"Tidak ... ini tidak mungkin! Juan tidak mungkin seperti itu!" teriak Dania."Tapi itulah kenyataannya. Suamimu yang brengsek ini sudah menghamili adikku," sarkas Devano sambil mencengkeram kerah Juan.Lelaki itu pun menyentakkan tubuhnya hingga terlepas dari cengkeraman Devano. Dia lalu berlutut di hadapan sang istri."Sayang, kamu jangan percaya ucapannya. Itu semua tidak benar. Bukan aku yang menghamili Seila sayang! Percayalah," mohon Juan.Dania mengingat saat dia datang ke rumah Devano kala itu. Di depan orang banyak saja, Juan dan Seila berani berciuman dengan begitu panasnya. Apalagi saat tidak ada orang. Tentunya hubungan mesra lebih dari itu.Melihat Dania yang hanya diam, membuat Devano kembali mengomporinya. "Kamu harus menikahi Seila, Juan. Dia hamil anakmu. Kasihanilah dia, karena ini semua adalah ulahmu, kamu mesti bertanggung jawab!" tekan Devano. Dania menatap suaminya dengan tatapan penuh kekecewaan. Dia tak m
"Ya Tuhan, semoga apa yang aku lakukan ini benar." Dengan hati yang gugup, Dania berjalan melewati koridor di mana terdapat banyak orang-orang yang hilang arah dan kewarasan dalam hidupnya. Beberapa kali wanita itu dikagetkan oleh pasien rumah sakit jiwa yang sengaja mengagetkannya dengan suara keras. "Astaghfirullah hal adzim." Dania mengucapkannya sambil mengusap dada. Setelah menenangkan hatinya, Dania pun kembali berjalan dengan penuh tekad menuju ruangan yang sudah perawat tunjukkan. Hingga saat dia sampai di ruang tujuan, hatinya sedikit lega saat tak melihat Seila di dalam. Jujur, dia takut, bayangan Seila memukulinya, terus menari-nari di kepalanya. Setelah menguatkan mental dan hatinya, Dania akhirnya keluar dari ruangan itu. Dia mencari-cari ke sana ke mari dan akhirnya mendapati Seila sedang duduk berjemur di bawah sinar matahari dengan keadaan kusut dan wajah yang sama sekali tidak menampilkan ceria. Kata perawat, setiap hari, mereka memandikan dan membersihkann
"Kak Dania, apa hanya itu yang ingin kamu katakan? Duduklah kembali! Aku merindukanmu!"Dania pun membalikkan badannya. "Jadi, kamu mengenaliku?" tanyanya.Hubungan Dania dan Seila dulu sangat baik. Mereka bahkan sering pergi bersama saat wanita itu masih menjadi kakak iparnya.Seila tersenyum simpul, pandangannya lalu beralih pada tanaman bunga yang berada di hadapannya. Seila memainkan daunnya, setelah itu memetik bunga berwarna merah yang sedang mekar dengan indahnya.Dania urung melakukannya, wanita itu pun duduk di tempat yang sama dengan adik iparnya. Dia menunggu Seila mengatakan sesuatu lagi sambil terus memperhatikan Seila yang kini sibuk dengan bunga yang ada di tangannya."Aku tahu, kamu melakukannya karena kakakku telah menorehkan luka yang begitu dalam di hatimu." Seila melepas kelopak-kelopak bunga itu satu per satu seakan-akan sedang menyiratkan sebuah makna. "Pergilah, bahagialah bersama Juan. Aku ikhlas. Disini, tidak aka
Sepulangnya Dania dari rumah sakit jiwa, dia merenung di hotel tempatnya menginap beberapa hari ini hingga akhirnya benar-benar membulatkan tekad untuk bercerai Juan. "Semoga apa yang aku lakukan ini benar," gumamnya. Setelah memantapkan hatinya, Dania pun menghubungi pengacaranya guna menyampaikan masalahnya dan hal itu membuat sang pengacara terkejut karena dia tahu kalau usia pernikahan Dania dan Juan baru seumur jagung. "Apa kamu yakin dengan keputusan ini? Sebaiknya pikirkan dulu, mungkin ada kesalahpahaman yang mesti diluruskan," kata Hans, pengacara keluarga yang dulu juga mengurus perceraian Dania dan Devano. Hans sudah menganggap Dania seperti putrinya sendiri. Lelaki itu turut bersedih saat Dania menceritakan masalah rumah tangganya tadi. "Om tahu, kamu merasa bersalah. Tapi sayang, seandainya itu benar anak Juan, dia tetap bisa bertanggung jawab pada bayi itu tanpa harus menikahinya. Dan kalian tidak perlu bercerai. Bicaralah terlebih dahulu dengan Juan, Om yakin,
"Pengadilan Agama? Jangan bilang ...."Juan tidak meneruskan ucapannya dan memilih membuka surat itu dengan segera. Surat panggilan, Juan dipanggil oleh pengadilan karena ternyata Dania sudah melayangkan gugatan perceraian kepadanya.Melihat hal itu, Juan tentu saja marah. Dia merasa geram dengan sikap Dania yang selalu seperti ini, grasak-grusuk dan main kabur tanpa mau mendengarkan penjelasan yang sebenarnya.Lelaki itu ingin menghubungi orang tua Dania, tapi takut malah semakin tersudut hingga akhirnya dia memilih menelpon pengacara Dania karena nomor istrinya itu sudah tidak bisa dia hubungi semenjak Dania melarikan diri."Pak Juan, apa Anda sudah menerima surat dari Pengadilan?"Kalimat sambutan itu membuat Juan semakin marah. Tanpa kata permisi apalagi kata maaf, pengacara itu menanyakan hal yang amat menyakiti hati Juan. "Sudah. Puas? Mana Dania? Aku harus bicara dengannya, aku harus meluruskan masalah ini sebelum palu ha
Juan masih memantau CCTV yang terus menunjukkan kegiatan istrinya di dalam kamar. Dania baru selesai makan dan terlihat bolak-balik ke arah jendela, mungkin mencari siapa saja yang berada di luar supaya bisa dia mintai pertolongan. Lelaki itu hanya tersenyum melihat istrinya yang gelisah seperti itu, dia sedang menunggu reaksi dari tubuh Dania yang disebabkan oleh obat yang dia campurkan ke makanan yang Juan sajikan di kamar tanpa sepengetahuan Dania. "Ayolah, cepat bereaksi!" desis Juan dengan mata yang terus menatap layar. Namun, Juan sadar kalau butuh setengah sampai satu jam supaya efek obat itu bekerja dengan sempurna. Dia pun menunggu dengan sabar, duduk sembari minum kopi di ruangan yang sebenarnya berada tepat di sebelah kamar Dania berada. "Maafkan aku, Dania, aku melakukan ini semua karena tidak mau kamu pergi dariku. Jika kamu menginginkan aku bertanggung jawab pada anak yang dikandung Seila, maka aku akan membuatmu hamil supaya aku bisa bertanggung jawab juga padamu. S
"Tapi ...." Belum sempat Dania meneruskan ucapannya, Juan sudah membungkam kembali mulutnya dengan ciuman maut. Cukup lama bibir keduanya saling tertaut dan lelaki itu baru berhenti setelah Dania kehabisan nafas. "Lepas! Aku mohon hentikan ini semua, Juan. Ini semua salah, kamu harus pikirkan masa depan anakmu yang kini dikandung oleh Seila. Dan Seila, dia juga perlu dukungan kamu dalam keadaannya yang seperti itu. Sudahlah, Juan, kita akhiri semuanya. Aku akan mengalah." "Apa kebersamaan kita selama ini tidak membuat kamu bisa mempercayaiku, Dania? Apa sedangkal itu pandanganmu terhadap aku? Apa menurutmu, aku sebejat itu hingga aku mau begitu saja menikahimu saat aku telah meninggalkan benih di wanita lain. Tidak Dania, aku bukan lelaki seperti itu. Dan kamu, kenapa kekeh sekali ingin berpisah denganku? Apa kamu tidak mencintaiku? Kamu sengaja ingin berpisah denganku karena kamu ingin kembali pada Devano, begitu kan?!!" bentak Juan merasa frustasi. Wanita itu menggeleng sembari
"Ya Tuhan, Apa yang harus aku lakukan? Tolong, beri aku petunjukmu." batin Dania. Melihat sang istri yang hanya diam, Juan pun kembali bicara. Dia harus benar-benar bisa mengubah keputusan Dania. "Kalau memang aku melakukannya, aku tidak mungkin berani menikahi kamu dan meninggalkan Seila begitu saja. Kamu tahu aku, Dania. Kamu sangat mengenalku. Jadi, sangat disayangkan persahabatan kita selama ini kalau dalam masalah ini saja kamu meragukanku." Dania termenung setelah mendangar ucapan Juan yang membela dirinya sendiri dan bersikeras bahwa dia bukan orang yang mengh4mili Seila. Inilah yang Dania takutkan, mengapa dia tidak mau menemui Juan karena sudah pasti hatinya akan goyah. Seperti sekarang, Dania amat bimbang. Dia tidak tahu sikap seperti apa yang mesti dia ambil setelah perdebatan ini. Maju salah, mundur pun salah. Dania merasa serba salah. Kalau anak itu adalah anak Juan, tak terbayang betapa besarnya dosa Dania karena telah egois mempertahankan hak orang lain untuk d