Gadis yang Ray lecehkan adalah Kiara Fellicia!
Kiara Fellicia?
Benar, itu adalah nama yang Ray sebutkan. Itu adalah nama yang Ray ucapkan lewat mulutnya yang bau red wine itu. Ken sangat jelas mendengarnya. Ray bahkan mengatakannya beberapa kali agar ia percaya.
"Aku melecehkan Kiara Fellicia!" Kata Ray.
"..."
"Aku memperkosa Kiara Fellicia!" Ray bahkan memakai kata yang mudah dipahami.
"..."
"Aku memperkosa Kiara Fellicia berkali-kali dalam waktu semalam!"
"Aku mendengarnya! Kau tak perlu mengulangi kata-katamu dan menambahinya dengan kata-kata mengerikan! Aku sudah paham, bodoh!"
Ken menggertakan gigi-giginya karena kesal. Baru saja ia berniat ingin mengenal lebih jauh Kiara. Ternyata sudah keduluan Ray. Mengenal dengan cara yang maksudnya ingin tahu lebih jauh lagi. Kiara itu sangat cantik, memiliki senyum yang indah. Ketika ia melihatnya, hatinya merasa damai. Laki-laki mana sih yang tidak tertarik akan kecantikan Kiara yang tak biasa itu.
Jika sudah begini apa yang sebaiknya ia lakukan? Beruntung ia menyadari jika rasa penasarannya pada Kiara bukanlah perasaan cinta ala romantisme cinta pada pandangan pertama. Sedikit kecewa ada, tapi tidak sampai sakit hati.
Yang sakit malah melihat kelakuan Ray yang menurutnya lebih dari sekedar gila. Ray itu sangat sinting. Bagaimana bisa Ray melecehkan wanita secantik Kiara? Dengan cara yang tidak wajar lagi.
Kenapa saudaranya bisa sebejat ini?
“Pantas saja kalian terlihat canggung saat bertemu. Lalu, bagaimana hal itu bisa terjadi?” Tanya Ken.
"Haruskah aku menceritakannya padamu?" Tanya Ray balik.
Ray itu tidak suka menjawab, seringnya tanya balik. Jika Ken tak pandai mengatur kesabarannya yang luar biasa itu, ia pasti akan kesulita menanggapi Ray.
"Perlulah! Aku akan mendengarkannya." Jawab Ken.
"Oh." Bukannya tadi Ken enggan mendengar hal-hal yang menjijikkan? Kenapa saat ini malah pemasaran?
"..."
"..."
"Kenapa malah hanya oh saja? Kau bilang mau menceritakannya padaku? Katakan Ray bagaimana kau bisa melecehkannya!" Kata Ken.
Ray itu terlalu malas buka mulut atau irit bicara sih sebenarnya?
“Aku mabuk saat itu, aku tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Aku hanya tahu saat aku bangun, Kiara sudah ada di sampingku. Aku dan dia sama-sama telanjang. Kalau kau ingin tahu ceritanya, tanya saja padanya. Aku yakin dia mengingatnya. Dia dalam keadaan sadar saat aku perkosa.” Jawab Ray enteng.
"..." Sekali lagi Ken memukul keras kepala Ray.
“Sakit, bodoh! Aku hanya menceritakan apa yang terjadi, kenapa kau memukulku lagi, hah?” Protes Ray.
“Apa itu alasan kau tidak mau pulang ke mansion ini?”
"..." Ray mengusap-usap bekas pukulan Ken.
"Jawab, Ray!"
“Ya, seperti itu. Kenapa sih dari nyuruh-nyuruh bicara melulu? Mulutku pegal!”
Ken menarik nafasnya panjang. Karena Ray sedang terpengaruh alkohol, jadi ia berkata terlalu jujur. Sampai-sampai karena saking jujurnya membuat Ken tidak mengerti. Ray terlihat innocent seperti orang yang tak berdosa saja.
“Lalu, apa kau sudah meminta maaf padanya?” Tanya Ken.
“Belum. Aku langsung pergi pagi itu juga.” Jawab Ray. Ini fakta, memang ketika ia bangun dan mendapati Kiara tidur tanpa busana di sampingnya, ia langsung 'kabur' begitu saja.
“Oh God. Kau tahu perbuatanmu itu salah?”
“Tahu.”
“Kalau kau tahu kenapa kau melakukannya, bodoh? Kau bisa merusak masa depannya, Ray!”
“Sudah kubilang aku mabuk! Lagipula semuanya sudah terjadi. Aku bisa apa? Aku tidak akan bisa mengembalikannya jadi perawan lagi.” Ray menundukan kepalanya.
Ray terlihat buruk. Rupanya ia tidak bisa begitu saja melupakan kejadian itu. Pikiran dan perasaannya campur aduk.
Benar juga yang Ray katakan, semua sudah terjadi. Ken merasa kasihan.
Tapi ia tidak akan pernah membenarkan apa yang sudah Ray lakukan pada Kiara.
Meski ia bersaudara dengan Ray, salah tetaplah salah! Sebagai saudara ia ingin Ray memperbaiki kelakukannya.
“Ini minumlah!” Ken menyodorkan sebotol air mineral. “Air ini berguna untuk menjernihkan kepalamu. Berhentilah meminum minuman setan itu!” Kata Ken.
"..."
"Ray?"
“Iya.”
"Jawab yang jelas!"
"Iya, iya."
“Jangan hanya iya, iya saja!"
"IYA AKU TIDAK AKAN MEMINUMNYA!"
Ken tersenyum. Tapi ia yakin, Ray di luar sana pasti akan kembali lagi meminumnya. Iblis mah iblis saja. Hah, Ken tahu, membujuk Iblis agar insyaf memang tak semudah itu.
"Karena kau tidak bisa mengembalikannya, setidaknya kau memperbaikinya. Awali dengan meminta maaf padanya. Sepertinya Kiara tipe gadis yang baik hati. Aku yakin dia akan memaafkanmu, yah mungkin saja akan sangat sulit jika mengingat bagimana perbuatanmu padanya."
"..."
"Setidaknya tunjukkan rasa tanggung jawabmu sebagai seorang laki-laki. Bagaimanapun kau sudah salah padanya. Itu perbuatanmu, Kiara berhak mendapatkan kebahagiaannya kembali.”
“Iya, nanti aku pikirkan. Ngomong-ngomong, apa kau sudah mendapatkan data baru tentang Angkara Corp?” Tanya Ray. Ia sudah bosan dengan topic pembicaraannya.
“Seperti biasanya, kau selalu menyepelekan masalahmu! Dasar.” Ken meneguk segelas penuh air mineral yang baru saja ia tuang.
"Aku bosan membahas soal pelecehanku pada Kiara. Kau pasti paham apa yang dimaksud dengan pelecehan. Aku menyetubuhinya berkali-kali malam itu. Kau pahami sendiri prosesnya! Aku enggan menceritakannya. Aku sudah bosan!"
Pisotol mana pistol?
Ken menghela nafas untuk kesekian kalinya jika harus berhadapan dengan Ray. Kenapa ia selalu sulit mengendalikan arah pembicaraan?
“Angkara Corp memang identik dengan Surya Dirga karena dia adalah pemiliknya, tapi ternyata semua kinerja perusahaan dipegang oleh Ren Dirga, anak sulung Surya Dirga. Surya Dirga hanya memberikan instruksi pada anaknya. Sepertinya ia tidak mau mengotori tangannya.” Jelas Ken.
“Hanya itu?”
“Aku butuh seorang peretas handal untuk membobol situs mereka. Dari mata-mata kita bilang jika Angkara Corp sangat sulit di dekati. Banyak mata-mata mereka dimana-mana. Mereka juga mengintai semua perusahaan yang menjadi pesaingnya. Sepertinya perusahaan kita menjadi salah satunya.”
“Sudah kuduga. Baiklah, kau hubungi dia!”
“Baiklah, Ray. Aku akan menghubunginya karena hanya dia orang yang paling cocok."
"Hn."
"Kau harus tahu, Ray! Angkara Corp sangat kuat. Mereka memiliki banyak relasi dalam negeri bahkan luar negeri. Mereka akan melakukan apapun untuk mendapatkan tujuan mereka. Menggunakan cara kotor sudah bukan hal baru bagi mereka.”
“Jadi, apa kau takut?”
“Bukan begitu, aku hanya memperingatkanmu untuk tidak gegabah.”
“Aku tidak akan melakukan kesalahan sedikitpun untuk satu ini. Perjuanganku, perjuangan kita sampai saat ini belum terasa sempurna jika Angkara Corp masih berjaya. Aku yakin dengan kekuatan kita yang sekarang, kita pasti mampu.”
“Berfikirlah positif, Ray!”
Ray hanya menatap segelas air mineral yang ada di genggamannya. Ia menggenggam keras gelas itu. Tatapannya tajam penuh dengan kebencian, dendam, luka, kelam, dan amarah.
Lukannya di masa lalu membuatnya bertahan. Ia hidup dengan rasa benci di hatinya.
Kebenciannya pada seorang yang membuatnya hampir kehilangan segalanya. Hidupnya, cinta, dan keluarganya. Ray juga sudah sangat lelah. Hidup lama dalam kegelapan dan kesedihan mendalam. Rasa lelah yang membuatnya ingin sekali sejenak tertidur untuk mengurangi bebannya.
Yuna mengajak Kiara pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dapur. Kiara terlihat sangat bahagia, karena lebih dari sebulan ia tidak pernah sekalipun keluar dari mansion Ray.Sejujurnya Kiara merasa agak bosan dengan pemandangan yang ada di mansion Ray. Kiara tahu mansion miliki Ray itu sangat besar bahkan memiliki taman yang luas dan indah, tapi berapapun luasnya mansion Ray tetap saja masih jauh jika dibandingkan dengan luasnya dunia luar.Mansion milik Ray-pun masih memiliki batas, sementara dunia luar? Luas dan tak terbatas.Bukan hanya alasan bosan saja yang Kiara rasakan. Kiara hampir kehilangan kepercayaan dirinya karena perlakuan Ray terhadapnya. Rasanya hanya dengan melihat tatap orang-orang yang menatap kearahnya seperti ia adalah seonggok sampah yang tak bernilai. Ia merasa dirinya sangat menjijikkan.Kiara bahkan mengibaratkan dirinya sampai sejauh itu.Sampah? Menjij
Kiara dan Yuna, mereka berdua melanjutkan acara belanja. Yuna tersenyum senang saat melihat kiara begitu antusias hanya karena harus memilih mana buah yang baik mana yang tidak.Dari situlah Yuna mulai memahami sedikit demi sedikit karakter Kiara. Ternyata Kiara adalah sosok yang ceria dan keibuan. Bukan berarti seperti ibu-ibu, tapi karena terlihat begitu ahli memilih berbagai macam kebutuhan dapur itulah yang membuat Yuna memiliki pemikiran seperti itu.Dirinya adalah putri keluarga pelayan, tapi urusan masak-memasak beserta seisi dapurnya bukan ahlinya. Ia iri dengan Kiara yang tahu banyak hal, terutama urysan dapur.Selain itu, Kiara juga sosok yang ramah, Kiara menjawab pertanyaan dari salah seorang pengunjung supermarket yang bertanya soal letak barang-barang kebutuhan dapur dengan senyuman manisnya.Kiara juga sosok yang peduli dengan orang lain, Kiara dengan senang hati mengambilkan margarin pada seoarang ib
Mansion Ray..“Kiara, sepertinya aku tidak bisa membantumu menata semua belanjaan kita. Ibu menyuruhku menjemputnya.” Kata Yuna.“Tidak apa-apa Yuna, lagi pula ini mudah. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau segeralah pergi, kasihan bibi Willy jika harus terlalu lama menunggu.”“Aku tahu, baiklah aku akan pergi menjemputnya. Kau berhati-hatilah di rumah, kak Ken sedang tidak ada, ayah juga sedang pergi, jika kau membutuhkan sesuatu mintalah bantuan pada kak Ray! Sepertinya dia sudah pulang, aku melihat mobilnya ada di garasi.”Kiara hanya mengangguk mengerti. Berarti ia hanya sendirian di rumah bersama Ray! Semua orang penghuni rumah sedang memiliki urusannya masing-masing.Tidak Kiara pungkiri jika ia masih takut dengan Ray. Ia sangat jarang bertemu Ray meski mereka berdua seatap, bukan jarang bertemu, lebih tepatnya berusaha saling menghindar, mereka juga belum genap dua bulan berkenalan, tapi Ray m
FLASHBACK ONSebelumnya..."Berhenti menangis, bodoh! Suaramu berisik sekali!" Bentak Ray.Kiara mencoba diam dan tak menangis lagi. Ia menahan suara tangisan agar tak terdengar oleh telinga Ray. Ia tersedak-sedak, terisak-isak, dadanya sakit, kepalanya sakit, hidungnya sakit, matanya membengkak."..." Takut. Kiara sangat takut pada Ray.Sudah kedua kalinya ia mengalami pemaksaan seksual dengan cara yang mengerikan. Pengalaman pertamanya saja belumlah bisa ia lupakan. Belumlah bisa ia sembuhkan, kini ia harus kembali mengalaminya dalam kurun waktu yang tak begitu lama."Aku hanya ingin menikmati tubuhmu lagi! Seperti yang sudah kita lakukan sebelumnya. Seperti yang kita lakukan baru saja. Kau masih kurang, kan?" Kata Ray.Kiara menggeleng dan terus mengeluarkan air matanya. "Jangan, Tuan! Jangan lagi!""Aku tidak butuh jawaban dar
FLASHBACK ONSebelumnya, di kamar Ray...Ray meraba-raba ranjang sebelahnya, mencari sesosok yang belum lama ini menghangatkan tubuhnya. Tidak ada! Namun sosok itu tidak ada di sana. Ranjangnya terasa dingin. Ia pun mencoba membuka matanya perlahan. Didapatinya sosok yang begitu familiar di hadapannya."Mencari Kiara?" Tanya Ken sarkastik. Ia kesulitan mengendalikan emosinya saat ini. Ingin rasanya segera melayangkan bogem mentah kepada si tampan yang sedang malas-malasan di ranjangnya itu."Dia dimana? Aku masih belum selesai dengannya. Jika kau senggang, cepat panggil dia kemari!" Pinta Ray.Oh My God! Oke, sabar Ken!"Kau sadar dengan apa yang baru saja kau lakukan tidak, hah? Kau memperkosa Kiara lagi, Ray!""Aku hanya menidurinya saja." Ray nampak santai sambil mengenakan kemejanya."Hanya? ... Hanya kau bilang? Kau mem
"Apa yang terjadi setelah itu?"“Mereka tewas di tempat!"Kiara mencolos.“Mereka tewas di tempat, itu berita yang kami lihat keesokan harinya di TV. Ayahku hanya bisa menyelamatkan Ray, ayahku bilang orang tua Ray terjepit jadi tidak mungkin bisa dikeluarkan dengan cepat sementara ia harus berpacu dengan waktu karena mobil ayah Ray sudah terbakar sebagian.” Jawab Ken.Kiara menutup mulutnya, seakan-akan ia bisa merasakan kejadian memilukan itu.“Ray masih sangat beruntung karena tidak banyak orang yang mengetahui jika Tuan Angga Yudhistira, ayah Ray memiliki anak bungsu, yaitu Ray. Mungkin karena ayah Ray sudah tahu jika suatu saat pasti akan ada orang-orang yang berniat tidak baik padanya, maka dari itu, ayah Ray tidak begitu terbuka soal keluarganya. Jadi semua partner kerjanya hanya tahu jika Tuan Angga hanya memiliki anak tunggal saja. Ray sudah tinggal di Inggris sejak kecil. Di Inggris ia tinggal dengan sahabat ayahny
Masih di kamar Kiara...Kiara tahu jika sampai detik ini, ia masih menyalahkan Ray dengan apa yang sudah Ray perbuat terhadapnya. Ia ingin lepas tangan dan masa bodoh dengan masa lalu yang terjadi pada Ray. Toh dirinya juga mengalami hal yang sama. Sama-sama kehilangan kedua orang tuannya.Namun lagi..Lagi-lagi sisi malaikatnya tak bisa ia khianati. Ia tak bisa menanggalkan sikap bawaanya yang sebenarnya itu sangat merepotkan. Ya, sifat iba dan terlalu baiknya.Apa memang dirinya ini sebaik itu?Kiara adalah tipe wanita yang dikenal sangat baik di lingkungannya. Ia juga sering dikerumuni banyak orang karena kebaikkannya, tentunya juga didukung karena parasnya yang ayu juga.Kiara tidak tegaan. Ia mudah menangis meski hanya melihat pengemis dengan tubuh tak beruntung. Tangisannya bisa ia pikirkan sampai berberapa hari. Ia juga akan menyesal jika ia tak membantu pengemis itu.Sama halnya dengan perasaannya kali ini. Kiara
Malam menjelang. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11.35, hampir tengah malam. Seorang laki-laki dengan tinggi 180 cm, memiliki kaki jenjang, badan yang berotot meski agak kurus, hidung mancung, dan jidat yang bagus sedang meneteng sebuah tas ransel dan berdiri santai di depan sebuah gerbang.Kaca mata hitamnya menutupi matanya yang indah. Laki-laki itu memakai jaket berwarna hitam dengan baju kemeja kotak-kotak sebagai dalamannya. Ia juga memakai celana jeans senada dengan warna jaketnya.Nada-nada lagu keluar dari mulutnya. Ia bernyanyi pelan.Laki-laki pemilik nama asli Teha Yuwan lalu membuka tas ranselnya yang ia bawa itu dan mengambil sebuah benda seperti smartphone. Ia berjalan ke tembok sisi gerbang. Ia mengamati sebuah alat berwana hitam yang menempel di dinding itu.Dengan sedikit tenaga ia membuka tutup dari alat berwarna hitam itu. Kemudian Teha menancapkan sebuah kabel, sejenis kabel data ke dalam smartphonenya. Setelah itu menghubungkannya
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku