Mansion Ray...
"Bibi, maaf selalu merepotkan." Kata Kiara lemah.
Bibi Willy tersenyum. "Makanlah meski rasanya pahit sekalipun! Kau perlu memulihkan diri."
"Iya. Terima kasoh, Bibi."
"Sama-sama. Oh iya, apa kau ingin berbicara dengan Tuan Ray? Menurut Bibi, ada baiknya jika kalian berbicara membahas apa yang sudah terjadi. Tuan Ray pasti akan bertanggung jawab, dia anak yang baik." Kata Bibi Willy hati-hati.
Terlihat tangan Kiara yang gemetar. Saat itu Bibi Willy tahu jika Kiara masih belum siap untuk bertemu dengan Ray.
"Maaf, lupakan saja saran dari Bibi untuk saat ini."
"Maafkan aku juga, Bibi. Maaf..."
Bibi Willy pun keluar kamar Kiara dan di depan kamar berjumpa dengan suaminya, paman Willy.
"Apa Kiara mau makan?" Tanya Paman Willy.
"Entahlah, sepertinya dia makan walau hanya sedikit. Sedari kejadian pemerkosaan itu, dia terus saja mengurung diri di kamar. Dia pasti sedang sangat sedih." Jawab Bibi Willy.
"Dia butuh teman seumuran yang bisa mendengar keluh kesahnya."
"Benar juga, semoga kedatangan Yuna nanti bisa menghiburnya."
"Ya, semoga saja." Bibi Willy sungguh berharap akan hal ini. "Ah iya, Tua Muda nampaknya mulai terobsesi dengan Ankara Corp."
"Ini yang aku takutkan, nampaknya memang tidak bisa menghindarinya. Tuan Muda memang mengincar perusahaan besar itu."
"Dendam masa lalu tak bisa Tuan Muda hapuskan."
"Kita harus selalu mendukungnya sampai akhir."
"Ya."
.
.
.
Dirga family adalah salah satu keluarga yang terkenal di Indonesia. Marga Dirga sering sekali muncul di pemberitaan media masa. Entah cetak maupun digital. Marga Dirga ini juga sering disegani oleh banyak orang.
Konglongmerat dan terpandang.
Kokoh dan memiliki banyak kekuasaan.
Dirga family dikepala keluargai oleh Surya Dirga. Seorang laki-laki berusia lima puluh dua tahun ini memiliki dua orang anak dari istri yang berna Maria Dirga. Seorang pemain bisnis yang sangat handal dalam bidangnya. Seorang pemimpin keluarga yang sangat menyayangi keluarganya.
.
.
.
Angkara Corp..
Seorang laki-laki muda sedang sangat sibuk dengan tumpukkan file di meja kerjanya. Punggungnya sangat pegal, pantatnya juga sangat panas. Sudah berapa jam dirinya bekerja? Terhitung sejak tadi pagi ia sampai di kantor!
Ia datang cukup awal karena ada kontrak kerja sama yang harus segera ia tanda tangani. Usai menandatangani kontrak kerja sama itu, tiba-tiba sekretarisnya datang dan membawa setumpuk file di tangan. Belum selesai meninjau file-file itu, sekretarisnya kembali datang dengan setumpukkan file di tangan lagi.
Belum kelar, file kerja nambah.
Selalu seperti itu.
Apa tidak bosan?
Apa tidak jenuh?
Haruskah pertanyaan seperti itu dijawab? Pertanyaan yang sudah memiliki jawaban pastinya itu sama sekali tidak penting. Bosan iya, jenuh juga iya, kadang tak tahan dan ingin istirahat dengan sangat tenang.
Bukan diidentikkan dengan kematian, percayalah meski hidupnya berat, tapi ia bukan tipe yang mudah menyerah. Masih ada hal yang perlu ia kerjakan. Tentu apa yang ingin ia kerjakan itu bukan masalah urusan bisnis. Apa yang sangat ia inginkan adalah untuk menyenangkan hatinya. Untuk memenuhi segala keinginan dirinya.
"Tuan Muda..." Panggil seorang sekretaris yang sangat ayu rupawan. Ada nametag bertuliskan Selia Tang tergantung di saku kemejanya.
"Masih butuh berapa file lagi agar aku bisa beristirahat, Selia?" Tanya laki-laki muda itu tanpa menoleh ke arah sekretarisnya.
Mata dan tangannya terlalu fokus mengerjakan pekerjaannya. Ia hanya ingin menyelesaikan pekerjaannya secepat yang ia bisa. Ada hal penting yang ingin segera ia lakukan setelah ini.
"Maaf Tuan Muda, ini bukan masalah file yang harus Anda kerjakan. Tuan Besar Surya meminta agar Anda segera ke ruangannya." Jawab Selia.
Tangan yang sedang memegang pulpen itu terhenti. Ia lalu menoleh ke arah sekretaris pribadinya itu. "Ayah mencariku?" Tanyanya.
"Ya, ayah Anda saat ini sedang mencari Anda, Tuan Muda." Jawab Selia lagi.
Ada apa sang ayah memanggilnya di saat jam sibuk kerja seperti ini? Bukankah sebelum-sebelumnya hal seperti ini jarang terjadi? Ayahnya sangat menggilai pekerjaan, lalu apa ini? Bukankah ini cukup menghambat kinerja dirinya?
Hei, itu berlebihan!
Kerja memang penting, tapi panggilan dari anggota keluarga juga penting. Apa lagi dari sang ayah. Tentu saja ia akan bersenang hati menemui ayahnya, kan?
"Ah, baiklah. Aku akan segera menemuinya." Katanya.
Selia mengangguk.
"Oh iya Selia, bisakah kau membuatkanku secangkir kopi? Aku ingin meminumnya lagi."
"Anda berencana lembur lagi hari ini, Tuan Muda?" Tanya Selia.
"Ya."
"Baiklah, saya akan membuatkannya untuk Anda."
Sejujurnya, Selia menghawatirkan kesehatan bosnya itu. Tapi ia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Ia hanya bisa terdiam ketika sang Tuan Muda itu berlalu meninggalkan ruangan.
.
.
.
Ruang kerja Surya Dirga..
Surya Dirga sedang berdiri di dekat jendela ruang kerjanya, ia melihat pemandangan sekitar perusahaannya. Pemandangan sekitar perusahaan yang penuh dengan gedung-gedung tinggi menjulang.
Ia berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Berdiri dengan tegaknya tanpa sedikit memperlihatkan kelemahannya. Sosok ambisius dan mengutamakan kewibawaannya.
Surya berdiri membelakangi seorang laki-laki usia dua puluh lima tahunan. Laki-laki yang cukup tampan dengan postur tubuh yang ideal. Laki-laki itu berdiri tegap dengan menyembunyikan kedua tangannya di balik tubuhnya, tapi ia menundukkan kepalanya. Ia terlihat memiliki beban. Laki-laki tampan itu adalah Ren Dirga.
"Jangan menundukkan pandanganmu, Ren! Apa kau tidak mau melihat jika pemandangan dari atas sini begitu indah?" Kata Surya yang masih setia menikmati pemandangan dari dekat jendela.
"…" Ren menegakkan kepalanya.
"Lihatlah! Betapa indahnya gedung-gedung perusahaan lain itu. Apa ayah salah, hm?" Tanya Surya dengan nada lembut. Ia bahkan menyunggingkan sebuah senyuman di bibirnya.
"Tidak Ayah, gedung-gedung itu memang indah."
"Hampir enam puluh persen gedung-gedung perusahaan itu sudah bergabung di bawah Angkara Corp milik kita. Bukankah itu sebuah prestasi yang membanggakan?"
"..." Ren mengerti dengan jelas arah pembicaraan sang ayah. Dunia bisnis adalah hidupnya sejak ia dilahirkan.
