"Kamu mau ke mana, Devano?" Devano tak menjawab dan terus berjalan dengan emosi yang sudah hampir meletus di ubun-ubunnya. Dia akan menemui Juan dan menghajarnya habis-habisan. *** Tidak perlu waktu lama bagi Devano yang sedang emosi untuk sampai di hotel tempat Juan dan Dania mengadakan resepsi pernikahan karena dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Bahkan saat di jalan tadi, suara klakson saling bersahutan memberi peringatan kepada Devano yang ugal-ugalan di jalan. Saat sampai di hotel, emosi Devano semakin membuncah tatkala melihat Juan dan Dania sedang saling suap, pengantin baru itu sedang makan siang bersama. Tanpa permisi dan pikir panjang, Devano langsung menendang meja yang berada di hadapan Juan dan Dania hingga terjungkal lalu memukul wajah Juan dengan keras. Belum puas, Devano yang seperti kesetanan kembali menghajar wajah Juan dengan membabi buta tanpa memberikan kesempatan kepada suami dari Dania itu untuk membalas. Padahal, Juan memang sengaja tidak
"Kenapa kamu bilang aku murahan?" amuk Keysa saat lelaki itu menghinanya."Heh! Kalau bukan murahan apa namanya? Pelacur? Aku masih ingat dengan jelas kalau saat kita melakukannya kamu sudah tidak perawan. Jadi jangan salahkan aku kalau aku menyebutmu demikian!" hina Devano."Cuih, aku tidak peduli dengan ocehanmu! Aku kesini ingin meminta cerai darimu!"Mendengar ucapan istrinya, Devano pun melunak. Dia tidak ingin lagi kehilangan. "Tega kamu ingin menceraikan aku di saat terpuruk seperti ini? Aku butuh dukungan kamu, Kezia, bukan kata perpisahan!" Namun, Kezia yang hatinya sudah bulat sama sekali tidak menghiraukan perkataan Devano meskipun nada bicaranya sangat memilukan. Dia tetap pada pendiriannya untuk berpisah dengan Devano, selain kecewa sebab ternyata dia istri kedua, Kezia juga tidak mau mengurus Devano yang malah terkena masalah."Keputusanku sudah bulat, Devano. Aku tidak mau menjadi istri seorang pengacau sepertimu. Kamu tuh penipu, dan sekarang malah membuat onar sampai
"Siapa laki-laki yang menghamili Seila?"Ribuan tanya berputar dalam pikiran Devano mengenai kehamilan sang adik yang terasa janggal ini. Kalau perawat rumah sakit jiwa yang melakukannya, rasanya tidak mungkin sebab Dania belum lama dirawat di sana.Jadi, satu-satunya tersangka dalam masalah ini adalah Juan karena Juan adalah satu-satunya lelaki yang dekat bahkan hampir menikah dengan Seila sehingga tidak ada lagi yang bisa Devano curigai selain Juan. Dengan emosi yang sudah sampai ke ubun-ubun, Devano memutuskan untuk menemui Juan lagi.Dengan langkah seribu, Devano berjalan tergesa ke mobilnya yang terparkir di halaman rumahnya dan segera melajukan mobil itu dengan kecepatan tinggi. Saat sampai, Devano segera turun dan berteriak memanggil-manggil nama Juan."Juan!! Keluar kamu! Jangan jadi pengecut dengan hanya berdiam diri di rumah!""Hey, apa-apaan kamu ini, hah? Mau masuk penjara lagi karena membuat onar dan kekacauan di rumah orang lain?!!" bentak security yang menjaga rumah Jua
"Tidak ... ini tidak mungkin! Juan tidak mungkin seperti itu!" teriak Dania."Tapi itulah kenyataannya. Suamimu yang brengsek ini sudah menghamili adikku," sarkas Devano sambil mencengkeram kerah Juan.Lelaki itu pun menyentakkan tubuhnya hingga terlepas dari cengkeraman Devano. Dia lalu berlutut di hadapan sang istri."Sayang, kamu jangan percaya ucapannya. Itu semua tidak benar. Bukan aku yang menghamili Seila sayang! Percayalah," mohon Juan.Dania mengingat saat dia datang ke rumah Devano kala itu. Di depan orang banyak saja, Juan dan Seila berani berciuman dengan begitu panasnya. Apalagi saat tidak ada orang. Tentunya hubungan mesra lebih dari itu.Melihat Dania yang hanya diam, membuat Devano kembali mengomporinya. "Kamu harus menikahi Seila, Juan. Dia hamil anakmu. Kasihanilah dia, karena ini semua adalah ulahmu, kamu mesti bertanggung jawab!" tekan Devano. Dania menatap suaminya dengan tatapan penuh kekecewaan. Dia tak m
"Ya Tuhan, semoga apa yang aku lakukan ini benar." Dengan hati yang gugup, Dania berjalan melewati koridor di mana terdapat banyak orang-orang yang hilang arah dan kewarasan dalam hidupnya. Beberapa kali wanita itu dikagetkan oleh pasien rumah sakit jiwa yang sengaja mengagetkannya dengan suara keras. "Astaghfirullah hal adzim." Dania mengucapkannya sambil mengusap dada. Setelah menenangkan hatinya, Dania pun kembali berjalan dengan penuh tekad menuju ruangan yang sudah perawat tunjukkan. Hingga saat dia sampai di ruang tujuan, hatinya sedikit lega saat tak melihat Seila di dalam. Jujur, dia takut, bayangan Seila memukulinya, terus menari-nari di kepalanya. Setelah menguatkan mental dan hatinya, Dania akhirnya keluar dari ruangan itu. Dia mencari-cari ke sana ke mari dan akhirnya mendapati Seila sedang duduk berjemur di bawah sinar matahari dengan keadaan kusut dan wajah yang sama sekali tidak menampilkan ceria. Kata perawat, setiap hari, mereka memandikan dan membersihkann
"Kak Dania, apa hanya itu yang ingin kamu katakan? Duduklah kembali! Aku merindukanmu!"Dania pun membalikkan badannya. "Jadi, kamu mengenaliku?" tanyanya.Hubungan Dania dan Seila dulu sangat baik. Mereka bahkan sering pergi bersama saat wanita itu masih menjadi kakak iparnya.Seila tersenyum simpul, pandangannya lalu beralih pada tanaman bunga yang berada di hadapannya. Seila memainkan daunnya, setelah itu memetik bunga berwarna merah yang sedang mekar dengan indahnya.Dania urung melakukannya, wanita itu pun duduk di tempat yang sama dengan adik iparnya. Dia menunggu Seila mengatakan sesuatu lagi sambil terus memperhatikan Seila yang kini sibuk dengan bunga yang ada di tangannya."Aku tahu, kamu melakukannya karena kakakku telah menorehkan luka yang begitu dalam di hatimu." Seila melepas kelopak-kelopak bunga itu satu per satu seakan-akan sedang menyiratkan sebuah makna. "Pergilah, bahagialah bersama Juan. Aku ikhlas. Disini, tidak aka
Sepulangnya Dania dari rumah sakit jiwa, dia merenung di hotel tempatnya menginap beberapa hari ini hingga akhirnya benar-benar membulatkan tekad untuk bercerai Juan. "Semoga apa yang aku lakukan ini benar," gumamnya. Setelah memantapkan hatinya, Dania pun menghubungi pengacaranya guna menyampaikan masalahnya dan hal itu membuat sang pengacara terkejut karena dia tahu kalau usia pernikahan Dania dan Juan baru seumur jagung. "Apa kamu yakin dengan keputusan ini? Sebaiknya pikirkan dulu, mungkin ada kesalahpahaman yang mesti diluruskan," kata Hans, pengacara keluarga yang dulu juga mengurus perceraian Dania dan Devano. Hans sudah menganggap Dania seperti putrinya sendiri. Lelaki itu turut bersedih saat Dania menceritakan masalah rumah tangganya tadi. "Om tahu, kamu merasa bersalah. Tapi sayang, seandainya itu benar anak Juan, dia tetap bisa bertanggung jawab pada bayi itu tanpa harus menikahinya. Dan kalian tidak perlu bercerai. Bicaralah terlebih dahulu dengan Juan, Om yakin,
"Pengadilan Agama? Jangan bilang ...."Juan tidak meneruskan ucapannya dan memilih membuka surat itu dengan segera. Surat panggilan, Juan dipanggil oleh pengadilan karena ternyata Dania sudah melayangkan gugatan perceraian kepadanya.Melihat hal itu, Juan tentu saja marah. Dia merasa geram dengan sikap Dania yang selalu seperti ini, grasak-grusuk dan main kabur tanpa mau mendengarkan penjelasan yang sebenarnya.Lelaki itu ingin menghubungi orang tua Dania, tapi takut malah semakin tersudut hingga akhirnya dia memilih menelpon pengacara Dania karena nomor istrinya itu sudah tidak bisa dia hubungi semenjak Dania melarikan diri."Pak Juan, apa Anda sudah menerima surat dari Pengadilan?"Kalimat sambutan itu membuat Juan semakin marah. Tanpa kata permisi apalagi kata maaf, pengacara itu menanyakan hal yang amat menyakiti hati Juan. "Sudah. Puas? Mana Dania? Aku harus bicara dengannya, aku harus meluruskan masalah ini sebelum palu ha