Share

40

Author: Anik Safitri
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Tapi kedatangan kami bukan untuk itu mbak," ujar Devi lirih.

Yanti menautkan alis. Dia heran, lalu apa maksud kedatangan adiknya ini.

"Aku ingin meminjam sertifikat bapak. Kalau tidak boleh, aku ingin meminta warisanku. Untuk tambah biaya kampanye suamiku."

Yanti mulai berkacak pinggang. Dia melotot.

"Bapak dan ibu masih hidup Dev. Kenapa kamu sudah berbicara warisan?"

Nada suara Yanti mulai meninggi.

"Memangnya salah? Toh aku juga anak bapak. Jadi aku juga berhak atas harta bapak."

"Lagipula apa sampai segitunya Dev. Iya kalau suamimu jadi. Kalau enggak ? Uang sudah hilang. Belum lagi kalau kamu pinjam sertifikat. Yang ada suamimu tidak jadi sementara utang menumpuk. Mikir dong."

Devi tertawa kecil meremehkan.

"Tau apa sih mbak kamu tentang strategi politik? Urus hidupmu sendiri. Bodoh sekali bisa ditipu lelaki."

Plakk...

Yanti menampar dengan geram pipi mulus Devi hasil perawatan dengan skincare mahal yang dulu selalu ia pamerkan.

"Apa-apa an kamu? Manusia kere beraninya menampar
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • ISTRI TUKANG CILOK   41

    Bapak tertegun melihat kedatangan Devi. Beliau hanya memandang putrinya itu. Masih sama tidak berubah. Mimik muka dan penampilanya. Bagaimana rona wajahnya jika tidak suka dengan sesuatu."Bapak hanya ingin membantu Airin. Ia punya rumah bahkan sepeserpun bapak sebagai orang tua tidak bisa memberinya,"ujar lirih bapak.Justru Devi berkacak pinggang. Matanya melotot."Memangnya dulu saat Devi membuat rumah, bapak juga membantu begitu?"teriaknya lantang."Ketara sekali sekarang membela Airin. Mentang-mentang sekarang kaya. Bapak juga dari dulu tidak berubah. Selalu melulu tentang uang," lanjutnya tak perduli dengan perasaan bapaknya yang mematung berdiri di depanya.Bapak menghela nafas pelan. "Keadaanya berbeda Devi. Kamu punya suami. Pekerjaanya mapan. Beda dengan Airin yang sudah menjadi janda,""Karena bapak sendiri yang membuat Airin menjadi janda. Sudahlah pak Devi kesini mau pinjam sertifikat rumah,"Bapak yang semula tertunduk lalu mendongakan kepala."Untuk apa Dev?""Untuk t

  • ISTRI TUKANG CILOK   42

    Dan tidak ku sangka yang berdiri di depan pintu adalah Bu Sri. Beliau hanya menundukan kepalanya seraya meremas-remas ujung bajunya."Saya, ma-mau melamar menjadi ART, Rin. Eh nyonya."Aku selidik penuh selidik. Bagaimana bisa Bu Sri yang terkenal sombongnya mau menjadi ART. Di rumahku pula. Yang selalu sirik dengan kehidupan keluarga kami. Bukan hanya dia, tetapi juga Mala anaknya."Ma'af apakah Bu Sri tidak salah?"Dia tertunduk dan dengan pelan menggelengkan kepala. Bahkan beberapa saat, dia juga tidak mau menatapku."Ta tapi Mala,"Bu Sri langsung menyeka sudut matanya. Aku baru tau kalau sedari tadi ia tengah menangis."Kenapa menangis bu? Saya ada salahkah?". Aku panik. Bagaimana tidak, aku tidak tau duduk masalahnya tiba-tiba beliau menangis. Atau jangan-jangan ada kata-kataku yang menyakitinya."Mala tertangkap polisi." ucapnya sesenggukan.Mataku membulat sempurna. Semenjak pindah rumah, aku maupun keluarga memang tidak tahu menahu tentang keadaan keluarga itu."Bagaimana bis

  • ISTRI TUKANG CILOK   43

    Namun lambat laun aku mengambil keputusan. Yang menurutku terbaik. Aku mengikhlaskan sawah yang dibeli bapak dan ibu dari hasil kerjaku dulu untuk ku beri pada Mbak Devi. Memang dirasa sayang, tapi nuraniku memberontak melihat kondisi ibu."Ibu, jangan difikir lagi. Nanti aku akan memberikan sertifikat sawah pada Mbak Devi. Kebutuhan bapak dan ibu biar aku yang memenuhi,"Mata ibu mukai berkaca-kaca. Tanganya melambai mencari tanganku."Terimaksih nak. Untuk semua kebaikanmu. Hatimu bersih seperti malaikat,""Ibu do'akan saja usahaku lancar ya,"Namun ibu justru menangis tergugu."Ibu kenapa? Airin ada salah?""Ya Allah pak. Pekerjaan yang dulu kita remehkan, nyatanya sekarang yang menghidupi kita. Ibu malu Rin. Malu padamu. Terlebih pada almarhum suamimu,"Perih memang yang aku rasakan ini. Hatiku selalu trenyuh kala mengingat Mas Agha. Dia hanya menelan pahitnya tanpa diberi kesempatan sedikitpun mencicipi manisnya."Bang Agha sudah tenang bu. Surga menantinya,""Rin,"panggil bapa

  • ISTRI TUKANG CILOK   44

    Tono hanya melongo saat mendengar panggilan untuknya. Mau menjawab apa, memang namanya bukan Agha. Dan dia juga belum punya anak.Begitu pula dengan Arsy, ia juga terdiam saat berhadapan pria bernama Tono tersebut.Ia hanya reflek. Karena memang Tono semirip itu dengan Almarhum Ayahnya."Eh maaf," ujar Arsy salah tingkah sekaligus tidak enak hati.Tono hanya tersenyum."Iya tidak apa apa. Kamu pasti ingat Ayah ya?"Arsy tersenyum kecil."Hati siapa yang tidak rindu Om setelah kehilangan Ayah. Aku kira ayah hidup lagi." jawab Arsy dengan candanya.Hal tersebut rupanya dilihat oleh Airin dan ibunya."Rin, sepertinya memang Arsy butuh sosok Ayah." Airin hanya tersenyum kecil menanggapi."Tapi yang dibutuhkan Arsy adalah sosok Bang Agha Bu. Bukan yang lainnya. Airin yakin seiring berjalannya waktu, Arsy pasti akan mengerti. Terkadang berdamai dengan keadaan memang tidak semudah itu," jawab Airin dengan bijak.Tahun demi tahun berlalu.Tak terasa putri kecil yang telah ditinggal mati ayah

  • ISTRI TUKANG CILOK   1

    "Jadi aku mengundang kalian kemari untuk merayakan kenaikan jabatan suamiku. Sekarang Mas Danang sudah diangkat menjadi General Manager," kata Berta penuh bangga dengan mata berbinar."Wah selamat ya beb. Kalau suami aku masih stay di asisten direktur. Ya semoga saja suatu saat ketularan menjadi direktur gitu," jawab Fatin."Kalau suami aku sudah betah sih jadi pemilik showroom mobil. Do'akan ya semoga bisa buka cabang yang lebih banyak lagi," lanjut Mala.Aku hanya mengaduk-aduk minumanku. Merasa risih dengan perkataan mereka yang menurutku terlalu pamer. Ajang silarurahmi ini ku rasa telah berubah menjadi ajang pamer pencapaian belaka."Kalau suami kamu Rin?" tanya Fatin."Suaminya kan masih jualan cilok keliling," jawab Mala disertai dengan tawanya.Tetapi tidak dengan Berta dan Fatin. Mereka saling berpandangan. Seperti tidak enak hati dengan sikap Mala."Rin, suami Berta dan Fatin kan jabatanya bagus di perusahaan. Coba deh suruh suamimu melamar disitu. Kali aja bisa. Jadi jadi t

