Suara "ahh" terdengar, disambut "ahh" lain yang seketika menaikkan suhu kamar Zio menjadi panas. Kian lama makin membara kala lelaki itu sukses mendapatkan apa yang dia mau. Setelah drama foreplay lumayan lama, sebab Lea masih tanggung memberi izin. Zio berhasil menyatukan diri. Lelaki itu lumayan sadar kalau Lea perlu pemanasan lebih panjang. Mengingat sang istri tak ia sentuh lebih dari delapan bulan. Ditambah Lea masih segelan kala Zio mulai menyentuhnya dan mereka tidak banyak menyatu sebelum kejadian pahit tersebut berlaku. Jadi wajar saja jika Zio seperti mendapati Lea kembali perawan waktu dia masuki. Pria itu menggeram rendah campur nikmat kala jalan yang ditapaki miliknya justru makin sempit. Nikmat mana lagi yang Zio cari. Tidak! Lelaki itu tidak mau yang lain, dia hanya mau Lea. Hanya dari tubuh Lea, Zio mendapatkan kepuasan yang tidak dia dapatkan dari mendiang istrinya. Zio tak bermaksud membandingkan, tapi begitu yang dia rasakan. Sepertinya Nika memang spesial menja
Jantung Lea terus berdebar kencang sejak sesi bercintanya dengan Zio semalam. Paras Lea bisa tiba-tiba merona jika teringat ucapan sang suami. "Manisnya," lirih Lea sambil menangkup pipi dengan dua tangannya.Wajahnya memerah lagi untuk kesekian kali. Padahal dia sedang berada di kantor, baru saja selesai meeting dengan Arch juga staf lain. Walau sebentar lagi dia akan kembali absen untuk menghadiri acara Arch.Wanita itu terus terngiang ucapan manis dari sang suami. Haish, kalau begini caranya luluh juga hatinya lama-lama."Bu, semua sudah beres," lapor Irene yang muncul dari balik pintu. Lea segera menetralkan ekspresinya atau Irene bakal mengolok-oloknya lagi."Bagus, tidak masalah kan aku tinggal?""No problem, kirim salam buat anak ibu yang tampan kek bapaknya." Irene nyengir lebar saat berujar."Kenapa gak coba godain adik iparku?" Balas Lea sambil menaikkan sebelah alisnya."Yang mana? Ah, yang masih SMA itu ya. Ganteng sih, tapi masak pacaran sama berondong sih.""Mending gak
"Enggak ada apa-apa kok Pa, Ma." Balas Arch seketika mengubah ekspresi wajahnya jadi ceria.Bocah itu tampak memakai kostum kelinci lucu, menggemaskan. Tapi anehnya pertunjukkan belum dimulai, Arch malah terlihat akan melepasnya."Ini kenapa dilepas? Kan belum jadi nyanyi. Katanya mau nyanyi buat mama sama papa?" Lea bertanya penuh selidik. Lea yang peka menangkap ada hal yang disembunyikan anak adopsi suaminya. Lea bergantian menatap Arch dan Sari."Katakan!" Titah Zio membuat dua orang itu ketakutan."Eng, itu, gini. Arch enggak jadi perform.""Kenapa?" Zio dan Lea kompak bertanya."Errr ...." Jemari Arch saling meremas dengan gelisah. Bola matanya melirik kanan kiri dengan cemas."Sari, katakan apa yang terjadi." Lea beralih pada sang pengasuh. Lea bisa menangkap Arch menggeleng pelan pada Sari."Kalau kamu tidak cerita, kamu bisa saya pecat macam Desi mau kamu?" Ancam Zio yang memang sumbu pendek."Jangan, Tuan. Jangan pecat saya. Ampun, Nyonya, Tuan." Sari memeluk Arch sayang, s
"Putra dan putri kita sangat berharga untuk kita. Apa kalian akan biarkan jika ada orang menyakitinya?"Zio melemparkan pandangannya pada semua yang ada di sana. Tatapannya berhenti pada Maya dan kepala sekolah. Maya masih mempertahankan sikap angkuh dan arogannya."Jawaban saya adalah tidak. Putra saya diam, selama ini dia tidak cerita. Tapi saat saya tahu, jangan harap kalian bisa lolos. Saya jamin kalian akan dapat balasan setimpal dengan apa yang putra saya rasakan.""Kau pikir apa yang bisa kau lakukan? Kau tidak tahu siapa suami saya?" Maya mulai menunjukkan sisi sebenar dirinya. Perempuan sombong yang aslinya haus validasi dari orang-orang di sekitarnya."Marco Carson? Pebisnis di bidang ritel? Apa yang Anda harapkan dari pria yang hobi selingkuh." Cibir Zio pada Maya yang membelalakkan mata. Kaget dengan ucapan Zio.Sementara yang lain mulai berbisik sambil menuding ke arah Maya."Jangan sembarangan bicara Anda?!" Maya membentak Zio.Suami Lea tersenyum miring. Dia ganti meman
Lea mengerjap beberapa kali, Arch bilang wajahnya seperti Nika. Nancy bilang dia adalah bayangan Nika. Seberapa mirip sebenarnya mereka berdua. Lea yang sudah kembali ke kamarnya, kini disibukkan dengan pemikiran itu, sambil memandang view kota yang terik menyala di timpa sinar mentari. Lea memang kerap bertemu Nika, tapi saat dia masih buta. Jadi dia tidak tahu rupa istri pertama Zio. Lea bisa melihat bersamaan dengan Nika yang meninggal. Wanita itu mengedarkan pandangan, mencari ke laci-laci. Namun dia tak menemukan satu lembar pun foto Nika. Dia ingin tahu seperti apa rupa perempuan itu. Sejenak terdiam, Lea baru menyadari. Sejak dia dibawa pulang ke rumah ini, dia tidak melihat satu pun foto Nika. Perempuan itu seolah tak menyisakan kenangan apapun di rumah ini, setelah dia meninggal. "Kenapa begitu?" Satu-satunya barang yang mengingatkan akan keberadaan wanita itu hanyalah pakaian yang disimpan Zio dalam sebuah almari yang sama sekali tak boleh Lea sentuh. Jika Zio sangat men
"Sampai lemas? Dia itu gila apa bagaimana? Dengan permainan standar saja dia sudah buat kaki aku kayak jeli. Tidak bisa berdiri. Apalagi kalau ditambah durasinya."Lea mengomel sambil memeluk guling siang itu. Hanya beberapa menit, tapi efeknya membuat Lea lelah, walau jelas terpuaskan. Zio selalu bisa menemukannya. Membuatnya melayang tinggi untuk kemudian dibuat meledak sampai dia hancur berantakan.Namun sisi lain Lea sangat menyukai Zio yang tengah menjajah dirinya. Mengklaim tiap jengkal tubuhnya adalah wilayahnya, miliknya. Seperti yang selalu Zio bisikkan tiap kali mereka bercinta. "Kamu adalah milikku."Aihhh! Lea membenamkan wajahnya ke dalam bantal. Parasnya merona tiap kali mengingat ulah manis sang suami. "Jangan fall in dulu, Le. Tahan-tahan!"Lea coba memperingatkan dirinya agar tidak mudah menjatuhkan hati pada Zio. Dia hanya perlu menjalani kehidupan rumah tangganya sampai dia menemukan rasa apa yang dia miliki untuk sang suami.Tapi kalau dia tiap saat disuguhi aksi m
"Apa yang sedang kamu kerjakan?" Tanya Zio pada sang istri. Dia sendiri baru kembali dari kamar Arch.Sari mengatakan keadaan Arch membaik setelah tadi bicara dengan Lea. Lea juga yang menidurkan Arch."Aku cari referensi sekolah untuk Arch, apakah boleh?" balas Lea masih berkutat di depan laptop."Ada saran?" Zio memang tidak tahu harus memasukkan Arch ke sekolah mana.Ranahnya bisnis, bukan untuk me-research sekolah mana yang baik bagi sang putra."Aku direkomendasikan sekolahnya Ivan, anaknya Arch." Lea ternyata sedang searching sekolahnya Ivan."Baguskah?" Zio menunduk di dekat sang istri ikut mengamati berbagai gambar juga keterangan tentang sekolah Ivan."Satu poin plusnya, sekolah itu satu managen dengan sekolah Zico. Jika Arch bisa masuk ke sana. Setidaknya Arch punya nilai lebih ....""Keponakan dari seorang biang onar? Apa bagusnya itu?""Setidaknya mereka akan pikir dua kali waktu mau buli Arch. Lagian ada Ivan di sana. Dia anak baik.""Kamu pernah bertemu dengannya?""Seri
Sosok yang nekad menerobos masuk ke ruangan Zio membelalakkan mata, mendengar suara wanita yang membalas ucapannya. Bukannya Zio, sang atasan.Tubuh Rina bergetar melihat kursi yang perlahan berputar, menunjukkan siapa yang berada di sana. "Le-Lea?" Cicit Rina dengan wajah berubah horor. Bagaimana bisa perempuan itu ada di sana."Jadi aku harus menceraikan dia begitu?""Bu-bukan seperti itu!""Lalu apa maksudmu dengan menceritakan semua itu pada atasanmu. Kau ingin membuat buruk namaku? Oh salah, namaku memang selalu jelek di mata kalian."Rina menggigit bibir mendengar jawaban sinis Lea. Dia salah timing rupanya. Dia pikir Zio sudah selesai meeting, rupanya belum. Malah sekarang dia harus berhadapan langsung dengan Lea."Jawab!"Rina berjingkat kaget. Dia jelas syok dengan perubahan sikap Lea. Perempuan itu dulu buta, tak akan berani padanya. Tapi lihatlah sekarang, wanita yang dulu kerap dia permalukan, kini menatap tajam padanya.Netra hazel Lea mengunci pandangannya hanya pada s
Setelah semalam merenung, menimang juga mempertimbangkan semua hal dari segala sisi. Pada akhirnya Agra memutuskan untuk menyerahkan permasalahan sang adik pada yang bersangkutan.Agra tidak ingin mendoktrin, apalagi memaksa Raisa soal apapun. Pun dengan Zico, Agra secara khusus minta bertemu. Dan Zico dengan segera menyanggupi.Dengan membawa Livi, Agra kembali dibuat yakin dengan keputusannya. Dia pasti Zico bisa lebih baik darinya. "Aku izinkan kau berjuang. Tapi dengan satu catatan. Jika dia menolak kau harus enyah dari hadapannya juga Livi."Zico menelan ludah. Ditolak Raisa dia bisa terima. Tapi berjauhan dengan Livi, Zico tidak akan sanggup. Tidak, setelah dia menjalani dua puluh empat jam full bersama sang putri. Zico tidak akan bisa berpisah dengan Livi. Tidak, sesudah dia menyadari betapa berharganya Livi baginya.Maka siang itu dengan harapan setinggi langit, Zico nekat melamar Raisa. Dia yakin lamarannya akan diterima."Sa, mari menikah."Suara Zio membuat Raisa kembali
"Apapa," sebut Livi dengan bibir bertekuk menahan tangis."Ndak apa-apa, Sayang. Apapa nakal jadi pantas dipukul. Tapi kamu gak boleh asal pukul orang."Livi melayangkan tatapan tajam penuh permusuhan pada Agra."He, bukan Om yang salah. Dia yang jahat."Livi menangis dengan tangan sibuk melempar apa saja yang ada di meja. Agra maju tidak terima dengan aksi sang ponakan. Sementara Zico dengan cepat mendekap Livi yang bibir mungilnya terus menyebut om jahat."Kau! Kau jangan mimpi bisa dapatin Raisa," ancam Agra."Agra, berhenti gak!" Pria itu kicep begitu sang istri bicara. Irene mendekati Raisa yang cuma duduk sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. Dalam sekejap, Livi sudah jadi perisai hidup untuk ayahnya. Dipandangnya wajah Zico yang memar di beberapa tempat. Saat ini pria itu masih menenangkan Livi yang masih menebar aura permusuhan pada omnya."Ren ....""Jangan tanya, Mbak. Pusing aku." Irene mundur ketika Raisa angkat tanganAgra mendesah frustrasi. Pria itu berdiam diri d
"Apa kamu bilang? Zico ke Tokyo?" Lea mengutip ucapan Zio barusan."Lah kan aku sudah bilang kemarin. Abian kasih tahu kalau Zico ke Tokyo. Katanya kerjaannya berantakan, jadi mereka suruh Zico buat healing lagi."Zio berkata sambil mendekati Lea yang sedang menyusui Celio. Zio seketika jadi cemburu. Benda itu bertambah menggiurkan, tapi sekarang bukan lagi miliknya. Ada Celio yang memonopoli tempat favorit Zio."Dia ke Tokyo bukan healing tapi cari perkara. Lihat saja yang ada di sana. Bukannya Zico selalu sakit kepala kalau coba mengingat Raisa," Lea membetulkan posisi Celio supaya lebih nyaman."Kan beda kalau ketemu orangnya langsung. Boy, gantian napa. Dikit aja."Lea menepis tangan Zio yang selalu ingin mengganggu Celio. Bayi lelaki itu sudah bertambah montok dengan pipi seperti bakpao. Tingkahnya juga bikin satu rumah tertawa senang."Memangnya kau setuju kalau Zico dengan Raisa?""Enggak! Jauh-jauh dari yang namanya Agra," balas Zio cepat.Lea seketika memutar bola matanya je
Livi menangis dengan tubuh Raisa turut gemetar, melihat bagaimana Zico menggelepar menahan sakit di kepala. "Tolong, Dok. Sakit!" Teriak Zico berulang kali.Dia pegangi kepalanya yang serasa mau pecah. Pria itu meringis, mendesis sementara tim medis sedang mencoba mengurangi kesakitan yang Zico rasa.Raisa susah payah berhasil membawa Zico ke klinik terdekat. Tubuh Zico yang tumbuh besar dan tinggi membuat Raisa kesulitan memapah. Ditambah dia sedang menggendong Livi yang sejak itu mulai menangis.Beruntungnya dia bertemu dua orang yang membantu Zico berjalan ke klinik. "Apapa!" Sebut Livi berulang kali. Balita tersebut tampak ketakutan, tapi juga menampilkan ekspresi sedih."Apa yang terjadi padanya?" Seorang dokter bertanya setelah Zico berhasil ditenangkan. Raisa melirik Zico yang mulai tenang, meski sesekali masih meringis kesakitan."Dia bilang pernah kecelakaan, lalu hilang ingatan. Tapi saya tidak tahu detail-nya.""Oke, kami paham. Kami akan memeriksanya lebih lanjut. Takut
Venue pernikahan sudah ramai orang. Agaknya prosesi pernikahan akan segera dimulai. Zico panik, dia tidak menemukan Raisa di mana pun. Mungkin perempuan itu sedang di touch up make up-nya. Tapi ruangannya di sebelah mana.Saat kecemasan Zico memuncak, dia mendengar musik pengiring pernikahan mengalun. Dia menerobos barisan tamu undangan untuk melihat lebih dekat. Raisa dan Livi muncul di pintu. Zico reflek berteriak, "Sa! Sa! Kamu gak boleh nikah sama dia!"Detik setelahnya Zico menarik Raisa pergi dari sana. Membawanya berlari setelah sempat menggendong Livi. Semua tamu melongo, melihat kejadian yang baru saja berlaku.Pun dengan Agra dan Irene. Dua orang itu jelas bingung ketika Zico mendadak muncul di Tokyo, lantas membawa pergi Raisa juga Livi.Namun hal itu tidak berlaku bagi Ryu dan Hana, sepasang pengantin itu justru saling melempar senyum."Itu tadi papanya Livi?" Tanya Hana seraya berjalan ke altar pernikahan dengan tangan melingkari lengan Ryu.Gaun putih sederhana senada d
Setelah menempuh perjalanan hampir tujuh jam, Zico sampai di Tokyo hampir pagi. Tubuhnya lelah luar biasa, hingga ketika dia sampai hotel tempat dia menginap, lelaki itu langsung ambruk untuk kemudian terlelap.Dia perlu memejamkan mata sejenak, atau dia bakal oleng. Lebih parah sakit kepala bisa membuat Zico tak berdaya. Satu yang Zico ingat, dia harus menemukan Raisa sebelum jam dua siang nanti. Sebab pernikahan Ryu digelar di jam itu. Dan Zico yang buta soal Tokyo sudah dipastikan harus berjibaku menemukan venue tempat pernikahan Ryu Watanabe."Tunggu aku, Sa," gumam Zico sebelum terlelap.Padahal yang disebut namanya sedang mengulas senyum. Pertikaianya dengan Agra berakhir lebih cepat dari yang dia duga. Raisa pikir Agra akan mendiamkannya lama. Bahkan mungkin memutuskan hubungan dengannya.Punya anak di luar nikah adalah aib besar di negara mereka. Namun di sini, Tokyo. Kota dan negara yang sedang mengalami masalah penurunan angka kelahiran yang signifikan.Kelahiran adalah hal
Agra langsung menuju apartemen Raisa begitu dia sampai di Tokyo. Lelaki itu heran melihat Ryu berkunjung ke unit sang adik, padahal hari sudah cukup malam. Ditambah besok adalah hari pernikahan sang asisten. Curiga membuat Agra bergerak cepat menahan pintu, hingga dia bisa ikut masuk ke apart sang adik tanpa penghuninya tahu. Agra pikir Ryu dan Raisa punya hubungan lebih di luar atasan dan asisten.Agra dan Irene terpaksa menguping pembicaraan Ryu dan Raisa. Betapa terkejutnya dua orang itu mendengar topik yang dibicarakan oleh Ryu dan Raisa."Livi siapa, Sa?" Pertanyaan Agra membuat Raisa terperanjat. Dia tidak pernah menyangka kalau Agra sudah berdiri di hadapannya."Kakak kapan sampai?" "Jawab dulu, Livi siapa?" Agra coba menahan diri. Meski pikirannya sudah mengembara ke mana-mana. Mungkinkah yang Agra takutkan benar terjadi. "Livi dia ....""Amama, Papa." Suara menggemaskan terdengar dari arah kamar.Agra dan Irene sontak menoleh, melihat seorang balita berjalan limbung ke ar
"Om, tahu tempat tinggal Livi gak?"Zico melirik sadis ke arah Arch, yang tampak tak masalah mendapat teror semacam itu dari om-nya."Lu ngapain sih nanya Livi mulu, kan elu sudah punya Celio," kesal Zico tiap ketemu Arch. Pasti bocah itu selalu menanyakan pasal Livi.Padahal Zico sendiri sedang H2C, harap-harap cemas menanti kabar dari dari Miguel soal tes DNA Livi dengannya. Miguel mengabarkan, sample sudah masuk lab dua hari lalu, pria itu bilang akan mengusahakan secepat mungkin. Dari mana Miguel dapat sample Livi, jangan ditanya. Mungkin saja Miguel punya join venture alias kerjasama dengan kelompok Yakuza di Tokyo sana. Aih serem, triad ketemu yakuza, kalau tawuran pasti mengerikan."Celio kan cowok. Livi cewek, beda," balas Arch cepat."Memangnya kenapa kalau cewek?" Zico mulai curiga kenapa keponakannya ngebet banget sama Livi.Arch diam, tapi rona merah bisa Zico lihat menyebar di pipi putra kandung Miguel."Dia cantik, Om.""Ha? Jangan bilang lu suka sama tu bayik. Eh biji
Berbeda dengan dua pasangan lain yang tengah melakoni malam panas membara. Kamar Zico yang selalu sunyi, kini kian dingin. Hatinya hampa sejak dia kehilangan memori soal Raisa.Namun hari ini semua terasa berbeda. Kehadiran seorang Nakaia Livi mengubah segalanya. Hati Zico menghangat. Tiap sentuhan Livi menyalurkan cinta yang telah lama hilang dari kalbunya.Panggilan "apapa" khas Livi membangkitkan sesuatu dalam jiwanya. Dia seperti diseret, dipaksa untuk memperjuangkan Livi.Zico berdecih lirih. Dia habiskan cairan merah yang ada dalam gelasnya. Matanya memandang siluet pesawat yang mengangkasa di depan sana."Dia pergi," gumam Zico. Padahal belum tentu itu pesawat Livi.Detik setelahnya bunyi benda pecah terdengar. Zico baru saja membanting gelas yang beberapa saat lalu masih dia genggam. Dia remas kepalanya, frustrasi dengan dirinya sendiri."Apa yang sebenarnya hilang? Apa yang sebenarnya kuinginkan? Apa yang sejatinya aku cari?!" Teriak Zico sambil memukuli kepalanya sendiri.Su