bawang serta seledri yang sudah dipotong rapi.Kiara berniat untuk memasak sup ikan ekstra tomat kesukaannya Ray, calon suaminya."Kiara, memang kau tidak risih?" Tanya Yuna."Risih apanya? Keringat, kah? Bau ya keringatku? Maaf ya, tadi aku sudah mandi, tapi karena harus memasak, keringatku jadi muncul, banyak lagi." Terang Kiara. Ia masih sibuk dengan wortelnya."Bukan itu, tapi kak Ray yang membuat risih!""Tuan Ray?" Kira menaikan sebelah alisnya."Iya, kak Ray!"Kiara lalu menolah ke arah Ray yang memang sedang ada di dapur bersama dirinya dan Yuna.Ia lalu tersenyum pada Ray, dan Ray tentu saja membalas senyumann
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku