Hari berganti. Selimut malam yang semalam membentang, kini telah berganti dengan pagi yang terang. Deva akan memulai hari sibuknya di kantor papanya. Ia pun mulai memilih pakaian kerja yang rapi setelah membersihkan diri. Ia baru sadar jika beberapa pakaiannya sudah tertata rapi di walk in closet di kamar barunya. Ah, Deva jadi mulai merindukan rumah pertama yang dulu ia tempati bersama almarhumah mamanya dan sang papa. Semua yang ia perlukan sudah melekat sempurna di badannya yang cukup indah. Deva tersenyum. “Aku yakin kamu masih mencintaiku, Lisa,” ucapnya sembari membentuk simpul dasi di kerah bajunya. Namun, beberapa kali mencoba, tak jadi-jadi juga. Di Turki, pelayan pribadinya yang selalu menyiapkan semua kebutuhan Deva, dari mulai baju kerja, sepatu, sampai dasi yang ia kenakan. “Bik Darsih bisa enggak, ya?” ucapnya pelan. “Ke bawah aja, deh. Minta tolong sama dia.”Sekali lagi Deva meneliti penampilannya dan bersiul setelah semuanya terlihat sempurna. Ia segera keluar d
“Tidak! Kami tak akan pernah mau membayarnya! Itu hutang Mbak Rukmi. Bukan hutangku!”“Tapi Rukmi menjaminkan putrimu padaku, Rika. Dia tak bisa menebus rumah orang tuamu yang ia gadaikan suratnya padaku.”“Apa?! Bukankah Mbak Rukmi menggadaikannya di bank?”“Ya. Dia memang pernah menggadaikannya pada bank. Tapi, apa kamu tahu jika separuhnya aku yang menebus?”Rika menggeleng. Bukan karena tak tahu, tapi lebih ke rasa tidak percaya, bahwa kakak angkatnya berhubungan dengan lintah pengi*ap darah itu. Ironinya, wanita itu malah seenaknya berbuat. “Aku menebusnya karena Rukmi bilang ia akan memberikan keponakannya yang cantik itu padaku sebagai gantinya. Bukan hanya itu. Dia menghilang setelah membawa pergi uangku sebanyak tiga puluh juta. Lalu, sebuah pesan masuk dari nomornya. Silakan baca sendiri.”Dengan tangan bergetar, Rika menerima ponsel dari tangan Tatang Kurnia. Di sana tertulis sebuah pesan dari nomor Rukmi yang cukup Rika hafal. [Juragan, tampaknya keponakanku, si Lisa, su
Ucapan Khalisa berhasil membuat tubuh Kadeva membeku.“L-Lisa, apa aku tak salah dengar?”Khalisa menarik kepalanya dari dada Kadeva. Ia melepas cadarnya dan kini pria di hadapan bebas menikmati kecantikannya. “Aku masih mencintaimu, Deva. Tapi ... cinta itu sudah berubah menjadi rasa sayang dari seorang ibu untuk putranya.”Kadeva berdecak tak suka. Entah magic apa yang sudah papanya berikan pada Khalisa sampai wanita seumurannya itu memilih om-om untuk menjadi suaminya.“Banyak kesulitan yang aku lalui sampai akhirnya aku bertemu dengan papamu, Deva. Mas Atmaja dan temannya yang menemukanku di hutan dalam keadaan terluka cukup parah.” Ada hela napas sebagai jeda. “Andai papamu tak datang di waktu yang tepat. Mungkin ... mungkin aku sudah menjadi budak n@fsu para iblis bertopeng manusia itu.”“Siapa yang melakukannya, Lisa?” Khalisa menggeleng. Ia masih ingat wajah itu. Dan tadi, ia sempat bertemu salah satunya di bandara. “Bandit genit itu? Si rentenir itu?”Khalisa memejam sebe
Saat ini Deva menjadi penonton dua wanita yang sedang asyik bercengkerama layaknya sedang reuni. Khalisa dan Linda, mereka memang cukup dekat dan satu fakultas saat kuliah. Berbeda dengan Deva walau ketiganya bernaung di universitas yang sama. “Jadi, kalian balikan setelah terpisah cukup lama?”“Heuh?” Khalisa terkesiap mendengar pertanyaan dari Linda.Berbeda dengan Deva yang terlihat lebih santai dan menunggu reaksi Khalisa. Mungkin Linda juga belum tahu kebenaran yang sesungguhnya. “Enggak nyangka, euy, si Deva bisa bikin istrinya tertutup begini. Udah berapa lama kalian nikah? Privat wedding, kah? Kok, aku enggak diundang, sih, Lis?” Linda terus nyerocos sambil mengunyah isian seblak di hadapannya. Ia seperti lupa kalau beberapa jam yang lalu sempat marah-marah karena mobilnya ditabrak oleh mobil Deva dari belakang. “Va, kamu kerja apaan btw? Mobil kamu keren, bjiirr.”Deva mula
Dengan napas terengah-engah, Khalisa sampai di kamarnya bersama sang suami. Ia langsung mengunci ganda pintu dengan perasaan campur aduk. Antara takut ketahuan dan juga ingin kembali melakukan. “Astagfirullahaladzim ... astagfirullahaladzim. Ampuni aku, Ya Robb. Maafkan aku,” ucapnya lirih dengan tubuh mulai luruh ke bawah. Khalisa merangkul kedua lututnya yang ditekuk. Diperistri oleh Atmaja adalah sebuah berkah. Namun, jika anak tirinya adalah kekasih di masa lalu, mungkinkah ini awal dari sebuah musibah? Di kamarnya sendiri, Deva mulai melangkah cepat untuk menggedor pintu kamar mandinya. Namun, belum sempat di ketuk, handle sudah ditarik dari dalam. Kepala Dali melongok ingin memastikan. Ia nyengir ketika wajahnya bertemu dengan wajah si pemilik kamar. “Dalion? Sejak kapan kamu di kamarku?”“Sejak kumandang Magrib,” jawabnya singkat, lalu segera keluar dari toilet melewati tubuh Deva. Deva hanya menghela napas lega dan ikut berjalan menuju kasurnya. Ia langsung melempar tubuh
“Ya ampun, Lisa ... ini rumah apa istana?” pekik Linda dengan tatapan takjub. “Gubuk cintaku dan Mas Atmaja,” jawab Lisa dengan nada centil. “Ceile, bucin amat sama om-om.”Khalisa tergelak dan mulai menggandeng lengan Linda agar mengikuti langkahnya. “Ayo, ih. Masuk dulu!”“Ya ampun, Lisa... luas bener ini rumah. Kalau main petak umpet di sini pasti yang nyari tim SAR.”Celetukan Linda semakin membuat Khalisa tergelak. Di dalam, lagi-lagi Linda berzikir tak henti-henti. Matanya menyapu tiap sudut bangunan yang indah dan wah dengan barang-barang yang tentu harganya tak murah. “Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallahu wallahu akbar. Serasa masuk surga aku, Lis. Eh, tapi aku belum mati, kan, ini?”“Otewe kayaknya.”“Lambemu, Lis! Pake bismillah kalo ngomong. Minimal pakai filter.”Khalisa benar-benar terhibur dengan ke
“Tolong ... tolong ...! Mmffh!”Lisa hanya bisa bersembunyi di balik pohon besar kala melihat ibunya meronta dengan mulut dibekap. Tak ada yang mendengar karena kiri kanan hanya tetumbuhan yang menjulang tinggi. Tubuh Lisa bergetar hebat. Matanya pun mulai panas. Ia tak tahu harus bagaimana. “Pintar juga kau bersembunyi, Rika. Cepat katakan di mana ponakanku?”Sang residivis dengan sebuah tato di dekat lehernya itu bertanya sembari mengarahkan sebuah pisau lipat di depan wajah Rika. Seolah-olah ia mengancam agar Rika tak berteriak atau melakukan perlawanan. “Kau dan istrimu sama-sama jahat, Suryo. Kau! Mbak Rukmi! Kalian manusia titisan iblis!”Plak! “Aaargh!” Rika memekik.Suami Rukmi dan Tatang tertawa. Sungguh, tawa keduanya serupa kidung kematian bagi Khalisa. Ia ingin keluar dan menolong sang ibu, tetapi Lisa tahu bahwa yang mereka inginkan adalah dirinya. “Aku tak butuh tanggapanmu tentangku, Adik ipar.”“Tak sudi aku menganggapmu sebagai abang ipar, Suryo! Kau jahat! Kau JA
“Halo, Cantik! Bagaimana kabarmu? Kamu terlihat makin sehat, cantik, dan ... lucu,” ucap Deva dengan satu jari mengelus bulu halus si hamster. Di hari libur begini, ia ingin sedikit bermain dengan hewan kecil yang selalu membuatnya tersenyum dan terhibur dengan tingkah polahnya. Walau Dalion selalu mencibir, tetapi Deva tak peduli. Ia memang menyukai hamster. Hewan mungil yang tak disukai oleh Lisa, tapi karenanya Deva malah terhibur. Deva segera membersihkan kandang si Zoono dan meletakkan si pemilik kandang ke sebuah kardus lebih dulu. Bik Darsih yang memerhatikan dari arah dapur hanya tersenyum. Deva duduk di gazebo dekat kolam renang. “Suka heran sama orang cakep. Kegemarannya aneh-aneh,” celetuk Wati. “Aneh gimana maksud kamu, Ti?”“Ya, aneh, Bik. Harusnya, tuh, Den Deva pelihara kucing angora atau anjing bichon begitu. Lucu juga, loh, Bik. Kayak si Vivi.”“Vivi? Siapa itu Vivi?”
Sudah tiga hari semenjak perdebatan bersama papanya di ruang perawatan Lisa, Deva tak mau menghubungi Atmaja selain urusan pekerjaan. Sebagai anak satu-satunya, Deva tahu dan paham apa yang diinginkan sang papa. Setiap orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya. Namun, dari semua perlakuan Atmaja yang dingin tapi tetap peduli, Deva cukup sanksi dengan kemarahan papanya kala itu. “Apa Papa benar-benar tak merestui pernikahanku dengan Sekar?” bisiknya pelan pada diri sendiri. Deva mulai dilema. Walau awalnya ia pun hanya ingin membantu Sekar, tetapi perlahan cinta itu pun mulai datang. Terlebih saat puncak pertengkaran Deva dengan papanya terjadi, ia cukup stres sampai akhirnya Sekar menawarkan diri bak charging energi. Sekar telah menyerahkan diri layaknya seorang istri yang tak menolak saat dig@uli. Deva pun makin merasa terikat kala gadis itu sudah tak gadis karena ulahnya. Ya, tentu bukan ulah kenakalan anak muda yang dulu pernah Deva lakukan dengan Khalisa. T
Ruang perawatan Lisa masih terasa sesak oleh ketegangan yang tak terucap. Atmaja akhirnya duduk di sofa ruangan dengan ekspresi wajah keras, tatapan matanya lurus ke arah Deva yang juga duduk di samping Sekar. Sementara Lisa masih terus berbaring dengan posisi setengah menyandar di brankar yang sudah di-setting kenyamanannya. Ia menatap suaminya, Deva dan Sekar dengan rasa ingin tahu bercampur simpati. Suara detak jam dinding terasa semakin kencang di tengah keheningan yang menyesakkan.Di ruangan yang sama, dua pria tua dengan pakaian sederhana—Wak Tarom, penghulu, dan Wak Hasan, saksi pernikahan Deva dan Sekar—ikut duduk di sofa terpisah, menunggu percakapan yang tampaknya semakin memanas.“Jadi, kamu nikahin gadis ini ... karena apa?” Suara Atmaja akhirnya pecah, menatap Deva dengan mata yang menyala. “Aturan desa? Dengar, Nak! Kamu, Kadeva Raja Arkananta, anak yang Papa didik buat berpikir rasional, malah terjebak sama aturan yang bodoh begitu?”Deva mencoba tetap tenang, meski j
“Jadi istri Om Maja itu seusia Mas Dali sama Mas Deva?” tanya Kanina antusias. Dali mengangguk sembari mengunyah potongan daging yang masuk ke mulutnya. “Kamu baru tahu?”Gadis cantik dengan outfit modis itu hanya mengangguk sembari memainkan sedotan dengan ujung jari. “Cuma tahu kalau istri baru Om Maja masih muda. Lagian Tante Lisa, kan, pakai cadar kalau ketemu banyak orang. Jadi aku belum pernah tahu semuda dan secantik apa Lisa Atmaja itu,” tuturnya panjang lebar. “Cantik. Dia cukup cantik.”“Mas Dali udah tahu?”Dali kembali mengangguk sembari menyeruput es selasihnya. “Tahu, soalnya Deva, kan ....” Kalimat Dalion menggantung. Hampir saja ia kelepasan berbicara kalau Lisa itu mantan kekasih dari anak tunggalnya Atmaja Gandhi. “Soalnya Mas Deva kenapa, Mas?” Kanina mengejar kalimat Dali yang tak diteruskan oleh sang pria. “Amm ... soalnya Deva sama aku, kan, cukup dekat. Aku beberapa kali juga tahu wajah istrinya Om Maja karena di dalam rumah dia enggak pakai cadar. Cuma,
“Mas?”“ Lisa? Kamu sudah bangun?”Khalisa tersenyum dan mulai menarik tubuhnya ke atas untuk sedikit bersandar. Atmaja sigap dan memencet tombol di samping bed, menyesuaikan tinggi yang istrinya inginkan. “ Sudah?”“Sudah, Mas. Terima kasih.”Atmaja tersenyum dan mulai duduk di sisi ranj@ng perawatan sang istri. “Mas, aku minta maaf. Aku dan Deva beneran udah selesai, Mas. Kita ... kita enggak ada apa-apa lagi.”Atmaja menghela napas panjang. Sejujurnya ia belum mau membahas hal ini. Selain kondisi Lisa yang harus ia utamakan, Atmaja juga merasa sudah ditipu. Entah, siapa yang menipu dan ditipu. Atau mungkin ia yang tak terlalu peduli dengan kisah asmara putra semata wayangnya? “Sayang, Mas cukup percaya denganmu, tapi ... Mas ragu dengan Deva. Dia itu mewarisi gen-ku. Apa yang dia mau akan dia kejar sampai dapat.”“Tapi aku tetap milih kamu, Mas. Walau misal kamu akan melepasku demi Deva, aku tak mau!”Ada getar di antara setiap kata yang terlontar. Bahkan mata itu terlihat nanar
“Sialan! Benar-benar sialan!”Akhirnya Tatang Kurnia dan Suryo berhasil dibekuk oleh polisi di tempat yang berbeda. Keduanya tak ada perlawanan saat polisi menyampaikan surat penangkapan atas kasus Bu Rika dan juga Khalisa. Awalnya Tatang yakin saja jika dia bersikap kooperatif semuanya akan mudah. Toh, dia yakin seyakin-yakinnya jika Deva tak punya bukti kuat. Namun, sayang seribu sayang, Tatang dan Suryo menganga lebar saat rekaman suara keduanya kembali diperdengarkan. Pengakuan Tatang saat mengingatkan kejahatannya bersama Suryo. Tatang tak bisa berkutik. Entah siapa dalang di baliknya dan bagaimana semua bisa didapat dengan begitu mudah. “Satu masalah belum selesai, malah aku harus mendekam di sini! Aagrh!” Tatang meninju angin dengan kemarahan yang tertahan dari kemarin. “Siapa yang ngerekam omongan kita, ya, Bang?”“Ya mana aku tahu!”“Padahal kita ngomongnya juga bisik-bisik, kan?”“Udahlah! Enggak usah ngira-ngira terus. Pusing aku!” jawab Tatang dan mulai duduk lesehan d
Bu, Sekar kangen ....Gadis cantik berambut hitam legam itu mulai menggerakkan pena di atas kertas buku diary. Maafin Sekar yang belum bisa berkunjung ke makam Ibu lagi. Sekar ingin tetap dekat dengan pusaramu, Bu. Berkunjung tiap kali rindu sambil melantunkan surah Yasin dan tahlil sebagai pemenang kalbu, tapi ... ada panggilan lain yang harus Sekar penuhi, Bu. Angin berembus pelan dari jendela kamar yang Sekar buka. Belaian udara lembut seolah-olah menyentuh pipinya yang basah oleh air mata. Rasanya baru kemarin tangan lembut Ibu membelai rambutku, memberikan petuah-petuah yang kini terus bergema di hatiku. Aku kangen, Bu. Peran baru ini tak semudah yang Ibu sampaikan kala itu. Ibu selalu bilang, bahwa bakti seorang perempuan setelah menikah adalah kepada suaminya. Dakwah utama seorang istri adalah memuliakan suami. Kata-kata itu kini terasa lebih berat, karena aku harus berbakti pada suami, tapi tak dianggap selayaknya istri. Berat, Bu, berat. Apalagi aku harus meninggalkan pus
“Jadi wajahmu bonyok begini gara-gara salam olahraga dari Om Maja, Va?”Deva mengangguk pelan dan menyentuh ujung bibirnya yang masih terasa nyeri. Dali melihat sekilas ekspresi Kadeva dan kembali fokus menyetir. “Kamu udah ngaku semuanya?”“Iya.”“Gila! Berani juga kamu, Va.”“Apa aku harus terus-terusan nyembunyiin semuanya dari papa, Dal? Cepat atau lambat semua bakal terbuka. Dan aku enggak mau kalau Papa sampai tahu dari orang lain.”“Tahu dari siapa?”“Ya bisa aja dari kamu.”“Sialan! Kamu nuduh aku kang cepu?” Kadeva hanya mengembuskan napas sebagai respons. “Hari ini aku udah niat buat melebur semuanya, Dal. Aku mau belajar nge-ikhlasin Lisa buat Papa. Tapi timing-nya kurang pas. Papa mergokin kami yang lagi pelukan di dekat kolam renang. Padahal niatku enggak gitu. Lisa tiba-tiba aja pucat pas aku bilang dia harus mau speak up soal kasusnya itu. Aku udah berhasil ngumpulin bukti dan tinggal ngebujuk dia aja buat datang ke kantor polisi.”“Terus, terus?”“Ya terus Papa curi
Sore yang hangat mendadak panas seketika. Panas karena dua pria berbeda generasi saling tatap dengan arti masing-masing. Wajah teduh Atmaja berubah dingin, tetapi wajah Deva terlihat tenang walau tidak dengan hatinya. Sementara Khalisa semakin dilanda ketakutan bertubi-tubi. Respons tubuhnya ketika mendengar nama Suryo dan Tatang disebut membuat ia lemas dan cemas seketika. Dan tentu ia butuh charging energi. Deva ada di hadapan dan bisa memberi sedikit kekuatan. Namun, rasa-rasanya semesta tak mengizinkan. Suaminya datang dan melihat Lisa sedang didekap oleh Deva. “Apa kalian sudah saling akrab jauh sebelum aku tahu sesuatu?”Pertanyaan Atmaja membuat Kadeva memejam sesaat, begitu pun denga Khalisa.“Pa, apa yang Papa lihat enggak sama dengan apa yang Papa pikirkan, Pa.”“Oh, ya? Tolong jelaskan sekarang juga sebelum Papa membVnuhmu, Nak.”Kalimat Atmaja memang datar, tetapi cukup menakutkan bagi siapa pun yang mendengar. Bik Darsih buru-buru masuk dan mencari keberadaan Bahrul. Ia
“Bik!”Bik Darsih menoleh. “Eh, Aden? Tumben ke dapur? Perlu sesuatu?” Deva menggeleng. Ia semakin mendekat pada pelayan senior yang sudah ikut mengasuh dirinya sejak remaja tersebut. Bahkan, Deva sudah menganggap Bik Darsih sebagai ibunya sendiri. Tanpa izin, Deva langsung menubruk tubuh wanita paruh baya itu. Bik Darsih terkejut saat putra majikannya sangat erat memeluk dirinya. “Deva kangen Mama, Bik. Deva kangen Mama,” ucapnya sedikit serak. Dapat Bik Darsih rasakan tubuh putra tuannya sedikit bergetar. Deva menangis. Air matanya pun mulai membasahi baju Bik Darsih di bagian bahu.“Aden? Aden baik-baik saja?” balas Bik Darsih dengan tangan mulai mengusap-usap punggung Deva. Deva menggeleng. “Aku pernah melakukan dosa dengan kekasihku dulu, Bik. Mama kolaps sampai akhirnya meninggal gara-gara denger percakapan Deva yang udah ngerusak anak gadis orang. Mama minta Deva buat nikahin dia walau dulu dia enggak sampai hamil. Itu pesan Mama sebelum pergi. Tapi ... tapi saat ini, di