Share

14

Author: Anik Safitri
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Ibu menatapku penuh keheranan. Aku tidak marah. Tapi aku kecewa. Terhadap penilaian beliau. Seolah anak dengan ekonomi rendah di awal tidak bisa maju.

Maaf ibu. Kali ini sulit sekali otak ku berdamai dengan hati. Aku tidak haus pujian maupun penghormatan. Tapi aku ingin kebaikan attitude dalam menilai seseorang. Entah kepada siapapun.

*

"Rin, tunggu," teriak ibu.

Aku berhenti lalu menoleh.

"Kamu marah sama ibu?"

Aku menghela nafas pelan.

"Apa pantas seorang anak marah terhadap wanita yang melahirkanya?"

Ibu tersenyum.

"Masuklah. Jangan buru-buru pulang."

Aku menurutinya sebagai bentuk rasa hormatku.

"Kamu benar tidak bisa kesini bantu-bantu ibu Rin ?"

"Mbak Devi dan Mbak Yanti kemana Bu? Oh iya lupa, pasti mereka menyokong dengan rupiah yang banyak ya. Hingga ibu tidak berani menyuruhnya,"

Ibu tertunduk. Ada rasa bersalah dalam naluri atas ucapanku. Tetapi entah mengapa rasanya sudah muntab pertahananku.

"Katanya kamu tidak marah pada ibu Rin l?"

"Airin memang tidak marah bu. Hanya sa
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

  • ISTRI TUKANG CILOK   15

    Degg. Apa boleh aku menyematkan panggilan 'Dramaqueen' untuk Mala? Aku yang teraniaya justru aku yang lagi-lagi di fitnah.Agung menatapku yang ku balas dengan tatapan geram. "Lah justru Mbak Airin ikut menyumbang untuk melunasi hutang Mala. Lalu bagaimana bu ini juga di hitung utang atau tidak?" jawab Agung menimpali.Bu Sri melengos. Enggan membalas tatapan kami.Aku menarik baju Agung, mengisyaratkan untuk segera pulang saja."Percuma menjelaskan kebaikan mu kepada orang yang tak menyukaimu. Semua akan sia-sia," ucapku lirih.Agung menurutiku.Sesampai di rumah tampak ada motor matic Mbak Yanti terparkir di halaman. Aku menghela nafas berat. Ya Tuhan masalah dengan emak dan bapak belum usai, kini Mbak Yanti datang."Tumben Rin kesini. Ini kan nggak akhir pekan,""Mbak Yanti juga tumben kesini,""A.. aku.. Kangen sama bapak ibu saja,"*"Kalau hanya dua juta saja kami punya Yan. Tapi ini uang buat beli pupuk. Jadi sebelum musim padi, kamu balik kan ya,". Suara ibu dari dalam membua

  • ISTRI TUKANG CILOK   16

    "Ron, kamu tidak sedang bercanda kan?" tanyaku penuh heran.Roni hanya menunduk.Bang Agha yang berdiri dibelakang ku mengajak Roni untuk masuk dulu. Aku pun tidak tau sejak kapan ia berdiri disitu."Masuk dulu Ron. Tidak baik berdiri di ambang pintu,"Aku segera ke dapur membuatkan minum dan mengeluarkan beberapa camilan."Jadi yang om dengar tadi benar Ron? Kamu ingin membantu jualan cilok?"tanya Bang Agha."Lalu bagaimana dengan mama kamu? Apa dia setuju?" tanyaku. Karena mana mungkin Mbak Yanti membiarkan Roni bekerja. Sementara Roni juga masih duduk di bangku kuliah semester awal."Justru ini desakan dari mama. Memintaku untuk sembari bekerja. Katanya biaya kuliah mahal,"Aku menghela nafas berat. Mbak Yanti yang ku kenal dengan kehidupan mapan dan hingar bingar glamour nya, mengapa memperlakukan anak seperti ini."Tapi kalau bisa, Roni juga bekerja paruh waktu om? Agar tidak ketinggalan kuliah.""Apa Mama kamu tau kamu mau bekerja disini?"Roni menggeleng."Biarlah om. Yang pent

  • ISTRI TUKANG CILOK   17

    "Wanita itu seperti yang telah menipu ku tempo hari itu," kata Bang Agha lirih."Ya sudah, abang tunggu sini. Takutnya nanti dia justru takut melihat abang,"Aku berbasa-basi dengan perempuan tadi. Ia mengaku ditipu temanya hingga harta benda nya habis tak tersisa.Oh Tuhan, ternyata hukum karma sedang menjalankan tugas nya.Akhirnya dia setuju untuk masuk setelah ku tawari makan siang.Bang Agha masih belum keluar. Baru setelah ia selesai makan, Bang Agha keluar. Sontak perempuan itu terkejut kaget."Kamu ingat saya?"Ia tidak mampu bekata apa-apa selain dengan tubuh gemetar. Gugup. Hingga ia berdiri akan melangkah pergi."Jangan pergi," kataku dingin."Ternyata kamu menjebak ku," jawabnya tak kalah dengan ekspresi marah.Aku tetap mencengkram tanganya dengan kuat."Hey, bukanya kamu yang lebih dulu menjebak suamiku? Tidak lupa kan?"Wanita ini mengibaskan tangan dengan kuat, hingga tangan ku terlepas. Ku pikir dia akan kabur, tapi dia akhirnya mau duduk."Aku minta ma'af," ucapnya.

  • ISTRI TUKANG CILOK   18

    Plakk...Dia menamparku. Aku sontak begitu terkejut."Berani kamu mempengaruhi anak ku untuk bekerja? Kamu kira kami kekurangan begitu?" bentak Mbak Yanti penuh gurat emosi.Ingin sekali saat itu juga ku caci maki dia. Mbak Yanti memang kakak ku tetapi kali ini dia sedang bermuka dua."Mbak, apa tidak bisa belajar dari kisah Mala? Sudah hidup apa adanya saja. Keluarga adalah tempat mu pulang saat dunia sudah tidak bersahabat,"Entah bapak, ibu maupun Mbak Devi sama sekali tidak ada yang mau melerai. Di fikir tontonan begitukah?"Maksudmu apa?""Aku tidak akan membuka aib kakak ku sendiri. Lagipula apa untungnya kita bertengkar disini? Hanya menjadi tontonan kan?" jawabku sembari melirik ke arah bapak, ibu dan Mbak Devi.Mereka terlihat kikuk dan salah tingkah."Sudahlah. Kalian duduk. Airin jangan bersikap seperti itu pada mbak mu,"kata bapak berusaha menengahi.Tetapi aku justru terperangah dengan kalimat itu."Bersikap bagaimana pak? Justru harusnya Airin yang marah karena tiba-tiba

  • ISTRI TUKANG CILOK   19

    "Dia kecelakaan dan sepertinya meninggal di tempat karena tertabak truk trailer dari arah belakang,"Baru di kata meninggal itu rasanya kepalaku sudah berputar, seperti bumi berhenti pada porosnya. Kata-kata terakhir Bang Agha sudah terdengar lirih di telingaku.Dan saat tangan Bang Agha menyangga pundak ku, kesadaran ku berangsur pulih."Kamu serius bang?" Ia mengangguk pelan."Agung perlu ditolong dik. Kita sebagai pihak keluarga harus segera mendatangi," lanjutnya.Dengan berderai air mata aku dibonceng Bang Agha menuju TKP. Alangkah teririsnya hatiku kala melihat darah segar mengalir dari tubuh yang sudah ditutupi kardus. Para warga tidak berani menolong, menunggu mobil polisi yang datang. Banyak bisik-bisik lewat di telingaku bahwa jasad Agung hancur, ususnya terberai. Tangisku semakin meledak. Malaikatku telah terbang menuju keabadian.Dukaku belum usai. Tarikan dari belakang pada jilbabku sontak hampir membuat ku terjengkang. Saat aku menoleh, Mbak Devi telah berdiri di bela

  • ISTRI TUKANG CILOK   20

    Aku pun juga ikut merasakan kaget. Tidak habis fikir dengan apa yang akan dilakukan bapak. Tetapi langkah itu menjauhi rumah mendekati rumah Mbok Nah. Dan seperti menuju padaku.Aku gemetar bukan main. Tidak pernah kudapati bapak semurka ini."Ndhuk, menghindarlah,". Ku dengar suara lirih Mbok Nah dari belakang. "Dasar anak durhaka. Puas kamu membuat adikmu mati mengenaskan seperti itu?" teriak bapak dengan lantang.Tatapanya tajam menghujam. Apapun kebenaran yang aku sampaikan, nyatanya akan sia-sia belaka melihat emosi bapak seperti ini."Jika ada satu orang pun yang mendekat, akan kuhabisi nyawa kalian dengan golok ini," lanjutnya dengan mengacungkan golok di udara.Perkataan bapak membuat orang yang akan mengejarnya memundurkan kaki satu langkah ke belakang. Nyali mereka menjadi ciut."Nyawa harus dibayar nyawa,"Aku pejamkan mata. Baik, mungkin ini akhir kisah hidupku. Mungkin ini yang membuat bapak lega. Aku ikhlas.Tiba-tiba suara teriakan warga membuatku membuka mata. Seoran

  • ISTRI TUKANG CILOK   21

    Dua orang laki-laki berkemeja rapi telah berdiri di ambang pintu. Aku heran sekaligus takut, ada apa gerangan."Iya benar. Mari silahkan duduk," jawabku."Ada apa ya mas? Apakah suami saya punya hutang semasa hidup nya? Kalau iya, saya minta waktu mas. Beliau baru saja meninggal," ucapku lirih.Kedua orang itu hanya tertawa kecil."Ibu, sebelumnya saya turut berduka cita yang begitu mendalam atas meninggalnya Bapak Agha. Kami berdua adalah petugas asuransi."Aku mengernyitkan dahi. Asuransi? Rasa-rasanya Bang Agha tidak pernah berbicara tentang Asuransi kepadaku."Asuransi? Suami saya tidak pernah mendaftarkan diri pak.""Loh ibu itu bagaimana ? Apa tidak tau kalau suaminya ikut program asuransi?"Aku menggeleng pelan. Apa Bang Agha memang sudah memiliki firasat?"Lalu bagaimana ya pak?" "Kami disini ingin meminta sejumlah persyaratan untuk klaim asuransi tersebut bu."Masih dimbang percaya. Penghasilan dari berjualan cilok tidak seberapa. Tetapi sang suami ternyata menyiapkan asuran

  • ISTRI TUKANG CILOK   22

    Mata ibu berkaca-kaca melihat kedatanganku.Apa mungkin mereka menyadari kesalahan mereka padaku lalu meminta maaf?Aku mempersilahkan mereka masuk terlebih dahulu."Maaf bu, kak. Adanya kayak gini. Ruko nya kecil,"Mbak Yanti dan Mbak Devi mengedarkan pandang, tampak juga sesekali ku lirik mereka memasang mimik muka yang tidak suka. "Airin, to the point saja, kami juga tidak ingin berlama-lama di tempat ini. Kedatangan kami disini ingin kamu mencabut laporan atas bapak."Aku melongo mendengarnya. Ku kira mereka akan meminta maaf. Nyatanya kata maaf itu mahal harganya."Tidak usah berlagak bodoh. Kami ingin bapak bebas. Apa kamu tidak kasihan dengan ibu? Kehilangan dua lelaki paling berharga dalam hidupnya," lanjut Mbak Yanti."Apa kalian juga tidak berpikir bahwa aku juga kehilangan sosok suami. Apa kalian tidak sedikitpun kasihan pada aku? Membesarkan anak yang masih kecil seorang diri.""Bapak bebas atau tidak toh tidak ada hubunganya dengan kamu.""Tapi biarlah bapak mempertanggu

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI TUKANG CILOK   44

    Tono hanya melongo saat mendengar panggilan untuknya. Mau menjawab apa, memang namanya bukan Agha. Dan dia juga belum punya anak.Begitu pula dengan Arsy, ia juga terdiam saat berhadapan pria bernama Tono tersebut.Ia hanya reflek. Karena memang Tono semirip itu dengan Almarhum Ayahnya."Eh maaf," ujar Arsy salah tingkah sekaligus tidak enak hati.Tono hanya tersenyum."Iya tidak apa apa. Kamu pasti ingat Ayah ya?"Arsy tersenyum kecil."Hati siapa yang tidak rindu Om setelah kehilangan Ayah. Aku kira ayah hidup lagi." jawab Arsy dengan candanya.Hal tersebut rupanya dilihat oleh Airin dan ibunya."Rin, sepertinya memang Arsy butuh sosok Ayah." Airin hanya tersenyum kecil menanggapi."Tapi yang dibutuhkan Arsy adalah sosok Bang Agha Bu. Bukan yang lainnya. Airin yakin seiring berjalannya waktu, Arsy pasti akan mengerti. Terkadang berdamai dengan keadaan memang tidak semudah itu," jawab Airin dengan bijak.Tahun demi tahun berlalu.Tak terasa putri kecil yang telah ditinggal mati ayah

  • ISTRI TUKANG CILOK   43

    Namun lambat laun aku mengambil keputusan. Yang menurutku terbaik. Aku mengikhlaskan sawah yang dibeli bapak dan ibu dari hasil kerjaku dulu untuk ku beri pada Mbak Devi. Memang dirasa sayang, tapi nuraniku memberontak melihat kondisi ibu."Ibu, jangan difikir lagi. Nanti aku akan memberikan sertifikat sawah pada Mbak Devi. Kebutuhan bapak dan ibu biar aku yang memenuhi,"Mata ibu mukai berkaca-kaca. Tanganya melambai mencari tanganku."Terimaksih nak. Untuk semua kebaikanmu. Hatimu bersih seperti malaikat,""Ibu do'akan saja usahaku lancar ya,"Namun ibu justru menangis tergugu."Ibu kenapa? Airin ada salah?""Ya Allah pak. Pekerjaan yang dulu kita remehkan, nyatanya sekarang yang menghidupi kita. Ibu malu Rin. Malu padamu. Terlebih pada almarhum suamimu,"Perih memang yang aku rasakan ini. Hatiku selalu trenyuh kala mengingat Mas Agha. Dia hanya menelan pahitnya tanpa diberi kesempatan sedikitpun mencicipi manisnya."Bang Agha sudah tenang bu. Surga menantinya,""Rin,"panggil bapa

  • ISTRI TUKANG CILOK   42

    Dan tidak ku sangka yang berdiri di depan pintu adalah Bu Sri. Beliau hanya menundukan kepalanya seraya meremas-remas ujung bajunya."Saya, ma-mau melamar menjadi ART, Rin. Eh nyonya."Aku selidik penuh selidik. Bagaimana bisa Bu Sri yang terkenal sombongnya mau menjadi ART. Di rumahku pula. Yang selalu sirik dengan kehidupan keluarga kami. Bukan hanya dia, tetapi juga Mala anaknya."Ma'af apakah Bu Sri tidak salah?"Dia tertunduk dan dengan pelan menggelengkan kepala. Bahkan beberapa saat, dia juga tidak mau menatapku."Ta tapi Mala,"Bu Sri langsung menyeka sudut matanya. Aku baru tau kalau sedari tadi ia tengah menangis."Kenapa menangis bu? Saya ada salahkah?". Aku panik. Bagaimana tidak, aku tidak tau duduk masalahnya tiba-tiba beliau menangis. Atau jangan-jangan ada kata-kataku yang menyakitinya."Mala tertangkap polisi." ucapnya sesenggukan.Mataku membulat sempurna. Semenjak pindah rumah, aku maupun keluarga memang tidak tahu menahu tentang keadaan keluarga itu."Bagaimana bis

  • ISTRI TUKANG CILOK   41

    Bapak tertegun melihat kedatangan Devi. Beliau hanya memandang putrinya itu. Masih sama tidak berubah. Mimik muka dan penampilanya. Bagaimana rona wajahnya jika tidak suka dengan sesuatu."Bapak hanya ingin membantu Airin. Ia punya rumah bahkan sepeserpun bapak sebagai orang tua tidak bisa memberinya,"ujar lirih bapak.Justru Devi berkacak pinggang. Matanya melotot."Memangnya dulu saat Devi membuat rumah, bapak juga membantu begitu?"teriaknya lantang."Ketara sekali sekarang membela Airin. Mentang-mentang sekarang kaya. Bapak juga dari dulu tidak berubah. Selalu melulu tentang uang," lanjutnya tak perduli dengan perasaan bapaknya yang mematung berdiri di depanya.Bapak menghela nafas pelan. "Keadaanya berbeda Devi. Kamu punya suami. Pekerjaanya mapan. Beda dengan Airin yang sudah menjadi janda,""Karena bapak sendiri yang membuat Airin menjadi janda. Sudahlah pak Devi kesini mau pinjam sertifikat rumah,"Bapak yang semula tertunduk lalu mendongakan kepala."Untuk apa Dev?""Untuk t

  • ISTRI TUKANG CILOK   40

    "Tapi kedatangan kami bukan untuk itu mbak," ujar Devi lirih.Yanti menautkan alis. Dia heran, lalu apa maksud kedatangan adiknya ini."Aku ingin meminjam sertifikat bapak. Kalau tidak boleh, aku ingin meminta warisanku. Untuk tambah biaya kampanye suamiku."Yanti mulai berkacak pinggang. Dia melotot."Bapak dan ibu masih hidup Dev. Kenapa kamu sudah berbicara warisan?"Nada suara Yanti mulai meninggi."Memangnya salah? Toh aku juga anak bapak. Jadi aku juga berhak atas harta bapak.""Lagipula apa sampai segitunya Dev. Iya kalau suamimu jadi. Kalau enggak ? Uang sudah hilang. Belum lagi kalau kamu pinjam sertifikat. Yang ada suamimu tidak jadi sementara utang menumpuk. Mikir dong."Devi tertawa kecil meremehkan. "Tau apa sih mbak kamu tentang strategi politik? Urus hidupmu sendiri. Bodoh sekali bisa ditipu lelaki."Plakk...Yanti menampar dengan geram pipi mulus Devi hasil perawatan dengan skincare mahal yang dulu selalu ia pamerkan."Apa-apa an kamu? Manusia kere beraninya menampar

  • ISTRI TUKANG CILOK   39

    "Bagaimana ya mbak. Kalau mbak ikut kan jadi serumah ada tiga keluarga. Pamali mbak," jawabku."Iya Nduk. Benar kata Airin," lanjut ibuMbak Yanti melengos dengan muka kesal dan menatap kami dengan tajam."Jadi bapak dan ibu sekarang membela Airin? Mentang-mentang kaya?" tanyanya sembari berkacak pinggang."Yanti, ini bukan maslah membela siapa. Tetapi apa yang dikatakan Airin saat ini itu benar. Kita orang jawa yang masih menjujung tinggi adat istiadat," kata bapak mencoba menengahi."Kalau gitu bangunkan aku rumah dong Rin," kata Mbak Yanti dengan entengnya."Mbak kira bangun rumah itu kayak beli tempe? Mbak sedari dulu terlalu membanggakan suami, mengandalkan suami. Jadi nya gini kan. Tidak bisa mandiri."Aku mulai kesal. Perangai Mbak Yanti sedikitpin tidak berubah walau sudah mendapat teguran.Bapak hanya menggelengkan kepala."Dasar pelit. Aku minta Devi aja lah. Sebentar lagi kan suaminya jadi bupati. Gampanglah kalau sekedar membangunkan rumah.""Sudah sudah. Kalau mau, tingga

  • ISTRI TUKANG CILOK   38

    "Terimakasih karena laporanya akhirnya saya bisa bebas dan menuntut cerai," kata wanita itu lirih dan terisak.Aku menautkan alis. Saling bertatap dengan ibu."Saya juga akan melaporkan kejadian yang menimpa saya mbak. Tolong bantu saya.""Mohon maaf bukanya lancang mengurusi rumah tangga orang lain. Memangnya mbak ada masalah apa?" tanyakuTanpa menjawab apa-apa perempuan itu menyibak baju nya dan tampaklah luka lebam dimana-dimana."KDRT mbak?" tanyaku setengah kaget.Ia menunduk. Dapat ku tangkap saat itu bahwa air matanya juga terjatuh."Bukan hanya dari Juragan Malik tetapi dari istri-istri yang lain.""Memangnya istrinya ada berapa?""Empat mbak."Aku tak habis fikir, buaya juga seorang juragan."Bukanya istri nya ada dua?" tanya ibu."Iya istri sahnya. Kalau yang siri banyak bu. Banyak juga yang cerai. Dan apesnya saya tidak kunjung diceraikan."Aku kasihan dengan wanita itu. Rona wajahnya memang seperti menyimpan beban, serta tekanan yang berat. Aku bantu dia melaporkan apa y

  • ISTRI TUKANG CILOK   37

    Sorot mataku menatap tajam juragan Malik. Ia tidak gentar juga. Silahkan membungsungkan dada saat ini. Tapi akan aku pastikan itu semua tidak berlangsung lama.Setelah berproses mencari bukti itu, dan memang benar dari rekamana CCTV memang mobil juragan Malik lah yang mengangkut material dari rumahku.Langsung aku memberi laporan ke polsek terdekat tentang perkara ini."Lebih baik Mbak pulang saja. Percuma, dia pasti juga bebas,"ujar salah seorang oknum polisi yang menerima laporanku.Semakin geram dong aku."Kenapa ? Takut mati ya?" tanyaku sinis.Polisi tersebut menatapku dengan pandangan tidak suka."Dia bukan malaikaat maut kan pak?" lanjutku."Tetapi dia mampu membayar lebih dari yang seharusnya,""Oh seperti itu."Aku tetap mencoba bersikap santai."Lalu kalau masyarakat seperti saya harus melaporkan kasus seperti ini pada siapa? Bukankah oknum polisi itu tugas nya mengayomi ya? Kok masih kalah dengan uang?"Sontak sang polisi langsung berdiri."Mbak, asli sini kan? Pasti tau

  • ISTRI TUKANG CILOK   36

    "Untuk sementara Airin berhentikan pembangunan rumah bukan karena dana pak tetapi Airin ingin membuktikan kejahatan yang telah menimpa Airin. Karena aku yakin, ada oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan ini."Bapak dan ibu saling tatap."Memangnya siapa yang kamu curigai, Rin?" tanya ibu."Juragan Malik," jawabku lirih.Namun raut muka ibu berubah menjadi panik luar biasa. Kulit ibu yang lumayan putih langsung bersemu merah."Rin, kamu mau apakan dia? Dia bukan orang sembarangan,"Aku menghela nafas pelan. Berdiri menatap langit dari bingkai jendela tempatku dilahirkan." Mau sampai kapan tertindas bu? Ini hidup Airin. Tidak ada yang berhak mengatur bahkan memaksakan kehendakm . Sekalipun yang punya kekuasaan seperti Juragan Malik."Bapak berdiri menyejajarkan tubuhnya denganku."Bapak setuju Rin. Sebenarnya banyak kelicikan serta kecurangan Juragan Malik, namun sebagai kalangan rendah, tidak ada yang berani bertindak. Bertindak sama dengan mati. Kali ini bapak mendukungmu Rin. Bapa

DMCA.com Protection Status