"Loh, kok sudah balik. Aku pikir masih lama pulangnya."Lea terkejut mendapati Irene sudah duduk manis di mejanya, tepat ketika dia kembali dari makan siang sekaligus bertemu klien."Duit abis, Bu. Buat bayar utang. Jadi kudu cepet balik kerja," aku Irene tak bohong sambil nyengir.Datang dengan kereta paling pagi, Irene kembali ke ibu kota. Tentu setelah pamit pada emak dan bapaknya. Irene sempat diceramahi sang bapak panjang lebar. Pria sepuh itu intinya mendukung hubungannya dengan Agra. Dalam pandangannya, Agra pria baik. Irene seketika ingat dengan percakapannya dengan sang bapak."Katamu dia CEO, tapi masih mau cium tangan bapak sama mamak. Manut saja ketika bapak minta tolong buat bantuin tanam padi. Kalau dia bukan pria baik, dia akan menolak.""Itu cuma modus, Pak.""Bahkan kalau cuma modus pun, bapak akan tetap terima dia. Tidak banyak pria yang mau modusin calon mertuanya. Kebanyakan lakik suka modusin ceweknya. Betul tidak?""Kalau dia tidak sebaik kelihatannya bagaimana?
"Apa itu?"Lea mendongak saat mendengar suara sang suami. Benar saja, ada Zio yang berjalan masuk ke ruangannya. "Oleh-oleh dari Irene. Ada baju batik couple sekeluarga. Nanti kita pakai buat foto keluarga, boleh?""Tentu saja." Zio mengusap puncak kepala Lea. Hatinya sedikit terusik, dia dan Lea bahkan tak punya foto pernikahan. Perempuan itu juga tak ada dalam foto keluarga besar Alkanders. Sepertinya dia memang perlu mengagendakan hal tersebut.Ada secuil rasa bersalah dalam hati Zio. Banyak orang mungkin sudah tahu kalau Lea istrinya, tapi dia belum pernah mengadakan pesta pernikahan untuk istri keduanya.Sangat tidak adil, mengingat dari sisi finansial, Zio lebih dari mampu untuk menghelat pesta pernikahan. Semewah apapun atau berapa kalipun, Zio mampu membiayainya."Irene sudah balik?" Zio bertanya sambil memperhatikan Lea membereskan meja."Sudah, habis makan siang tadi dia masuk. Kamu sendiri ke sini cuma mau jemput aku?""Ada urusan sebentar tadi sama Arch. Jadi sekalian sa
"Aku kirimkan beberapa contoh konsep yang mungkin dia suka." Zio lekas membuka laptop, saat Lea masih di kamar mandi dengan rutunitas malamnya. Pria itu tampak fokus memperhatikan beberapa foto yang dikirim Arch. "Soal detailnya, nanti aku akan tanya sama Irene. Mungkin istrimu secara spesifik pernah cerita ke Irene, pernikahan impiannya tu kayak apa." Zio manggut-manggut seolah seseorang yang sedang bicara dengannya melalui ponsel bisa melihat tindakannya. "Oke, terima kasih sebelumnya." Setelah berpikir kilat, akhirnya Zio memutuskan akan memberi kejutan untuk Lea. "Sama-sama. Aku ikut senang melihatnya bisa bahagia denganmu. Terima kasih, Zio Alkanders." Sambungan diakhiri meninggalkan Zio yang asyik mengamati beberapa foto yang terpampang di layar benda persegi di hadapannya. Slide demi slide dia amati, tapi matanya yang tidak bisa melihat desain, menilai semua bagus dan cantik. Istrinya pasti suka. "Kamu masih mau kerja?" Zio terkejut, buru-buru menutup laptopnya. "Seben
"Jangan aneh-aneh deh, Do. Kamu gak lagi mabuk kecubung kan?" Puspa melirik sadis sang play boy."Jadi play boy saja. Jangan jadi pebinor juga. Salah-salah bisa dibui kau." Agni menambahkan."Enak saja, dengan mukaku dibikin kayak gini, aku pastikan dia yang masuk penjara," balas Aldo menggebu-gebu.Ingatannya kembali ke rumah Bela beberapa jam sebelumnya. Dia yang meski sempat dihajar Vina, emaknya Bela, tidak kapok juga untuk mengunjungi si bocah imut nan montok.Semontok emaknya. Vina punya body yang membuat Aldo hampir ngeces. Dalam pandangan Aldo, Vina punya tubuh bak gitar Spanyo yang nye-panyol banget. Kagak ada lawan dah, kata Aldo.Walau disertai misuh-misuh, Vina akhirnya mengizinkan Aldo membawa Bela jalan ke minimarket beli es krim. Ditambah Vina yang sedang banyak pekerjaan, tentu lumayan terbantu ketika Aldo membawa Bela.Nah waktu balik dari mini market, Aldo mendengar teriakan dari rumah Vina, diikuti jeritan minta tolong. Tetangga Vina mengatakan mungkin bapak Bela ya
Lea memijat tengkuknya yang mendadak kaku. Tegang mengurusi masalah Aldo yang kekeuh minta dibantu. Dia mau Bela, tapi kalau tidak men-jandakan maknya, tidak mungkin keinginan Aldo tercapai.Untuk memisahkan Vina dan suaminya, akan lumayan susah dan lama, begitu yang tadi Arthur Lauwrence katakan. Lea terpaksa minta saran dari satu-satunya pengacara yang dia tahu.Lawrence memang bukan pengacara perceraian, tapi lelaki itu cukup paham alur yang harus Aldo lalui jika ingin mewujudkan cita-citanya. Dari Lawrence, Aldo mendapat nomor pengacara perceraian yang Lawrence jamin handal.Lea baru saja menginjakkan kaki di kamar, ketika suara Zio menyusul dari arah belakang. Pria itu tampaknya juga baru datang."Apa maksud Lawrence kau mencari pengacara perceraian?" Tuding Zio tanpa bahas sana bahas sini.Lea lumayan terkejut mendengar pertanyaan Zio yang terkesan menyudutkannya."Apa maksudmu?" Balas Lea tak paham."Kamu mau cerai dari aku? Jangan mimpi!"Bola mata Lea melebar mendengar ucapan
"Bener enggak selingkuh?""Suer, enggak kenal yang namanya selingkuh. Kenalnya se ...."Lea mendorong jauh dada Zio ketika lelaki itu membisikkan area tempat dia mendapatkan kenikmatan."Siapa tahu kenal di tempat lain." Bibir Lea tetap cemberut meski suaminya sudah menunjukkan bukti kalau dia dan Arch murni membicarakan bisnis. "Enggak, milikmu saja sudah bikin aku ketagihan, bikin keliyengan saking enaknya. Lagian apa untungnya selingkuh. Anunya sebentar, gak bakal bisa dinikmati. Belum lagi kucing-kucingan sama istri. Asli lebih mumet dari nahan si otong gak bisa meledak."Lea melompat turun dari pangkuan Zio. Perempuan itu mengenakan kemeja Zio, seperti biasa. Dia berjalan menjauh membuat Zio gemas ingin kembali menerkam sang istri.Hembusan napas lega terdengar, ketika Lea menghilang di balik pintu kamar mandi. Zio lekas mengirim pesan pada Arch yang hanya dibalas emot tertawa berjajar. "Sialan! Dia malah ketawa!"Zio mengumpat, dia cukup beruntung, Lea langsung percaya saat di
"Da, bisa gak kamu jemput bebek sawahku. Dia aku tinggal di parkiran."Yuda mengerutkan dahi, bebek sawah lagi. "Bebek sawah ki sopo?""Alah lupa, namanya Irene.""Pacarmu?""On going jadi istri. Future wife."Yuda jelas menganga, sejak kapan Agra serius soal perempuan. Yang dia tahu atasannya sudah lama jomblo. Yuda tak tahu hubungan Agra dan Nika. Toh memang itu yang dia inginkan. Tidak ada yang mengetahui dia dan Nika pernah berselingkuh."Malah diam aja. Buruan jemput sana.""Kamu gimana sih, suruh jemput orang tapi wajahnya aku gak dikasih lihat. Bisa-bisa satpam yang kutarik ke sini.""Idih amit-amit. Satpamnya kek gitu."Agra menyodorkan ponselnya, hingga Yuda bisa melihat sosok bebek sawah kesayangan bosnya."Cantik gini kamu panggil bebek sawah. Jahat kamu.""Dia belum tahu aja makhluk cantik itu kalau ngomel begimana."Yuda sontak nyengir. Yang terbayang adalah sosok emaknya tercinta yang sedang menggerutu kalau dia lupa bawa pulang tupperware tempat makan siangnya. Padahal
"Halo cantik, kenalin Yuda. Asisten calon suamimu yang ....""Ehem."Yuda menarik lagi tangannya, urung mengajak salaman Irene. Pria itu memandang jahil pada Agra yang sedang memanahkan tatapan maut padanya."Kubejek kau berani godain dia," ancam Agra."Godain sama ngajakin kenalan itu beda ya, Pak. Mohon jangan galak-galak amat."Irene memejamkan mata melihat Yuda dan Agra sibuk berdebat. Ternyata mereka sama saja kalau bertemu kaumnya. Tidak Zio dan Arch, Zio kalau ketemu Egi plus Han, kacau ujung-ujungnya.Tapi satu yang pasti circle ini tidak akan bisa bertemu circle itu. Sebab Zio sudah memberikan batasannya dengan sangat jelas. Kalau Agra dan dia tidak bisa berada di satu meja, duduk saling bicara. Helaan napas terdengar membuat Agra dan Yuda menoleh. "Kenapa?" Agra bertanya heran."Pengen gampar orang," balas Irene asal."Siapa suruh tadi si meme itu gak kau hajar. Sejak kapan kamu bisa akting jadi wanita teraniaya begitu." Ledek Agra, beralih mengamati Irene dengan kompres es
Zio melotot saking syoknya. "Mamanya James. Si biang kerok itu. Kok bisa dia ada di sini. Oh tunggu! Siapa tadi dia istri Zafran Mattias Al ...." "Adik kembar papamu." What?! Adik kembar papanya. Zio kok tidak tahu. Tunggu sebentar. Ingatan Zio melayang ke berpuluh tahun lalu. Saat seorang pria memperkenalkan diri sebagai saudara papanya. Yang Zio ingat, wajah mereka memang mirip. "Lelucon macam ini. Jadi James itu ... sepupuku?" "Iya. Dia tidak tahu, jadi ya begitulah. Salah paham terjadi. Tapi tenang saja. Semua sudah selesai. Dia akan kembalikan tanah itu ke mama. Mau dibangun sekolahan sama taman bermain." Jelas Inez singkat. "Sudah ya. Maafkan mereka. Ini benar-benar hanya salah paham." Zio terdiam, tangannya mengusap punggung Arch yang bergerak tak nyaman. "James dan Mattias akan menyusul. Mereka harus mengurus tanah itu lebih dulu. Setelah beres baru ke sini." Dalam sehari, Zio menghadapi banyak kejadian yang membuat dia mendadak merasa lelah. Sebagian karena rasa terke
Suara Li Chong Wei tercekat di tenggorokan. Matanya melotot saat sebutir peluru merenggut nyawanya. Benda itu menancap tepat di dahinya. Hidupnya berakhir hari itu juga, sama dengan ambisi gilanya untuk melengserkan Mattias dan memiliki Midnight Blue. James lekas ditarik menjauh oleh anak buah Miguel, sebelum tubuh Li Chong Wei rubuh ke lantai. Mungkin pria itu tak pernah menyangka pemimpin Triad Li yang tersohor itu akan muncul di hadapannya. Guna menghabisi nyawanya. Miguel memang nyaris tak terekspose di kalangan dunia bawah. Beda dengan Mattias yang kerap berbaur dengan mereka yang berasal dari dunia mereka. Miguel totally menjalankan kehidupannya sebagai pengusaha. Hanya perintah dan mata-matanya saja yang terus memantau aktivitas kelompoknya. Berita buruknya, jika lelaki itu sampai menampakkan diri, maka kematian dalam jumlah besar akan terjadi. Dan benar saja. Selang beberapa detik dari kematian Li Chong Wei, satu perintah meluncur dari lisan Miguel. "Habisi anak buah L
Fakta Mattias memiliki anak. Dan dia adalah James Liu, membuat Li Chong Wei berang. Dia tidak sudi mengalah apalagi mengaku kalah. Dia sudah menunggu lama hingga hari ini tiba.Mempersiapkan diri untuk merebut kepemimpinan Triad Ming juga memiliki Midnight Blue. Tempat hiburan dengan keuntungan paling besar saat ini.Chong Wei tidak akan mundur. Dia akan pertahankan apa yang sudah dia miliki. Triad Ming dan Midnight Blue. Dua hal yang sangat Li Chong Wei damba.Dia pilih war dengan Mattias. Lagi pula, anak buahnya jelas lebih terlatih di banding pria berseragam hitam yang melindungi Mattias. Pria itu tak tahu siapa yang jadi backingan Mattias.Jeritan San tidak Li Chong Wei hiraukan. Dia tidak peduli apa yang James lakukan pada orang yang telah lama jadi sekutunya. Bedanya San punya motif berbeda saat memutuskan membantu Li Chong Wei merebut Midnight Blue.San hanya menginginkan Yifan. Dia ingin Yifan jadi miliknya. Jadi hari itu San memang menculik Yifan, tapi perbuatannya diketahui
Perjalanan menuju Midnight Blue diwarnai emosi James yang memuncak. Dia hampir balik untuk menghajar Tiger. Pria itu rupanya yang sudah melecehkan Yifan."Tenang, James. Tiger sudah memberitahu kalau dia dijebak. Semua ulah orang ini.""Tetap saja, Yah. Dia yang menghancurkan Yifan. Susah payah kami jaga dia, sebab prinsip Yifan begitu."James meraup wajahnya kasar, memukul tempat duduknya berkali-kali. Tidak peduli pada Zico yang sibuk main game. Dan Mike yang mengemudikan mobil.Dua mobil mengiringi mereka. Semua anak buah Triad Li yang diutus Miguel untuk menjaga keselamatan Mattias dan yang lainnya.Zico jelas syok begitu nama Miguel disebut sebagai pemimpin Triad Li. Dia tak pernah menyangka jika papa kandung Arch adalah mafia."Pantas dia kekeuh membiarkan Arch jadi anaknya Zio," komen Zico saat itu."Sangat beresiko andai musuh tahu soal kehidupan pribadi kami. Karena itu aku mendukung apa yang tuan De Leon lakukan. Putranya lebih aman bersama kalian. Meski ya, aku yakin dia sa
"Pelan-pelan, Lea." Puspa membantu Lea yang ingin duduk. Istri Han ikut stand by di rumah sakit ketika sang suami dipanggil Zio."Operasinya lama bener," keluh Lea yang sampai setengah jam dipindahkan ke ruang perawatan, belum juga melihat Zio.Dua orang itu rencananya akan ditempatkan di satu ruangan yang sama. Supaya lebih mudah bertemu satu sama lain."Sebentar lagi. Namanya juga operasi kadang cepat, kadang molor. Tenang saja, jangan stres nanti ASI-nya susah keluar. Kayak Agni."Lea menghembuskan napasnya pelan. Coba menenangkan diri. Mencoba menyingkirkan pikiran buruk yang sempat mampir di kepalanya."Lapar, Pa," kata Lea. Baru kali ini terasa perutnya keroncongan.Puspa sigap mencari paper bag yang tadi ditinggalkan Han. "Jangan protes ya. Full sayur, demi anak." Puspa mengulurkan wadah makanan dengan logo restoran ternama.Isinya nasi, daging, dengan sayur capcay banyak. Tanpa banyak protes Lea makan sayurnya lebih dulu. Lea menggulung senyum melihat Puspa ikut makan bersam
"Ming! Ming! Dia bapakmu tahu!" Ceplos Zico. Dan pria itu kembali dapat warning dari mamanya. Bukan getokan di kepala, tapi cubitan ekstra keras di pinggang.Bisa dibayangkan bagaimana reaksi Zico. Ingin mengumpat tapi mama sendiri yang menganiaya. Pada akhirnya Zico hanya berdesis-desis macam orang kepedesan."Bapak apanya? Kata Mama dia sudah meninggal," sergah James tak percaya begitu saja."Ciee, dia anak mama juga to." Kali ini Zico kabur lebih dulu sebelum digetok, dicubit atau apalah itu oleh Inez. Zico pilih sembunyi di balik punggung Tiger yang duduk bersandar di kursi tinggi.Kehadiran Tiger di sana lekas menarik perhatian James. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku dibawa kemari. Dan mereka, mereka siapa?" Jari James menunjuk lima pria berpakaian hitam yang mengawalnya sejak turun pesawat. Adapun Mike cuma diam di pojokan. Tanpa berani ikut campur."Biar Mama jelaskan," Anita mengambil alih. Dia tahu putranya bingung. Biasanya hanya dia yang akan James dengarkan jika
Zio dan Lea tak mampu menahan tangis haru, kala bayi laki-laki mereka diletakkan di atas dada sang ibu. Dari menangis, bayi itu langsung berhenti dengan mulut bergerak-gerak lucu mencari sesuatu."Saingan Papa ini mah," canda Zio di tengah tangannya yang sibuk mengusap kepala sang anak, juga air mata di pipi.Rasanya makin tak terlukiskan kala si bayi kini beralih ke gendongan Zio. Buah hati yang dia tunggu sekian lama akhirnya berada dalam pelukannya."Sudah, Tuan?" Dokter Niken bertanya.Zio mengangguk setelah ritual adzan dan iqamat dia lantunkan. "Boleh gak babynya sama saya aja," pinta Zio masih dengan mata penuh air mata."Boleh, tapi nanti ya. Kami perlu periksa debay-nya lebih detail. Ingat, dia nongol lebih awal dari jadwal, jadi kami perlu pastikan dia baik-baik saja."Awalnya Zio ingin mendebat tapi ketika nyeri di lengannya kembali menyengat, dia tahu untuk sementara harus berpisah dulu dengan putranya."Arcelio Ethan Alkanders, sampai jumpa sebentar lagi."Lea sangat terh
"Ma, Kak Lea bener mau lahiran. Ini Zico tanya Sari. Zio baru datang, tapi kata Sari lengannya berdarah."Info Zico mengalihkan perhatian Anita dan Inez yang baru saja mendudukkan Tiger, pria itu kini lebih suka dipanggil Yuze.Luka fisik Yuze lumayan parah, untungnya organ dalam pemuda itu mampu bertahan. Walau setelah keadaan membaik, Anita yang mantan perawat tetap menyarankan pemeriksaan menyeluruh untuk Yuze di rumah sakit."Berdarah bagaimana, terus kakak iparmu bagaimana?" Inez jelas cemas mendengar kabar Zio dan Lea."Dia tertembak," kata Mattias menyela obrolan ibu dan anak di depannya."Siapa yang berani nembak dia? Anakmu ya, beuhh minta digetok palanya kalau ketemu."Zico mengomel, dan pada akhirnya berhadiah dirinya yang kena getok kepalanya oleh Inez, mamanya sendiri."Mama apa-apaan sih? Anak orang dibelain, giliran anak sendiri dianiaya!" Protes sang bungsu dengan bibir manyun lima senti.Satu pemandangan langka untuk Yuze, Anita dan Mattias. Yuze yang bahkan orang tua
"Tunggu dulu, apa hubunganmu dengan Triad Li."James menahan Miguel yang sudah bersiap melajukan kendaraan menuju rumah sakit. Ya, yang datang menyelamatkan James dan Zio adalah Miguel yang membawa belasan orang untuk memukul mundur penyerang dua pria tadi."Kau pulang saja dulu, lalu tanya pada ayahmu. Aku datang karena ayahmu minta tolong padaku. Mike sudah menunggu di bandara.""Ayah?" Kutip James nyaris tanpa suara.Ayah? Siapa ayahnya? Bukankah ayahnya sudah meninggal. Pertanyaan tadi berputar di kepala James, seiring mobil Miguel berlalu dari hadapannya."Mari Tuan, saya antar ke bandara. Pesawat berangkat empat puluh lima menit lagi."James masuk ke dalam mobil saat kendaraan Zio menghilang di tikungan. Tempat itu sudah bersih, mayat dan mereka yang terluka tak lagi terlihat. Triad Li memang terkenal dengan kinerjanya yang cepat dan bersih juga rapi, sama dengan Triad Ming."Siapa nama tuanmu tadi?" James bertanya pada sang supir."Tuan Miguel Amadeo De Leon."James terdiam ket