"Tapi rasanya prestasi membanggakan itu sedikit ternodai dengan gagalnya satu target perusahaan." Senyum di bibir Surya hilang seketika.
Suaranya cukup dingin di telinga Ren. Ren tahu jika sang ayah saat ini sedang mengekspresikan kemarahannya. Sang ayah pasti sangat kecewa dengan kegagalan target perusahaan.
"Maafkan saya, Ayah!" Kata Ren cepat-cepat.
"Ren, sepertinya ayahmu ini terlalu menuntut kepadamu?"
"Tidak Ayah."
"Benarkah?"
"Ya."
Surya membalikan badannya dan berjalan menuju Ren yang tengah berdiri. Ia memegang bahu Ren dan tersenyum kepadanya. "Fokuslah dan jangan sampai kecolongan lagi!" Katanya tegas.
"Ya, saya mengerti!"
Surya memeluk Ren sebentar dan melepaskannya. "Kali ini ayah memafaakanmu."
"Terima kasih, Ayah."
"Ayah sedikit terganggu dengan adanya sebuah perusahaan yang akhir-akhir ini memiliki daya saing kuat. Ayah bodoh, baru menyadari jika perusahaan ini ternyata memiliki potensi sekuat perusahaan kita."
"Maafkan saya lagi, Ayah! Itu semua karena kelalaian saya."
"Jadi kau juga menyadarinya?"
"Ya, perusahaan itu adalah Syailendra Corp."
Ren sudah memperhatikan laju Syailendra Corp dalam beberapa bulan terakhir. Sepak terjang Syailendra Corp sangat luar biasa. Syailendra Corp mampu menyusup ke jajaran elit perusahaan besar di Indonesia dan bertengger di posisi ke 3 di bawah Alenka Corp. Sedangkan posisi pertama ada pada Angkara Corp.
"Saat ini, kau fokuskan saja pada Syailendra Corp! Selidiki perusahaan itu! Sepertinya perusahaan itu cukup berbahaya untuk kenyamanan perusahaan kita."
"Ya, saya mengerti! Saya akan segera melakukan penyelidikan!"
"Kau memang anak ayah! Buatlah ayah bangga padamu! Dengan selesainya tugas ini, ayah akan memaafkanmu." Surya menepuk-nepuk pundak Ren.
"..." Ren mengangguk dan langsung keluar dari ruangan kerja ayahnya.
"Syailendra Corp?" Batin Surya dengan senyuman penuh arti.
Surya Dirga adalah sosok ambisius yang selalu ingin menjadi superior, menjadi yang terbaik. Ia akan melakukan banyak hal, mengorbankan banyak hal demi mewujudkan segala ambisinya.
Dibantu putra sulungnya, Ren Dirga, Surya mampu memimpin Angkara Corp ke arah yang sangat baik. Kokoh, kuat, dan berjaya.
.
.
.
Syailendra Corp: Milik Ray
Angkara Corp: Milik keluarga Dirga
Alenka Corp: Misteri
Angkara Corp..Ren berjalan menuju ruang kerjanya yang berada di lantai tujuh belas. Di sepanjang perjalanan banyak karyawan yang menyapanya. Ren memang memiliki karakter seorang pemimpin. Tegas dan berkarisma.Meski usianya masih dua puluh lima tahun, usia yang terbilang muda tapi sudah bisa memimpin perusahaan dengan sangat baik. Ayahnya, Surya Dirga adalah orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.Ditambah lagi, Ren juga memiliki wajah yang sangat rupawan. Tak heran jika banyak wanita yang curi pandang dengannya. Pemandangan seperti itu sudah biasa Ren dapatkan dimana pun ia berada.Seperti saat ini, saat ia di kantor, setiap karyawan wanita yang melihatnya akan memamerkan senyum terbaiknya untuk Ren. Meski tidak mungkin akan bisa mendapatkan balasan simpati dari Ren, tapi cukup dengan melihat senyuman manis Ren sudah sangat cukup untuk mereka.Banyak wanita di sekitar Ren yang selalu ber
Ken baru saja memarkirnya mobil merci-nya di garasi mansion Ray. Dengan senyuman mengembang di bibirnya ia memasuki mansion Ray."Rumah ini masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Bahkan bonsai yang aku beli dengan harga tiga belas juta rupiah itu masih ada di tempatnya. Masih ada di teras dekat dengan kolam ikan koi milik Ray. Ray iblis itu menyukai ikan koi? Ayolah, meski dia mewarisi sifat iblis sekalipun, tapi karena cukup lama berbaur dengan manusia, ia menjadi sedikit terkontaminasi. Jiih, dia akan mengirimku ke Afrika jika dia mendengar kata-kataku ini." Ken bergidik ngeri jika harusmembayangkan bagaimana cara Ray menatapnya jika sedang marah.Mansion yang sudah lama tidak ia datangi karena tugas bisnis di luar negeri. Ia merindukan mansion Ray. Mansion yang banyak menyimpan kenangan dirinya, Ray, dan keluarganya.Meski mansion itu milik Ray, tapi Ray memintanya untuk menganggap sebagai rumah sendiri. Hal itu karena
Hari-hari berlalu begitu saja. Ray masih belum berminat kembali ke mansion mewahnya. Ia lebih memilih tinggal di hotel dekat kantornya. Ini sudah hari ke sepuluh.Sementara Ken menjadi semakin bingung dengan keengganan Ray itu. Ia juga heran dengan Kiara yang tidak pernah sekalipun menunjukan batang hitungnya di mansion Ray padahal mereka tinggal di satu atap.Ken merasa penasaran dengan Kiara. Ia selalu bertanya orang seperti apakah Kiara itu? Kenapa Kiara tidak mau keluar dari kamarnya? Apa Kiara cantik sehingga Ray mengizinkan Kiara memiliki kamar Ray padahal banyak kamar kosong di mansion itu?Kenapa Kiara A, B, C, atau D? Lalu apakah Ray A, B, C, atau D?Pertanyaan-pertanyaan penasaran muncul begitu saja di benak Ken....Kamar Kiara..“Kamu Kiara, kan? Perkenalkan aku adalah Yuna, adik bungsu dari kak Ken dan kak Ray. Ibuku sudah menceritakan apa
Yuna dan Ken memaksa Ray untuk pulang ke rumah. Ray bersikeras tidak mau. Jika Ken menanyakan alasan kenapa Ray tidak mau pulang ke rumah, Ray hanya menjawab jika ia hanya sedang tidak ingin di rumah.Yuna memang sudah mengetahui alasan kenapa kakak tercintanya itu tidak mau pulang ke rumah, tapi ia tidak memberitahukannya pada Ken. Yuna hanya ingin Ray yang menceritakannya sendiri.Hubungan persaudaraan Ray dengan Ken itu berbeda, Yuna tak bisa seenaknya saja.Dengan berbagai usaha, akhirnya Ray mau kembali ke mansion mewahnya itu. Hal itu karena Yuna mengatakan pada Ray jika Ray itu adalah seorang kakak yang sangat kejam karena tidak mau melihat adiknya yang baru pulang dari Jepang.Sebenarnya Ray dapat dengan mudah menolak pernyataan konyol dari Yuna, tapi tidak tahu kenapa sifat egonya itu bisa hilang begitu saja. Rupanya ia merasa kesepian hidup di hotel sendirian....
Setelah selesai makan, Ken berjalan ke kamar Ray. Banyak hal yang ingin ia bahas dengan Ray. Semua masalah kantor begitu menggunung di otaknya. Ia tak mampu menghandlenya sendiri, ia butu kemampuan jenius Ray untuk membantunya menyelesaikan masalah-masalah itu.Langkah kaki Ken menapaki setiap anak tangga utama mansion Ray. Perlahan tapi pasti, pijakkannya mengantarkan dirinya sampai di depan kamar milik Ray."Bukankah kamar ini?" Gumam Ken. Ia ingat jika ibunya mengatakan kamar Ray sudah pindah di sebelah kamar Ray yang sebelumnya.Ternyata benar. Ini memang kamar Ray. Ia sangat tahu bagaiman karakter dari sosok seorang Ray. Hanya dengan memperhatikan kondisi ruangan, ia yakin seyakin-yakinnya jika itu adalah tipikal kamar Ray.Sudah seperti biasanya, Ken masuk ke dalam kamar Ray tanpa mengetuknya. Dari dulu memang seperti itu.Ray dulu tidak pernah menutup pintu kamarnya. Jendela juga selalu terbu
Gadis yang Ray lecehkan adalah Kiara Fellicia!Kiara Fellicia?Benar, itu adalah nama yang Ray sebutkan. Itu adalah nama yang Ray ucapkan lewat mulutnya yang bau red wine itu. Ken sangat jelas mendengarnya. Ray bahkan mengatakannya beberapa kali agar ia percaya."Aku melecehkan Kiara Fellicia!" Kata Ray."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia!" Ray bahkan memakai kata yang mudah dipahami."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia berkali-kali dalam waktu semalam!""Aku mendengarnya! Kau tak perlu mengulangi kata-katamu dan menambahinya dengan kata-kata mengerikan! Aku sudah paham, bodoh!"Ken menggertakan gigi-giginya karena kesal. Baru saja ia berniat ingin mengenal lebih jauh Kiara. Ternyata sudah keduluan Ray. Mengenal dengan cara yang maksudnya ingin tahu lebih jauh lagi. Kiara itu sangat cantik, memiliki senyum yang
Yuna mengajak Kiara pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dapur. Kiara terlihat sangat bahagia, karena lebih dari sebulan ia tidak pernah sekalipun keluar dari mansion Ray.Sejujurnya Kiara merasa agak bosan dengan pemandangan yang ada di mansion Ray. Kiara tahu mansion miliki Ray itu sangat besar bahkan memiliki taman yang luas dan indah, tapi berapapun luasnya mansion Ray tetap saja masih jauh jika dibandingkan dengan luasnya dunia luar.Mansion milik Ray-pun masih memiliki batas, sementara dunia luar? Luas dan tak terbatas.Bukan hanya alasan bosan saja yang Kiara rasakan. Kiara hampir kehilangan kepercayaan dirinya karena perlakuan Ray terhadapnya. Rasanya hanya dengan melihat tatap orang-orang yang menatap kearahnya seperti ia adalah seonggok sampah yang tak bernilai. Ia merasa dirinya sangat menjijikkan.Kiara bahkan mengibaratkan dirinya sampai sejauh itu.Sampah? Menjij
Kiara dan Yuna, mereka berdua melanjutkan acara belanja. Yuna tersenyum senang saat melihat kiara begitu antusias hanya karena harus memilih mana buah yang baik mana yang tidak.Dari situlah Yuna mulai memahami sedikit demi sedikit karakter Kiara. Ternyata Kiara adalah sosok yang ceria dan keibuan. Bukan berarti seperti ibu-ibu, tapi karena terlihat begitu ahli memilih berbagai macam kebutuhan dapur itulah yang membuat Yuna memiliki pemikiran seperti itu.Dirinya adalah putri keluarga pelayan, tapi urusan masak-memasak beserta seisi dapurnya bukan ahlinya. Ia iri dengan Kiara yang tahu banyak hal, terutama urysan dapur.Selain itu, Kiara juga sosok yang ramah, Kiara menjawab pertanyaan dari salah seorang pengunjung supermarket yang bertanya soal letak barang-barang kebutuhan dapur dengan senyuman manisnya.Kiara juga sosok yang peduli dengan orang lain, Kiara dengan senang hati mengambilkan margarin pada seoarang ib
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku