Share

2

Penulis: Anik Safitri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-24 11:52:15

"Mala," panggilku.

Ia menoleh dan tersenyum padaku dengan tangan melambai. Tidak ada ekspresi gugup darinya.

Mungkin aku yang terlalu berprasangka buruk padanya.

"Kamu ada perlu apa kesini?" tanyaku.

"Aku bosan dengan handphone ku. Jadi aku investasikan buat di rental saja. Biasalah, jiwa bisnis kan ngikut dengan suamiku," jawabnya.

Aku tersenyum kecil. 

"Kamu sendiri ada perlu apa kesini Rin? Bukanya rumah kamu masuk gang. Jauh lho. Nggak bawa payung lagi. Nanti hitam lho. Eh tapi kamu sudah terbiasa ya tidak pakek skincare," 

Aku menelan ludah. Begitukah cara orang kaya bertutur kata?

"Kamu itu kan orang kaya Mal. Apa iya tidak tahu trend? Sekarang yang hitam-hitam lebih eksotis lho,"

"Aku kesini mau beli paketan buat Bang Agha," lanjutku.

Dia tertawa sembari melipat tanganya di dada.

"Ngapain harus jauh-jauh sih Rin. Pakai M-Banking kan bisa," katanya dengan tawa meremehkan..

Aku mengibaskan tangan.

"Aduh mana sempat aku menabung ke bank segala Mal. Aku sibuk sekali, apalagi kalau sudah kumpul bersama suami dan anak. Rasanya enggan keluar rumah,"

Mala menatapku dengan tatapan tidak suka. Dan aku suka itu. Tersindirkah? Makanya jangan suka sombong.

"Memang sih, Mas Dion itu kerja dari pagi smapai malam. Tetapi kan menghasilkan,"

Lah dipikir suamiku jualan cilok itu juga tidak menghasilkan? Lagipula aku heran suaminya kan bos, kenapa harus ikut kerja dari pagi sampai malam? Bukanya ada karyawanya?

"Yasudah deh Rin. Aku pulang dulu ya," pamitnya.

"Oh iya. Kamu dijemput ya?"

" Enggak. Naik Go Ride,"

"Suamimu kan punya showroom, kenapa justru naik ojek Mal? Kalau suami mu repot naik taksi online saja,"

"Enggak ah Rin. Bosan pakai AC terus. Kali ini pengen naik yang AC alami." kilahnya.

Ada ya orang kaya bosan dengan AC ? Aneh.

*

"Besok itu akhir pekan ya bang?"

Bang Agha mengangguk.

"Harus ya besok kumpul ke rumah bapak ibu?"

"Biasanya kan juga begitu dik. Justru aku salut dengan keluargamu. Menjunjung tinggi silaturahmi,"

Aku membuang nafas pelan. Menatap jendela. 

"Aku lelah bang selalu menjadi perbandingan," ucapku lirih.

"Karena suamimu hanya penjual cilok?"

Aku diam. Bukanya tidak bersyukur, karena memang itu yang menjadi topiknya.

"Suatu saat mereka pasti berubah dik,"

Aku sanksi dengan ucapan Bang Agha. Rasanya seperti halu, seperti suatu yang mustahil. Apalagi anak ku Arsy, adalah cucu yang paling kecil tapi bapak dan ibu tidak sebegitu dekat memperlakukanya

"Masih roda dua saja Rin. Lihat tuh si Mala kalau berkunjung ke rumah ibunya sudah pakai roda empat," sindir Mbak Yanti.

"Dulu sih sekolahnya lebih pintar Airin tetapi cari jodohnya lebih pintar Mala," lanjut Mbak Devi

Mereka semua tertawa. Merasa lucu? Bahagia? Tapi aku sakit terhina. Jika strata sosial berbicara, apakah memang ikatan darah tiada bermakna?

"Rin, coba deh si Agha itu suruh melamar pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Berapa sih yang di dapat hanya dari jualan cilok? Lihat tuh si Arsy tubuhnya sudah seperti cilok,"kata Mbak Yanti.

"Mbak tidak bisa membedakan mana balita yang cukup gizi sama yang enggak ? Udah anak dua lho mbak. Reyhan dan Risma, sudah seperti angka sebelas kalau berjalan. Katanya mbak orang berada, bisalah menyeimbangkan gizi anak,"

Muka Mbak Yanti langsung merah bak kepiting rebus

Sebenarnya aku tidak suka dengan body shaming. Tetapi jika itu menyangkut anak ku, Demi Allah aku tidak rela. Anak ku memang bertubuh gemuk dan montok. Tetapi tidak mungkin, bayi sekecil Arsy sudah aku beri makan cilok.

"Ndhuk, bantu ibu di dapur. Kok malah asyik disini,"

Ibu yang tiba-tiba datang mengagetkan kami. Tetapi jelas perintah itu untuk ku. Bukan untuk Mbak Yanti dan Mbak Devi. Bapak dan Ibu tidak berani menyuruh mereka. Apalagi kalau bukan tentang uang.

Aku menitipkan Arsy pada Mas Agha. 

"Senyum dek. Ikhlas lilahita'ala. Hadiahnya surga,". Sepertinya ia memang tau kemelut hatiku. Seperti di anak tirikan dalam keluarga hanya karena materi.

"Coba kalau seperti si Mala, anak Bu Sri itu. Tidak perlu masak, setiap kesini selalu membawakan beraneka jenis makanan," ucap ibu.

Tentu kalimat itu menusuk batinku. Seolah aku ini tiada berartinya sebagai anak. 

"Mobilnya saja setiap pulang, selalu gonta - ganti," lanjut ibu.

"Itu mobil rentalan," celetuk Agung, adik ku, si anak bungsu.

"Hust, jangan asal bicara kamu Le. Kalau kedengaran Bu Sri, bisa ngamuk dia,"

"Memang benar bu, Agung bisa membuktikan...

???

Bab terkait

  • ISTRI TUKANG CILOK   3

    "Coba ibu tanya KTP suami Mbak Mala kalau kesini. Pasti tidak ada. Itu kan syarat untuk rental mobil,""Kamu kenapa seperti itu Gung? Sakit hati karena pernah ditolak Mala?" godaku.Agung salah tingkah. Di usianya yang sudah dua puluh lima tahun, ia memang belum menikah."Ah enggak. Dunia juga tidak akan runtuh hanya gara-gara si Mala," kilahnya.Aku hanya tertawa kecil."Sudah Gung. Kamu temani bapak di depan. Kamu itu laki-laki kok suka nya ke dapur,""Biarin lah bu. Tidak ada ya bantu Mbak Airin. Biar Agung saja,"Aku tersenyum kecil kepada adik kesayanganku ini. Memang aku yang paling dekat denganya, juga karena usia kami juga tidak terpaut jauh. "Rin, benar apa kata Mbak Yanti tadi. Lebih baik si Agha itu suruh cari kerja lain saja. Walaupun ijazah SMP, setidaknya penghasilanya pasti begitu." lanjut ibu lagi.Sebenarnya ada rasa tidak enak dalam hati, selalu ibu mengulik tentang profesi suamiku."Tetapi sejauh ini alhamdulillah hidup kami masih cukup bu,""Kamu itu susah dibilan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • ISTRI TUKANG CILOK   4

    Apalagi aku ragu dengan keaslian emas yang dipakai Mala. Rasa-rasanya emas aslipun tidak mengkilat seperti itu warnanya."Bos itu ya seperti suaminya Mala, Rin. Punya showroom mobil terkenal," kata bapak."Emang bapak pernah lihat showrom nya? Airin saja tidak mengenalnya. Zaman sekarang banyak lho pak yang pura-pura kaya. Ngakunya punya mobil. Eh ternyata mobil rentalan. Ups," ucapku setengah tertawa sembari menutup mulut.Mala menjebik ke arahku. Sukurin. "Kenapa Airin menganggap Mas Agha itu bos? Karena sekecil apapun usahanya dia tetap owner. Kita tidak pernah tau kehidupan kedepanya. Ingat tidak kisah tentang Bob Sadino? Ah pasti Mala nggak tau. Di sekolah tidur saja sih," lanjutku penuh keyakinan.Agung yang melihat dari jauh tampak mengisyaratkan jempolnya padaku, yang aku balas dengan senyuman kecil."Halah percuma pintar. Sekarang apa?" jawab Mala dengan mengangankat bahu dan senyum sinis seolah meremehkanku."Setiap masa ada fasenya. Memang saat ini aku tidak berlimpah mate

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • ISTRI TUKANG CILOK   5

    "Jangan dimakan," teriak ku lantang.Semua menoleh ke arahku dengan tatapan heran. Aku mengambil satu hotdog dari tangan bapak. Lalu menunjukan ke semua orang."Lihat ini berjamur. Jangan dikonsumsi pak. Nanti justru sakit," cegahku.Mbak Yanti mengambil alih hotdog itu dari tangan ku. Ia juga tampak menelitinya."Tidak apa-apa ini. Usus manusia sudah kebal Rin makan seperti ini. Lagipula kapan lagi ada seorang anak yang mengerti membawa sesuatu untuk orang tua saat berkunjung," ujar nya seraya melirik ke arahku.Aku menunduk. Aku sadar ucapan Mbak Yanti adalah sindiran untuk ku. Aku memang tidak membawa tentengan tas ataupun oleh - oleh, Tapi tanpa mereka tahu aku menyelipkan uang kepada bapak dan ibu, walau jumlahnya tidak seberapa. Apa dengan cara yang ku lakukan, aku harus melakukanya kembali di depan kedua kakak ku. Aku tidak suka pribadi yang berlebih untuk dipamerkan. Biarlah ini menjadi rahasia ku dan Allah. Entah bapak dan ibu tidak menceritakan pada Mbak Yanti dan Mbak Devi

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • ISTRI TUKANG CILOK   6

    Semua diam. Biasanya aku diam saat dihina, saat dibedakan. Tetapi kali ini rasa sesak sudah memenuhi rongga dada. Aku sakit, menjadi perbandingan bahkan dengan orang lain. Apa yang terlihat indah, belum tentu akan selalu indah bukan?Suami ku seorang tukang cilok yang membuat mereka menganggapku berbeda adalah sosok laki-laki yang baik di kirim Allah untuk ku. Qodarulloh selama pernikahanku dengan Mas Agha, belum pernah sekalipun air mata ku menetes karenanya."Sudah, sudah. Bapak tidak mau selepas pulang dari sini kalian bermusuhan. Ayo minta maaf," perintah bapak dengan tegas.Kami pun saling bersalaman. Tetapi entah ada rasa tulus dari dalam hati atau tidak. Makan siang yang kami lewatkan juga terasa hambar dan dingin sebelum kedua kakak ku berpamit untuk pulang dulu."Jangan semua selalu kamu ambil hati, Rin. Pasti ada pembelajaranya juga," ujar bapak."Pembelajararan apa pak? Pembelajaran kalau Airin harus bisa seperti Mala?"Bapak menyedot rokok kreteknya dalam-dalam."Kamu adi

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • ISTRI TUKANG CILOK   7

    Bang Agha menyandarkan diri di tembok dengan lemas. Berkali - kali ia mengucap istigfar. Tetapi ia sadar harus segera pulang. Sepahit apapun istrinya harus tau kenyataanya."Bang, kok balik lagi? Ada yang ketinggalan?"Bang Agha tidak menjawab, justru ia bersimpuh di kaki ku sembari menangis. Aku yang masih belum mengerti apa-apa, kaget sekaligus bingung."Berdiri bang. Jangan seperti ini. Aku istrimu. Tidak pantas rasanya,"Aku dudukan Bang Agha pada kursi."Kenapa Bang? Ada apa?" tanyaku cemas."Kita tertipu dik. Orderan kemarin itu fiktif. Orangnya sudah pindah,"Kini berganti aku yang menyandarkan diri pada kursi. Kenapa tega melakukan ini pada pedagang kecil seperti kami yang untungnya juga tidak seberapa."Semua kontak abang diblokir dik,""Abang masih menyimpan nomornya ?"Bang Agha mengangguk, lalu menyerahlan ponselnya padaku. Segera aku save nomor nya di handphone ku. Dalam akun di aplikasi hijau hanya ada foto profil gambar kartun. Dan kini aku mencoba menghubungi nya. Cen

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • ISTRI TUKANG CILOK   8

    Aku melangkah pergi dengan geram. Biarlah dia bertanya dengan diri sendiri seperti apa kebodohanya itu. "Bagaimana dik?" tanya Bang Agha.Aku menghela nafas kasar."Kita salah bang. Mengharap pertolongan dari simbahnya dedemit,""Mala?""Iya bang. Siapa lagi. Dikasih juga tidak. Justru dihina. Bilang aja dia aslinya itu tidak kaya. Dramaqueen,"Aku menyandarkan diri di kursi. Ku lihat Arsy masih terlelap. Ada rasa bersalah jika kelak Arsy besar, aku tidak bisa menjamin masa depanya. Aku harus bangkit. Tapi entah darimana mulainya."Dik, bagaimana kalau cilok cilok ini kita bagikan pada tetangga. Dan juga buat bapak dan ibu ?"Aku setuju. Biarlah mungkin kali ini, Tuhan sedang memintaku untuk berbagi. Seperti yang aku pernah hilang tidak ada kebaikan yang sia-sia. Sekecil apapun itu.Motor butut kami berhenti di pelataran rumah. Ku lihat bapak dan ibu sedang bersantai di teras. Tetapi seperti biasa, tidak ada yang menyambut kami dengan senyuman.Kami tetap menyalami mereka dengan tak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • ISTRI TUKANG CILOK   9

    Aku dan Bang Agha membuka amplop pemberian Agung dengan bismillah. Dan Kuasa Allah, jumlahnya lebih besar dari kerugian yang aku perkirakan. Ujian Allah hanya sebesar lubang jarum, tapi anugrah dari Nya seluas samudra."Bang bagaimana kalau kita membuat inovasi baru?""Maksutnya dik?""Ya kita selama ini kan hanya membuat cilok bumbu kacang sama cilok kuah. Kita buat yang lain begitu? Cilok goreng, Cilok beranak, Cilok bumbu Rujak. Kita promosikan di internet . Kan di aplikasi biru sekarang banyak grup - grup kuliner begitu,""Terserah kamu saja dik. Abang ikut aja sama magnet rezeki,"Kini aku kembali lagi aktif di dunia maya. Aku mulai gencar mempromosikan inovasi baru kami. Dan Qodarulloh, postinganku banyak mendapat respon positif. Orderan pun berdatangan. Dan tentu kami lebih selektif lagi agar kejadian tempo hari tidak terulang lagi.[ Rin, besok memakai baju berwarna abu-abu ]Begitu titah Mbak Devi melalui pesan di aplikasi hijau. 'Mungkin ada kendala pada seragam,' pikirku s

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • ISTRI TUKANG CILOK   10

    Mereka menatap kesal ke arah ku. Tapi aku sama sekali tidak perduli itu. Mungkin ini saatnya aku untuk tega."Mbak Airin, tidak diberi seragam?" tanya Agung.Aku menggeleng. "Keterlaluan sekali," kata Agung dengan tangan mengepal.Aku menahan tanganya untuk menghampiri Mbak Yanti dan Mbak Devi."Jangan Gung. Lagipula kami lebih senang berpakaian seperti ini. Daripada seperti lontong begitu.""Tapi aku tidak bisa tinggal diam. Mbak Airin diperlakukan berbeda,""Mbak, kenapa Mbak Airin tidak diberi seragam? Padahal Agung sudah menjatah kan kain untuk keluarganya ?"Mbak Devi mengibaskan tangan."Ah sudahlah Gung. Paling juga mereka tidak mampu untuk menjahit bajunya. Lihat sekarang kami kebingungan. Baju jahitan kami tidak sesuai,""Asal kalian tau, Baju yang dikenakan keluarga Mbak Airin jauh lebih baik dari sekedar ini mbak,"Agung menutup mukanya."Ya Allah," rintihnya. Dia seperti lelah menghadapi perbandingan antar keluarganya."Gung, sudahlah ini hanya seragam. Yang terpenting a

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-09

Bab terbaru

  • ISTRI TUKANG CILOK   44

    Tono hanya melongo saat mendengar panggilan untuknya. Mau menjawab apa, memang namanya bukan Agha. Dan dia juga belum punya anak.Begitu pula dengan Arsy, ia juga terdiam saat berhadapan pria bernama Tono tersebut.Ia hanya reflek. Karena memang Tono semirip itu dengan Almarhum Ayahnya."Eh maaf," ujar Arsy salah tingkah sekaligus tidak enak hati.Tono hanya tersenyum."Iya tidak apa apa. Kamu pasti ingat Ayah ya?"Arsy tersenyum kecil."Hati siapa yang tidak rindu Om setelah kehilangan Ayah. Aku kira ayah hidup lagi." jawab Arsy dengan candanya.Hal tersebut rupanya dilihat oleh Airin dan ibunya."Rin, sepertinya memang Arsy butuh sosok Ayah." Airin hanya tersenyum kecil menanggapi."Tapi yang dibutuhkan Arsy adalah sosok Bang Agha Bu. Bukan yang lainnya. Airin yakin seiring berjalannya waktu, Arsy pasti akan mengerti. Terkadang berdamai dengan keadaan memang tidak semudah itu," jawab Airin dengan bijak.Tahun demi tahun berlalu.Tak terasa putri kecil yang telah ditinggal mati ayah

  • ISTRI TUKANG CILOK   43

    Namun lambat laun aku mengambil keputusan. Yang menurutku terbaik. Aku mengikhlaskan sawah yang dibeli bapak dan ibu dari hasil kerjaku dulu untuk ku beri pada Mbak Devi. Memang dirasa sayang, tapi nuraniku memberontak melihat kondisi ibu."Ibu, jangan difikir lagi. Nanti aku akan memberikan sertifikat sawah pada Mbak Devi. Kebutuhan bapak dan ibu biar aku yang memenuhi,"Mata ibu mukai berkaca-kaca. Tanganya melambai mencari tanganku."Terimaksih nak. Untuk semua kebaikanmu. Hatimu bersih seperti malaikat,""Ibu do'akan saja usahaku lancar ya,"Namun ibu justru menangis tergugu."Ibu kenapa? Airin ada salah?""Ya Allah pak. Pekerjaan yang dulu kita remehkan, nyatanya sekarang yang menghidupi kita. Ibu malu Rin. Malu padamu. Terlebih pada almarhum suamimu,"Perih memang yang aku rasakan ini. Hatiku selalu trenyuh kala mengingat Mas Agha. Dia hanya menelan pahitnya tanpa diberi kesempatan sedikitpun mencicipi manisnya."Bang Agha sudah tenang bu. Surga menantinya,""Rin,"panggil bapa

  • ISTRI TUKANG CILOK   42

    Dan tidak ku sangka yang berdiri di depan pintu adalah Bu Sri. Beliau hanya menundukan kepalanya seraya meremas-remas ujung bajunya."Saya, ma-mau melamar menjadi ART, Rin. Eh nyonya."Aku selidik penuh selidik. Bagaimana bisa Bu Sri yang terkenal sombongnya mau menjadi ART. Di rumahku pula. Yang selalu sirik dengan kehidupan keluarga kami. Bukan hanya dia, tetapi juga Mala anaknya."Ma'af apakah Bu Sri tidak salah?"Dia tertunduk dan dengan pelan menggelengkan kepala. Bahkan beberapa saat, dia juga tidak mau menatapku."Ta tapi Mala,"Bu Sri langsung menyeka sudut matanya. Aku baru tau kalau sedari tadi ia tengah menangis."Kenapa menangis bu? Saya ada salahkah?". Aku panik. Bagaimana tidak, aku tidak tau duduk masalahnya tiba-tiba beliau menangis. Atau jangan-jangan ada kata-kataku yang menyakitinya."Mala tertangkap polisi." ucapnya sesenggukan.Mataku membulat sempurna. Semenjak pindah rumah, aku maupun keluarga memang tidak tahu menahu tentang keadaan keluarga itu."Bagaimana bis

  • ISTRI TUKANG CILOK   41

    Bapak tertegun melihat kedatangan Devi. Beliau hanya memandang putrinya itu. Masih sama tidak berubah. Mimik muka dan penampilanya. Bagaimana rona wajahnya jika tidak suka dengan sesuatu."Bapak hanya ingin membantu Airin. Ia punya rumah bahkan sepeserpun bapak sebagai orang tua tidak bisa memberinya,"ujar lirih bapak.Justru Devi berkacak pinggang. Matanya melotot."Memangnya dulu saat Devi membuat rumah, bapak juga membantu begitu?"teriaknya lantang."Ketara sekali sekarang membela Airin. Mentang-mentang sekarang kaya. Bapak juga dari dulu tidak berubah. Selalu melulu tentang uang," lanjutnya tak perduli dengan perasaan bapaknya yang mematung berdiri di depanya.Bapak menghela nafas pelan. "Keadaanya berbeda Devi. Kamu punya suami. Pekerjaanya mapan. Beda dengan Airin yang sudah menjadi janda,""Karena bapak sendiri yang membuat Airin menjadi janda. Sudahlah pak Devi kesini mau pinjam sertifikat rumah,"Bapak yang semula tertunduk lalu mendongakan kepala."Untuk apa Dev?""Untuk t

  • ISTRI TUKANG CILOK   40

    "Tapi kedatangan kami bukan untuk itu mbak," ujar Devi lirih.Yanti menautkan alis. Dia heran, lalu apa maksud kedatangan adiknya ini."Aku ingin meminjam sertifikat bapak. Kalau tidak boleh, aku ingin meminta warisanku. Untuk tambah biaya kampanye suamiku."Yanti mulai berkacak pinggang. Dia melotot."Bapak dan ibu masih hidup Dev. Kenapa kamu sudah berbicara warisan?"Nada suara Yanti mulai meninggi."Memangnya salah? Toh aku juga anak bapak. Jadi aku juga berhak atas harta bapak.""Lagipula apa sampai segitunya Dev. Iya kalau suamimu jadi. Kalau enggak ? Uang sudah hilang. Belum lagi kalau kamu pinjam sertifikat. Yang ada suamimu tidak jadi sementara utang menumpuk. Mikir dong."Devi tertawa kecil meremehkan. "Tau apa sih mbak kamu tentang strategi politik? Urus hidupmu sendiri. Bodoh sekali bisa ditipu lelaki."Plakk...Yanti menampar dengan geram pipi mulus Devi hasil perawatan dengan skincare mahal yang dulu selalu ia pamerkan."Apa-apa an kamu? Manusia kere beraninya menampar

  • ISTRI TUKANG CILOK   39

    "Bagaimana ya mbak. Kalau mbak ikut kan jadi serumah ada tiga keluarga. Pamali mbak," jawabku."Iya Nduk. Benar kata Airin," lanjut ibuMbak Yanti melengos dengan muka kesal dan menatap kami dengan tajam."Jadi bapak dan ibu sekarang membela Airin? Mentang-mentang kaya?" tanyanya sembari berkacak pinggang."Yanti, ini bukan maslah membela siapa. Tetapi apa yang dikatakan Airin saat ini itu benar. Kita orang jawa yang masih menjujung tinggi adat istiadat," kata bapak mencoba menengahi."Kalau gitu bangunkan aku rumah dong Rin," kata Mbak Yanti dengan entengnya."Mbak kira bangun rumah itu kayak beli tempe? Mbak sedari dulu terlalu membanggakan suami, mengandalkan suami. Jadi nya gini kan. Tidak bisa mandiri."Aku mulai kesal. Perangai Mbak Yanti sedikitpin tidak berubah walau sudah mendapat teguran.Bapak hanya menggelengkan kepala."Dasar pelit. Aku minta Devi aja lah. Sebentar lagi kan suaminya jadi bupati. Gampanglah kalau sekedar membangunkan rumah.""Sudah sudah. Kalau mau, tingga

  • ISTRI TUKANG CILOK   38

    "Terimakasih karena laporanya akhirnya saya bisa bebas dan menuntut cerai," kata wanita itu lirih dan terisak.Aku menautkan alis. Saling bertatap dengan ibu."Saya juga akan melaporkan kejadian yang menimpa saya mbak. Tolong bantu saya.""Mohon maaf bukanya lancang mengurusi rumah tangga orang lain. Memangnya mbak ada masalah apa?" tanyakuTanpa menjawab apa-apa perempuan itu menyibak baju nya dan tampaklah luka lebam dimana-dimana."KDRT mbak?" tanyaku setengah kaget.Ia menunduk. Dapat ku tangkap saat itu bahwa air matanya juga terjatuh."Bukan hanya dari Juragan Malik tetapi dari istri-istri yang lain.""Memangnya istrinya ada berapa?""Empat mbak."Aku tak habis fikir, buaya juga seorang juragan."Bukanya istri nya ada dua?" tanya ibu."Iya istri sahnya. Kalau yang siri banyak bu. Banyak juga yang cerai. Dan apesnya saya tidak kunjung diceraikan."Aku kasihan dengan wanita itu. Rona wajahnya memang seperti menyimpan beban, serta tekanan yang berat. Aku bantu dia melaporkan apa y

  • ISTRI TUKANG CILOK   37

    Sorot mataku menatap tajam juragan Malik. Ia tidak gentar juga. Silahkan membungsungkan dada saat ini. Tapi akan aku pastikan itu semua tidak berlangsung lama.Setelah berproses mencari bukti itu, dan memang benar dari rekamana CCTV memang mobil juragan Malik lah yang mengangkut material dari rumahku.Langsung aku memberi laporan ke polsek terdekat tentang perkara ini."Lebih baik Mbak pulang saja. Percuma, dia pasti juga bebas,"ujar salah seorang oknum polisi yang menerima laporanku.Semakin geram dong aku."Kenapa ? Takut mati ya?" tanyaku sinis.Polisi tersebut menatapku dengan pandangan tidak suka."Dia bukan malaikaat maut kan pak?" lanjutku."Tetapi dia mampu membayar lebih dari yang seharusnya,""Oh seperti itu."Aku tetap mencoba bersikap santai."Lalu kalau masyarakat seperti saya harus melaporkan kasus seperti ini pada siapa? Bukankah oknum polisi itu tugas nya mengayomi ya? Kok masih kalah dengan uang?"Sontak sang polisi langsung berdiri."Mbak, asli sini kan? Pasti tau

  • ISTRI TUKANG CILOK   36

    "Untuk sementara Airin berhentikan pembangunan rumah bukan karena dana pak tetapi Airin ingin membuktikan kejahatan yang telah menimpa Airin. Karena aku yakin, ada oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan ini."Bapak dan ibu saling tatap."Memangnya siapa yang kamu curigai, Rin?" tanya ibu."Juragan Malik," jawabku lirih.Namun raut muka ibu berubah menjadi panik luar biasa. Kulit ibu yang lumayan putih langsung bersemu merah."Rin, kamu mau apakan dia? Dia bukan orang sembarangan,"Aku menghela nafas pelan. Berdiri menatap langit dari bingkai jendela tempatku dilahirkan." Mau sampai kapan tertindas bu? Ini hidup Airin. Tidak ada yang berhak mengatur bahkan memaksakan kehendakm . Sekalipun yang punya kekuasaan seperti Juragan Malik."Bapak berdiri menyejajarkan tubuhnya denganku."Bapak setuju Rin. Sebenarnya banyak kelicikan serta kecurangan Juragan Malik, namun sebagai kalangan rendah, tidak ada yang berani bertindak. Bertindak sama dengan mati. Kali ini bapak mendukungmu Rin. Bapa

DMCA.com Protection Status