Share

8

Penulis: Anik Safitri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku melangkah pergi dengan geram. Biarlah dia bertanya dengan diri sendiri seperti apa kebodohanya itu.

"Bagaimana dik?" tanya Bang Agha.

Aku menghela nafas kasar.

"Kita salah bang. Mengharap pertolongan dari simbahnya dedemit,"

"Mala?"

"Iya bang. Siapa lagi. Dikasih juga tidak. Justru dihina. Bilang aja dia aslinya itu tidak kaya. Dramaqueen,"

Aku menyandarkan diri di kursi. Ku lihat Arsy masih terlelap. Ada rasa bersalah jika kelak Arsy besar, aku tidak bisa menjamin masa depanya. Aku harus bangkit. Tapi entah darimana mulainya.

"Dik, bagaimana kalau cilok cilok ini kita bagikan pada tetangga. Dan juga buat bapak dan ibu ?"

Aku setuju. Biarlah mungkin kali ini, Tuhan sedang memintaku untuk berbagi. Seperti yang aku pernah hilang tidak ada kebaikan yang sia-sia. Sekecil apapun itu.

Motor butut kami berhenti di pelataran rumah. Ku lihat bapak dan ibu sedang bersantai di teras. Tetapi seperti biasa, tidak ada yang menyambut kami dengan senyuman.

Kami tetap menyalami mereka dengan tak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ISTRI TUKANG CILOK   9

    Aku dan Bang Agha membuka amplop pemberian Agung dengan bismillah. Dan Kuasa Allah, jumlahnya lebih besar dari kerugian yang aku perkirakan. Ujian Allah hanya sebesar lubang jarum, tapi anugrah dari Nya seluas samudra."Bang bagaimana kalau kita membuat inovasi baru?""Maksutnya dik?""Ya kita selama ini kan hanya membuat cilok bumbu kacang sama cilok kuah. Kita buat yang lain begitu? Cilok goreng, Cilok beranak, Cilok bumbu Rujak. Kita promosikan di internet . Kan di aplikasi biru sekarang banyak grup - grup kuliner begitu,""Terserah kamu saja dik. Abang ikut aja sama magnet rezeki,"Kini aku kembali lagi aktif di dunia maya. Aku mulai gencar mempromosikan inovasi baru kami. Dan Qodarulloh, postinganku banyak mendapat respon positif. Orderan pun berdatangan. Dan tentu kami lebih selektif lagi agar kejadian tempo hari tidak terulang lagi.[ Rin, besok memakai baju berwarna abu-abu ]Begitu titah Mbak Devi melalui pesan di aplikasi hijau. 'Mungkin ada kendala pada seragam,' pikirku s

  • ISTRI TUKANG CILOK   10

    Mereka menatap kesal ke arah ku. Tapi aku sama sekali tidak perduli itu. Mungkin ini saatnya aku untuk tega."Mbak Airin, tidak diberi seragam?" tanya Agung.Aku menggeleng. "Keterlaluan sekali," kata Agung dengan tangan mengepal.Aku menahan tanganya untuk menghampiri Mbak Yanti dan Mbak Devi."Jangan Gung. Lagipula kami lebih senang berpakaian seperti ini. Daripada seperti lontong begitu.""Tapi aku tidak bisa tinggal diam. Mbak Airin diperlakukan berbeda,""Mbak, kenapa Mbak Airin tidak diberi seragam? Padahal Agung sudah menjatah kan kain untuk keluarganya ?"Mbak Devi mengibaskan tangan."Ah sudahlah Gung. Paling juga mereka tidak mampu untuk menjahit bajunya. Lihat sekarang kami kebingungan. Baju jahitan kami tidak sesuai,""Asal kalian tau, Baju yang dikenakan keluarga Mbak Airin jauh lebih baik dari sekedar ini mbak,"Agung menutup mukanya."Ya Allah," rintihnya. Dia seperti lelah menghadapi perbandingan antar keluarganya."Gung, sudahlah ini hanya seragam. Yang terpenting a

  • ISTRI TUKANG CILOK   11

    "Bang, apa mungkin ini ulah Mala?" tanyaku."Hust. Jangan suudzon dik. Bisa saja ia memang hanya temanya dan Mala tidak tau apa-apa."Semenjak kejadian itu, aku dan Mala lama tidak bertemu. Juga tidak ada chat di antara kami. Hanya saja, dia masih pada kebiasaanya. Posting foto- foto berbau kemewahan.[ Rin, Bu Sri sakit. Biskah kamu menghubungi Mala ? Daritadi dihubungi tidak bisa ]Pesan dari ibu. Ah kasian sekali Bu Sri. Sedang sakit tetapi jauh dari anaknya. Walaupun kadang tingkahnya menyebalkan kalau sedang pamer sih.Bergegas aku mengirim pesan pada Mala yang kebetulan baru saja update status.[ Mal, ibu kamu sakit ]Lama. Baru berbunyi panggilan pesn dari nya.[ Iya ]Hanya itu jawabanya. Sementara ibu terus aaja menelfonku, menanyakan keberadaan Mala.[ Ayo Rin, bagaimana ? Bu Sri semakin parah. Dia muntah darah ]Ah seperti aku ini yang menjadi Mala, diberondong pesan seperti itu.[ Mala sudah membalas 'Iya' , bu ]Tidak ada lagi pesan dari ibu. Mungkn Mala sudah datang kes

  • ISTRI TUKANG CILOK   12

    "Bang apa benar Mur yang melamar kerja kemarin?" tanyaku lirih pada Bang Agha."Entahlah dik. Besok kita tanya,""Rin, kamu tidak menyumbang untuk Bu Sri?" tanya ibu.Tanpa banyak bicara aku langsung membuka dompetku dan mengeluarkan tiga lembar uang merah pada ibu.Ibu menatapku penuh heran."Yakin kamu? Tidak kebanyakan?""Enggak bu. Alhamdulillah ada rezeki lebih,""Baguslah. Hemm sekarang giliran kakak - kakak kamu yang ribet. Kalau disuruh nyumbang, ada saja alasanya," gerutu ibu."Masak sih bu. Mbak Yanti dan Mbak Devi kan orang berada,""Entahlah kenyataanya memang seperti itu. Suaminya itu pelit. Yanti dan Devi kalau mau ngasih ibu dan bapak saja sembunyi-sembunyi. Eh," kata ibu seraya menutup mulutnya. Mungkin beliau menyesali perkataanya kepadaku.Aku hanya tersenyum kecil. Bukankah itu anak yang selalu ibu banggakan?"Memangnya Bu Sri tidak pernah diajak ke rumah Mala bu? Kok rasanya aneh,""Katanya si Wito itu tidak pernah. Entahlah. Apa memang Mala selama ini bohong kalau

  • ISTRI TUKANG CILOK   13

    'Ada yang kenal orang ini nggak ? Lari dari tanggung jawab. Meninggalkan hutang,'Itulah sebuah postingan dengan foto Mala dibawahnya. Tuhan sebenarnya apa yang terjadi?Aku gendong Arsy, menuju kompleks perumahan tempat Fatmala menjadi ART. Siapa tau dia memang Mala yang aku cari.Kebetulan seorang wanita paruh baya sedang menyapu halaman. Tapi kenapa penampilanya bukan seperti ART."Permisi, bu,""Iya mbak. Cari siapa ya?" tanya nya ramah."Ehm saya mencari teman saya. Namanya Fatmala. Apa benar yang bekerja disini?""ART disini itu banyak bermasalah mbak. Ini foto nya. Mungkin Mbak kenal?" kata ibu itu menyodorkan handphonne lalu menunjukan foto. Dan benar itu foto Mala.Ternyata selama ini ia bekerja sebagai ART dan rumaah yang biasanya ia pamerkan kemewahanya di status adalah rumah majikanya. Dan mungkin pula dugaan ku benar, makanan yang selama ini ia berikan ke orang tuanya makanan dari majikanya. " lDia kabur dari sini membawa cincin saya mbak. Ya sudahlah saya ikhlaskan saja

  • ISTRI TUKANG CILOK   14

    Ibu menatapku penuh keheranan. Aku tidak marah. Tapi aku kecewa. Terhadap penilaian beliau. Seolah anak dengan ekonomi rendah di awal tidak bisa maju.Maaf ibu. Kali ini sulit sekali otak ku berdamai dengan hati. Aku tidak haus pujian maupun penghormatan. Tapi aku ingin kebaikan attitude dalam menilai seseorang. Entah kepada siapapun.*"Rin, tunggu," teriak ibu.Aku berhenti lalu menoleh."Kamu marah sama ibu?"Aku menghela nafas pelan."Apa pantas seorang anak marah terhadap wanita yang melahirkanya?"Ibu tersenyum."Masuklah. Jangan buru-buru pulang."Aku menurutinya sebagai bentuk rasa hormatku."Kamu benar tidak bisa kesini bantu-bantu ibu Rin ?""Mbak Devi dan Mbak Yanti kemana Bu? Oh iya lupa, pasti mereka menyokong dengan rupiah yang banyak ya. Hingga ibu tidak berani menyuruhnya,"Ibu tertunduk. Ada rasa bersalah dalam naluri atas ucapanku. Tetapi entah mengapa rasanya sudah muntab pertahananku."Katanya kamu tidak marah pada ibu Rin l?""Airin memang tidak marah bu. Hanya sa

  • ISTRI TUKANG CILOK   15

    Degg. Apa boleh aku menyematkan panggilan 'Dramaqueen' untuk Mala? Aku yang teraniaya justru aku yang lagi-lagi di fitnah.Agung menatapku yang ku balas dengan tatapan geram. "Lah justru Mbak Airin ikut menyumbang untuk melunasi hutang Mala. Lalu bagaimana bu ini juga di hitung utang atau tidak?" jawab Agung menimpali.Bu Sri melengos. Enggan membalas tatapan kami.Aku menarik baju Agung, mengisyaratkan untuk segera pulang saja."Percuma menjelaskan kebaikan mu kepada orang yang tak menyukaimu. Semua akan sia-sia," ucapku lirih.Agung menurutiku.Sesampai di rumah tampak ada motor matic Mbak Yanti terparkir di halaman. Aku menghela nafas berat. Ya Tuhan masalah dengan emak dan bapak belum usai, kini Mbak Yanti datang."Tumben Rin kesini. Ini kan nggak akhir pekan,""Mbak Yanti juga tumben kesini,""A.. aku.. Kangen sama bapak ibu saja,"*"Kalau hanya dua juta saja kami punya Yan. Tapi ini uang buat beli pupuk. Jadi sebelum musim padi, kamu balik kan ya,". Suara ibu dari dalam membua

  • ISTRI TUKANG CILOK   16

    "Ron, kamu tidak sedang bercanda kan?" tanyaku penuh heran.Roni hanya menunduk.Bang Agha yang berdiri dibelakang ku mengajak Roni untuk masuk dulu. Aku pun tidak tau sejak kapan ia berdiri disitu."Masuk dulu Ron. Tidak baik berdiri di ambang pintu,"Aku segera ke dapur membuatkan minum dan mengeluarkan beberapa camilan."Jadi yang om dengar tadi benar Ron? Kamu ingin membantu jualan cilok?"tanya Bang Agha."Lalu bagaimana dengan mama kamu? Apa dia setuju?" tanyaku. Karena mana mungkin Mbak Yanti membiarkan Roni bekerja. Sementara Roni juga masih duduk di bangku kuliah semester awal."Justru ini desakan dari mama. Memintaku untuk sembari bekerja. Katanya biaya kuliah mahal,"Aku menghela nafas berat. Mbak Yanti yang ku kenal dengan kehidupan mapan dan hingar bingar glamour nya, mengapa memperlakukan anak seperti ini."Tapi kalau bisa, Roni juga bekerja paruh waktu om? Agar tidak ketinggalan kuliah.""Apa Mama kamu tau kamu mau bekerja disini?"Roni menggeleng."Biarlah om. Yang pent

Bab terbaru

  • ISTRI TUKANG CILOK   44

    Tono hanya melongo saat mendengar panggilan untuknya. Mau menjawab apa, memang namanya bukan Agha. Dan dia juga belum punya anak.Begitu pula dengan Arsy, ia juga terdiam saat berhadapan pria bernama Tono tersebut.Ia hanya reflek. Karena memang Tono semirip itu dengan Almarhum Ayahnya."Eh maaf," ujar Arsy salah tingkah sekaligus tidak enak hati.Tono hanya tersenyum."Iya tidak apa apa. Kamu pasti ingat Ayah ya?"Arsy tersenyum kecil."Hati siapa yang tidak rindu Om setelah kehilangan Ayah. Aku kira ayah hidup lagi." jawab Arsy dengan candanya.Hal tersebut rupanya dilihat oleh Airin dan ibunya."Rin, sepertinya memang Arsy butuh sosok Ayah." Airin hanya tersenyum kecil menanggapi."Tapi yang dibutuhkan Arsy adalah sosok Bang Agha Bu. Bukan yang lainnya. Airin yakin seiring berjalannya waktu, Arsy pasti akan mengerti. Terkadang berdamai dengan keadaan memang tidak semudah itu," jawab Airin dengan bijak.Tahun demi tahun berlalu.Tak terasa putri kecil yang telah ditinggal mati ayah

  • ISTRI TUKANG CILOK   43

    Namun lambat laun aku mengambil keputusan. Yang menurutku terbaik. Aku mengikhlaskan sawah yang dibeli bapak dan ibu dari hasil kerjaku dulu untuk ku beri pada Mbak Devi. Memang dirasa sayang, tapi nuraniku memberontak melihat kondisi ibu."Ibu, jangan difikir lagi. Nanti aku akan memberikan sertifikat sawah pada Mbak Devi. Kebutuhan bapak dan ibu biar aku yang memenuhi,"Mata ibu mukai berkaca-kaca. Tanganya melambai mencari tanganku."Terimaksih nak. Untuk semua kebaikanmu. Hatimu bersih seperti malaikat,""Ibu do'akan saja usahaku lancar ya,"Namun ibu justru menangis tergugu."Ibu kenapa? Airin ada salah?""Ya Allah pak. Pekerjaan yang dulu kita remehkan, nyatanya sekarang yang menghidupi kita. Ibu malu Rin. Malu padamu. Terlebih pada almarhum suamimu,"Perih memang yang aku rasakan ini. Hatiku selalu trenyuh kala mengingat Mas Agha. Dia hanya menelan pahitnya tanpa diberi kesempatan sedikitpun mencicipi manisnya."Bang Agha sudah tenang bu. Surga menantinya,""Rin,"panggil bapa

  • ISTRI TUKANG CILOK   42

    Dan tidak ku sangka yang berdiri di depan pintu adalah Bu Sri. Beliau hanya menundukan kepalanya seraya meremas-remas ujung bajunya."Saya, ma-mau melamar menjadi ART, Rin. Eh nyonya."Aku selidik penuh selidik. Bagaimana bisa Bu Sri yang terkenal sombongnya mau menjadi ART. Di rumahku pula. Yang selalu sirik dengan kehidupan keluarga kami. Bukan hanya dia, tetapi juga Mala anaknya."Ma'af apakah Bu Sri tidak salah?"Dia tertunduk dan dengan pelan menggelengkan kepala. Bahkan beberapa saat, dia juga tidak mau menatapku."Ta tapi Mala,"Bu Sri langsung menyeka sudut matanya. Aku baru tau kalau sedari tadi ia tengah menangis."Kenapa menangis bu? Saya ada salahkah?". Aku panik. Bagaimana tidak, aku tidak tau duduk masalahnya tiba-tiba beliau menangis. Atau jangan-jangan ada kata-kataku yang menyakitinya."Mala tertangkap polisi." ucapnya sesenggukan.Mataku membulat sempurna. Semenjak pindah rumah, aku maupun keluarga memang tidak tahu menahu tentang keadaan keluarga itu."Bagaimana bis

  • ISTRI TUKANG CILOK   41

    Bapak tertegun melihat kedatangan Devi. Beliau hanya memandang putrinya itu. Masih sama tidak berubah. Mimik muka dan penampilanya. Bagaimana rona wajahnya jika tidak suka dengan sesuatu."Bapak hanya ingin membantu Airin. Ia punya rumah bahkan sepeserpun bapak sebagai orang tua tidak bisa memberinya,"ujar lirih bapak.Justru Devi berkacak pinggang. Matanya melotot."Memangnya dulu saat Devi membuat rumah, bapak juga membantu begitu?"teriaknya lantang."Ketara sekali sekarang membela Airin. Mentang-mentang sekarang kaya. Bapak juga dari dulu tidak berubah. Selalu melulu tentang uang," lanjutnya tak perduli dengan perasaan bapaknya yang mematung berdiri di depanya.Bapak menghela nafas pelan. "Keadaanya berbeda Devi. Kamu punya suami. Pekerjaanya mapan. Beda dengan Airin yang sudah menjadi janda,""Karena bapak sendiri yang membuat Airin menjadi janda. Sudahlah pak Devi kesini mau pinjam sertifikat rumah,"Bapak yang semula tertunduk lalu mendongakan kepala."Untuk apa Dev?""Untuk t

  • ISTRI TUKANG CILOK   40

    "Tapi kedatangan kami bukan untuk itu mbak," ujar Devi lirih.Yanti menautkan alis. Dia heran, lalu apa maksud kedatangan adiknya ini."Aku ingin meminjam sertifikat bapak. Kalau tidak boleh, aku ingin meminta warisanku. Untuk tambah biaya kampanye suamiku."Yanti mulai berkacak pinggang. Dia melotot."Bapak dan ibu masih hidup Dev. Kenapa kamu sudah berbicara warisan?"Nada suara Yanti mulai meninggi."Memangnya salah? Toh aku juga anak bapak. Jadi aku juga berhak atas harta bapak.""Lagipula apa sampai segitunya Dev. Iya kalau suamimu jadi. Kalau enggak ? Uang sudah hilang. Belum lagi kalau kamu pinjam sertifikat. Yang ada suamimu tidak jadi sementara utang menumpuk. Mikir dong."Devi tertawa kecil meremehkan. "Tau apa sih mbak kamu tentang strategi politik? Urus hidupmu sendiri. Bodoh sekali bisa ditipu lelaki."Plakk...Yanti menampar dengan geram pipi mulus Devi hasil perawatan dengan skincare mahal yang dulu selalu ia pamerkan."Apa-apa an kamu? Manusia kere beraninya menampar

  • ISTRI TUKANG CILOK   39

    "Bagaimana ya mbak. Kalau mbak ikut kan jadi serumah ada tiga keluarga. Pamali mbak," jawabku."Iya Nduk. Benar kata Airin," lanjut ibuMbak Yanti melengos dengan muka kesal dan menatap kami dengan tajam."Jadi bapak dan ibu sekarang membela Airin? Mentang-mentang kaya?" tanyanya sembari berkacak pinggang."Yanti, ini bukan maslah membela siapa. Tetapi apa yang dikatakan Airin saat ini itu benar. Kita orang jawa yang masih menjujung tinggi adat istiadat," kata bapak mencoba menengahi."Kalau gitu bangunkan aku rumah dong Rin," kata Mbak Yanti dengan entengnya."Mbak kira bangun rumah itu kayak beli tempe? Mbak sedari dulu terlalu membanggakan suami, mengandalkan suami. Jadi nya gini kan. Tidak bisa mandiri."Aku mulai kesal. Perangai Mbak Yanti sedikitpin tidak berubah walau sudah mendapat teguran.Bapak hanya menggelengkan kepala."Dasar pelit. Aku minta Devi aja lah. Sebentar lagi kan suaminya jadi bupati. Gampanglah kalau sekedar membangunkan rumah.""Sudah sudah. Kalau mau, tingga

  • ISTRI TUKANG CILOK   38

    "Terimakasih karena laporanya akhirnya saya bisa bebas dan menuntut cerai," kata wanita itu lirih dan terisak.Aku menautkan alis. Saling bertatap dengan ibu."Saya juga akan melaporkan kejadian yang menimpa saya mbak. Tolong bantu saya.""Mohon maaf bukanya lancang mengurusi rumah tangga orang lain. Memangnya mbak ada masalah apa?" tanyakuTanpa menjawab apa-apa perempuan itu menyibak baju nya dan tampaklah luka lebam dimana-dimana."KDRT mbak?" tanyaku setengah kaget.Ia menunduk. Dapat ku tangkap saat itu bahwa air matanya juga terjatuh."Bukan hanya dari Juragan Malik tetapi dari istri-istri yang lain.""Memangnya istrinya ada berapa?""Empat mbak."Aku tak habis fikir, buaya juga seorang juragan."Bukanya istri nya ada dua?" tanya ibu."Iya istri sahnya. Kalau yang siri banyak bu. Banyak juga yang cerai. Dan apesnya saya tidak kunjung diceraikan."Aku kasihan dengan wanita itu. Rona wajahnya memang seperti menyimpan beban, serta tekanan yang berat. Aku bantu dia melaporkan apa y

  • ISTRI TUKANG CILOK   37

    Sorot mataku menatap tajam juragan Malik. Ia tidak gentar juga. Silahkan membungsungkan dada saat ini. Tapi akan aku pastikan itu semua tidak berlangsung lama.Setelah berproses mencari bukti itu, dan memang benar dari rekamana CCTV memang mobil juragan Malik lah yang mengangkut material dari rumahku.Langsung aku memberi laporan ke polsek terdekat tentang perkara ini."Lebih baik Mbak pulang saja. Percuma, dia pasti juga bebas,"ujar salah seorang oknum polisi yang menerima laporanku.Semakin geram dong aku."Kenapa ? Takut mati ya?" tanyaku sinis.Polisi tersebut menatapku dengan pandangan tidak suka."Dia bukan malaikaat maut kan pak?" lanjutku."Tetapi dia mampu membayar lebih dari yang seharusnya,""Oh seperti itu."Aku tetap mencoba bersikap santai."Lalu kalau masyarakat seperti saya harus melaporkan kasus seperti ini pada siapa? Bukankah oknum polisi itu tugas nya mengayomi ya? Kok masih kalah dengan uang?"Sontak sang polisi langsung berdiri."Mbak, asli sini kan? Pasti tau

  • ISTRI TUKANG CILOK   36

    "Untuk sementara Airin berhentikan pembangunan rumah bukan karena dana pak tetapi Airin ingin membuktikan kejahatan yang telah menimpa Airin. Karena aku yakin, ada oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan ini."Bapak dan ibu saling tatap."Memangnya siapa yang kamu curigai, Rin?" tanya ibu."Juragan Malik," jawabku lirih.Namun raut muka ibu berubah menjadi panik luar biasa. Kulit ibu yang lumayan putih langsung bersemu merah."Rin, kamu mau apakan dia? Dia bukan orang sembarangan,"Aku menghela nafas pelan. Berdiri menatap langit dari bingkai jendela tempatku dilahirkan." Mau sampai kapan tertindas bu? Ini hidup Airin. Tidak ada yang berhak mengatur bahkan memaksakan kehendakm . Sekalipun yang punya kekuasaan seperti Juragan Malik."Bapak berdiri menyejajarkan tubuhnya denganku."Bapak setuju Rin. Sebenarnya banyak kelicikan serta kecurangan Juragan Malik, namun sebagai kalangan rendah, tidak ada yang berani bertindak. Bertindak sama dengan mati. Kali ini bapak mendukungmu Rin. Bapa

DMCA.com Protection Status