Lea melangkah mundur ketika Agra muncul di hadapannya. Bagaimana bisa lelaki itu ada di sini? Lea melepas kacamata hitamnya, hingga visualnya bisa bertatapan langsung dengan netra Agra."Lea aku ingin bicara.""Soal apa? Saya rasa tidak ada yang perlu kita bicarakan," balas Lea tenang.Rian, Zio dan sekarang Agra, kenapa mereka selalu bisa menemukan dirinya. Apa dia harus lari ke luar kota agar terhindar dari pria-pria ini. Jangan bilang nanti dia bakal bertemu Aldo juga, playboy buaya buntung yang menyebalkan.Apalagi kemarin Lea baru bertemu Rina. Tapi tidak mungkin kalau Rina akan cerita pada Aldo jika mereka bertemu. Pun dengan Vika, ke mana perempuan itu pergi. Tapi baguslah dengan begitu berkurang rasa kesal Lea."Kita cari tempat yang enak untuk bicara.""Tunggu, kalau Anda ke sini untuk urusan pesta perusahaan Anda. Saya akan panggilkan Irene. Dia kemarin yang jadi konsultan Anda.""Saya gak mau dia. Saya mau kamu.""Sayangnya saya harus pergi sekarang. Saya akan panggilkan Ir
Lea kembali dengan napas terengah ke gedung Dreamcatcher setelah Zio membebaskannya. Tadinya perempuan itu sudah parno kalau Zio akan menyeretnya ke hotel terdekat. Dia teringat cerita seorang staf yang suaminya kerja di pertambangan minyak lepas pantai. Tiap kali pulang dia akan langsung diserang tak peduli tempat. Lea pikir Zio akan seperti itu, nyatanya tidak. Langkah Lea terhenti di lobi ketika dia melihat Han yang tampak surprise melihatnya. "OMO, nyonyaku. Ini beneran kamu. Sedang apa kamu di sini?" Han bertanya sambil mendekati Lea yang turut memangkas jarak di antara keduanya. "Suruh orang-orangmu pergi dari sini." Han terdiam, otaknya berpikir cepat. Hingga dia sampai pada kesimpulan yang sangat masuk akal. "Sekarang aku tahu kenapa Zio ingin mengutak atik kantor ini. Kamu kerja di sini. Pantas saja dia makin uring-uringan sejak hari itu. Dia bertemu kamu rupanya." "Diam kamu!" Han terbahak melihat bagaimana Lea yang sekarang berani menggigitnya. Perempuan di depanny
Lea kembali dibuat tidak berdaya menolak keinginan Zio. Kala lelaki itu memaksanya masuk ke dalam mobil, sambil merebut barang bawaan Lea. Melemparkannya ke kursi belakang. Mengabaikan protes Lea yang meratapi laptopnya yang kena banting."Kubelikan yang baru kalau rusak."Lea mendengus geram, sambil menghempaskan bokongnya dengan kesal setelah mendapat pelototan dari Zio."Apalagi sekarang?" Lea bertanya putus asa. Kerjaannya banyak, dia sengaja ingin mengajak Zico lembur dari pada bocah itu keluyuran tak jelas atau apel ke tempat Raisa. "Sudah kubilang kalau kau harus menggunakan kartu itu untuk belanja.""Saya tidak punya waktu. Kerjaan saya banyak.""Yang menyuruhmu bekerja siapa?"Lea berpaling cepat ke arah Zio. Haloo, lelaki itu tidak ingat apa kalau enam bulan lalu sudah mengusirnya. Kalau dia tidak bekerja, mau jadi apa dia sekarang, tengkorak hidup?"Anda tidak amnesia kan? Anda mengusir saya."Zio meneguk ludah susah payah mendengar ucapan Lea."Kalau tahu tidak salah kena
"Dia saja nempel terus sama Nancy. Nuduh orang jalan sama pria lain," batin Lea jengkel.Mood Lea hancur seketika. Tanpa kata dia memilih pergi meninggalkan Zio yang hanya bisa berkacak pinggang melihat kelakuan Lea. "Kebiasaan," maki Zio. Terpaksa dia mendorong troli ke arah kasir, membayarnya lalu menyusul Lea, yang dia harap tidak main pergi begitu saja. Sampai di parkiran dia mendapati Lea sedang mengangkuti barangnya sendiri."Bisa tidak kita kamu itu kalau marah jangan asal pergi?"Lea berbalik begitu melihat Zio memasukkan barang belanjaan ke jok belakang."Kalau begitu bisa tidak Anda jangan asal tuduh."First date keduanya diwarnai debat yang sontak membuat emosi keduanya merayap naik. Tensi Lea masih bisa dikendalikan. Parasnya masih terlihat tenang. Walau sejatinya kepalanya mulai berasap."Aku tidak main asal tuduh. Nyatanya terakhir kali kau pergi dengannya."Helaan napas terdengar dari arah Lea. "Kalau begitu, jangan hanya menilai dari apa yang Anda lihat. Anda juga ha
Seperti dejavu, Lea menoleh ke arah kiri ketika dilihatnya seorang anak laki-laki berjalan pada ibunya. Tanpa Lea sadari dia menangis. Serindukah itu dia pada putra yang jelas bukan darah dagingnya.Wanita itu lantas menundukkan wajah, lebih suka menyembunyikan tangis, yang bisa jadi akan menarik perhatian banyak orang jika dia tunjukkan secara nyata.Lea masih tetap menunduk, kala suara tadi terdengar lagi. Namun kali ini sangat dekat, persis di depan Lea. Sang perempuan lebih suka mengabaikannya, dia pikir itu hanya fantasinya. Sampai sepasang telapak tangan mungil menyentuh tangan Lea yang ada di atas pangkuannya. Lea berkedip cepat, tangan kecil itu nyata bukan imaginasinya."Mama kenapa nangis?" Lea langsung mengangkat wajah, dia terkejut melihat siapa sosok yang berdiri di depannya."Mama bohong!" Raung suara itu langsung memeluk Lea tanpa aba-aba. Tubuh Lea tak mampu bergerak, waktu terasa berhenti di momen itu. "Ini ... bukan mimpi kan?" Lea bergumam hingga dia merasakan sa
"Ini tempat tinggal, Mama?" Arch melompat kegirangan begitu masuk ke unit Lea. Perempuan itu menjawab iya, sambil meletakkan barang-barangnya di meja dekat pintu masuk. Zio sendiri hanya diam, tapi matanya sejak tadi memindai keadaan rumah Lea. Rapi macam biasa. "Arch, ganti baju dulu. Atau mau mandi sekalian? Lalu tidur siang."Arch langsung menyahut antusias. Dia mengekor langkah Lea masuk ke kamar sang mama. Meninggalkan Zio yang langsung duduk di sofa di ruang tengah.Netra sepekat malam lelaki itu masih menelisik tempat tinggal Lea. Hidungnya mencium samar parfum maskulin. Zio mendengus kecil. Buktinya sudah ada, masih mau mengelak.Di dalam kamar Lea, perempuan itu mulai mengeluarkan barang-barang Arch. Mereka tadi sempat belanja keperluan Arch juga membeli bahan makanan yang ingin Lea masak."Kamar Mama enak sekali. Jadi betah di sini, gak mau pulang. Arch sama Mama saja.""Nanti nenek bagaimana kalau nanyain Arch."Lea menjawab sambil membasahi rambut sang bocah untuk keram
Zio dan Zico saling lempar tatapan penuh permusuhan. Dua beradik itu duduk berhadapan, dengan tangan terlipat di dada, terpisah meja antara mereka.Zio baru saja menempeleng kepala Zico, setelah tahu kalau sang adiklah yang suka menginap di rumah Lea. Dan bukan Zico jika terima dibuli, maka dua beradik itu terlibat perkelahian yang malah memancing tawa Lea.Gelut ala smack down bocah TK dengan kepala Zico diketekin Zio. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya perut Lea melihat part adik kakak saling balas memelintir tangan lawannya.Dengan hasil akhir, Zico meraung kala Zio menindihnya di karpet, benar-benar seperti smack down."Lanjutin aja gelutnya. Seru tahu!" Kompor Lea dari arah kamar.Dua pria itu menoleh, lalu mendengus bersamaan. Bisa-bisanya Lea malah menyiram bensin ke bara api yang sudah berkobar."Kartu!" Tangan Zio terulur dengan Zico langsung membuka dompetnya. Menyerahkan selembar kartu hitam dari dalamnya dengan wajah penuh ejekan pada sang kakak."Ambil semua, semakin ka
Sejatinya Lea bingung dengan perasaannya. Dia merasa benci, tapi di waktu bersamaan dia juga berdebar tiap kali bersentuhan fisik dengan Zio.Jika yang dikatakan Zio benar soal mereka yang masih suami istri, berarti yang mereka lakukan tidak salah. Namun Lea juga tidak mau buru-buru memperbaiki hubungan dengan Zio. Lea masih sakit hati."Memaafkan? Dia saja tidak mau minta maaf."Sebenarnya keinginan Lea sangat sederhana. Lea hanya ingin Zio mengakui kesalahannya, terlebih semua yang terjadi bukan perbuatannya.Harusnya Zio memang melakukannya tapi gengsi lelaki itu setinggi langit. Sulit bagi Zio untuk melakukannya walau hanya hal sederhana."Horee, makan!" Seru Arch riang. Senyum bocah itu kembali, dia akhirnya bisa makan masakan Lea setelah sekian lama.Ditambah ketika bangun, dia mendapati Zico yang tidur memeluknya. Rasanya senang sekali. Mereka berempat bisa berkumpul lagi."Kayak emak-emak anak dua."Zico berujar seraya melirik pada Zio yang sejak tadi diam saja. Pria itu mak
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa