Noel Corporation "Apa kau baik-baik saja, Lucy? Wajahmu tampak pucat, jika kau belum sehat sebaiknya kau jangan memaksakan diri," Sarah bertanya cemas, ia adalah teman satu kantorku di bagian tim keuangan. Hubungan kami berdua pun cukup dekat lebih dari teman satu kantor biasa karena selama tiga tahun aku bekerja di Noel Corp. Kami berdua cukup banyak menghabiskan waktu bersama atau sekedar sharing masalah pribadi. "Aku baik-baik saja, Sarah," sahutku lirih. "Apa kau yakin?" tanyanya sekali lagi padaku. "Iya, mungkin karena ini efek kurang tidur saja," aku menjawab yakin seraya tersenyum tipis. "Baiklah kalau begitu, ayo ke kantin! Ini sudah jam makan siang," ajak Sarah padaku. "Okay baiklah, aku ambil ponselku dulu sebentar." Kemudian kami berdua pun berjalan menuju ke kantin yang ada di lantai 10 gedung ini. "Bagaimana kabar hubunganmu dengan Will? Apakah baik-baik saja, Lucy? Karena sudah satu minggu lebih dia tak terlihat menjemput pulang akhir-akhir ini?" Sarah bertanya se
Setelah tahu jika Lucy Watts sedang hamil, dan usia kandungannya pun baru 8 minggu. Ingatan malam panas itu pun kembali terbayang kembali. Bukankah tepat kurang lebih di bulan itu pun ia adalah pria pertama yang menyentuh dan menjebol segel yang di miliki sang sekretaris? Lalu mungkinkah itu adalah anaknya? Darah dagingnya sendiri? Namun, status Lucy yang memiliki seorang kekasih membuatnya ragu akan hal itu. Daniel Noel merasa tidak yakin 100% jika anak yang dikandungnya adalah anak dari benihnya. Hanya ada satu jawaban, ia harus menanyakan secara langsung pada Lucy akan keraguannya. Daniel pun menghampiri Lucy yang masih tak sadarkan diri di ruangan pasien. Menatap lekat-lekat sosok wanita yang telah mengabdi padanya selama 3 tahun bersamanya di perusahaan, dan selama itu pun, ia tidak pernah merasa kecewa dengan kinerja Lucy Watts. Bagi dirinya Lucy Watts adalah wanita pekerja keras, disiplin dan berprinsip tinggi. Secara pribadi Daniel mengakui jika ia mengagumi sekretarisnya it
Aku memutuskan untuk keluar dari rumah sakit lebih cepat karena aku tak ingin berlama-lama semakin terpuruk dan orang-orang berasumsi buruk karena kondisiku yang tengah hamil tanpa seorang suami ataupun kekasih. Walaupun dokter melarangku karena kondisiku yang belum pulih benar namun aku tetap memaksa untuk pulang lebih cepat. Dan malam itu saat aku kembali ke apartemen, Willyam sudah menungguku di dalam apartemenku. Ia sudah biasa melakukannya karena memang Will tahu pasword dan memiliki kunci pintu apartemen milikku. "Untuk apa kau kesini Will?" tanyaku dingin. "Aku menunggumu pulang karena tadi aku menjemputmu di kantor kau tak di sana." "Terima kasih atas perhatianmu, sekarang aku ingin istirahat jadi tolong pulanglah dan pergi dari sini, Willyam Dormen," sahutku acuh. "Kenapa kau bicara seperti itu, Lucy? Apa kau masih marah padaku karena aku tak membalas pesan darimu semalaman? Ayolah Lucy, janganlah bersikap kekanakan hanya karena masalah sepele seperti itu," Will berucap s
Mansion Noel's.Malam itu Daniel tampak duduk di balkon mansion mewah miliknya. Menegak wine dengan tatapan kosong menatap taman mansion dari atas balkon.Ia berkali-kali mendesah selama beberapa saat, ia sendiri tak sadar sejak kapan pikirannya gelisah seperti ini?Sampai saat ini ia masih merasa bingung pada dirinya sendiri, karena sudah beberapa kali dalam pikirannya selalu ada bayangan Lucy Watts, sekretarisnya itu. Apalagi sejak ia tahu kalau Lucy hamil dan telah mengajukan pengunduran diri dari perusahaannya setelah tiga tahun Lucy mengabdi bekerja padanya. Sudah jelas sekali bukan jika Lucy keluar dari perusahaan karena ingin menghindar darinya?Pikirannya berkecamuk merasa bimbang. Di satu sisi ia memang menginginkan seorang anak dari istrinya tercinta, namun sang istri justru menolak mentah-mentah keinginannya itu, dan kini ia justru harus dihadapkan dengan kehamilan sekretarisnya sendiri. Wanita yang tak lain telah ia renggut kehormatannya secara paksa. Dia ingin bertanggun
Hari demi hari dilalui Daniel Noel dengan tanpa gairah. Sejak Lucy Watts tak bekerja lagi padanya dan resmi mengundurkan diri dari perusahaan seakan membuat hidupnya tanpa gairah. Ia sendiri tak menyadari perubahan itu dalam dirinya. Karena dia adalah lelaki dengan ego yang tinggi. Pantang bagi seorang Daniel Noel terlihat lemah di mata orang-orang apalagi pada wanita. Ketika pada puncaknya, tak mau perasaan gelisah dan bersalah semakin terus menghantui dirinya, maka hari itu ia memutuskan berniat untuk menemui mantan sekretarisnya itu. Dengan mobil mewah miliknya malam itu ia meluncur menuju ke apartemen Lucy Watts. Sesampainya di gedung apartemen, saat ia hendak turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam gedung ia sempat melihat Lucy masuk ke dalam sebuah mobil taxi, karena itu ia mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil dan dengan instingnya Daniel mengikuti taxi yang membawa Lucy dari belakang. "Mau kemana kau larut malam begini, Lucy?" Gumamnya penasaran. Setelah cukup lama
Setelah hari itu, saat di mana Daniel Noel mengatakan niatnya padaku untuk menikahiku. Setelah hari itu pun Daniel melarangku tinggal di apartemen milikku lagi. Dengan alasan ia tak mau mengambil resiko aku akan berbuat nekat lagi seperti yang kulakukan tempo hari di pantai.Kini aku tinggal di villa Blue Moon, villa milik Daniel Noel yang tak pernah ditempati dan villa di mana aku harus kehilangan malam pertamaku secara paksa oleh CEO Noel Corp. Yang tak lain adalah mantan atasanku sendiri.Pernikahanku dan Daniel Noel di bawah tangan saja, tidak ada orang lain yang mengetahui pernikahan kami, hanya beberapa teman dekat yang dipercaya Daniel Noel yang hadir sebagai saksi pernikahan kami. Aku yang tak memiliki pilihan pun akhirnya hanya bisa pasrah dengan keadaan.Pernikahanku yang kuimpikan hanya sekali seumur hidup dan dengan orang yang kucintai justru harus berakhir dengan kenyataan pahit dengan pria beristri. Apa ini sudah menjadi takdirku? Menjadi istri kedua yang tak diakui? Nam
Pagi itu saat aku sedang duduk seorang diri di taman villa, tampak sebuah mobil lamborghini merah masuk ke dalam halaman villa. Deg!Aku tahu pemilik mobil itu, aku tahu siapa yang datang sekarang. Walaupun aku sudah mempersiapkan diri jika suatu saat nanti kami berdua bertemu, namun tetap hati ini merasa rapuh setelah akan bertemu secara langsung dengannya, bertemu dengan nyonya Noel yang sah. Helen Noel yang terhormat.Sepasang kaki jenjang dengan heals bertumit tinggi yang dipakai wanita berambut merah panjang keluar dari dalam mobil dengan gayanya yang anggun. Tatapan kami bertemu sekian detik dari kejauhan, dan kini sosok bergaun coral itu berjalan menghampiriku dengan langkahnya yang angkuh."Jadi ini istri Daniel Noel yang baru?" ucapnya angkuh setelah kami saling berhadapan dengan jarak yang dekat."Selamat pagi, Nyonya," sapaku sopan seraya beranjak dari tempat duduk dan berdiri sebagai bentuk kesopanan, dapat kulihat tatapan angkuhnya saat ia melihatku penuh selidik dari a
Aku merasa tubuh ini terasa berat. Kulit tubuhku terasa panas dan dingin dalam waktu yang bersamaan. Kenapa?? "Aaahh..." Hingga tak terasa aku mengeluarkan suara desahan dari dalam mulutku sendiri. Kucoba membuka mata ini yang masih terasa berat. Walaupun belum sepenuhnya terbuka namun aku masih bisa melihat bayangan samar seseorang yang bergerak di atas tubuhku. Menciumi tengkuk leherku kemudian kulit dadaku dan berhenti di sana. "Mimpi? Apakah ini mimpi?" bisikku dalam hati masih ragu. Namun, sentuhan ini terasa nyata. Kesadaranku sedikit demi sedikit bangkit saat kurasakan sebuah ciuman panas di bukit kembarku yang tersingkap terbuka. Hingga tanpa sadar sebuah nama aku sebut saat ciuman itu kini berganti menjadi sebuah kuluman nikmat yang membuatku terbang tinggi di awang-awang. "Aahh, Daniel...?" "Ya, sebut namaku Lucy. Sebut namaku lagi," sahut sebuah suara yang terdengar serak dan parau. Aku mengenali suara itu, namun dengan pikiranku mencoba menepisnya karena aku masih b