  • ISTRI TUKANG CILOK   2

    "Mala," panggilku.Ia menoleh dan tersenyum padaku dengan tangan melambai. Tidak ada ekspresi gugup darinya.Mungkin aku yang terlalu berprasangka buruk padanya."Kamu ada perlu apa kesini?" tanyaku."Aku bosan dengan handphone ku. Jadi aku investasikan buat di rental saja. Biasalah, jiwa bisnis kan ngikut dengan suamiku," jawabnya.Aku tersenyum kecil. "Kamu sendiri ada perlu apa kesini Rin? Bukanya rumah kamu masuk gang. Jauh lho. Nggak bawa payung lagi. Nanti hitam lho. Eh tapi kamu sudah terbiasa ya tidak pakek skincare," Aku menelan ludah. Begitukah cara orang kaya bertutur kata?"Kamu itu kan orang kaya Mal. Apa iya tidak tahu trend? Sekarang yang hitam-hitam lebih eksotis lho,""Aku kesini mau beli paketan buat Bang Agha," lanjutku.Dia tertawa sembari melipat tanganya di dada."Ngapain harus jauh-jauh sih Rin. Pakai M-Banking kan bisa," katanya dengan tawa meremehkan..Aku mengibaskan tangan."Aduh mana sempat aku menabung ke bank segala Mal. Aku sibuk sekali, apalagi kalau

  • ISTRI TUKANG CILOK   3

    "Coba ibu tanya KTP suami Mbak Mala kalau kesini. Pasti tidak ada. Itu kan syarat untuk rental mobil,""Kamu kenapa seperti itu Gung? Sakit hati karena pernah ditolak Mala?" godaku.Agung salah tingkah. Di usianya yang sudah dua puluh lima tahun, ia memang belum menikah."Ah enggak. Dunia juga tidak akan runtuh hanya gara-gara si Mala," kilahnya.Aku hanya tertawa kecil."Sudah Gung. Kamu temani bapak di depan. Kamu itu laki-laki kok suka nya ke dapur,""Biarin lah bu. Tidak ada ya bantu Mbak Airin. Biar Agung saja,"Aku tersenyum kecil kepada adik kesayanganku ini. Memang aku yang paling dekat denganya, juga karena usia kami juga tidak terpaut jauh. "Rin, benar apa kata Mbak Yanti tadi. Lebih baik si Agha itu suruh cari kerja lain saja. Walaupun ijazah SMP, setidaknya penghasilanya pasti begitu." lanjut ibu lagi.Sebenarnya ada rasa tidak enak dalam hati, selalu ibu mengulik tentang profesi suamiku."Tetapi sejauh ini alhamdulillah hidup kami masih cukup bu,""Kamu itu susah dibilan

  • ISTRI TUKANG CILOK   4

    Apalagi aku ragu dengan keaslian emas yang dipakai Mala. Rasa-rasanya emas aslipun tidak mengkilat seperti itu warnanya."Bos itu ya seperti suaminya Mala, Rin. Punya showroom mobil terkenal," kata bapak."Emang bapak pernah lihat showrom nya? Airin saja tidak mengenalnya. Zaman sekarang banyak lho pak yang pura-pura kaya. Ngakunya punya mobil. Eh ternyata mobil rentalan. Ups," ucapku setengah tertawa sembari menutup mulut.Mala menjebik ke arahku. Sukurin. "Kenapa Airin menganggap Mas Agha itu bos? Karena sekecil apapun usahanya dia tetap owner. Kita tidak pernah tau kehidupan kedepanya. Ingat tidak kisah tentang Bob Sadino? Ah pasti Mala nggak tau. Di sekolah tidur saja sih," lanjutku penuh keyakinan.Agung yang melihat dari jauh tampak mengisyaratkan jempolnya padaku, yang aku balas dengan senyuman kecil."Halah percuma pintar. Sekarang apa?" jawab Mala dengan mengangankat bahu dan senyum sinis seolah meremehkanku."Setiap masa ada fasenya. Memang saat ini aku tidak berlimpah mate

Latest chapter

  • ISTRI TUKANG CILOK   44

    Tono hanya melongo saat mendengar panggilan untuknya. Mau menjawab apa, memang namanya bukan Agha. Dan dia juga belum punya anak.Begitu pula dengan Arsy, ia juga terdiam saat berhadapan pria bernama Tono tersebut.Ia hanya reflek. Karena memang Tono semirip itu dengan Almarhum Ayahnya."Eh maaf," ujar Arsy salah tingkah sekaligus tidak enak hati.Tono hanya tersenyum."Iya tidak apa apa. Kamu pasti ingat Ayah ya?"Arsy tersenyum kecil."Hati siapa yang tidak rindu Om setelah kehilangan Ayah. Aku kira ayah hidup lagi." jawab Arsy dengan candanya.Hal tersebut rupanya dilihat oleh Airin dan ibunya."Rin, sepertinya memang Arsy butuh sosok Ayah." Airin hanya tersenyum kecil menanggapi."Tapi yang dibutuhkan Arsy adalah sosok Bang Agha Bu. Bukan yang lainnya. Airin yakin seiring berjalannya waktu, Arsy pasti akan mengerti. Terkadang berdamai dengan keadaan memang tidak semudah itu," jawab Airin dengan bijak.Tahun demi tahun berlalu.Tak terasa putri kecil yang telah ditinggal mati ayah

  • ISTRI TUKANG CILOK   43

    Namun lambat laun aku mengambil keputusan. Yang menurutku terbaik. Aku mengikhlaskan sawah yang dibeli bapak dan ibu dari hasil kerjaku dulu untuk ku beri pada Mbak Devi. Memang dirasa sayang, tapi nuraniku memberontak melihat kondisi ibu."Ibu, jangan difikir lagi. Nanti aku akan memberikan sertifikat sawah pada Mbak Devi. Kebutuhan bapak dan ibu biar aku yang memenuhi,"Mata ibu mukai berkaca-kaca. Tanganya melambai mencari tanganku."Terimaksih nak. Untuk semua kebaikanmu. Hatimu bersih seperti malaikat,""Ibu do'akan saja usahaku lancar ya,"Namun ibu justru menangis tergugu."Ibu kenapa? Airin ada salah?""Ya Allah pak. Pekerjaan yang dulu kita remehkan, nyatanya sekarang yang menghidupi kita. Ibu malu Rin. Malu padamu. Terlebih pada almarhum suamimu,"Perih memang yang aku rasakan ini. Hatiku selalu trenyuh kala mengingat Mas Agha. Dia hanya menelan pahitnya tanpa diberi kesempatan sedikitpun mencicipi manisnya."Bang Agha sudah tenang bu. Surga menantinya,""Rin,"panggil bapa

  • ISTRI TUKANG CILOK   42

    Dan tidak ku sangka yang berdiri di depan pintu adalah Bu Sri. Beliau hanya menundukan kepalanya seraya meremas-remas ujung bajunya."Saya, ma-mau melamar menjadi ART, Rin. Eh nyonya."Aku selidik penuh selidik. Bagaimana bisa Bu Sri yang terkenal sombongnya mau menjadi ART. Di rumahku pula. Yang selalu sirik dengan kehidupan keluarga kami. Bukan hanya dia, tetapi juga Mala anaknya."Ma'af apakah Bu Sri tidak salah?"Dia tertunduk dan dengan pelan menggelengkan kepala. Bahkan beberapa saat, dia juga tidak mau menatapku."Ta tapi Mala,"Bu Sri langsung menyeka sudut matanya. Aku baru tau kalau sedari tadi ia tengah menangis."Kenapa menangis bu? Saya ada salahkah?". Aku panik. Bagaimana tidak, aku tidak tau duduk masalahnya tiba-tiba beliau menangis. Atau jangan-jangan ada kata-kataku yang menyakitinya."Mala tertangkap polisi." ucapnya sesenggukan.Mataku membulat sempurna. Semenjak pindah rumah, aku maupun keluarga memang tidak tahu menahu tentang keadaan keluarga itu."Bagaimana bis

