“Lalu, aku harus bagaimana? Aku mencintai kamu. Aku tidak mau kehilangan kamu. Kita kawin lari aja ya,” pinta Kevin dengan nada frustasi.Mya tersenyum. Wanita itu menggenggam tangan sahabatnya. “Baiklah, demi kamu. Aku akan tunggu hingga bayi ini lahir. Jika sampai saat itu, Mama belum juga merestui kita. Dengan berat hati, lupakan aku. Kita jalani hidup ini sendiri-sendiri,” putus Mya.“Terima kasih sayang. Aku tahu, kamu memang wanita yang baik,” timpal Kevin.“Namun, aku mohon dengan sangat, selama Mama kamu belum merestuiku. Jangan pernah datang lagi kemari. Datanglah saat Mama sudah merestui kita,” pinta Mya.“Kenapa begitu Mya?” tanya Kevin tidak mengerti.“Aku memiliki alasan untuk itu. Kamu boleh menelponku. Asalkan, jangan menemuiku. Percayalah, kalau jodoh, tak akan kemana,” tekannya.Kevin sebenarnya ingin protes. Biarlah untuk sementara ini, dia mengalah terlebih dahulu. Dia tidak ingin Mya merubah keputusannya.Mereka akhirnya makan bersama dalam diam. Keduanya sibuk den
Mya meletakkan kepalanya di meja. Dia bingung harus melakukan apa. Sejenak melepaskan beban pikiran yang ada. Entah berapa lama wanita itu tertidur. Mya merasakan ada seseorang yang menyentuh kepalanya. Mya pun mendongakkan kepalanya."Mas," sapa Mya.Ternyata yang datang adalah Doni. Lelaki itu khawatir dengan keadaan pujaan hatinya karena sedari tadi, teleponnya tidak terjawab."Apa kamu sakit?" tanyanya khawatir.Mya menggelengkan kepalanya. "Tidak Mas, hanya sedikit masalah saja," jawab Mya."Masalah apa? Katakan padaku, mungkin, aku bisa membantu. Selagi itu bukanlah masalah cinta," sahit Doni.Mya memicingkan matanya. "Memangnya, kenapa kalau soal cinta?" tanya Mya kepo."Kamu kan tahu kalau aku ini seorang duda. Aku sudah lama menjomblo. Jadi, urusan rayu merayu, dan cinta-cintaan tidak aku mengerti," akunya.Mya tersenyum. Rasanya, dia ingin tahu bagaimana kehidupan Doni semasa muda. Apakah dingin dan arogan, atau sebaliknya?"Memangnya, bagaimana masa mudamu Mas? Apakah kamu
"Mya, jika seandainya aku mau menerima kamu dan bayimu, apa kamu mau menikah denganku?" ulang Doni.Mya tersenyum manis. Senyum yang mampu membuat lelaki itu tak mampu mengalihkan dunianya."Saat ini, aku hanya ingin menjalani hidupku saja Mas. Aku tidak ingin lagi mencari suami yang pada akhirnya hanya menyayangiku saja. Kalaupun lelaki itu mau menerima bayi yang aku kandung, aku ingin bukti, bukan hanya janji belaka," ucap Mya menerawang kehidupan masa lalunya.Dalam hati, Doni berkata, "Aku akan membuktikannya Mya. Kalau aku juga menyayangi kamu dan juga bayi yang kamu kandung."Mereka pun makan dalam diam. Doni makan sambil memandangi wajah Mya yang terlihat semakin cantik saat berhijab."Ohh iya Mas, tadi ada ayah sahabatku yang datang ke kantor. Dia ingin bekerja sama denganku. Masalahnya, perusahaanku juga masih belum stabil. Aku masih ragu menerima atau tidak kerja sama ini," Mya meminta pendapat Doni."Kamu bawa berkasnya?" tanya Doni."Nggak Mas, berkasnya ada di kantor," ja
"Apa? Dia sudah sadar? Syukurlah. Terima kasih infonya," ucap Mya pada anak buahnya.Berita bangunnya Richard telah sampai ke telinga Mya. Kini, dia akan mengembalikan semua pada pemiliknya. Tugasnya disini sudah selesai. Mya lalu menghubungi sepupunya."Hai Ndu," sapa Mya."Tumben ibu hamil telepon, pasti mau minta bantuan ya," ledek Rindu."Tentu saja, karena cuma kamu yang bisa bantu aku," kata Mya."Oke, Bumil cantik ini minta bantuan apa?" tanya Rindu. "Dia sudah bangun. Aku serahkan semua urusan padamu. Kembalikan perusahaan ini padanya. Aku tidak ingin lagi berhubungan dengannya," titah Mya pada Rindu saudaranya."Baiklah, lalu, apa hadiah untukku?" goda Rindu."Hadiah apa? Aku malas pergi denganmu, kamu selalu saja minta barang mahal yang membuat kantongku menangis," kesal Mya.Rindu tertawa. "Mya, kamu itu kaya, hartamu tidak akan habis dimakan tujuh turunan. Sedangkan anakmu masih ada dalam kandungan. Jadi, lebih baik, kamu beramal padaku," goda Rindu."Lebih baik uangku aku
"Kamu siapa? Ngapain ada di rumah istri saya?" tanya Richard."Istri? Mantan kali," sanggah Doni.Dia akhirnya tahu, kalau yang datang itu mantan suami Mya. Kini, giliran Doni yang bertanya, "Kamu, ngapain datang ke rumah calon istri saya?""Heh! Calon istri! Mya itu mau rujuk sama gue. Karena nggak akan ada lelaki yang mau menerima anak yang dikandung Mya," ucap Richard dengan pedenya."Aku mau kok. Kenapa kamu bisa sampai berpikir ke sana?" tanya Doni."Karena calon suami Mya terdulu juga begitu," jawab Richard."Aku ini pengecualian. Aku bisa menerima Mya dan juga anak Mya. Aku akan menganggapnya seperti anakku sendiri," tekan Doni."Minggir! Aku mau menemui Mya," tekan Richard.Doni pun membuka pintu apartemen lebih lebar supaya kedua orang itu bisa masuk. Lelaki itu juga mengambilkan Richard dan juga mamanya minuman."Mana Mya? Cepat kamu panggil Dia," titah Richard.Doni menghela nafas kasar. "Mya sedang sakit, dia baru saja beristirahat. Lebih baik, kamu menemuinya saat dia sud
"Mya," panggil lelaki yang sudah Mya hafal suaranya.Wanita hamil itu pun menoleh. Dia melihat, mantan suaminya sudah berada di dalam apartemennya. Padahal, Mya yakin kalau dia sudah menutup pintunya dengan baik setelah kepergian Doni tadi.Ya setelah beristirahat dan meminum obat yang dibelikan oleh Doni, keadaan Mya sudah membaik. Apalagi, ditambah perhatian dari duda tampan, membuat dia lebih cepat sembuh."Bagaimana Kakak bisa masuk? Bukannya pintunya sudah aku tutup tadi?" tanya Mya heran. "Dia datang bersamaku," terlihat Kevin berjalan di belakang Richard.Kevin pun duduk di ruang tamu. Sementara Richard, dia masih setia duduk di kursi rodanya. Mya pun membuatkan mereka teh hangat karena memang cuaca sedang mendung."Silahkan diminum," ucap Mya.Setelah meminum sedikit teh nya, Kevin pun mulai angkat bicara. "Mya, kedatangan kami kemari, karena Richard, ingin kamu tetap memegang perusahaan itu. Selain karena kondisi Richard yang tidak memungkinkan untuk kesana kemari, dia juga
"Mama, katakan! Apa benar, Mama pernah datang ke apartemen Mya?" tanya Kevin.Sejak di perjalanan tadi, dia sudah menduga, kalau mamanya yang menghina Mya."Iya! Kenapa, wanita itu melapor padamu dan menjelek-jelekkan Mama? Supaya kamu benci sama Mama gitu," tuduh Mama Denisa."Astaghfirullah Ma! Kenapa Mama bisa berpikiran seperti itu? Mya tidak pernah berkata apapun tentang Mama apalagi menjelek-jelekkan Mama. Dia hanya melarang Kevin datang ke apartemennya," ucap Kevin sambil mengacak rambutnya."Bagus dong! Biar dia sadar, wanita seperti dia tidak pantas mendapatkan lelaki perjaka dan kaya sepertimu," sahut Mama Denisa dengan sinis.Kevin pun duduk di hadapan sang Mama. Lelaki itu bahkan mencium kedua tangan mamanya. "Ma. kenapa Mama bisa berubah seperti ini? Bukankah sebelumnya Mama mendukung hubungan Kevin dengan Mya? Apa yang sebenarnya terjadi Ma? Apa Mya pernah berbuat salah sama Mama?" tanya Kevin penuh iba.Wanita paruh baya itu pun menghela nafas panjang. Dia menerawang men
"Ehem-ehem," suara deheman Richard membuyarkan perhatian Doni dan Mya."Maaf Bu, mengganggu, saya hanya minta tanda tangan saja," ucap Richard sungkan."Masuk saja, tadi kami sedang baca komen live streaming Mya," terang Doni yang tahu isi hati lelaki di hadapannya ini.Richard pun menjalankan kursi rodanya menuju ke meja Mya. Wanita itu pun memeriksa kembali laporan mantan suaminya sebelum wanita itu menandatanganinya."Mas, coba sini sebentar," panggil Mya pada Doni.Hati Richard seolah tercubit mendengar panggilan mantan istrinya pada Doni. Dulu, Mya hanya memanggilnya kakak. Namun, dia merasa tidak semesra ini."Ada apa?" tanya Doni."Coba kamu lihat!" Mya pun memberikan laporan itu.Mata Doni memicing melihat isi laporan yang dibawa oleh Richard. Lelaki itu pun mendekati Richard, kemudian menaruh laporan itu di hadapannya."Tolong kamu betulin di sini. Harusnya, kalau kita profit banyak, hasilnya tidak segini. Kamu cari, dimana letak salahnya," ucap Doni.Richard pun mengangguk.
"Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang