Share

Siapa Dia

Penulis: Siti Aisyah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-24 15:53:49

Azzahra Salsabila khairun Nisa nama yang disematkan pada bayi yang dilahirkan oleh Arum--buah cintanya dengan Nasrul. Sebuah nama yang sangat bagus, tetapi terasa gatal di telingaku saat mereka memanggil namanya.

"Nama Salsabilla terlalu bagus untuk anak daru seorang Arum. Lebih baik diganti saja," ucapku saat Arum menyusui bayinya.

Wanita yang sangat kubenci itu mendongak dan menatapku. Ia letakkan bayinya setelah puas menyusu dan terlelap.

"Mas Nas yang memberi nama pada cucu Ibu ini. Salsabila diambil dari Al-Quran yang artinya mata air surga. Kami berharap dia akan menjadi penyebab kami masuk surga nantinya," jawab Arum dengan seulas senyum.

Aku mendengkus. Dia bilang bayi mungil itu adalah cucuku. Dia memang tidak salah, bayi yang sedang terlelap dengan selimut warna pink bergambar princess itu memang cucuku. Dalam tubuhnya mengalir darahku, tetapi aku tidak sudi mengakuinya. Dia lahir dari rahim seorang wanita yang tidak kusuka. Menantu yang tidak pernah kuharap kehadirannya.

Saat anak itu tidak berkembang sesuai usianya, aku mencibir.

"Aku bilang juga apa? Dia punya nama yang terlalu berat sehingga nggak bisa jalan. Dia nggak kuat nanggung nama Salsabila. Nama Inem atau Paijah lebih pantas untuknya," ucapku sinis.

Arum menunduk. Matanya mengembun, tetapi lekas ia usap dengan kasar sebelum bulir bening itu membasahi pipinya.

Aku semakin kesal melihat anak berusia satu tahun yang hanya bisa ngesot untuk berpindah tempat. Belum bisa berdiri apalagi berjalan. Aku malu jika orang-orang tahu dia adalah cucuku.

Di saat anak-anak Nella dan Erwin kuberi uang, Salsa tidak pernah kebagian.

"Makanya ajari anakmu berjalan dan bicara dengan jelas dan benar kalau mau dapat uang dariku. Jangan hanya plonga-plongo saja," ucapku saat Arum hanya bisa gigit jari melihat aku bagi-bagi uang saat panen atau lebaran.

Akan tetapi, kesedihan Arum tidak berlangsung lama. Layaknya sebuah dongeng, selalu ada saja yang datang sebagai pahlawan. Dia adalah Mas Sufyan--suamiku. Dia datang dan menegurku yang tidak pernah berlaku adil padaku cucu, bahkan tanpa ragu memberi uang pada Salsa tanpa bisa ku cegah.

"Kita harus adil pada anak cucu, Bu. Bagaimana pun keadaan Arum, dia tetap istri dari Nasrul, menantu kita. Dan sampai kapan pun Salsa itu tetap cucu kita," kata Mas Sufyan.

Yang dikatakan suamiku itu memang benar, tetapi selalu membuatku jengah.

Bayangan perbuatanku di masa lalu yang selalu menorehkan luka di hati Arum itu datang begitu saja. Berkelebat di kepala layaknya sebuah film yang tengah diputar.

Kutatap Arum yang terus meneteskan air mata saat kutanya di mana cucuku berada. Bayangan buruk menghantuiku. Mungkinkah Salsa telah tiada. Allah ... Penyesalanku semakin dalam jika dia tiada karena aku yang tidak mau membantunya waktu itu.

Tanganku mengepal seiring dadaku yang semakin sesak. Aku tidak pantas disebut ibu. Aku tidak pantas mendapat gelar nenek karena telah membiarkan darah dagingku sendiri menderita. Mereka hidup kekurangan padahal aku sendiri hidup berkecukupan.

Jika Salsa telah tiada, di mana kuburnya? Ya Allah, sanggupkah aku melihat batu nisan bertuliskan nama Salsa binti Nasrul?

Tanganku terulur. Kuberanikan diri untuk menyentuh tangan Arum. "Rum ... Maafkan Ibu yang telah membuat kau kehilangan Salsa untuk selamanya. Ibu tahu tidak ada kata maaf bagiku, tetapi Ibu akan terus mengucapkan kata maaf itu. Jika perlu aku akan bersujud di kakimu," ucapku dengan suara timbul tenggelam karena terisak.

"Maksud Ibu apa? Kenapa bilang kami kehilangan Salsa untuk selamanya?" Arum mengusap pipi yang sebelumnya basah oleh air mata.

"Kamu menangis karena ingat dengan anakmu yang telah tiada, kan? Maafkan Ibu. Maaf. Seandainya Ibu mau membantumu memberi uang agar Salsa mendapat penanganan dokter dengan segera pasti dia masih ada di antara kita sekarang. Seandainya aku tidak menolak permintaan Nasrul pasti aku masih bisa memeluknya sekarang." Aku semakin tergugu.

Dahiku berkerut saat melihat seulas senyum terbit di bibirnya yang merah seperti buah ceri.

"Salsa baik-baik saja, Bu," kata Arum yang mendapat anggukan dari Nasrul.

"Iya, Bu. Anak kami baik-baik saja," sahut Nasrul.

Kuusap pipi yang basah dengan kasar. Kepencet hidung yang ikut mengeluarkan cairan. "Di--dia baik-baik saja? Jangan bohong, Rum, Nas! Kalau dia baik-baik saja kenapa kalian menangis saat kutanya dia di mana? Kalian bilang seperti itu hanya untuk menghibur diri, kan?"

"Kami tidak bohong, Salsa baik-baik saja," kata Nasrul. Dia lalu berdiri dan mengambil sebuah foto anak kecil yang memakai toga warna hitam layaknya seorang sarjana. Itu adalah foto saat wisuda taman kanak-kanak.

Aku terlalu asyik meratapi diri sehingga tidak melihat ada foto itu di dinding. Lekas kuci um dan kudekap erat foto itu.

"Katakan di mana dia sekarang. Ibu harus memeluknya meski Ibu tahu dia tidak akan mau dipeluk oleh seorang Nenek durjana sepertiku." Aku semakin mempererat pelukan foto itu dan menempelkan di hatiku.

Kami menoleh serempak saat mendengar pintu diketuk dibarengi ucapan salam dari luar. Seorang gadis kecil memakai baju gamis panjang warna biru muda lengkap dengan kerudung telah berdiri di sana. Di tangannya terdapat sebuah buku Iqro.

Jantungku berdegup kencang. Mataku kembali panas dan mungkin sudah bengkak sekarang.

"Salsa? Apakah dia Salsa cucuku?" tanyaku lirih dan hampir tidak terdengar.

Bab terkait

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Lega

    Tubuhku gemetar. Bayangan penolakanku pada waktu itu kembali menyiksa pikiranku. Gadis kecil itu sangat cantik. Ah, kenapa semakin ke sini semakin terlihat kalau dia sangat mirip dengan Nasrul. Hidung dan bibirnya Nasrul banget. Orang tidak akan menyangkal jika antara keduanya ada hubungan darah. Kuturunkan tanganku yang sempat terentang dan ingin m3meluknya. Aku menggeleng lemah. Dulu aku selalu bilang kalau gadis kecil berhidung bangir itu tidak pantas menjadi bagian dari keluarga kami, tidak pantas menjadi cucuku, tetapi sekarang ... akulah yang tidak pantas mendapat sebutan 'nenek' darinya. Jika ada sebutan untuk nenek durhaka, maka akulah orangnya. "Aku tidak berbohong, kan, Bu? Salsa baik-baik saja. Sini, Sayang." Nasrul melambaikan tangan pada gadis kecil itu. Gadis kecil itu berjalan mendekat. Tangannya terulur dan menyalami Nasrul serta Arum secara bergantian dan m3nc!umnya dengan takzim dan tanpa ragu ia juga melakukan hal yang sama denganku. Tanganku ini gemetar saat

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-24
  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Penasaran

    Aku menyeka air mata yang terus bercucuran. Jika Salsa tidak mau mengakui aku sebagai neneknya apakah itu artinya aku tidak boleh ikut tinggal di sini? Ya Allah, ini sudah sore dan sebentar lagi gelap. Ke mana aku harus pergi? "Ibu memang tidak pantas disebut Nenek. Nenek jahat. Sebaiknya Ibu pergi saja," ucapku dengan suara parau. Aku mengambil tas dan bersiap melangkah keluar, tetapi ditahan oleh Nasrul. "Ibu mau ke mana?" "Seorang Ibu yang jahat sepertiku tidak pantas ikut tinggal di sini, Rul. Sebaiknya Ibu pergi saja." "Walau pun Salsa tidak mau mengakui Ibu sebagai neneknya, tetapi dia tetap mengizinkan Ibu untuk tinggal di sini. Iya, kan, Sayang?" Nasrul menatap putrinya seraya mengedipkan mata. Sungguh di luar dugaanku, gadis kecil itu mengangguk. "Kata Ibu, kepada sesama manusia kita harus selalu tolong-menolong. Siapa pun dia yang sedang membutuhkan harus kita bantu semampu kita. Insya Allah, akan dapat pahala," ucap Salsa bijak dengan suara yang menggetarkan jiwa.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-24
  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Ini Salahku

    "Ibu?" Akhirnya Nasrul menyadari keberadaanku. "Bagaimana tadi malam, Bu? Apakah bisa tidur nyenyak di kamar yang sangat sempit itu?" tanya Nasrul. Aku tersenyum dan menjawab dengan suara khas orang baru bangun karena aku memang baru saja bangun. "Iya, Rul. Ibu merasa nyaman kok tidur di sini malah saking nyamannya sampai bangun kesiangan dan sekarang belum saat Subuh. Kenapa kamu tidak membangunkan Ibu tadi?" "Aku lihat Ibu sangat pulas sehingga tidak tega untuk membangunkan." Aku meringis. Mukaku terasa hangat karena malu pada anak dan menantuku itu. Mereka berdua sudah bangun dan salat Subuh dari tadi, bahkan aku juga sudah mendengar suara Salsa sedang mengaji, tetapi aku malah baru bangun. Tadi malam aku gelisah sehingga sulit tidur dan baru memejamkan mata setelah lebih dari pu kul dua dini hari. Iya, aku masih melihat jam weker yang ada di atas meja pada pu kul segitu, itu artinya pada waktu itu aku masih terjaga. Itulah sebabnya aku tertidur pulas di pagi hari, bahkan sam

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Erwin Datang

    Dengan mantap aku menekan bell yang ada di samping pintu rumah Erwin. Iya, aku harus bertemu anakku itu sekali lagi. Jika kemarin aku datang untuk minta izin tinggal bersamanya, sekarang tidak. Aku datang untuk meminta uang hasil penjualan sawah yang pernah kuberikan padanya karena sebenarnya uang itu adalah hak Nasrul. Pintu tidak kunjung dibuka meski aku sudah menekan bell hingga berulang kali. Aku mulai resah, apakah Erwin atau pun Diana tidak ada di rumah, ya?Aku mencoba mengintip lewat jendela, tetapi tidak dapat melihat apa pun di dalam sana karena tertutup gorden warna kuning emas. Apa mungkin mereka sedang tidak ada di rumah?Awalnya aku ingin langsung ke rumah Nella jika Erwin tidak ada, tetapi tubuhku terasa lelah sehingga memutuskan untuk istirahat. Aku memilih duduk di bawah pohon mangga besar agar terasa sejuk.Angin semilir yang bertiup menerpa wajahku yang sudah mulai berkeriput ini membuatku mengantuk. Entah berapa lama aku terlelap di alam mimpi saat tiba-tiba me

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Mimpikah Aku?

    Erwin celingukan mengamati sekeliling rumah Nasrul dengan tatapan sinis. Jika dia seorang kakak yang baik, seharusnya kasihan melihat hunian adiknya seperti ini padahal ia sendiri tinggal di rumah mewah berlantai dua. "Ibu tinggal sama aku saja, ya? Dari pada tinggal di rumah Nasrul? Ibu pasti sebenarnya tidak betah, kan, tinggal di rumah sempit kayak gini?" Erwin mengusap tanganku dengan lembut. Aku tersenyum. Kalau boleh jujur, aku yang terbiasa tinggal di rumah besar sebenarnya tidak betah tinggal di rumah kecil ini. Namun, mau bagaimana lagi? Hanya Nasrul yang menerimaku. Akan tetapi, itu hanya di awal saja, sekarang aku sudah mulai betah, bahkan nyaman. Aku menghela napas pelan. Kutatap mata anakku yang kemarin sempat mengabaikanku itu. "Apa yang membuatmu berubah pikiran, Win? Apakah niatmu untuk membawa Ibu tinggal bersamamu benar-benar dari hati?" Anak laki-laki yang saat sekolah selalu dapat ranking satu sehingga menjadi kebanggaan dan kesayanganku itu tersenyum. "Lihat m

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Mimpi Buruk

    PoV ArumTidak ada yang bisa kulakukan saat Ibu mau tinggal di rumah yang lebih besar dan mewah di rumah Mas Erwin meski aku tahu Ibu mulai nyaman tinggal di rumah kami yang sederhana ini. Apapun yang telah ia lakukan di masa lalu, aku tetap menyayanginya.Aku sedang menyiram aneka tanaman sayuran saat mendengar suara deru motor Mas Nasrul datang. Lelaki yang sudah membersamaiku sembilan tahun lamanya itu segera membuka helm begitu motor berhenti. Dahiku berkerut. Dia belum lama berangkat, tetapi sudah pulang lagi. Dari pagi hingga pu kul empat dia ngojek setelah itu mulai menggelar lapak jualan nasi goreng hingga malam. Aku meletakkan ember dan mengeringkan tangan lalu menghampiri Mas Nasrul dan mengambil alih helm dari tangannya setelah men ci um tangannya dengan takzim. "Ada apa, Mas? Kok sudah pulang?" Aku dan Mas Nasrul berjalan beriringan memasuki. Rumah sepi, Salsa belum pulang dari mengaji sore sedangkan Ibu sudah pergi. Segera aku mengambil dua teh manis hangat dan mem

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Penyesalan

    Pov AuthorKeringat dingin mengucur membasahi tubuh Nasrul. Napasnya tersengal dan jantungnya berdebar kencang. Berulang kali ia mengusap pelipisnya. Arum bergegas berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum dan mengulurkan pada suaminya. "Aku mimpi buruk, Dik. Aku takut jika terjadi sesuatu pada Ibu," kata Nasrul setelah berhasil menenangkan diri. "Istigfar, Mas. Tenang. Mimpi itu hanya bunga tidur," kata Arum. "Iya, aku tahu kalau mimpi hanya bunga tidur, tetapi tadi aku merasa begitu nyata, sampai-sampai aku ketakutan begini." Nasrul menunjukkan tangannya yang merinding. "Berdoa saja semoga Ibu baik-baik saja. Sekarang Mas tidur lagi, ya. Ini masih malam." Arum membimbing suaminya untuk berbaring lalu merapikan selimut dan menutupinya hingga sebatas dada. Tangan Arum melingkar di tubuh Nasrul sambil berbisik. "Ibu pasti baik-baik saja, Mas." Nasrul menggenggam tangan Arum yang berada di lengannya. "Terima kasih, Dik. Aku sudah tidak sabar menunggu pagi agar

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Harapan

    Azan Subuh baru saja berkumandang, tetapi Nasrul masih berada di atas kain sajadah sejak tadi. Setelah mimpi buruk yang ia alami membuatnya tidak bisa tidur lagi sehingga memutuskan salat malam agar jiwanya lebih tenang. "Semoga Ibu baik-baik saja," ucapnya lirih. Setelah Salsa berangkat sekolah, Nasrul dan Arum bersiap menuju kediaman Erwin.Punggung Utami terasa pegal setelah menyapu dan mengepel ruang tamu yang luasnya sama dengan rumah Nasrul secara keseluruhan itu. Berulang kali ia mengusap keringat yang bercucuran dan napasnya tersengal. Senyum Utami mengembang meski rasa capek yang mendera saat melihat ruangan kini menjadi bersih. Wanita yang usianya sudah tidak lagi muda itu duduk bersandar di sofa dengan tangan mendekap sapu. Mata tuanya yang lelah membuatnya ingin terpejam, tetapi belum juga matanya menutup, terdengar suara berisik dari luar. Gegas Utami melihat dari balik jendela. Rasa lelah itu menguap seketika saat melihat Deva pulang sekolah dengan diantar ojek lang

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29

Bab terbaru

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Bahagia

    Jenny telah selesai diperiksa dokter dan wanita itu memenuhi syarat untuk mendonorkan darah. Kini, wanita berambut pendek itu tengah berbaring di sebuah ranjang kecil dan siap diambil darahnya untuk menyelamatkan sang anak yang kini sedang lemah tidak berdaya."Tunggu, Dok!" Nella memaksa masuk ruangan di mana ada Jenny dan petugas kesehatan. "Saya tidak rela Alva menerima darah dari wanita yang jelas-jelas telah membuatnya celaka. Saya baru saja menghubungi kakak saya dan dia juga memiliki golongan darah O. Dia akan datang satu jam lagi." Nella menatap tajam Jenny yang sedang berbaring dengan seorang petugas di sampingnya. Tangan Jenny mencengkeram tempat tidur. Sebegitu burukkah dirinya di mata Nella sehingga ia harus curiga padahal dia benar-benar tulus ingin menolong buah hatinya. Dokter dan perawat saling pandang. "Satu jam? Bu Nella bilang orang yang akan mendonorkan darah untuk Alva datang satu jam lagi?" dokter itu mengulangi pernyataan Nella yang dijawab dengan anggukan.

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Selamatkan Anakku

    "Nella, Jelaskan pada mama kenapa Alva bisa tidak mengenali Jenny? Bukankah kamu selalu membawanya ke penjara agar mereka berdua saling dekat?" tanya Hanum dengan dahi berkerut. Setelah Jenny datang dan ingin meminta kembali anak yang selama lima tahun dia anggap dititipkan. Nella menghubungi Hanum serta saudara-saudaranya--Erwin dan Nasrul serta ibu kandungnya. Wanita itu butuh pendapat dan dukungan dari orang terdekatnya. Jadilah rumah Nella menjadi ramai . Nella menelan ludah. Tatapan matanya tertuju ke luar pada hamparan rumput Jepang yang hijau. Setelah itu mendongak menatap langit yang tiba-tiba mendung seirama dengan perasaan hatinya yang ketakutan akan kehilangan anak kecil yang selama ini menemani hari-harinya itu."Setiap bulan datang bersama Alva?" Bukan Nella yang menjawab, tetapi Jenny. Hanum mengangguk. Memang kenyataannya seperti itu. Setiap bulan Nella bilang ke penjara untuk menjenguk Jenny bersama Alva karena ingin mendekatkan pada ibu kandungnya. "Nella tidak

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Dia Datang

    Matahari bersinar cerah di pagi hari. Cahayanya yang hangat menerobos jendela kamar Nella. Wanita yang baru saja selesai memandikan Alva itu tersenyum melihat anak kecil itu sedang berbaring sambil memegang botol susu. kedua kakinya yang seperti roti pisang itu bergerak-gerak. "Kau sangat manis, Sayang. Bagaimana mungkin aku bisa berpisah denganmu?" Nella membungkuk dan membelai rambut Alva yang tebal dan halus. Ditatapnya penuh cinta kedua bola mata bulat yang jernih itu. "Bu Nella serius melarang saya mengambil ASI lagi?" tanya Ari--orang yang bertugas mengambil ASI di penjara setelah Nella memberi uang dan mengatakan itu adalah gaji terakhirnya. Nella yang sedang menyuapi Alva mengangguk. Iya, wanita itu sudah memutuskan tidak memberikan ASI pada Alva lagi. Dia tidak mau anak laki-laki yang sudah ia anggap seperti anak sendiri itu menggantungkan hidupnya pada mamanya sendiri. ASI dari Indira yang melimpah sudah cukup sehingga tidak perlu mengambil lagi dari Jenny. Apalagi Alva

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Telanjur Sayang

    Sesekali Nella menoleh dan mengawasi bocah laki-laki yang sedang belajar berjalan di atas rumput hijau di halaman rumahnya. Bocah bertubuh gendut itu sesekali jatuh, tetapi berusaha bangkit lagi. Dapat dua langkah jatuh, bangkit lagi, dan begitu seterusnya. Mata Nella memanas, melihat bocah kecil memakai celana biru dan kaus putih bergambar mobil itu mengingatkan tentang hidupnya yang tidak selalu berjalan mulus. Anak kecil yang sedang belajar berjalan adalah gambaran kehidupan manusia. Sebelum bisa berjalan dengan tegak, harus diawali dengan jatuh, jatuh, dan jatuh lagi. Lalu berusaha bangkit agar bisa berjalan hingga berlari. "Mama!" Suara khas Alva membuat Nella tersenyum. Wanita berambut sebahu yang sedang menyiram bunga itu meletakkan ember lalu melambaikan tangan pada jagoan kecil yang memanggilnya dengan suara yang menggemaskan. Alva kecil tersenyum memperlihatkan giginya yang berjumlah delapan. Empat di bawah dan empat lagi di atas. Nella berjongkok. Kedua tangannya tere

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Kesanggupan

    "Tidak ada pilihan lain, Bu. Cucu ibu tidak bisa menerima makanan selain ASI," ucap dokter Ana setelah memeriksa kondisi Alfa. Alva sudah diberi susu soya, tetapi masih muntah juga. Tubuhnya semakin lemah sehingga terpaksa dimasukkan ke dalam inkubator untuk menunjang kehidupannya. Hanum meremas-remas jari tangannya sendiri. Rasa iba merajai hati melihat cucu laki-lakinya yang lemah, sementara dia sendiri hanya mampu melihatnya dari balik kaca tanpa bisa memeluknya. "Menurut perkiraan saya, bayi ini sempat mendapatkan ASI sebelum diserahkan ke Ibu." dokter paruh baya Itu kembali menjelaskan. Mata Hanum melebar sempurna. "Diberi ASI? Jenny mau menyusui anaknya ini?" Hanum menggeleng. "Itu tidak mungkin, Dok,"Dalam bayangan Hanum, Jenny sangat membenci bayi yang ia lahirkan itu. Jangankan menyusui layaknya seorang ibu pada umumnya, melihat pun wanita itu pasti sudah sangat muak karena teringat dengan lelaki yang telah menanam benih di rahimnya tanpa mau bertanggung jawab. Bisa

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Secuil Harapan

    "Apa? Mas Wirya sudah meninggal?" tanya Jenny dengan nada tinggi dan mata melebar sempurna. Mira mengangguk lemah. Ditatapnya lekat-lekat anak perempuan satu-satunya itu.Anak perempuan yang ia gadang-gadang dapat mengangkat derajat orang tuanya saat lima tahun lalu minta izin berangkat ke kota untuk mengadu nasib dengan harapan dapat mengubah keadaan. Manusia memang boleh berencana dan meminta, tetapi tetap Yang Maha Kuasa lah yang menentukan segalanya. Dulu, Mira berharap hidup bahagia dan berkecukupan di hari tua jika Jenny menjadi orang sukses di kota. Namun, melihat kondisinya sekarang, harapan itu musnah sudah. "Ibu jangan khawatir, setiap bulan aku akan mengirim uang yang banyak karena aku sudah diterima kerja di sebuah perusahaan besar," kata Jenny saat pertama kali menelepon ibunya yang selalu mengkhawatirkan dirinya. Ucapan Jenny bukan hanya isapan jempol belaka. Setiap bulan ia rutin mengirim uang pada wanita yang sangat berjasa dalam hidupnya itu. Mira sangat senang

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Tolong

    (Mas Wirya, tolong beri nama anak kita Alvarendra. Aku ingin dia menjadi anak yang beruntung dan bijaksana meski dia terlahir dalam keadaan yang menyedihkan saat mamanya berada dalam penjara. Aku akan mengambilnya kembali setelah keluar dari penjara nanti. Aku janji tidak akan mengganggu kehidupanmu lagi) Tertanda Jenny. Hanum membaca surat yang diberikan wanita itu dengan mata berkaca-kaca. Bahkan tulisan tangan yang berantakan karena ditulis dengan tangan gemetar itu terlihat memburam. Wanita bertubuh gemuk bernama Mira itu mengusap sayang kepala bayi yang tertutup topi rajut itu. "Sebenarnya saya juga kesal dengan anak ini, Bu. Jenny yang kukira sedang bekerja di kota untuk mencari uang nyatanya malah di penjara dan punya anak tanpa suami. Kemarin saya sempat ingin mem bu nuhnya, tetapi syukurlah saya masih waras dan berpikir jernih. Saya bisa masuk penjara bersama Jenny jika membunuh bayi tidak berdosa ini." Hanum tergugu. Air matanya jatuh membasahi selimut yang menutupi

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Jangan Buang Dia

    Nasrul dan Utami serta Nur bergegas beranjak dari duduknya begitu pintu terbuka bersamaan dengan munculnya seorang dokter wanita serta perawat di belakangnya. "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Nasrul. Lelaki itu sesekali mengusap keringat yang membasahi pelipisnya. Bayangan Arum yang berwajah pucat dan tubuhnya lemah akibat mengeluarkan banyak darah akibat terjatuh di kamar mandi membuat tubuhnya menggigil ketakutan. Wanita cantik berbaju putih dengan name tag Ana itu menghela napas sebelum menjelaskan pada Nasrul. "Maafkan kami, Pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi kami selaku dokter dan perawat di sini hanya mampu berusaha selebihnya Allah yang menentukan. Janin yang ada di dalam rahim Bu Arum tidak dapat kami selamatkan." Pandangan Nasrul mengabur mendengar penjelasan dokter. Tubuhnya seakan lemas tidak bertulang. Bayangan percakapan antara dirinya bersama Salsa dan Arum kembali terbayang dalam ingatannya. "Alhamdulillah, Salsa akan memiliki adik lak

  • IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK   Hari Bahagia

    Hanum duduk terpekur di samping gundukan tanah merah yang masih basah dengan taburan bunga mawar di atasnya. Bulir bening ia biarkan jatuh membasahi pipinya yang sudah mulai berkeriput. Angin sepoi-sepoi yang berembus menerbangkan kerudung panjang yang ia pakai. Kain yang tadinya menutupi kepala itu jatuh di pundaknya. Wanita itu memejamkan mata. Ucapan polisi yang menemuinya saat ia sampai di kantor polisi itu kembali terngiang di kepala. "Wirya kehilangan banyak darah setelah menyayat pergelangan tangannya dengan pecahan gelas kaca, Bu," Bayangan wajah Wirya yang pucat dengan mata tertutup rapat dan tubuh kurus kering kembali hadir dalam ingatannya. Anak lelaki yang dulu menjadi rebutan para wanita karena ketampanannya itu telah berubah.Hanum tergugu. Diusapnya tanah yang di bawahnya terbaring jasad anak yang sangat ia sayangi itu. "Kenapa pikiranmu begitu pendek, Wir. Padahal Mama hanya ingin kamu menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dengan mendekam di penjara sebentar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status