  • ISTRI TUKANG CILOK   41

    Bapak tertegun melihat kedatangan Devi. Beliau hanya memandang putrinya itu. Masih sama tidak berubah. Mimik muka dan penampilanya. Bagaimana rona wajahnya jika tidak suka dengan sesuatu."Bapak hanya ingin membantu Airin. Ia punya rumah bahkan sepeserpun bapak sebagai orang tua tidak bisa memberinya,"ujar lirih bapak.Justru Devi berkacak pinggang. Matanya melotot."Memangnya dulu saat Devi membuat rumah, bapak juga membantu begitu?"teriaknya lantang."Ketara sekali sekarang membela Airin. Mentang-mentang sekarang kaya. Bapak juga dari dulu tidak berubah. Selalu melulu tentang uang," lanjutnya tak perduli dengan perasaan bapaknya yang mematung berdiri di depanya.Bapak menghela nafas pelan. "Keadaanya berbeda Devi. Kamu punya suami. Pekerjaanya mapan. Beda dengan Airin yang sudah menjadi janda,""Karena bapak sendiri yang membuat Airin menjadi janda. Sudahlah pak Devi kesini mau pinjam sertifikat rumah,"Bapak yang semula tertunduk lalu mendongakan kepala."Untuk apa Dev?""Untuk t

  • ISTRI TUKANG CILOK   40

    "Tapi kedatangan kami bukan untuk itu mbak," ujar Devi lirih.Yanti menautkan alis. Dia heran, lalu apa maksud kedatangan adiknya ini."Aku ingin meminjam sertifikat bapak. Kalau tidak boleh, aku ingin meminta warisanku. Untuk tambah biaya kampanye suamiku."Yanti mulai berkacak pinggang. Dia melotot."Bapak dan ibu masih hidup Dev. Kenapa kamu sudah berbicara warisan?"Nada suara Yanti mulai meninggi."Memangnya salah? Toh aku juga anak bapak. Jadi aku juga berhak atas harta bapak.""Lagipula apa sampai segitunya Dev. Iya kalau suamimu jadi. Kalau enggak ? Uang sudah hilang. Belum lagi kalau kamu pinjam sertifikat. Yang ada suamimu tidak jadi sementara utang menumpuk. Mikir dong."Devi tertawa kecil meremehkan. "Tau apa sih mbak kamu tentang strategi politik? Urus hidupmu sendiri. Bodoh sekali bisa ditipu lelaki."Plakk...Yanti menampar dengan geram pipi mulus Devi hasil perawatan dengan skincare mahal yang dulu selalu ia pamerkan."Apa-apa an kamu? Manusia kere beraninya menampar

  • ISTRI TUKANG CILOK   39

    "Bagaimana ya mbak. Kalau mbak ikut kan jadi serumah ada tiga keluarga. Pamali mbak," jawabku."Iya Nduk. Benar kata Airin," lanjut ibuMbak Yanti melengos dengan muka kesal dan menatap kami dengan tajam."Jadi bapak dan ibu sekarang membela Airin? Mentang-mentang kaya?" tanyanya sembari berkacak pinggang."Yanti, ini bukan maslah membela siapa. Tetapi apa yang dikatakan Airin saat ini itu benar. Kita orang jawa yang masih menjujung tinggi adat istiadat," kata bapak mencoba menengahi."Kalau gitu bangunkan aku rumah dong Rin," kata Mbak Yanti dengan entengnya."Mbak kira bangun rumah itu kayak beli tempe? Mbak sedari dulu terlalu membanggakan suami, mengandalkan suami. Jadi nya gini kan. Tidak bisa mandiri."Aku mulai kesal. Perangai Mbak Yanti sedikitpin tidak berubah walau sudah mendapat teguran.Bapak hanya menggelengkan kepala."Dasar pelit. Aku minta Devi aja lah. Sebentar lagi kan suaminya jadi bupati. Gampanglah kalau sekedar membangunkan rumah.""Sudah sudah. Kalau mau, tingga

  • ISTRI TUKANG CILOK   38

    "Terimakasih karena laporanya akhirnya saya bisa bebas dan menuntut cerai," kata wanita itu lirih dan terisak.Aku menautkan alis. Saling bertatap dengan ibu."Saya juga akan melaporkan kejadian yang menimpa saya mbak. Tolong bantu saya.""Mohon maaf bukanya lancang mengurusi rumah tangga orang lain. Memangnya mbak ada masalah apa?" tanyakuTanpa menjawab apa-apa perempuan itu menyibak baju nya dan tampaklah luka lebam dimana-dimana."KDRT mbak?" tanyaku setengah kaget.Ia menunduk. Dapat ku tangkap saat itu bahwa air matanya juga terjatuh."Bukan hanya dari Juragan Malik tetapi dari istri-istri yang lain.""Memangnya istrinya ada berapa?""Empat mbak."Aku tak habis fikir, buaya juga seorang juragan."Bukanya istri nya ada dua?" tanya ibu."Iya istri sahnya. Kalau yang siri banyak bu. Banyak juga yang cerai. Dan apesnya saya tidak kunjung diceraikan."Aku kasihan dengan wanita itu. Rona wajahnya memang seperti menyimpan beban, serta tekanan yang berat. Aku bantu dia melaporkan apa y

  • ISTRI TUKANG CILOK   37

    Sorot mataku menatap tajam juragan Malik. Ia tidak gentar juga. Silahkan membungsungkan dada saat ini. Tapi akan aku pastikan itu semua tidak berlangsung lama.Setelah berproses mencari bukti itu, dan memang benar dari rekamana CCTV memang mobil juragan Malik lah yang mengangkut material dari rumahku.Langsung aku memberi laporan ke polsek terdekat tentang perkara ini."Lebih baik Mbak pulang saja. Percuma, dia pasti juga bebas,"ujar salah seorang oknum polisi yang menerima laporanku.Semakin geram dong aku."Kenapa ? Takut mati ya?" tanyaku sinis.Polisi tersebut menatapku dengan pandangan tidak suka."Dia bukan malaikaat maut kan pak?" lanjutku."Tetapi dia mampu membayar lebih dari yang seharusnya,""Oh seperti itu."Aku tetap mencoba bersikap santai."Lalu kalau masyarakat seperti saya harus melaporkan kasus seperti ini pada siapa? Bukankah oknum polisi itu tugas nya mengayomi ya? Kok masih kalah dengan uang?"Sontak sang polisi langsung berdiri."Mbak, asli sini kan? Pasti tau

  • ISTRI TUKANG CILOK   36

    "Untuk sementara Airin berhentikan pembangunan rumah bukan karena dana pak tetapi Airin ingin membuktikan kejahatan yang telah menimpa Airin. Karena aku yakin, ada oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan ini."Bapak dan ibu saling tatap."Memangnya siapa yang kamu curigai, Rin?" tanya ibu."Juragan Malik," jawabku lirih.Namun raut muka ibu berubah menjadi panik luar biasa. Kulit ibu yang lumayan putih langsung bersemu merah."Rin, kamu mau apakan dia? Dia bukan orang sembarangan,"Aku menghela nafas pelan. Berdiri menatap langit dari bingkai jendela tempatku dilahirkan." Mau sampai kapan tertindas bu? Ini hidup Airin. Tidak ada yang berhak mengatur bahkan memaksakan kehendakm . Sekalipun yang punya kekuasaan seperti Juragan Malik."Bapak berdiri menyejajarkan tubuhnya denganku."Bapak setuju Rin. Sebenarnya banyak kelicikan serta kecurangan Juragan Malik, namun sebagai kalangan rendah, tidak ada yang berani bertindak. Bertindak sama dengan mati. Kali ini bapak mendukungmu Rin. Bapa

DMCA.com Protection Status