Setelah selesai makan, Ken berjalan ke kamar Ray. Banyak hal yang ingin ia bahas dengan Ray. Semua masalah kantor begitu menggunung di otaknya. Ia tak mampu menghandlenya sendiri, ia butu kemampuan jenius Ray untuk membantunya menyelesaikan masalah-masalah itu.
Langkah kaki Ken menapaki setiap anak tangga utama mansion Ray. Perlahan tapi pasti, pijakkannya mengantarkan dirinya sampai di depan kamar milik Ray.
"Bukankah kamar ini?" Gumam Ken. Ia ingat jika ibunya mengatakan kamar Ray sudah pindah di sebelah kamar Ray yang sebelumnya.
Ternyata benar. Ini memang kamar Ray. Ia sangat tahu bagaiman karakter dari sosok seorang Ray. Hanya dengan memperhatikan kondisi ruangan, ia yakin seyakin-yakinnya jika itu adalah tipikal kamar Ray.
Sudah seperti biasanya, Ken masuk ke dalam kamar Ray tanpa mengetuknya. Dari dulu memang seperti itu.
Ray dulu tidak pernah menutup pintu kamarnya. Jendela juga selalu terbuka. Siang dan malam.
Ken juga tidak heran, jika lampu kamar Ray akan selalu menyalah meskipun siang hari. Ray tidak bisa terlalu lama di tempat yang gelap.
Ray bahkan membencinya!
Apakah Ray adalah sosok malaikat karena menyukai cahaya? Sayangnya bukan, dirinyalah satu-satunya jiwa yang bisa berdiri di antara keduanya. Ia bisa tersenyum bak malaikat, tapi juga bisa membunuh bak seorang iblis.
***
Ken mencari keberadaan Ray di kamar itu. Ternyata tidak ada di kamar.
Tidak ada!
Ray tidak ada di ranjangnya maupun kamar mandinya. Mungkin di tempat yang lain? Ken kembali mencari Ray, ia berjalan ke arah balkon. Sesuai dugaannya, Ray sedang duduk di balkon kamarnya.
Menyendiri menikmati hari yang cerah sambil meminum red wine keluaran tahun 1994.
“Minuman setan lagi?” Tanya Ken.
"..." Ray hanya menoleh tanpa memperdulikan Ken. Ray menikmati kembali minumannya itu.
“Apa kau setiap hari meminum minuman seperti itu? Apa kau tidak tahu jika itu hanya pemborosan saja? Red wine keluaran tahun 1994 itu seharga mobil!" Ken membaca tahun keluaran red wine pada botolnya.
"Aku membelinya dengan uangku sendiri."
"Apa kau terlalu bodoh untuk menyadari jika minuman itu tidak baik untuk kesehatanmu? Setidaknya sayangi nyawamu!”
“Kau cerewet sekali! Berisik! Red wine tidak seberbahaya itu!”
“Cih.. Hei Tuan, aku hanya menasehatimu!”
“Itu bukan urusanmu!”
Ken geleng-geleng tidak mengerti bagaimana cara berfikir Ray saat ini. Meski wine, tapi tetap saja berakhohol. Itu wajib dihindari.
“Astaga. Sudah gampang tersinggung, cepat marah, mata merah, cepat gerah, bertindak gegabah, hati gundah, tubuh terlihat lelah, tidak mau menyerah padahal sudah tahu kalah. Benar-benar parah. Payah!” Sindir Ken.
“Apa kau sedang belajar menjadi seorang penyair? Sepertinya kau memiliki bakat itu. Hik..” Ray mabuk.
Ray menuang kembali gelas kosong yang baru saja ia teguk. Ia mengisisnya penuh sampai wine-nya meluber ke meja.
“Aiisshh. Kau mabuk! Sudahlah Ray, berhentilah minum!" Pinta Ken.
"Lain kali aku akan mengajarimu syair yang lebih indah dari sebuah kematian." Ray mulai berbicara ngawur.
Kadang waras, kadang ngawur. Ngawurnya tentulah lebih banyak.
Haruskah Ken memahami Ray untuk yang kesekian kalinya?
Sayang sekali, meski kadang ada rasa lelah juga, tapi ia tidak setega itu. Ray terlalu sayang untuk diabaikan. Akan sangat merepotkan jika sisi iblis Ray bangkit. Serumah bisa tidak ada yang tidur karena harus membereskan amarah dari Ray.
"Ceritakan saja! Kau punya masalah apa?” Kata Ken.
“Hik, ma..salah apa? Hik..” Ray malah balik tanya.
"Ya masalahmulah. Memangnya aku yang punya masalah? Dari dulu kan hanya dirmu yang sering menimbun banyak masalah."
"Ken, apa kau ingin aku kirim ke Afrika? Mau kemana? Zimbabwe? Madagaskar?Aku akan menyediakan fasilitas jika kau ingin berburu berlian di sana."
"Aku tidak butuh semua itu! Kau sudah berjanji untuk membiarkanku stay di Indonesia jika Serayu Corp berhasil aku bereskan! Jangan plinplan begitu kenapa sih?"
"Tapi kau akan terlihat sangat cocok di Afrika. Nanti tolong kirimkan fotomu dengan gajah Afrika ya? Ah, macan tutul juga boleh. Tolong berfotolah dengan jarak kurang dari sepuluh meter. Aku ingin melihatnya dengan dekat."
Gila.
Ray semakin gila saja. Sebenarnya apa yang sedang coba Ray katakan sih? Mabuk sih mabuk. Namun, apa sebegini absurdnya?
Tunggu, dari semua keabsurd-tan yang ada, intinya nyawanya akan terancam, kan?
"Kau bisa melihat gajah, macan tutul, atau bahkan amoeba di internet! Tak perlu melihat langsung ke tempat asalahnya!" Kesabaran Ken habis sudah.
Kesal dengan tingkah Ray, membuat Ken semakin ingin memukul wajah tampan Ray. Tapi lagi-lagi, ia selalu bisa mengatasi rasa kesalnya. Ken menarik kursi di depan Ray dan mendudukinya. Ia mengambil minuman berakohol milik Ray dan menuangkannya ke dalam gelas.
“Kau sedang apa, Ken?” Tanya Ray yang heran karena melihat Ken tiba-tiba menuangkan minuman berakohol kedalam gelas.
“Menemanimu menghabiskan minuman setan ini.” Jawab Ken serius.
Dengan cepat Ray menyahut gelas berisi minuman berakohol yang berusaha Ken minum.
“Kau gila ya? Minuman ini bahaya untuk jantungmu!” Teriak Ray.
Ken tersenyum senang dalam hati. Ken selalu memiliki cara jitu untuk membuat Ray kalah. Bukan kalah, lebih tepatnya mengalah padanya.
“Itu kau tahu. Kenapa kau masih meminumnya jika berbahaya?”
“Aku itu sangat sehat, berbeda denganmu.”
Ken tersenyum pada Ray. “Minuman setan, rokok, dan sejenisnya itu hanya akan merusakmu secara perlahan! Apa sulitnya untuk tidak menikmatinya? Kenikmatan dari setan itu hanya akan kau dapatkan sesaat. Setelah itu banyak kesengsaraan. Kau tidak bisa berfikir jernih.”
“Kau benar Ken, aku memang tidak bisa berfikir jernih sampai-sampai aku melecehkan seorang gadis.”
“Itu sudah tahu. HAH, APA? MELECEHKAN?” Ken membulatkan matanya selebar mungkin. Ia benar-benar sangat kaget.
Melecehkan seorang gadis? Itu yang baru saja ia dengar, kan?
“Tidak perlu sekeras itu! Suaramu itu sangat jelek.”
“Berbicaralah yang benar, Ray!” Ken masih belum percaya.
“Aku yakin kata-kataku tidak ada yang salah.”
“Jangan bercanda! Itu tidak lucu sama sekali!”
“Aku tidak punya keahlian seperti itu.”
Ken Menatap tajam mata Ray untuk mencari kebohongan di mata Ray. Tapi apa yang ia harapkan salah, Ray berkata jujur padanya.
“Otakkmu kau taruh dimana, hah? Bagaimana bisa kau melakukan hal keji itu pada seorang gadis?” Omel Ken.
“Otakku masih ada di tempatnya. Di dalam tempurung kepala.” Jawab Ray enteng. Ia bahkan menunjuk kepalanya.
"Kau..." Dengan cepat Ken memukul kepala Ray dengan botol plastik air mineral.
“AAKKHH, sakit bodoh!” Ray menguasap-usap bekas pukulan dari Ken.
Kenapa harus dipukul dengan botol plastik air mineral sih?
“Siapa gadis itu?” Tanya Ken mengintrogasi.
“Kiara.”
“Kiara yang tinggal di mansion ini?”
“Ya.”
"Katakan yang benar, Ray!"
"KIARA FELLICIA, gadis yang kutampung di rumah ini! JELAS?"
"Hah?"
Gadis yang Ray lecehkan adalah Kiara Fellicia!Kiara Fellicia?Benar, itu adalah nama yang Ray sebutkan. Itu adalah nama yang Ray ucapkan lewat mulutnya yang bau red wine itu. Ken sangat jelas mendengarnya. Ray bahkan mengatakannya beberapa kali agar ia percaya."Aku melecehkan Kiara Fellicia!" Kata Ray."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia!" Ray bahkan memakai kata yang mudah dipahami."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia berkali-kali dalam waktu semalam!""Aku mendengarnya! Kau tak perlu mengulangi kata-katamu dan menambahinya dengan kata-kata mengerikan! Aku sudah paham, bodoh!"Ken menggertakan gigi-giginya karena kesal. Baru saja ia berniat ingin mengenal lebih jauh Kiara. Ternyata sudah keduluan Ray. Mengenal dengan cara yang maksudnya ingin tahu lebih jauh lagi. Kiara itu sangat cantik, memiliki senyum yang
Yuna mengajak Kiara pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dapur. Kiara terlihat sangat bahagia, karena lebih dari sebulan ia tidak pernah sekalipun keluar dari mansion Ray.Sejujurnya Kiara merasa agak bosan dengan pemandangan yang ada di mansion Ray. Kiara tahu mansion miliki Ray itu sangat besar bahkan memiliki taman yang luas dan indah, tapi berapapun luasnya mansion Ray tetap saja masih jauh jika dibandingkan dengan luasnya dunia luar.Mansion milik Ray-pun masih memiliki batas, sementara dunia luar? Luas dan tak terbatas.Bukan hanya alasan bosan saja yang Kiara rasakan. Kiara hampir kehilangan kepercayaan dirinya karena perlakuan Ray terhadapnya. Rasanya hanya dengan melihat tatap orang-orang yang menatap kearahnya seperti ia adalah seonggok sampah yang tak bernilai. Ia merasa dirinya sangat menjijikkan.Kiara bahkan mengibaratkan dirinya sampai sejauh itu.Sampah? Menjij
Kiara dan Yuna, mereka berdua melanjutkan acara belanja. Yuna tersenyum senang saat melihat kiara begitu antusias hanya karena harus memilih mana buah yang baik mana yang tidak.Dari situlah Yuna mulai memahami sedikit demi sedikit karakter Kiara. Ternyata Kiara adalah sosok yang ceria dan keibuan. Bukan berarti seperti ibu-ibu, tapi karena terlihat begitu ahli memilih berbagai macam kebutuhan dapur itulah yang membuat Yuna memiliki pemikiran seperti itu.Dirinya adalah putri keluarga pelayan, tapi urusan masak-memasak beserta seisi dapurnya bukan ahlinya. Ia iri dengan Kiara yang tahu banyak hal, terutama urysan dapur.Selain itu, Kiara juga sosok yang ramah, Kiara menjawab pertanyaan dari salah seorang pengunjung supermarket yang bertanya soal letak barang-barang kebutuhan dapur dengan senyuman manisnya.Kiara juga sosok yang peduli dengan orang lain, Kiara dengan senang hati mengambilkan margarin pada seoarang ib
Mansion Ray..“Kiara, sepertinya aku tidak bisa membantumu menata semua belanjaan kita. Ibu menyuruhku menjemputnya.” Kata Yuna.“Tidak apa-apa Yuna, lagi pula ini mudah. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau segeralah pergi, kasihan bibi Willy jika harus terlalu lama menunggu.”“Aku tahu, baiklah aku akan pergi menjemputnya. Kau berhati-hatilah di rumah, kak Ken sedang tidak ada, ayah juga sedang pergi, jika kau membutuhkan sesuatu mintalah bantuan pada kak Ray! Sepertinya dia sudah pulang, aku melihat mobilnya ada di garasi.”Kiara hanya mengangguk mengerti. Berarti ia hanya sendirian di rumah bersama Ray! Semua orang penghuni rumah sedang memiliki urusannya masing-masing.Tidak Kiara pungkiri jika ia masih takut dengan Ray. Ia sangat jarang bertemu Ray meski mereka berdua seatap, bukan jarang bertemu, lebih tepatnya berusaha saling menghindar, mereka juga belum genap dua bulan berkenalan, tapi Ray m
FLASHBACK ONSebelumnya..."Berhenti menangis, bodoh! Suaramu berisik sekali!" Bentak Ray.Kiara mencoba diam dan tak menangis lagi. Ia menahan suara tangisan agar tak terdengar oleh telinga Ray. Ia tersedak-sedak, terisak-isak, dadanya sakit, kepalanya sakit, hidungnya sakit, matanya membengkak."..." Takut. Kiara sangat takut pada Ray.Sudah kedua kalinya ia mengalami pemaksaan seksual dengan cara yang mengerikan. Pengalaman pertamanya saja belumlah bisa ia lupakan. Belumlah bisa ia sembuhkan, kini ia harus kembali mengalaminya dalam kurun waktu yang tak begitu lama."Aku hanya ingin menikmati tubuhmu lagi! Seperti yang sudah kita lakukan sebelumnya. Seperti yang kita lakukan baru saja. Kau masih kurang, kan?" Kata Ray.Kiara menggeleng dan terus mengeluarkan air matanya. "Jangan, Tuan! Jangan lagi!""Aku tidak butuh jawaban dar
FLASHBACK ONSebelumnya, di kamar Ray...Ray meraba-raba ranjang sebelahnya, mencari sesosok yang belum lama ini menghangatkan tubuhnya. Tidak ada! Namun sosok itu tidak ada di sana. Ranjangnya terasa dingin. Ia pun mencoba membuka matanya perlahan. Didapatinya sosok yang begitu familiar di hadapannya."Mencari Kiara?" Tanya Ken sarkastik. Ia kesulitan mengendalikan emosinya saat ini. Ingin rasanya segera melayangkan bogem mentah kepada si tampan yang sedang malas-malasan di ranjangnya itu."Dia dimana? Aku masih belum selesai dengannya. Jika kau senggang, cepat panggil dia kemari!" Pinta Ray.Oh My God! Oke, sabar Ken!"Kau sadar dengan apa yang baru saja kau lakukan tidak, hah? Kau memperkosa Kiara lagi, Ray!""Aku hanya menidurinya saja." Ray nampak santai sambil mengenakan kemejanya."Hanya? ... Hanya kau bilang? Kau mem
"Apa yang terjadi setelah itu?"“Mereka tewas di tempat!"Kiara mencolos.“Mereka tewas di tempat, itu berita yang kami lihat keesokan harinya di TV. Ayahku hanya bisa menyelamatkan Ray, ayahku bilang orang tua Ray terjepit jadi tidak mungkin bisa dikeluarkan dengan cepat sementara ia harus berpacu dengan waktu karena mobil ayah Ray sudah terbakar sebagian.” Jawab Ken.Kiara menutup mulutnya, seakan-akan ia bisa merasakan kejadian memilukan itu.“Ray masih sangat beruntung karena tidak banyak orang yang mengetahui jika Tuan Angga Yudhistira, ayah Ray memiliki anak bungsu, yaitu Ray. Mungkin karena ayah Ray sudah tahu jika suatu saat pasti akan ada orang-orang yang berniat tidak baik padanya, maka dari itu, ayah Ray tidak begitu terbuka soal keluarganya. Jadi semua partner kerjanya hanya tahu jika Tuan Angga hanya memiliki anak tunggal saja. Ray sudah tinggal di Inggris sejak kecil. Di Inggris ia tinggal dengan sahabat ayahny
Masih di kamar Kiara...Kiara tahu jika sampai detik ini, ia masih menyalahkan Ray dengan apa yang sudah Ray perbuat terhadapnya. Ia ingin lepas tangan dan masa bodoh dengan masa lalu yang terjadi pada Ray. Toh dirinya juga mengalami hal yang sama. Sama-sama kehilangan kedua orang tuannya.Namun lagi..Lagi-lagi sisi malaikatnya tak bisa ia khianati. Ia tak bisa menanggalkan sikap bawaanya yang sebenarnya itu sangat merepotkan. Ya, sifat iba dan terlalu baiknya.Apa memang dirinya ini sebaik itu?Kiara adalah tipe wanita yang dikenal sangat baik di lingkungannya. Ia juga sering dikerumuni banyak orang karena kebaikkannya, tentunya juga didukung karena parasnya yang ayu juga.Kiara tidak tegaan. Ia mudah menangis meski hanya melihat pengemis dengan tubuh tak beruntung. Tangisannya bisa ia pikirkan sampai berberapa hari. Ia juga akan menyesal jika ia tak membantu pengemis itu.Sama halnya dengan perasaannya kali ini. Kiara
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku