PrangHandphone Mya melayang ke tembok dan hancur berkeping-keping. Mendengar suara barang pecah, Mya langsung keluar. Dia pikir, suaminya menjatuhkan puring atau gelas. Namun, Mya membelalakkan matanya saat tahu, handphone-nya lah yang menjadi korban."Mas, kenapa handphone aku dibuang?" tanya Mya sedikit ketakutan.Apalagi, saat melihat wajah Doni yang berubah garang dan dingin seperti menahan amarah. Lelaki itu menatap nyalang sang istri. "Katakan, sejak kapan kalian saling berkirim pesan?" tanya Doni sambil memejamkan matanya."Kalian? Siapa?" tanya Mya bingung."Richard! Bukankah kalian sering berkirim pesan?" tuduh Doni.Mya menggelengkan kepalanya. Karena, sejak menikah, Richard memang jarang menghubunginya. Dia hanya berkirim pesan menanyakan keadaan Devano saja."Aku nggak pernah WA-an sama dia, Mas," sanggah Mya."Kalau nggak pernah, kenapa dia bisa berkata seperti itu?" tekan Doni."Berkata seperti apa Mas? Aku nggak ngerti," sanggah Mya.Doni pun mengulang kalimat persis d
"Aku pastikan, itu tidak akan terjadi sayang. Maaf, jika tadi aku terlalu cemburu. Aku sangat mencintaimu. Dulu, aku selalu membayankan bagaiman jika aku bertemu dengamu saat aku melihat kamu live di salah satu aplikasi itu," aku Doni.Mya mengusap lembut rambut suaminya. "Aku tahu Mas, maka dari itu aku menerima kamu menjadi suamiku. Karena aku tahu, cintamu untukku begitu besar," ucapnya.Doni mencium kening istrinya. Kedua mata mereka pun beradu. Hingga lama kelamaan pun semakin mendekat dan terjadilah proses bercocok tanam diantara mereka.Sejak kejadian itu, semarah apapun Doni, lelaki itu tidak pernah membuang atau membanting barang-barang Mya. Dia sudah bisa meredam amarahnya. Kehidupan rumah tangga Doni dan Mya penuh dengan kebahagiaan. Mereka saling mengerti satu sama lain. Doni juga sering membantu Mya saat wanita itu sedang live. Begitu juga sebaliknya. Wanita cantik itu juga sering membantu Doni menyelesaikan tugas kantornya.Lima bulan kemudian."Mya, apa kamu masih belu
“Istri Tuan ini subur, tidak ada masalah dalam rahimnya. Bahkan, sekarang hingga beberapa hari ke depan adalah masa suburnya,” terang dokter itu.“Tapi, kenapa tadi dokter kok sepertinya ragu gitu?” kata Doni yang bingung dengan ekspresi wanita itu.“Tidak, saya hanya memastikan sesuatu saja tadi,” jawabnya asal.“Baiklah, kalau begitu, sekarang, kita periksa suaminya ya. Kalau memang kalian berdua tidak ada masalah, pasti nanti juga hamil,” kata dokter itu.Kini, giliran Doni yang diperiksa. Pertama, Doni harus mengeluarkan amunisinya, untuk analisis sp3rm4. Meski agak sulit, untungnya Doni bisa melakukannya.Dan serentetan tes lainnya yang masih harus dijalani oleh Doni. Mya dengan sabar mengusap punggung sang suami karena lelaki itu sedari tadi mengeluh karena banyaknya tes yang dijalaninya.“Sabar Mas, kalau memang nanti tidak ada masalah, kita akan program hamil di Australia. Mya ingin punya anak kembar,” ucap wanita itu dengan mata berbinar.“Kamu serius, ingin punya anak kembar
Mya mengepalkan tangannya. Amarah di dalam dadanya pun membuncah. Ingin rasanya dia menghancurkan wajah wanita yang ada di foto itu. "Yang namanya lelaki, dimana-mana sama! Manisnya hanya di awal saja." geramnya."Pak, ke hotel XY. Ngebut Pak!" titah Mya.Lelaki paruh baya itu pun melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju ke hotel XY. Namun sayang, saat Mya sudah sampai, sang suami sudah tidak berada di restoran."Mbak, kamar Pak Doni nomor berapa?" tanya Mya pada recepsionis hotel."Mohon maaf Bu. Demi kenyamanan tamu, kami dilarang memberitahu nomor kamar pelanggan.," ucap wanita itu sambil mengatupkan tangannya di dada.Tak kehabisan akal, Mya pun menghubungi sang suami. Beruntung, Doni mau mengangkatnya. "Kamu dimana?" tanya Mya to the point.Doni mengernyitkan dahinya saat Mya memanggilnya kamu. "Apa dia marah gara-gara aku tidak pulang semalam? Aku harus menjelaskannya nanti," batin Doni."Aku lagi di kantor sayang. Ada apa? Kangen, hhmm?" jawab Doni dengan nada menggoda.
'"Ke cafe X Pak," ucap Mya saat membuka pintu taksi online yang baru saja menurunkan penumpangnya"Maaf Nyonya. Anda harus memesan dulu melalui aplikasi," ucap sopir itu halus."Kamu butuh uang berapa? Aku akan beri 3x lipat penghasilanmu hari ini,' tantang Mya.Karena memang membutuhkan uang, lelaki itu pun menyanggupinya. Dia segera membawa pergi wanita yang sedang menangis tersedu itu.Mya ingat Devano, dia harus membawa pergi Devano sebelum lelaki itu berbuat macam-macam pada putranya. Wanita itu pun menghubungi Sumi, baby sitter putranya."Kamu bawa Devano ke hotel X sekarang, aku tunggu di sana! Ingat, jangan pernah mengatakan pada siapapun kamu akan pergi kemana!" titah Mya pada Sumi.Mendengar nada Mya yang sepertinya sedang marah, membuat wanita itu pun segera mengemasi barangnya kemudian memesan taksi online. Kebetulan, rumah sedang sepi. Jadi dia bisa pergi tanpa arus memikirkan jawaban orang yang akan bertanya padanya."Mau kemana kamu?" tanya security yang melihat Sumi, b
"Mya ... ingin pergi Om!" lirihnya.“Tunggu, maksud kamu apa? Om hanya ingin menanyakan nasib anak yang ada di kandunganmu jika kalian bercerai,” ulang Om Johan.“Ya, mungkn, sama seperti Devano. Mereka pasti berpikir Devano dan adiknya anak haram, karena lahir dari single mother,” jawab Mya.“Tidakkah kamu ingin memperjuangkan cinta kalian?” tanya Om JOhan.Mya meraba daanya. “Hati Mya sakit Om, dikatai pelacur oleh Doni. Sejahat-jahatnya Richard, lelaki itu tidak pernah meneriaki Mya, apalagi menghina Mya sebagai pelacur,” keluh wanita itu sambil mengusap air mata yang ada di pipinya.Johan pun akhirnya mengalah. Mungkin, dia akan mengajak bicara Doni dari hati ke hati. Dia tidak tega kalau Mya harus menjanda untuk kedua kalinya.Setelah berbicara oanjang lebar dengan Om Joni, Mya pun pergi meninggalkan kantor itu. Wanita itu sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan negara ini.Terlalu banyak kenangan pahit yang dia rasakan di sini.”Selamat Tinggal semua ….”Keesokannya, Johan menda
“Dasar! Anak bodoh! Katanya pintar, tapi kok akalnya nggak dipakai,” gerutu Mama Sila setelah mendengar hasil penyeleidikan anak buahnya.Mama Sila memang menyuruh detektif untuk menyelidiki masalah yang saat ini ihadap oleh menantunya. Dan dia mendukung sepenuhnya keputusan apa yang diambil oleh Mya. Biarlah, itu menjadi pelajaran buat Doni.Tujuh bulan telah berlalu. Kehidupan Doni semakin kacau saja. Hampir setiap malam dia tidak bisa tidur karena merindukan istrinya. Padahal, dia bisa datang menemui sang istri. Toh, dia sudah tahu dimana Mya dan putranya tinggal. Namun, ego dan juga harga diri mengalahkan segalanya.Kandungan Mya sudah berusia 8 bulan. Dokter mengatakan kalau bayi yang dikandung Mya saat ini kembar. Mama Sila sangat bahagia mendengarnya. Dia yakin, kalau bayi yang dikandung Mya adalah cucunya. Karena Papa Doni itu kembar. Jadi, ada kemungkinan kalau keturunan kembar itu menurun pada Mya.“Sayang, sebulan lagi, kamu akan melahirkan. Apa kamu tidak memiliki keingina
"Begini, hasil tes Anda kemarin itu ... aduh gimana ya saya ngejelasinnya," ucap dokter itu sedikit kebingungan.Doni sudah memasang ekspresi garang dan dingin. "Dokter, kalau Anda tidak segera bicara, saya akan pergi! Ada yang harus saya kerjakan daripada menunggu orang yang tidak jelas seperti Anda," kesal Doni.Dokter itu mencekal tangan Doni yang hendak beranjak pergi. "Tolong, dengarkan saya sebentar saja. Setelah ini, Anda boleh pergi," pinta dokter itu.Doni akhirnya duduk kembali. "Katakan!" tegasnya.Dokter itu menghela nafas panjang. "Sebelumnya saya mohon maaf sebesar-besarnya. Kami salah, hasil test kesuburan Anda kemarin tertukar dengan salah satu pasien yang juga bernama Doni. Dan Anda, dinyatakan subur 100%."DuarUcapan dokter itu bagaikan petir di siang bolong. Dia telah menghina dan memukul istrinya hanya karena hasil lab yang salah. Doni mengepalkan tangannya. Andai dokter yang dihadapannya ini bukan wanita, dia pasti sudah memukulinya. Karena kesalahannya, dia haru
"Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang