"Bener enggak selingkuh?""Suer, enggak kenal yang namanya selingkuh. Kenalnya se ...."Lea mendorong jauh dada Zio ketika lelaki itu membisikkan area tempat dia mendapatkan kenikmatan."Siapa tahu kenal di tempat lain." Bibir Lea tetap cemberut meski suaminya sudah menunjukkan bukti kalau dia dan Arch murni membicarakan bisnis. "Enggak, milikmu saja sudah bikin aku ketagihan, bikin keliyengan saking enaknya. Lagian apa untungnya selingkuh. Anunya sebentar, gak bakal bisa dinikmati. Belum lagi kucing-kucingan sama istri. Asli lebih mumet dari nahan si otong gak bisa meledak."Lea melompat turun dari pangkuan Zio. Perempuan itu mengenakan kemeja Zio, seperti biasa. Dia berjalan menjauh membuat Zio gemas ingin kembali menerkam sang istri.Hembusan napas lega terdengar, ketika Lea menghilang di balik pintu kamar mandi. Zio lekas mengirim pesan pada Arch yang hanya dibalas emot tertawa berjajar. "Sialan! Dia malah ketawa!"Zio mengumpat, dia cukup beruntung, Lea langsung percaya saat di
"Da, bisa gak kamu jemput bebek sawahku. Dia aku tinggal di parkiran."Yuda mengerutkan dahi, bebek sawah lagi. "Bebek sawah ki sopo?""Alah lupa, namanya Irene.""Pacarmu?""On going jadi istri. Future wife."Yuda jelas menganga, sejak kapan Agra serius soal perempuan. Yang dia tahu atasannya sudah lama jomblo. Yuda tak tahu hubungan Agra dan Nika. Toh memang itu yang dia inginkan. Tidak ada yang mengetahui dia dan Nika pernah berselingkuh."Malah diam aja. Buruan jemput sana.""Kamu gimana sih, suruh jemput orang tapi wajahnya aku gak dikasih lihat. Bisa-bisa satpam yang kutarik ke sini.""Idih amit-amit. Satpamnya kek gitu."Agra menyodorkan ponselnya, hingga Yuda bisa melihat sosok bebek sawah kesayangan bosnya."Cantik gini kamu panggil bebek sawah. Jahat kamu.""Dia belum tahu aja makhluk cantik itu kalau ngomel begimana."Yuda sontak nyengir. Yang terbayang adalah sosok emaknya tercinta yang sedang menggerutu kalau dia lupa bawa pulang tupperware tempat makan siangnya. Padahal
"Halo cantik, kenalin Yuda. Asisten calon suamimu yang ....""Ehem."Yuda menarik lagi tangannya, urung mengajak salaman Irene. Pria itu memandang jahil pada Agra yang sedang memanahkan tatapan maut padanya."Kubejek kau berani godain dia," ancam Agra."Godain sama ngajakin kenalan itu beda ya, Pak. Mohon jangan galak-galak amat."Irene memejamkan mata melihat Yuda dan Agra sibuk berdebat. Ternyata mereka sama saja kalau bertemu kaumnya. Tidak Zio dan Arch, Zio kalau ketemu Egi plus Han, kacau ujung-ujungnya.Tapi satu yang pasti circle ini tidak akan bisa bertemu circle itu. Sebab Zio sudah memberikan batasannya dengan sangat jelas. Kalau Agra dan dia tidak bisa berada di satu meja, duduk saling bicara. Helaan napas terdengar membuat Agra dan Yuda menoleh. "Kenapa?" Agra bertanya heran."Pengen gampar orang," balas Irene asal."Siapa suruh tadi si meme itu gak kau hajar. Sejak kapan kamu bisa akting jadi wanita teraniaya begitu." Ledek Agra, beralih mengamati Irene dengan kompres es
Lea jelas yang paling syok ketika diberitahu pasal insiden yang terjadi antara Abian, Kelvin dan Angel. Zio tak punya pilihan selain bercerita pada sang istri. Bagaimanapun mereka perlu sosok perempuan untuk membantu Angel menenangkan diri."Bagaimana ceritanya?" Perempuan itu mencecar dua pemuda yang hanya bisa menunduk di depannya.Tidak ada yang menjawab. Lea serta merta frustrasi dibuatnya. Di kamar tamu apartemennya ada Angel yang sejak tadi menangis. Gadis itu belum bisa ditanyai, tapi yang jelas Kelvin baru saja menidurinya, itu intinya."Jawab!" Emosi akhirnya menguasai Lea."Maaf," lirih Abian."Kamu gak salah kok. Aku yang dapat, jadi aku yang akan tanggung jawab," serobot Kelvin. Paras pria tersebut datar, yang tersisa hanya binar sesal di mata coklatnya. "Masalahnya kalau dia mau. Sebagai korban dia berhak menolak," Zico membalas ucapan Kelvin."Terus elu yang mau tanggung jawab? Gitu? Gak kan?" Bentak Kelvin."Tunggu dulu, sebenarnya ceritanya bagaimana? Bagaimana bisa
Bagi Kelvin, Abian dan Zico adalah harta paling berharga yang dia miliki di dunia ini. Saat dia terpuruk, karena ditinggal sendirian di negeri ini. Hanya Zico dan Abian yang sudi mengulurkan tangan padanya.Kelvin, karena kesalahan yang sejatinya tidak dia lakukan, membuat dua orang tuanya memutuskan meninggalkan Kelvin. Sementara mereka pilih pergi ke Jerman.Kejam? Jelas. Di usia remaja, Kelvin sudah mengenal dunia malam dengan segala sisi gelapnya. Sebut saja, Kelvin sudah pernah merasakan semua yang dunia malam tawarkan.Alkohol, narkoba, free sex, semua sudah pernah dia cicipi. Dunia Kelvin memang sesat sejak dicampakkan keluarganya. Dia hilang arah, kehilangan kasih sayang dan tempat bersandar. Jangan salahkan Kevin, jika remaja tersebut lantas mencari pelarian.Di usia yang seharusnya dilimpahi perhatian dan cinta, Kelvin justru dicampakkan. Anak mana yang tidak stres, sedih sekaligus kecewa.Namun kegelapan itu berangsur pudar ketika dia bertemu Abian dan Zico. Dua remaja yang
"Diundur? Confirm? Serius?""Ya seriuslah, temannya Zico malah bikin skandal, aduh apa ya enaknya nyebutnya."Zio bingung sendiri bagaimana menjelaskan situasi Kelvin pada Arch."Intinya mereka mau nikah cepat, sebab kadung tidur bareng. Ceweknya nolak, tapi yang lakik kekeuh mau tanggung jawab. Sama-sama mabuk sih sebenarnya.""I see, jadi milikmu di-hold dulu. Ganti mereka yang maju?""He e, nanti biar Lea sama Irene sendiri yang urus.""Siap." Sambungan ditutup bersamaan dengan suara Lea membuat Zio terperanjat. "Ngagetin aja!""Hayo, teleponan sama siapa?" Lea bertanya curiga. Walau sudah dijelaskan, Lea tetap saja menaruh rasa itu."Astaga, ini Arch. Aku bilang kalau aku bakal sibuk beberapa hari ini. Sekalian mau nyicil soal Kelvin sama Angel. Berasa mau nikahin anak sendiri vibes-nya. Kita yang pontang panting."Paras Lea berubah sendu saat nama Kelvin di sebut. Lea baru tahu kisah pahit keluarga Kelvin. Cerita yang membuat Lea ingat akan nasibnya. Sama-sama sendirian.Bedanya
Bagian paling berat adalah meyakinkan Maya jika Kelvin sungguh ingin menikahi Angel. Zio dan Lea harus berhati-hati saat bicara dengan Maya. Mengingat perempuan itu pasti trauma dengan pernikahan.Semua hal disiapkan Lea dibantu teman lainnya. Hingga dalam satu hari barang yang diperlukan Kelvin untuk lamaran sudah siap.Satu yang membuat Kelvin terharu adalah ketika Lea menolak uang yang sedianya Kelvin berikan guna mengganti pembelian barang untuk Angel."Kak, aku serius. Aku punya uang." Kelvin terus mengejar Lea saat mereka ada di apartemen."Kakak tahu. Tapi lebih baik kamu simpan saja. Anggap Kakak mewakili atau menggantikan mereka untuk menikahkanmu. Boleh?"Bisa dibayangkan bagaimana sebak memenuhi dada Kelvin. Sampai sedemikian rupa Zico dan keluarganya menganggap dirinya saudara."Terima kasih. Terima kasih, Kak," ujar Kelvin dengan kepala tertunduk. Dia menangis, benar-benar menitikkan air mata.Sampai tepukan di bahu membuat pria itu kembali mengangkat kepalanya."Kamu he
Lea sedang berendam di kolam mini di kamar mereka. Beberapa hari terakhir sangat melelahkan. Lea sendiri sudah mengalami banyak peningkatan soal hubungannya dengan air. Berendam di jacuzzi atau kolam mini seperti ini tidak membuat phobianya kambuh.Di tengah keasyikannya menikmati pijatan lembut dari air kolam, dia mendengar percakapan Zio dari ruang kerja yang pintunya tidak tertutup rapat."Iya, bisa dilanjutkan persiapannya. Aku mau dua minggu lagi siap. Jadi aku bisa tunjukkan padanya."Dahi Lea berkerut, apa lagi itu. Apa yang mau ditunjukkan, pada siapa mau ditunjukkan. Lagi-lagi overthinking mengambil alih. Tidak tahu kenapa perasaan Lea akhir-akhir ini sangat sensitif. Mudah terpancing dengan tingkat kecemburuan meningkat drastis.Lea sangat takut andai Zio sampai tergoda wanita lain. Dia nyata jatuh cinta pada pria berparas bule tersebut. Sepertinya Lea akan mulai menyelidiki hal ini. Dia tidak mau dirundung curiga terus menerus. Lea harus tahu apa yang Zio lakukan.Pikiran L
"Tenang saja, Celio aman sama mama. Kalian bersenang-senanglah. Livi juga anteng kalau ada Arch." Lea memeluk Inez dan Anita bergantian. Merasa sangat beruntung memiliki dua wanita tersebut dalam kehidupannya. Dia disupport seratus persen dalam karier, dibantu dalam mengurus buah hati. Sungguh sebuah anugerah yang tak terganti oleh apapun. Lea mengulas senyum, dia berjalan menghampiri sang suami yang sudah menunggu. "Persediaan ASI melimpah, nyonya siap diajak kencan," goda Zio sambil membuka pintu mobil "Memangnya mau ke mana?" "Adalah. Kita kan belum pernah pergi kencan seperti ini." Lea kembali melengkungkan bibir. Iya, dia dan Zio dikatakan belum pernah pergi berdua, menikmati waktu tanpa diganggu. Boleh dikatakan ini adalah reward dari semua kesibukan Lea dan Zio selama ini. Juga kerelaan atas keduanya yang hampir tak pernah protes soal pekerjaan masing-masing. Saling percaya dan komunikasi adalah dua hal yang Zio dan Lea terapkan dalam rumah tangga mereka. Prinsip yang
"Diem lu biji melinjo! Anak gue itu!" Hardik Zico."Bodo amat! Livi mana! Tante! Livi mana?!" Balas Arch tak takut oleh bentakan sang om."Lihat Kak Celio."Jawab Raisa setelah Arch mencium tangan Raisa juga mencium pipi wanita yang memang sudah Arch kenal dari dulu.Bocah itu melesat mencari Livi. Dengan Raisa lekas memeluk Lea yang balik mendekapnya."Terima kasih sudah bertahan sendirian selama ini. Kenapa tidak hubungi Kakak?"Raisa terisak lirih. Dia tahu mengarah ke mana pembicaraan Lea."Takut, Kak. Waktu itu kakak dan kak Zio masih musuhan. Kalau aku kasih tahu, mereka bisa war lebih parah.""Keadaannya akan berbeda, Sa. Mereka musuhan tapi tidak bisa mengabaikan keadaanmu. Lihat sekarang, mereka bisa akur. Agra malah yang kasih tahu banyak soal kesukaanmu."Raisa menerima detail konsep akadnya."Kak, serius ini?""Serius. Dia yang minta. Dan kakakmu setuju. Akan lebih baik jika begitu. Dia sudah siapkan semuanya."Lea dan Raisa melihat ke arah Zico yang tangannya sibuk bermai
"Baru juga nyetak satu, sudah mau dipotong. Kejam amat kalian," balas Zico santai.Inez dan Anita saling pandang. "Ndak mempan, Ta.""Iya, ya," sahut Anita heran."Sudah gak mempan dramanya. Dah kenalin, ini calon istri, sama anakku."Zico menarik tangan Raisa yang tampak bingung. Inez dan Anita memindai tampilan Raisa. Dari atas ke bawah. Dari bawah balik lagi ke atas."Screening-nya sudah deh. Kalian nakutin dia. Zico jamin dia lolos sensor. Kan sudah ada buktinya."Raisa makin gugup melihat ekspresi dua perempuan yang dia tahu salah satunya mama Zico."Co, mereka gak suka aku ya?" Bisik Raisa panik."Suka kok. Mereka lagi main drama. Jadi mari kita ikutan."Raisa tidak mengerti dengan ucapan Zico. Tapi detik setelahnya dia dibuat menganga ketika Zico berlutut di hadapan Inez dan Anita."Heh? Ngapain kamu?" Inez bingung melihat kelakuan sang putra."Mau minta maaf. Zico tahu salah. Tapi Zico janji akan memperbaiki semua. Zico bakal tanggung jawab."Ucap Zico dengan wajah memelas pe
Agra tak habis pikir, Raisa bahkan membawa Livi ke pernikahan mereka. Tapi dia sama sekali tidak tahu. "Ini aku yang kebangetan atau dia yang terlalu pintar?" Agra bertanya ketika mereka sampai di apart Raisa. Sebuah tempat yang membuat dada Zio sesak. Bukan karena kurang mewah, atau kurang bagus. Namun di sini, dia bisa merasakan perjuangan seorang Raisa dalam merawat Livi.Dia kembali teringat bagaimana susahnya Lea hamil dan melahirkan. Beruntungnya Lea punya dirinya juga yang lain.Tapi Raisa, totally alone. Sendirian. Tidak terbayangkan bagaimana Raisa berlomba dengan waktu, kuliah, pekerjaan juga dirinya sendiri. Bisa tetap waras sampai sekarang saja sudah bagus."Biarkan dia makan sendiri." Suara galak Raisa terdengar ketika Zico coba menyuapi Livi."Dua-duanya. Kau bego dan adikmu terlampau smart," ceplos James yang sepertinya mulai akrab dengan Agra.Ingat, dua pria itu juga hampir adu tinju waktu itu."Sialan kau!" Agra menendang James, tapi pria itu berhasil menghindar."
Tujuh jam kemudian.Zio dengan didampingi James mendarat di bandara internasional Haneda. Mereka langsung menuju rumah sakit tempat Zico dirawat.Awalnya mereka kemari untuk mengurusi Zico, tapi siapa sangka yang mereka temui justru melebihi ekspektasi mereka.James sengaja ikut, sebab dia sudah diberi bisikan oleh Miguel. Mengenai garis besar persoalan Zico."Apa yang terjadi sebenarnya?" Itu yang Zio tanyakan begitu dia berhadapan dengan Agra."Duduk dulu. Kita bicara." Zio mengikuti permintaan Agra. Dua pria itu terlibat pembicaraan serius. Sangat serius sampai Zio memejamkan mata, coba menahan diri.Di tempat Raisa, perempuan itu hanya bisa diam, tertunduk tanpa berani melihat ke arah Zio. Sejak dulu, aura Zio sangat menakutkan bagi Raisa."Apa aku harus percaya begitu saja? Maaf bukan meragukanmu. Tapi Zico itu brengsek."Zio berujar sambil menatap Raisa."Soal Livi, apa kalian punya bukti otentik kalau dia anak Zico. Tes DNA contohnya." Agra bertanya pada sang adik."Zico punya
Setelah semalam merenung, menimang juga mempertimbangkan semua hal dari segala sisi. Pada akhirnya Agra memutuskan untuk menyerahkan permasalahan sang adik pada yang bersangkutan.Agra tidak ingin mendoktrin, apalagi memaksa Raisa soal apapun. Pun dengan Zico, Agra secara khusus minta bertemu. Dan Zico dengan segera menyanggupi.Dengan membawa Livi, Agra kembali dibuat yakin dengan keputusannya. Dia pasti Zico bisa lebih baik darinya. "Aku izinkan kau berjuang. Tapi dengan satu catatan. Jika dia menolak kau harus enyah dari hadapannya juga Livi."Zico menelan ludah. Ditolak Raisa dia bisa terima. Tapi berjauhan dengan Livi, Zico tidak akan sanggup. Tidak, setelah dia menjalani dua puluh empat jam full bersama sang putri. Zico tidak akan bisa berpisah dengan Livi. Tidak, sesudah dia menyadari betapa berharganya Livi baginya.Maka siang itu dengan harapan setinggi langit, Zico nekat melamar Raisa. Dia yakin lamarannya akan diterima."Sa, mari menikah."Suara Zio membuat Raisa kembali
"Apapa," sebut Livi dengan bibir bertekuk menahan tangis."Ndak apa-apa, Sayang. Apapa nakal jadi pantas dipukul. Tapi kamu gak boleh asal pukul orang."Livi melayangkan tatapan tajam penuh permusuhan pada Agra."He, bukan Om yang salah. Dia yang jahat."Livi menangis dengan tangan sibuk melempar apa saja yang ada di meja. Agra maju tidak terima dengan aksi sang ponakan. Sementara Zico dengan cepat mendekap Livi yang bibir mungilnya terus menyebut om jahat."Kau! Kau jangan mimpi bisa dapatin Raisa," ancam Agra."Agra, berhenti gak!" Pria itu kicep begitu sang istri bicara. Irene mendekati Raisa yang cuma duduk sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. Dalam sekejap, Livi sudah jadi perisai hidup untuk ayahnya. Dipandangnya wajah Zico yang memar di beberapa tempat. Saat ini pria itu masih menenangkan Livi yang masih menebar aura permusuhan pada omnya."Ren ....""Jangan tanya, Mbak. Pusing aku." Irene mundur ketika Raisa angkat tanganAgra mendesah frustrasi. Pria itu berdiam diri d
"Apa kamu bilang? Zico ke Tokyo?" Lea mengutip ucapan Zio barusan."Lah kan aku sudah bilang kemarin. Abian kasih tahu kalau Zico ke Tokyo. Katanya kerjaannya berantakan, jadi mereka suruh Zico buat healing lagi."Zio berkata sambil mendekati Lea yang sedang menyusui Celio. Zio seketika jadi cemburu. Benda itu bertambah menggiurkan, tapi sekarang bukan lagi miliknya. Ada Celio yang memonopoli tempat favorit Zio."Dia ke Tokyo bukan healing tapi cari perkara. Lihat saja yang ada di sana. Bukannya Zico selalu sakit kepala kalau coba mengingat Raisa," Lea membetulkan posisi Celio supaya lebih nyaman."Kan beda kalau ketemu orangnya langsung. Boy, gantian napa. Dikit aja."Lea menepis tangan Zio yang selalu ingin mengganggu Celio. Bayi lelaki itu sudah bertambah montok dengan pipi seperti bakpao. Tingkahnya juga bikin satu rumah tertawa senang."Memangnya kau setuju kalau Zico dengan Raisa?""Enggak! Jauh-jauh dari yang namanya Agra," balas Zio cepat.Lea seketika memutar bola matanya je
Livi menangis dengan tubuh Raisa turut gemetar, melihat bagaimana Zico menggelepar menahan sakit di kepala. "Tolong, Dok. Sakit!" Teriak Zico berulang kali.Dia pegangi kepalanya yang serasa mau pecah. Pria itu meringis, mendesis sementara tim medis sedang mencoba mengurangi kesakitan yang Zico rasa.Raisa susah payah berhasil membawa Zico ke klinik terdekat. Tubuh Zico yang tumbuh besar dan tinggi membuat Raisa kesulitan memapah. Ditambah dia sedang menggendong Livi yang sejak itu mulai menangis.Beruntungnya dia bertemu dua orang yang membantu Zico berjalan ke klinik. "Apapa!" Sebut Livi berulang kali. Balita tersebut tampak ketakutan, tapi juga menampilkan ekspresi sedih."Apa yang terjadi padanya?" Seorang dokter bertanya setelah Zico berhasil ditenangkan. Raisa melirik Zico yang mulai tenang, meski sesekali masih meringis kesakitan."Dia bilang pernah kecelakaan, lalu hilang ingatan. Tapi saya tidak tahu detail-nya.""Oke, kami paham. Kami akan memeriksanya lebih lanjut. Takut