Yuna dan Ken memaksa Ray untuk pulang ke rumah. Ray bersikeras tidak mau. Jika Ken menanyakan alasan kenapa Ray tidak mau pulang ke rumah, Ray hanya menjawab jika ia hanya sedang tidak ingin di rumah.
Yuna memang sudah mengetahui alasan kenapa kakak tercintanya itu tidak mau pulang ke rumah, tapi ia tidak memberitahukannya pada Ken. Yuna hanya ingin Ray yang menceritakannya sendiri.
Hubungan persaudaraan Ray dengan Ken itu berbeda, Yuna tak bisa seenaknya saja.
Dengan berbagai usaha, akhirnya Ray mau kembali ke mansion mewahnya itu. Hal itu karena Yuna mengatakan pada Ray jika Ray itu adalah seorang kakak yang sangat kejam karena tidak mau melihat adiknya yang baru pulang dari Jepang.
Sebenarnya Ray dapat dengan mudah menolak pernyataan konyol dari Yuna, tapi tidak tahu kenapa sifat egonya itu bisa hilang begitu saja. Rupanya ia merasa kesepian hidup di hotel sendirian.
.
.
.
Seperti biasa, Ray mengendarai mobil ferari-nya dengan kecepatan yang tidak bisa dinalar. Kenapa? Jika orang akan beranggapan, pelan-pelan yang penting selamat sampai tujuan, tapi lain halnya dengan Ray, dia akan menarik gas mobilnya dan berkata yang penting cepat sampai tujuan.
Kadang hal seperti itu membuat Ken sering kesal, ia bahkan menyuruh Ray untuk menjadi pembalap saja. Dengan keras, Ray pasti akan menolaknya.
Balapan bukan pasionnya.
.
.
.
KIARA POV
Pagi yang cerah ini, aku sibuk memasak dengan Yuna dan bibi Willy. Kami memasak berbagai macam masakan. Aku bertanya, apa hari ini adalah hari istimewa? Entahlah, aku tidak tahu. Yang jelas aku merasa senang dengan suasana pagi ini. Rasanya ada sesuatu yang kembali hidup di hatiku.
Mengingat kejadian beberapa hari yang lalu membuatku sesak. Rasanya aku ingin mati saja di waktu itu. Andai saja saat itu ada pisau atau racun, aku pasti sudah menggunakannya.
Astaga, apa sebenarnya yang aku fikirkan? Bisa-bisanya aku memiliki niat seperti itu? Yah, walau aku akui rasanya seperti tidak sanggup jika aku harus menerima kenyataan buruk itu.
Bukankah aku sudah berjanji pada mendiang Ayah dan Ibuku jika aku akan berjuang demi hidupku?
Aku akan berusaha berbesar hati menerima takdir ini.
Apa benar kata-kata dari Bibi Willy jika Tuhan memiliki rencana yang indah untukku? Mana tahu. Hmm, tapi mungkin saja.
.
.
.
Ini sudah hari ke lima belas setelah aku mengalami kejadian buruk itu. Aku sempat berfikir jika aku tidak akan sanggup menjalani hari-hariku.
Ternyata aku salah.
Semenjak Yuna datang, ia seperti bidadari cantik yang menyiramkan air kenyamanan dalam hidupku yang terasa hampa. Aku bahkan bisa tersenyum seperti saat ini.
Sekarang, akupun juga bisa tertawa ringan melihat tingkah konyol kakaknya Yuna, kak Ken. Aku baru tiga hari mengenalnya, tapi rasanya seperti sudah mengenal sejak lama. Dia orang yang sangat hangat. Aku menyukai karakternya.
Dia bahkan sangat manis. Hehe, apa sih?
Kak Ken itu orang seperti apa? Apakah Tuhan menciptakannya dari tawa dan senyuman? Dia seperti tidak memiliki rasa sedih sedikitpun! Aku penasaran, seberapa banyak stok humor di dirinya itu?
Jauh berbeda dengan Tuan Ray! Dia jarang tersenyum, irit bicara!! Aku ingin tahu seperti apa jika dia sedang tersenyum?
Tunggu, siapa yang baru aku bicarakan?
TUAN RAY?
Haah, aku ini bagaimana? Sudah jelas-jelas dia melukai hatiku, masih saja aku memiliki pemikiran aneh seperti itu.
Bermimpilah saja, Kiara!
Jangan harap jika dia akan bersimpuh dan berlutut memohon maaf atas semua yang ia lakukan padamu!
Wake up! Wake up!
Aku tidak bisa berbuat apa-apa padanya.
Mungkin aku hanya sedang memikirkannya. Jika kemungkinan ia minta maaf padaku itu ada.
Kiara sadar!
Lupakan tentang Tuan Ray!
.
.
.
Ahh akhirnya, selesai juga! Sebuah mangkok berisi makanan yang sedang aku bawa ini adalah soup ikan kuah extra tomat. Hasil buatanku!
Tidak tahu kenapa, semenjak aku tinggal di mansion ini, aku menjadi suka memasak. Bibi Willy banyak mengajariku. Dia seperti ibu.
Ibu ya?
Benar, apapun yang terjadi aku harus bertahan. Kata-kata dari bibi Willy itu sama dengan kata-kata yang sering ibu katakan padaku. Kurasa aku merindukan ibu.
Aku berjalan ke meja makan, di meja makan terdengar cukup gaduh. Kak Ken bertengkar gaje dengan adiknya, Yuna. Mereka itu saudara, tapi jika sedang bersama pasti ada saja yang diperdebatkan. Seperti Tom and Jerry saja mereka itu.
Indahnya persaudaraan.
Paman Willy masih sibuk membaca koran. Hm, mungkin sedang menunggu semua makan selesai disajikan? Bibi Willy sedang menata makanan.
Aku bisa merasakan kehangatan keluarga ini. Kehangatan keluarga yang sangat aku rindukan. Aku ingin menangis jika mengingatnya.
END OF KIARA POV
.
.
.
Menyadari air mata yang menetes indah di pipinya, Kiara langsung mengusapnya dengan cepat lalu berjalan pelan menuju meja makan untuk meletakan mangkok soup ikan extra tomat yang ia bawa.
“KAK RAY!!” Teriak Yuna yang langsung membuat semua pasang mata di ruang makan mengarahkan pandangannya ke arah Ray.
Ken, paman dan bibi Willy tersenyum. Yuna juga tersenyum dengan memamerkan gigi-gigi putihnya.
Sementara Kiara hanya menoleh sebentar dan langsung menundukan kepalanya. Ia masih belum bisa menatap Ray.
Berat rasanya. Jantungnya berdetak kencang. Kakinya mulai gemetaran. Hatinya tidak tenang. Kenangan kelam malam itu masih selalu menghantuinya.
Bukan hal mudah untuknya bisa melupakan perbuatan sosok laki-laki tampan di depannya itu. Rasa muak dalam hati Kiara mulai muncul membuatnya tidak bisa berlama-lama dengan sosok Ray. Tanpa berkata apa-apa, Kiara berjalan meninggalkan ruang makan.
Kiara belum sanggup menghadapi sosok Ray.
Mendapati ekspresi yang berbeda-beda membuat Ray merasa kikuk. Apalagi ia harus berhadapan langsung dengan Kiara. Melihat Kiara menundukan kepalanya dan meninggalkan ruang makan membuat Ray hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak menyangka jika di dapur akan ada banyak orang. Ia merutuki kebodohannya, harusnya ia tahu jika jam-jam seperti itu adalah waktunya makan pagi.
“Harusnya aku check-out nanti siang.” Batinya.
“Hei Kiara, kau mau kemana?” Tanya Yuna.
Kiara hanya diam saja dan tetap pergi meninggalkan ruang makan. Bibi Willy memegang bahu Yuna agar Yuna memahami Kiara. Yuna langsung bisa mengerti isyarat dari ibunya itu.
“Tuan Ray, ayo makan bersama!” Ajak Paman Willy.
“Aku sudah makan di luar paman. Ak..aku hanya ingin mengambil air minum saja.” Kata Ray kikuk dan langsung mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas.
Ray juga meninggalkan ruang makan itu.
“Ada apa dengan mereka?” Tanya Ken keheranan karena suasana ruang makan menjadi penuh dengan kecanggungan.
Tidak ada satupun yang menanggapi pertanyaan Ken itu.
Biarlah semua seperti ini dulu.
Setelah selesai makan, Ken berjalan ke kamar Ray. Banyak hal yang ingin ia bahas dengan Ray. Semua masalah kantor begitu menggunung di otaknya. Ia tak mampu menghandlenya sendiri, ia butu kemampuan jenius Ray untuk membantunya menyelesaikan masalah-masalah itu.Langkah kaki Ken menapaki setiap anak tangga utama mansion Ray. Perlahan tapi pasti, pijakkannya mengantarkan dirinya sampai di depan kamar milik Ray."Bukankah kamar ini?" Gumam Ken. Ia ingat jika ibunya mengatakan kamar Ray sudah pindah di sebelah kamar Ray yang sebelumnya.Ternyata benar. Ini memang kamar Ray. Ia sangat tahu bagaiman karakter dari sosok seorang Ray. Hanya dengan memperhatikan kondisi ruangan, ia yakin seyakin-yakinnya jika itu adalah tipikal kamar Ray.Sudah seperti biasanya, Ken masuk ke dalam kamar Ray tanpa mengetuknya. Dari dulu memang seperti itu.Ray dulu tidak pernah menutup pintu kamarnya. Jendela juga selalu terbu
Gadis yang Ray lecehkan adalah Kiara Fellicia!Kiara Fellicia?Benar, itu adalah nama yang Ray sebutkan. Itu adalah nama yang Ray ucapkan lewat mulutnya yang bau red wine itu. Ken sangat jelas mendengarnya. Ray bahkan mengatakannya beberapa kali agar ia percaya."Aku melecehkan Kiara Fellicia!" Kata Ray."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia!" Ray bahkan memakai kata yang mudah dipahami."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia berkali-kali dalam waktu semalam!""Aku mendengarnya! Kau tak perlu mengulangi kata-katamu dan menambahinya dengan kata-kata mengerikan! Aku sudah paham, bodoh!"Ken menggertakan gigi-giginya karena kesal. Baru saja ia berniat ingin mengenal lebih jauh Kiara. Ternyata sudah keduluan Ray. Mengenal dengan cara yang maksudnya ingin tahu lebih jauh lagi. Kiara itu sangat cantik, memiliki senyum yang
Yuna mengajak Kiara pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dapur. Kiara terlihat sangat bahagia, karena lebih dari sebulan ia tidak pernah sekalipun keluar dari mansion Ray.Sejujurnya Kiara merasa agak bosan dengan pemandangan yang ada di mansion Ray. Kiara tahu mansion miliki Ray itu sangat besar bahkan memiliki taman yang luas dan indah, tapi berapapun luasnya mansion Ray tetap saja masih jauh jika dibandingkan dengan luasnya dunia luar.Mansion milik Ray-pun masih memiliki batas, sementara dunia luar? Luas dan tak terbatas.Bukan hanya alasan bosan saja yang Kiara rasakan. Kiara hampir kehilangan kepercayaan dirinya karena perlakuan Ray terhadapnya. Rasanya hanya dengan melihat tatap orang-orang yang menatap kearahnya seperti ia adalah seonggok sampah yang tak bernilai. Ia merasa dirinya sangat menjijikkan.Kiara bahkan mengibaratkan dirinya sampai sejauh itu.Sampah? Menjij
Kiara dan Yuna, mereka berdua melanjutkan acara belanja. Yuna tersenyum senang saat melihat kiara begitu antusias hanya karena harus memilih mana buah yang baik mana yang tidak.Dari situlah Yuna mulai memahami sedikit demi sedikit karakter Kiara. Ternyata Kiara adalah sosok yang ceria dan keibuan. Bukan berarti seperti ibu-ibu, tapi karena terlihat begitu ahli memilih berbagai macam kebutuhan dapur itulah yang membuat Yuna memiliki pemikiran seperti itu.Dirinya adalah putri keluarga pelayan, tapi urusan masak-memasak beserta seisi dapurnya bukan ahlinya. Ia iri dengan Kiara yang tahu banyak hal, terutama urysan dapur.Selain itu, Kiara juga sosok yang ramah, Kiara menjawab pertanyaan dari salah seorang pengunjung supermarket yang bertanya soal letak barang-barang kebutuhan dapur dengan senyuman manisnya.Kiara juga sosok yang peduli dengan orang lain, Kiara dengan senang hati mengambilkan margarin pada seoarang ib
Mansion Ray..“Kiara, sepertinya aku tidak bisa membantumu menata semua belanjaan kita. Ibu menyuruhku menjemputnya.” Kata Yuna.“Tidak apa-apa Yuna, lagi pula ini mudah. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau segeralah pergi, kasihan bibi Willy jika harus terlalu lama menunggu.”“Aku tahu, baiklah aku akan pergi menjemputnya. Kau berhati-hatilah di rumah, kak Ken sedang tidak ada, ayah juga sedang pergi, jika kau membutuhkan sesuatu mintalah bantuan pada kak Ray! Sepertinya dia sudah pulang, aku melihat mobilnya ada di garasi.”Kiara hanya mengangguk mengerti. Berarti ia hanya sendirian di rumah bersama Ray! Semua orang penghuni rumah sedang memiliki urusannya masing-masing.Tidak Kiara pungkiri jika ia masih takut dengan Ray. Ia sangat jarang bertemu Ray meski mereka berdua seatap, bukan jarang bertemu, lebih tepatnya berusaha saling menghindar, mereka juga belum genap dua bulan berkenalan, tapi Ray m
FLASHBACK ONSebelumnya..."Berhenti menangis, bodoh! Suaramu berisik sekali!" Bentak Ray.Kiara mencoba diam dan tak menangis lagi. Ia menahan suara tangisan agar tak terdengar oleh telinga Ray. Ia tersedak-sedak, terisak-isak, dadanya sakit, kepalanya sakit, hidungnya sakit, matanya membengkak."..." Takut. Kiara sangat takut pada Ray.Sudah kedua kalinya ia mengalami pemaksaan seksual dengan cara yang mengerikan. Pengalaman pertamanya saja belumlah bisa ia lupakan. Belumlah bisa ia sembuhkan, kini ia harus kembali mengalaminya dalam kurun waktu yang tak begitu lama."Aku hanya ingin menikmati tubuhmu lagi! Seperti yang sudah kita lakukan sebelumnya. Seperti yang kita lakukan baru saja. Kau masih kurang, kan?" Kata Ray.Kiara menggeleng dan terus mengeluarkan air matanya. "Jangan, Tuan! Jangan lagi!""Aku tidak butuh jawaban dar
FLASHBACK ONSebelumnya, di kamar Ray...Ray meraba-raba ranjang sebelahnya, mencari sesosok yang belum lama ini menghangatkan tubuhnya. Tidak ada! Namun sosok itu tidak ada di sana. Ranjangnya terasa dingin. Ia pun mencoba membuka matanya perlahan. Didapatinya sosok yang begitu familiar di hadapannya."Mencari Kiara?" Tanya Ken sarkastik. Ia kesulitan mengendalikan emosinya saat ini. Ingin rasanya segera melayangkan bogem mentah kepada si tampan yang sedang malas-malasan di ranjangnya itu."Dia dimana? Aku masih belum selesai dengannya. Jika kau senggang, cepat panggil dia kemari!" Pinta Ray.Oh My God! Oke, sabar Ken!"Kau sadar dengan apa yang baru saja kau lakukan tidak, hah? Kau memperkosa Kiara lagi, Ray!""Aku hanya menidurinya saja." Ray nampak santai sambil mengenakan kemejanya."Hanya? ... Hanya kau bilang? Kau mem
"Apa yang terjadi setelah itu?"“Mereka tewas di tempat!"Kiara mencolos.“Mereka tewas di tempat, itu berita yang kami lihat keesokan harinya di TV. Ayahku hanya bisa menyelamatkan Ray, ayahku bilang orang tua Ray terjepit jadi tidak mungkin bisa dikeluarkan dengan cepat sementara ia harus berpacu dengan waktu karena mobil ayah Ray sudah terbakar sebagian.” Jawab Ken.Kiara menutup mulutnya, seakan-akan ia bisa merasakan kejadian memilukan itu.“Ray masih sangat beruntung karena tidak banyak orang yang mengetahui jika Tuan Angga Yudhistira, ayah Ray memiliki anak bungsu, yaitu Ray. Mungkin karena ayah Ray sudah tahu jika suatu saat pasti akan ada orang-orang yang berniat tidak baik padanya, maka dari itu, ayah Ray tidak begitu terbuka soal keluarganya. Jadi semua partner kerjanya hanya tahu jika Tuan Angga hanya memiliki anak tunggal saja. Ray sudah tinggal di Inggris sejak kecil. Di Inggris ia tinggal dengan sahabat ayahny
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku