Tubuh James membeku. Apa tadi Dylan bilang? Overdosis? Siapa yang overdosis?James lekas mencengkram kerah leher Dylan, memaksa pria itu mengalihkan pandangannya dari kehebohan di depan mereka."Siapa?" Bentak James tak sabaran."Sorry, James. Aku lalai. Yifan, dia lecehkan dan dokter baru tahu kalau Yifan dicekoki k*kain dalam jumlah besar. Dia hampir henti napas, dari situ dokter curiga kalau Yifan overdosis."Dari tegang, tubuh James melemas. Dia jatuh terduduk dengan ekspresi tak percaya. "Bagaimana kau menjaganya, Lan? Aku cuma pergi beberapa hari. Kenapa dia sampai begini," sesal James tak terkira.Untuk kesekian kali dia menangis. Menangis karena merasa tak becus menjaga orang yang dia kasihi. Yifan, satu-satunya saudara yang dia miliki saat ini. Yifan satu-satunya orang yang peduli padanya."Maaf, James. Aku sungguh minta maaf. Dia menolak waktu aku menyuruh San mengawalnya. Dia bilang cuma pergi ke tempat Mr Chen mengecek stok produknya. Tapi dia tak kembali ke MB, aku pikir
"Sudah?" Zio bertanya setelah memberikan tisu juga air putih pada sang istri. Lea mengangguk, menyerah pada keadaan tubuhnya yang lemas. Dia meringkuk di sofa dengan selimut menutupi tubuh bagian bawah.Perempuan itu enggan rebahan di kamar Zio yang ada di ruangan sang suami.Dia muntah banyak, semua makanan yang dia lahap pagi ini, keluar seluruhnya. Meninggalkan pahit, juga pengar tak nyaman di mulut juga perut.Zio sendiri senyum-senyum kasihan melihat Lea. Mau senang tapi kok mesakke, mau iba tapi kok salah Lea sendiri. Berani mengancam mau pergi, padahal dia tahu pasti kalau anaknya sangat membela bapaknya."Perlu ke dokter Niken gak?" Zico bertanya.Lagi-lagi Zico menunjukkan kalau dia satu langkah di depan Zio soal kehamilan sang istri. Satu hal yang membuat Zio diserang cemburu buta."Gak mau! Nanti pol-pol e dikasih infus. Capek.""Ya makanya anteng, sudah tahu anaknya cinta bener sama bapaknya, masih kamu godain, kena kan."Lea mendengus sambil melirik tajam ke arah Zico. K
"Zafran Mattias ... Alkanders, sudah waktunya kita bertemu."Inez bergumam sebelum mengambil ponsel, kembali menghubungi seseorang. Entah apa yang mereka bicarakan. Yang jelas obrolan tersebut terhenti kala Zico masuk ke kamar sang mama."Sudah waktunya berangkat, Ma. Mana koper Mama. Kita terpaksa bawa baju, orang itu pasti sudah mengeluarkan barang-barang kita. Pengen nembak kepalanya aku kalau ketemu lagi.""Hush, gak boleh gitu. Kita kan belum tahu masalah dia apa. Siapa tahu dia cuma salah paham.""Salah paham kok sampai ngambil tanah Mama, buat dijadikan diskotik. Mana dia niat rebut kak Lea lagi," gerutu Zico sepanjang jalan sambil menyeret koper sang mama."Kita bisa bicarakan hal ini baik-baik bukan. Soal baju, bagaimana kalau kita nanti sekalian shopping?"Dari cemberut, muka Zico berubah sumringah. "Ide bagus," sahut lelaki itu ceria.Shopping, siapa yang tidak suka. Dua orang itu langsung masuk ke dalam mobil setelah berpamitan pada Arch dan juga pada staf yang lain. Zio
"Seingatku papa gak punya saudara. Ortunya sudah lama meninggal." Zio mencoba mengingat silsilah keluarga sang ayah yang dia pikir memang penuh rahasia.Bahkan ketika dia bertanya pada Inez, perempuan itu hanya menjawab sekedarnya. Tidak detail sampai ke akarnya."Masalahnya aku pikir dia, orang itu. Punya hubungan dekat dengan mamamu. Mereka janjian ketemu, tapi aku gak bisa mengikuti mamamu terus kan. Ada James yang harus aku awasi juga. Dia kemarin benar-benar ngamuk waktu tahu Yifan sampai OD. Sampai sekarang belum sadar tu cewek." Revo menerangkan."Sekarang di mana orang itu. Kita bisa minta bantuan Zhang untuk mengawasi Mama.""Nah itu dia. Dia sejak kemarin tidak kelihatan di sana.""Maksudmu apa?" Zio heran seorang Revo bisa sampai kehilangan jejak targetnya."Maksudku, aku tidak melihatnya di rumah sakit, di klub malam atau di rumahnya."Dua orang itu saling pandang, coba menerka apa yang James lakukan. Padahal yang disebut namanya saat ini sedang berhadapan dengan seorang p
Lea, Zio dan Arch baru keluar dari ruangan dokter Niken. Arch senang sekali bisa melihat calon adik bayinya. Walau dia tidak paham dengan apa yang dia lihat barusan.Arch cuma manggut-manggut manut ketika dokter Niken menunjukkan beberapa bagian tubuh adik bayinya yang mulai tampak jelas. Seperti kepala, tangan dan kaki."Berarti kalau perut Mama tambah gede, itu artinya adek juga tambah gede?" Arch bertanya sambil menggoyangkan tangan yang digandeng Zio."Iya, seperti itu.""Makanya Mama harus banyak makan, biar adek makin cepet gedenya terus cepet keluar deh.""Ya gak bisa gitu dong, Arch. Cuma karena dia udah gede terus bisa lahir gitu," Zio lekas menyanggah opini Arch yang menggebu-gebu antusias sekali."Kan udah gede. Lagian kasihan kalau kelamaan di perutnya Mama. Kasihan Mama bawanya. Berat gak, Ma?"Zio tercekat, seakan baru sadar kalau ulahnya membuat sang istri kesusahan. Dia belum lama tahu kehamilan Lea, tapi dia sudah bisa melihat bagaimana rewelnya sang jabang bayi kala
"Surat perjanjian penjualan tanah dan aset milik Ibu Inez. Itu aslinya, jadi kalian bisa menuntut dan mengambil kembali tempat itu," jelas Erna. Zico dan Zhang saling pandang setelah sesaat membuktikan apa yang Erna katakan. "Saya akan urus ini, anak buah pengacara Lawrence ada di sini. Mereka punya cabang di kota ini." Zhang melesat pergi. Dengan bukti ditangannya, besar kemungkinan mereka bisa memenangkan tanah Inez. Sebab di akhir perjanjian ada klausul yang menyatakan penjual bisa mendapatkan kembali tanahnya jika pembeli terbukti melanggar perjanjian. James jelas sudah melanggar perjanjian tersebut. Agen Nika lumayan pintar membuat perjanjian, menyelipkam sebuah pernyataan yang bisa mereka gunakan untuk melawan pihak James. Pemilik Midnight Blue itu dipastikan kalah kali ini. Suasana mendadak dipenuhi kepanikan kala beberapa dokter berlarian masuk ke ruangan Nika. Sebuah dejavu kembali muncul di benak Inez dan Zico. Tanpa sadar Zico menggenggam erat tangan sang mama yang jug
Bunyi pena patah membuat Miguel menghentikan pekerjaannya. Seiring denting notifikasi terdengar dari ponselnya. Sebuah pesan membuat Miguel sesaat merasa hampa. Dia tak lagi memiliki tempat istimewa di hatinya, tapi ketika sosok itu pergi, Miguel tetap merasa kehilangan.Annika Renata, perempuan pertama yang mengenalkan Miguel akan indahnya cinta. Memberinya kenangan manis, sebelum keserakahan mengubahnya. Nika, wanita yang telah memberinya anugerah paling mengagumkan dalam hidupnya, Arch. Walau tak hidup dengannya, tapi Miguel sangat bahagia dengan kehadiran Arch."Selamat tinggal, Nika. Semoga jiwamu tenang di sana."Sama dengan Miguel, Arch pun mendadak terdiam saat kuas melukisnya patah. Dia tak tahu apa yang terjadi, tapi tiba-tiba air mata mengalir begitu saja tanpa diminta."Arch, kamu kenapa?" Ivan menyenggol sang teman yang seketika bengong di tengah kelas melukis mereka."Pengen nangis." Dan benar saja, Arch menangis tersedu tanpa dia tahu apa sebabnya. Yang dia rasakan h
"Ini sudah cukup, Ma." Zico menahan tangan sang mama yang ingin membuka peti mati tempat Nika disemayamkan. Pemakaman dilakukan di kota itu. Nancy sebagai saudara satu-satunya mengizinkan Nika dikebumikan di sana. Mengingat kondisi Nika memang sangat rapuh saat meninggal. Mempertimbangkan akan hal itu, akhirnya Nancy memutuskan Nika dimakamkan di Guangzhao. Perempuan itu dan Revo sedang otewe menuju Guangzhao, tapi mereka tak minta ditunggu jika Nika akan dimakamkan segera. Inez menghentikan tangannya. Lantas dipandangnya paras kemerahan Zico. "Ayolah, Ma. Kita sudah ngikutin dia dibawa ke ruang itu, ini sudah dibungkus. Mau diubek-ubek lagi. Gak kasihan apa." Zico melirik kiri kanan, cukup seram mengikuti semua prosesi pemakaman Nika, dari ruang pemulasaraan jenazah, sampai dimasukkan ke dalam peti. Inez mendengus sebal, tapi dia turuti permintaan sang putra. Keduanya bersama Erna dan Karel, juga Zhang, kelimanya yang mengantar Nika ke peristirahatan yang terakhir. Inez bah
Fakta Mattias memiliki anak. Dan dia adalah James Liu, membuat Li Chong Wei berang. Dia tidak sudi mengalah apalagi mengaku kalah. Dia sudah menunggu lama hingga hari ini tiba.Mempersiapkan diri untuk merebut kepemimpinan Triad Ming juga memiliki Midnight Blue. Tempat hiburan dengan keuntungan paling besar saat ini.Chong Wei tidak akan mundur. Dia akan pertahankan apa yang sudah dia miliki. Triad Ming dan Midnight Blue. Dua hal yang sangat Li Chong Wei damba.Dia pilih war dengan Mattias. Lagi pula, anak buahnya jelas lebih terlatih di banding pria berseragam hitam yang melindungi Mattias. Pria itu tak tahu siapa yang jadi backingan Mattias.Jeritan San tidak Li Chong Wei hiraukan. Dia tidak peduli apa yang James lakukan pada orang yang telah lama jadi sekutunya. Bedanya San punya motif berbeda saat memutuskan membantu Li Chong Wei merebut Midnight Blue.San hanya menginginkan Yifan. Dia ingin Yifan jadi miliknya. Jadi hari itu San memang menculik Yifan, tapi perbuatannya diketahui
Perjalanan menuju Midnight Blue diwarnai emosi James yang memuncak. Dia hampir balik untuk menghajar Tiger. Pria itu rupanya yang sudah melecehkan Yifan."Tenang, James. Tiger sudah memberitahu kalau dia dijebak. Semua ulah orang ini.""Tetap saja, Yah. Dia yang menghancurkan Yifan. Susah payah kami jaga dia, sebab prinsip Yifan begitu."James meraup wajahnya kasar, memukul tempat duduknya berkali-kali. Tidak peduli pada Zico yang sibuk main game. Dan Mike yang mengemudikan mobil.Dua mobil mengiringi mereka. Semua anak buah Triad Li yang diutus Miguel untuk menjaga keselamatan Mattias dan yang lainnya.Zico jelas syok begitu nama Miguel disebut sebagai pemimpin Triad Li. Dia tak pernah menyangka jika papa kandung Arch adalah mafia."Pantas dia kekeuh membiarkan Arch jadi anaknya Zio," komen Zico saat itu."Sangat beresiko andai musuh tahu soal kehidupan pribadi kami. Karena itu aku mendukung apa yang tuan De Leon lakukan. Putranya lebih aman bersama kalian. Meski ya, aku yakin dia sa
"Pelan-pelan, Lea." Puspa membantu Lea yang ingin duduk. Istri Han ikut stand by di rumah sakit ketika sang suami dipanggil Zio."Operasinya lama bener," keluh Lea yang sampai setengah jam dipindahkan ke ruang perawatan, belum juga melihat Zio.Dua orang itu rencananya akan ditempatkan di satu ruangan yang sama. Supaya lebih mudah bertemu satu sama lain."Sebentar lagi. Namanya juga operasi kadang cepat, kadang molor. Tenang saja, jangan stres nanti ASI-nya susah keluar. Kayak Agni."Lea menghembuskan napasnya pelan. Coba menenangkan diri. Mencoba menyingkirkan pikiran buruk yang sempat mampir di kepalanya."Lapar, Pa," kata Lea. Baru kali ini terasa perutnya keroncongan.Puspa sigap mencari paper bag yang tadi ditinggalkan Han. "Jangan protes ya. Full sayur, demi anak." Puspa mengulurkan wadah makanan dengan logo restoran ternama.Isinya nasi, daging, dengan sayur capcay banyak. Tanpa banyak protes Lea makan sayurnya lebih dulu. Lea menggulung senyum melihat Puspa ikut makan bersam
"Ming! Ming! Dia bapakmu tahu!" Ceplos Zico. Dan pria itu kembali dapat warning dari mamanya. Bukan getokan di kepala, tapi cubitan ekstra keras di pinggang.Bisa dibayangkan bagaimana reaksi Zico. Ingin mengumpat tapi mama sendiri yang menganiaya. Pada akhirnya Zico hanya berdesis-desis macam orang kepedesan."Bapak apanya? Kata Mama dia sudah meninggal," sergah James tak percaya begitu saja."Ciee, dia anak mama juga to." Kali ini Zico kabur lebih dulu sebelum digetok, dicubit atau apalah itu oleh Inez. Zico pilih sembunyi di balik punggung Tiger yang duduk bersandar di kursi tinggi.Kehadiran Tiger di sana lekas menarik perhatian James. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku dibawa kemari. Dan mereka, mereka siapa?" Jari James menunjuk lima pria berpakaian hitam yang mengawalnya sejak turun pesawat. Adapun Mike cuma diam di pojokan. Tanpa berani ikut campur."Biar Mama jelaskan," Anita mengambil alih. Dia tahu putranya bingung. Biasanya hanya dia yang akan James dengarkan jika
Zio dan Lea tak mampu menahan tangis haru, kala bayi laki-laki mereka diletakkan di atas dada sang ibu. Dari menangis, bayi itu langsung berhenti dengan mulut bergerak-gerak lucu mencari sesuatu."Saingan Papa ini mah," canda Zio di tengah tangannya yang sibuk mengusap kepala sang anak, juga air mata di pipi.Rasanya makin tak terlukiskan kala si bayi kini beralih ke gendongan Zio. Buah hati yang dia tunggu sekian lama akhirnya berada dalam pelukannya."Sudah, Tuan?" Dokter Niken bertanya.Zio mengangguk setelah ritual adzan dan iqamat dia lantunkan. "Boleh gak babynya sama saya aja," pinta Zio masih dengan mata penuh air mata."Boleh, tapi nanti ya. Kami perlu periksa debay-nya lebih detail. Ingat, dia nongol lebih awal dari jadwal, jadi kami perlu pastikan dia baik-baik saja."Awalnya Zio ingin mendebat tapi ketika nyeri di lengannya kembali menyengat, dia tahu untuk sementara harus berpisah dulu dengan putranya."Arcelio Ethan Alkanders, sampai jumpa sebentar lagi."Lea sangat terh
"Ma, Kak Lea bener mau lahiran. Ini Zico tanya Sari. Zio baru datang, tapi kata Sari lengannya berdarah."Info Zico mengalihkan perhatian Anita dan Inez yang baru saja mendudukkan Tiger, pria itu kini lebih suka dipanggil Yuze.Luka fisik Yuze lumayan parah, untungnya organ dalam pemuda itu mampu bertahan. Walau setelah keadaan membaik, Anita yang mantan perawat tetap menyarankan pemeriksaan menyeluruh untuk Yuze di rumah sakit."Berdarah bagaimana, terus kakak iparmu bagaimana?" Inez jelas cemas mendengar kabar Zio dan Lea."Dia tertembak," kata Mattias menyela obrolan ibu dan anak di depannya."Siapa yang berani nembak dia? Anakmu ya, beuhh minta digetok palanya kalau ketemu."Zico mengomel, dan pada akhirnya berhadiah dirinya yang kena getok kepalanya oleh Inez, mamanya sendiri."Mama apa-apaan sih? Anak orang dibelain, giliran anak sendiri dianiaya!" Protes sang bungsu dengan bibir manyun lima senti.Satu pemandangan langka untuk Yuze, Anita dan Mattias. Yuze yang bahkan orang tua
"Tunggu dulu, apa hubunganmu dengan Triad Li."James menahan Miguel yang sudah bersiap melajukan kendaraan menuju rumah sakit. Ya, yang datang menyelamatkan James dan Zio adalah Miguel yang membawa belasan orang untuk memukul mundur penyerang dua pria tadi."Kau pulang saja dulu, lalu tanya pada ayahmu. Aku datang karena ayahmu minta tolong padaku. Mike sudah menunggu di bandara.""Ayah?" Kutip James nyaris tanpa suara.Ayah? Siapa ayahnya? Bukankah ayahnya sudah meninggal. Pertanyaan tadi berputar di kepala James, seiring mobil Miguel berlalu dari hadapannya."Mari Tuan, saya antar ke bandara. Pesawat berangkat empat puluh lima menit lagi."James masuk ke dalam mobil saat kendaraan Zio menghilang di tikungan. Tempat itu sudah bersih, mayat dan mereka yang terluka tak lagi terlihat. Triad Li memang terkenal dengan kinerjanya yang cepat dan bersih juga rapi, sama dengan Triad Ming."Siapa nama tuanmu tadi?" James bertanya pada sang supir."Tuan Miguel Amadeo De Leon."James terdiam ket
Lea mendesis ketika rasa melilit menyerang perut, merambat ke pinggang. Menimbulkan sakit yang dia sendiri tak bisa gambarkan seperti apa rasanya."Bukaan empat, Nyonya."Lea seketika ingin menangis, baru bukaan empat dan rasanya sesakit ini. Dia ingin Zio ada di sini, menemaninya berjuang melahirkan putra mereka.Tapi faktanya, sejak dua jam yang lalu pria yang dia harapkan akan menenangkan dirinya tidak muncul jua."Cakar aja, Bu. Saya gak apa-apa." Suara Irene membuat Lea menolah.Bulir bening sungguh menderas kali ini. Justru Irene yang setia berada di sisinya kala dia kesakitan menghadapi kontraksi."Maaf ya, Ren," lirih Lea di sela desis juga tarik hembus napas yang istri Zio lakukan sesuai aba-aba dokter Niken."Gak apa-apa, Bu. Saya senang dapat live pengalaman ibu mau melahirkan. Serem sih." Irene bergidik ngeri waktu tahu cara mengecek pembukaan.Dari ekspresi Lea saja itu sudah jadi kesakitan tersendiri, belum proses kontraksi itu sendiri."Kamu bisa pergi kalau takut," pin
Suara ketukan di pintu membuat semua waspada. Zico sudah mengokang senjatanya. Sangat mengejutkan bagi Inez yang baru kali ini melihat aksi sang putra. Pun dengan Mattias yang melakukan hal sama. "Harusnya tidak ada yang tahu tempat ini," kata lelaki itu. Dia dan Zico mendekat ke arah pintu. Meminta Inez dan Anita masuk ke dalam kamar. "Itu kalau semua orang di sekitar Om bisa dipercaya," ledek Zico. Mattias menghela napas kasar. "Sayangnya kau benar. Ada beberapa orang yang mengkhianatiku." "Boleh nebak profesi Om?" Dua pria lintas usia tersebut menempelkan telinga ke daun pintu. Coba mendengar suara dari arah luar. Plus Mattias menempelkan telapak tangan di lantai. Dia sedang menerka berapa jumlah orang yang berdiri di luar pintu rumahnya. Melihat hal itu Zico terkekeh. "Cara Om kuno," ejek sang ponakan. "Memangnya kau bisa tahu siapa yang ada di luar. Kalau tebakanmu benar akan kukasih tahu apa pekerjaanku." Mattias menatap remeh pria yang masih tampak muda di depannya. Zic