Hari-hari berlalu begitu saja. Ray masih belum berminat kembali ke mansion mewahnya. Ia lebih memilih tinggal di hotel dekat kantornya. Ini sudah hari ke sepuluh.
Sementara Ken menjadi semakin bingung dengan keengganan Ray itu. Ia juga heran dengan Kiara yang tidak pernah sekalipun menunjukan batang hitungnya di mansion Ray padahal mereka tinggal di satu atap.
Ken merasa penasaran dengan Kiara. Ia selalu bertanya orang seperti apakah Kiara itu? Kenapa Kiara tidak mau keluar dari kamarnya? Apa Kiara cantik sehingga Ray mengizinkan Kiara memiliki kamar Ray padahal banyak kamar kosong di mansion itu?
Kenapa Kiara A, B, C, atau D? Lalu apakah Ray A, B, C, atau D?
Pertanyaan-pertanyaan penasaran muncul begitu saja di benak Ken.
.
.
.
Kamar Kiara..
“Kamu Kiara, kan? Perkenalkan aku adalah Yuna, adik bungsu dari kak Ken dan kak Ray. Ibuku sudah menceritakan apa yang terjadi antara kau dan kak Ray beberapa hari yang lalu."
"..." Kiara mencolos. Sakit. Ingatan itu menghujam dadanya.
"Maaf, bukannya aku mencoba mengingatkanmu akan kenangan buruk itu, tapi janganlah seperti ini! Kau harus bangkit! Apa kau tidak kasihan dengan tubuhmu karena kau terlalu menyiksa diri?” Kata Yuna yang tidak tahan karena Kiara selalu mengurung diri di kamar.
“…” Kiara hanya memberikan tatapan kosong.
Yuna semakin iba melihatnya.
“Kau kurus sekali. Astaga, kalau begini kau bisa sakit.” Yuna memegang jidat Kiara yang duduk di sampingnya. “Panas sekali. Apa perlu aku ambilkan obat untukmu?”
“Tidak, terima kasih.” Jawab Kiara akhirnya.
Suara Kiara lirih dan indah di telinganya.
“Aaahh, akhirnya aku bisa mendengar suaramu.. Ibu bilang suaramu itu indah, ternyata benar. Kau juga sangat cantik. Pantas saja kak Ray.” Yuna mulai keceplosan. Ia langsung menutup mulutnya. Rupanya ia salah bicara. “Maaf, maaf, maafkan aku Kiara. Maksudku kau itu memang sangat cantik. Pasti banyak laki-laki yang menyukaimu. Hehe..” Yuna merasa kikuk.
“Tidak apa-apa. Jangan terlalu difikirkan...” Kiara menanggapinya ramah.
“Iy..iya.. Hmm, Kiara mulai sekarang kita berteman! Kau usia 20 tahun, kan?” Kiara mengangguk pelan. “Bagus, kita seumuran! Kita bisa menjadi teman akrab! Kiara-chan, senang berkenalan denganmu. Dozoyoroshiku onegaisimasu!” Kata Yuna riang.
-chan?
Kiara menatap Yuna dengan tatapan penuh tanya. “Kamu ngomong apa? Aku tidak mengerti.”
“Hehe, maaf aku hanya masih terbawa budaya Jepang.” Yuna tersenyum lebar.
Entah kenapa, hanya dengan melihat Yuna tersenyum membuat Kiara secara spontan menarik bibirnya untuk ikut tersenyum. Yuna keheranan karena sedari tadi ia merasa sangat tidak mungkin mendapat senyuman dari Kiara. Inikah kekuatan dari senyuman yang tulus?
“Tersenyumlah, Kiara-chan! Saat kau tersenyum kau terlihat lebih cantik!”
Mendengar penuturan Yuna membuat Kiara tersadar jika ia baru saja menunjukan senyuman manisnya yang sudah beberapa hari tidak ia tunjukan. Ia saja sempat befikir jika senyumannya tidak akan pernah bisa ia tunjukkan. Ternyata ia salah. Hatinya masih ingin ia tersenyum.
Kiarapun juga tersadar, nyatanya ia hanyalah manusia biasa yang mampu berduka lalu tersenyum setelahnya.
Yuna semakin bersemangat untuk menghibur sahabat barunya itu, Kiara. “Awas saja jika nanti aku ketemu dia, aku pasti akan memukulnya habis-habisan! Kau mau aku bagaimana? Memukul muka tampannnya itu? Atau menampar keras pipinya untukmu?”
Kiara kembali tersenyum mendengar Yuna yang menggebu-gebu akan membalas perlakuan Ray terhadapnya.
“Jangan! Tidak usah, Yuna-chan!” Kiara bahkan sudah ketularan cara Yuna memanggilnya.
Kiara menambahkan sufik –chan di belakang nama Yuna yang artinya dalam bahasa Jepang yaitu untuk memanggil orang yang sangat dekat dengan dirinya.
Yuna mengambil bantal yang ada di ranjang. Ia meletakannya di atas pahanya untuk bersandar kedua tangannya.
“Jangan? Kau punya hak melakukannya, Kiara-chan! Kak Ray pantas mendapatkannya! Kak Ray sudah memperlakukanmu tidak baik…”
“Tuan Ray memperlakukanku dengan sangat baik. Dia menampungku di mansion ini. Dia memberiku makanan yang enak. Dia juga memberikanku kamar yang nyaman. Jadi wajar saja jika dia melakukan itu padaku. Aku tidak punya apa-apa untuk membalas kebaikannya.”
Kiara mencoba berpikir 'realistis' agar mentalnya kuat menerima keadaanya yang sekarang.
Dengan pemikiran seperti itu? Entahlah.
“Haah, aku sudah bisa menebak kau akan berbicara seperti itu. Tapi tetap saja itu salah. Dia tidak bisa seenaknya saja memperlakukanmu seperti itu. Itu keterlaluan!"
"Memang, sangat. Tapi, aku tak memiliki apa-apa untuk membalas budi padanya." Kiara tertunduk. Inikah artinya ia sudah menjual dirinya?
Yuna memahaminya. Tak mudah bagi Kiara.
"Aku ingin sekali meremas-remas muka kak Ray itu! Menyebalkan! Ini, rasakan! Arrghh.” Yuna meremas-remas dan memukul-mukul bantal yang ia pegang.
“Sudah, hentikan! Lagian, tidak ada gunanya lagi walaupun aku marah, kecewa, bahkan sampai memukulnya. Semua sudah terjadi dan tidak akan bisa dikembalikan seperti semula.” Kiara tersenyum miris.
“Aku bisa merasakan sakitnya. Hanya dengan melihatmu seperti ini, aku bisa merasakan kepedihanmu. Kalau kau mau, aku bisa menjadi wadah untuk menampung semua masalahmu.”
“Terima kasih, Yuna-chan.”
“Tapi, apa kau berminat melaporkan kak Ray ke polisi? Hhhm, aku tahu kak Ray itu jahat padamu. Namun sebenarnya dia banyak memiliki sisi baiknya juga.”
“Jangan khawatir, aku tidak akan melakukannya! Lagi pula aku tidak mau lebih banyak lagi orang yang mengetahui keadaanku.”
Kiara jujur apa adanya. Ia akan menanggung takdirnya sendiri. Ia akan menghadapi Ray, bagaimanapun ia hutang banyak pada Ray. Tubuhnya tak sepadan dengan pemberian Ray padanya.
Menjijikkan memang. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari menjual diri.
Miris.
“Benar juga, tapi kau perlu bangkit dari keterpurukanmu. Kiara-chan, ganbatte ne!”
.
.
.
YUNA'S POV
Aku Yuna William, adik kandung dari Ken William. Umur 20 tahun. Kuliah di Keio Jepang. B aja.
Aku rasa tidak ada yang istimewa dalam hidupku. Semua wajar dan berjalan dengan baik.
Tidak ada yang menarik dalam hidupku. Biasa saja.
Aku tidak bisa menulis kisahku sendiri, aku butuh orang lain untuk mengisinya. Saat ini, aku menemukan orang lain itu, Kiara, si cantik yang menyedihkan. Maaf, bukannya aku menghina, tapi sungguh, aku hanya bersimpati padanya.
Kakak angkatku, Ray melecehkannya! Aku menjadi tertarik untuk menulis kisah baru dalam hidupku mengenai dirinya meski aku tak akan menjadi heroine dalam kisah ini.
Tapi aku tak bisa melihat mata indahnya bersedih, aku tidak tega, aku, aku ingin menyelamatkannya dengan caraku, meski aku tak tahu harus bagaimana dan dengan cara apa.
Namun, aku ingin mempercayai jika di masa depan, Kiara bisa bahagia!
Kenapa aku bisa seperti ini? Bukannya harusnya aku berjuang untuk masa depanku sendiri?
Entahlah, akupun tak mengerti, aku hanya ingin menolongnya. Ia sangat rapuh, seperti istana pasir yang mudah tersapu ombak pantai.
Semenyedihkan itu memang. Sebagai adik 'pelaku' aku akan berusaha memperbaiki kelakuan kakakku dan sedikit membantunya untuk bertanggung jawab. Aku merasa bersalah karena ulah kakakku. Ditambah, ternyata ayah yang menawari Kiara untuk tinggal bersama. Rasa bersalahkupun semakin besar.
Andai saja ayah tidak membawanya, mungkin Kiara tidak akan mengalami mimpi buruk seperti ini.
Ah, aku terlalu pusing memikirkannya!
Aku hanya akan memulainya dengan berkenalan dulu dengannya.
Gila, Kiara cantik banget. Apa dia seorang peri?
END OF YUNA'S POV
Yuna dan Ken memaksa Ray untuk pulang ke rumah. Ray bersikeras tidak mau. Jika Ken menanyakan alasan kenapa Ray tidak mau pulang ke rumah, Ray hanya menjawab jika ia hanya sedang tidak ingin di rumah.Yuna memang sudah mengetahui alasan kenapa kakak tercintanya itu tidak mau pulang ke rumah, tapi ia tidak memberitahukannya pada Ken. Yuna hanya ingin Ray yang menceritakannya sendiri.Hubungan persaudaraan Ray dengan Ken itu berbeda, Yuna tak bisa seenaknya saja.Dengan berbagai usaha, akhirnya Ray mau kembali ke mansion mewahnya itu. Hal itu karena Yuna mengatakan pada Ray jika Ray itu adalah seorang kakak yang sangat kejam karena tidak mau melihat adiknya yang baru pulang dari Jepang.Sebenarnya Ray dapat dengan mudah menolak pernyataan konyol dari Yuna, tapi tidak tahu kenapa sifat egonya itu bisa hilang begitu saja. Rupanya ia merasa kesepian hidup di hotel sendirian....
Setelah selesai makan, Ken berjalan ke kamar Ray. Banyak hal yang ingin ia bahas dengan Ray. Semua masalah kantor begitu menggunung di otaknya. Ia tak mampu menghandlenya sendiri, ia butu kemampuan jenius Ray untuk membantunya menyelesaikan masalah-masalah itu.Langkah kaki Ken menapaki setiap anak tangga utama mansion Ray. Perlahan tapi pasti, pijakkannya mengantarkan dirinya sampai di depan kamar milik Ray."Bukankah kamar ini?" Gumam Ken. Ia ingat jika ibunya mengatakan kamar Ray sudah pindah di sebelah kamar Ray yang sebelumnya.Ternyata benar. Ini memang kamar Ray. Ia sangat tahu bagaiman karakter dari sosok seorang Ray. Hanya dengan memperhatikan kondisi ruangan, ia yakin seyakin-yakinnya jika itu adalah tipikal kamar Ray.Sudah seperti biasanya, Ken masuk ke dalam kamar Ray tanpa mengetuknya. Dari dulu memang seperti itu.Ray dulu tidak pernah menutup pintu kamarnya. Jendela juga selalu terbu
Gadis yang Ray lecehkan adalah Kiara Fellicia!Kiara Fellicia?Benar, itu adalah nama yang Ray sebutkan. Itu adalah nama yang Ray ucapkan lewat mulutnya yang bau red wine itu. Ken sangat jelas mendengarnya. Ray bahkan mengatakannya beberapa kali agar ia percaya."Aku melecehkan Kiara Fellicia!" Kata Ray."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia!" Ray bahkan memakai kata yang mudah dipahami."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia berkali-kali dalam waktu semalam!""Aku mendengarnya! Kau tak perlu mengulangi kata-katamu dan menambahinya dengan kata-kata mengerikan! Aku sudah paham, bodoh!"Ken menggertakan gigi-giginya karena kesal. Baru saja ia berniat ingin mengenal lebih jauh Kiara. Ternyata sudah keduluan Ray. Mengenal dengan cara yang maksudnya ingin tahu lebih jauh lagi. Kiara itu sangat cantik, memiliki senyum yang
Yuna mengajak Kiara pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dapur. Kiara terlihat sangat bahagia, karena lebih dari sebulan ia tidak pernah sekalipun keluar dari mansion Ray.Sejujurnya Kiara merasa agak bosan dengan pemandangan yang ada di mansion Ray. Kiara tahu mansion miliki Ray itu sangat besar bahkan memiliki taman yang luas dan indah, tapi berapapun luasnya mansion Ray tetap saja masih jauh jika dibandingkan dengan luasnya dunia luar.Mansion milik Ray-pun masih memiliki batas, sementara dunia luar? Luas dan tak terbatas.Bukan hanya alasan bosan saja yang Kiara rasakan. Kiara hampir kehilangan kepercayaan dirinya karena perlakuan Ray terhadapnya. Rasanya hanya dengan melihat tatap orang-orang yang menatap kearahnya seperti ia adalah seonggok sampah yang tak bernilai. Ia merasa dirinya sangat menjijikkan.Kiara bahkan mengibaratkan dirinya sampai sejauh itu.Sampah? Menjij
Kiara dan Yuna, mereka berdua melanjutkan acara belanja. Yuna tersenyum senang saat melihat kiara begitu antusias hanya karena harus memilih mana buah yang baik mana yang tidak.Dari situlah Yuna mulai memahami sedikit demi sedikit karakter Kiara. Ternyata Kiara adalah sosok yang ceria dan keibuan. Bukan berarti seperti ibu-ibu, tapi karena terlihat begitu ahli memilih berbagai macam kebutuhan dapur itulah yang membuat Yuna memiliki pemikiran seperti itu.Dirinya adalah putri keluarga pelayan, tapi urusan masak-memasak beserta seisi dapurnya bukan ahlinya. Ia iri dengan Kiara yang tahu banyak hal, terutama urysan dapur.Selain itu, Kiara juga sosok yang ramah, Kiara menjawab pertanyaan dari salah seorang pengunjung supermarket yang bertanya soal letak barang-barang kebutuhan dapur dengan senyuman manisnya.Kiara juga sosok yang peduli dengan orang lain, Kiara dengan senang hati mengambilkan margarin pada seoarang ib
Mansion Ray..“Kiara, sepertinya aku tidak bisa membantumu menata semua belanjaan kita. Ibu menyuruhku menjemputnya.” Kata Yuna.“Tidak apa-apa Yuna, lagi pula ini mudah. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau segeralah pergi, kasihan bibi Willy jika harus terlalu lama menunggu.”“Aku tahu, baiklah aku akan pergi menjemputnya. Kau berhati-hatilah di rumah, kak Ken sedang tidak ada, ayah juga sedang pergi, jika kau membutuhkan sesuatu mintalah bantuan pada kak Ray! Sepertinya dia sudah pulang, aku melihat mobilnya ada di garasi.”Kiara hanya mengangguk mengerti. Berarti ia hanya sendirian di rumah bersama Ray! Semua orang penghuni rumah sedang memiliki urusannya masing-masing.Tidak Kiara pungkiri jika ia masih takut dengan Ray. Ia sangat jarang bertemu Ray meski mereka berdua seatap, bukan jarang bertemu, lebih tepatnya berusaha saling menghindar, mereka juga belum genap dua bulan berkenalan, tapi Ray m
FLASHBACK ONSebelumnya..."Berhenti menangis, bodoh! Suaramu berisik sekali!" Bentak Ray.Kiara mencoba diam dan tak menangis lagi. Ia menahan suara tangisan agar tak terdengar oleh telinga Ray. Ia tersedak-sedak, terisak-isak, dadanya sakit, kepalanya sakit, hidungnya sakit, matanya membengkak."..." Takut. Kiara sangat takut pada Ray.Sudah kedua kalinya ia mengalami pemaksaan seksual dengan cara yang mengerikan. Pengalaman pertamanya saja belumlah bisa ia lupakan. Belumlah bisa ia sembuhkan, kini ia harus kembali mengalaminya dalam kurun waktu yang tak begitu lama."Aku hanya ingin menikmati tubuhmu lagi! Seperti yang sudah kita lakukan sebelumnya. Seperti yang kita lakukan baru saja. Kau masih kurang, kan?" Kata Ray.Kiara menggeleng dan terus mengeluarkan air matanya. "Jangan, Tuan! Jangan lagi!""Aku tidak butuh jawaban dar
FLASHBACK ONSebelumnya, di kamar Ray...Ray meraba-raba ranjang sebelahnya, mencari sesosok yang belum lama ini menghangatkan tubuhnya. Tidak ada! Namun sosok itu tidak ada di sana. Ranjangnya terasa dingin. Ia pun mencoba membuka matanya perlahan. Didapatinya sosok yang begitu familiar di hadapannya."Mencari Kiara?" Tanya Ken sarkastik. Ia kesulitan mengendalikan emosinya saat ini. Ingin rasanya segera melayangkan bogem mentah kepada si tampan yang sedang malas-malasan di ranjangnya itu."Dia dimana? Aku masih belum selesai dengannya. Jika kau senggang, cepat panggil dia kemari!" Pinta Ray.Oh My God! Oke, sabar Ken!"Kau sadar dengan apa yang baru saja kau lakukan tidak, hah? Kau memperkosa Kiara lagi, Ray!""Aku hanya menidurinya saja." Ray nampak santai sambil mengenakan kemejanya."Hanya? ... Hanya kau bilang? Kau mem
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku