Tuan Zu terperanjat ketika mendengar ucapan ayahnya saat ini, bagaimana mungkin dirinya bisa menceraikan istri kesayangannya suatu saat nanti."Apa? Bagaimana aku bisa menceraikan dia? Sedangkan aku sendiri tidak ingin jauh darinya," Tuan Zu berkata dengan wajah mulai frustasi."Kau harus bisa menceraikan dia, akan banyak musuh yang akan mengincar keluargamu terutama anakmu yang lahir dari rahimnya.""Aku tidak peduli, aku akan tetap bersama dengannya walaupun kau memintaku untuk bercerai dengannya." Tuan Zu semakin menaikkan intonasi bicaranya, ia mulai mengepalkan kedua tangannya dengan erat."Jangan keras kepala Zuan, apa kau ingin dia mati ditangan para musuhmu? Akan banyak mata dan telinga yang akan memyampaikan kabar tentang istrimu nantinya. Mungkin saat ini dia aman, tapi tidak untuk suatu saat nanti, mereka akan tau jika kedua orang tua Aneisha sudah terbunuh oleh anak buahmu cepat atau lambat."DegSeketika jantung Tuan Zu mulai berdegub dengan kencangnya.Ia rasakan tubuhny
Malam semakin larut, Arsen yang saat itu sedang menunggu janji sang ayah, hanya bisa menahan kesal.Beberapa kali dia harus mengintip di jendela demi untuk melihat kedatangan sang Ayah membawa Aneisha."Di mana ayah saat ini? Mengapa dia tidak segera datang ke sini?" tanya Arsen dengan nada kesalnya.Beberapa saat kemudian, Tuan Chan datang menemui Arsen.Saat mendengar suara pintu di buka, segera Arsen bangkit dari tidurnya sesaat sebelumnya dia membaringkan tubuhnya di atas bankarnya."Ayah, kau datang?" tanya Arsen dengab antusias.Tuan Chan tersenyum tipis terlihat jelas jika saat ini dirinya sesang terlihat sedih."Ayah, di mana Aneisha?" tanya Arsen dengan melirik ke belakang.Tuan Chan menghembuskan nafasnya dengan panjang, ia kemudian menatap wajah Arsen dengan tertunduk lesu.Tuan Chan lalu menggeser kursinya ke belakang, lalu tak lama kemudian ia hempaskan bokongnya ke atas kursi tersebut.Ia duduk dengan wajah tertekuk dan terlihat garis halus di wajahnya yang terlihat menun
Dalam ketidak sadarannya saat ini, Aneisha masih bisa mendengar hal yang memilukan tentang janin yang dikandungnya.Sekuat tenaga di berusaha bangkit dari alam bawah sadarnya, ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk membuka kedua matanya, tapi entah mengapa kedua matanya masih saja terpejam dan tak sedikitpun menunjukkan respon meskipun saat ini dalam alam bawah sadarnya sudah bisa mendengar percakapan mereka."Ya Tuhan, mengapa ini terasa sangat berat? Kedua mataku masih saja terus terpejam, Tuan Zu, tolong bangunkan aku, buat diriku sadar, aku harus menolong anakku saat ini. Ya Tuhan, apakah aku akan kehilangan janin yang aku kandung?" monolog Aneisha dalam hatinya.Flashback OnAneisha ketakutan dalam gelapnya cahaya kamarnya yang tiba-tiba meredup.Aneisha mulai bingung dan ketakutan.Kedua manik matanya mulai waspada, entah apa yang dia lihat saat itu.Keanehan kian terasa ketika dia mendengar suara langkah kaki seseorang yang saat itu tengah menembus seisi ruangan kamarnya.Perla
Tuan Zu tersenyum ketika melihat Aneisha sudah membuka kedua netranya.Ia tersenyum lalu mencium keningnya dengan lama. Manik mata Aneisha mulai menatap ke arahnya seolah menginginkan sebuah jawaban atas apa yang di alaminya."Aku sangat senang kau sudah sadar, Ana." Tuan Zu sangat senang ketika melihat Aneisha sudah mulai merespon apa yang dikatakannya meskipun saat ini dia tidak banyak bicara."Ada apa denganmu, Ana? Mengapa kau melakukan hal sebodoh itu? Apa kau tidak tau apa akibatnya dengan janin yang kau kandung itu?" Tuan Zu mengomeli Aneisha dengan menatap penuh kekesalan ke arahnya.Aneisha tertegun, ia berpikir sejenak tentang sosok lelaki yang saat itu dianggapnya sebagai orang suruhan Tuan Zu. Namun, melihat Tuan Zu yang begitu mencemaskan dirinya, diapun berpikir lain tentang Tuan Zu saat itu."Tidak mungkin jika Tuan Zu menyuruh seseorang untuk melakukan itu, dia begitu khawatir dan tak sedikitpun wajahnya menampakkan sesuatu yang mencurigakan," Aneisha membatin dalam h
Pikiran Arsen mulai berkecamuk ketika mendengar apa yang dikatakan oleh ayahnya saat ini. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, apakah Naima seperti yang dipikirkan oleh ayahnya?Arsen semakin gelisah, apalagi Naima adalah sosok wanita yang dianggapnya sebagai ibu keduanya setelah mama kandungnya berada di rumah sakit jiwa."Benarkah Naima seperti yang dikatakan oleh ayah Chan? Kenapa ayah Chan berpikir seperti itu?" gumam Arsen dalam hatinya.Tak lama setelah Tuan Chan mengobrol dengan Arsen, diapun memerintahkan pengawal untuk mempersiapkan kendaraan besinya menunggu di depan lobby rumah sakit."Arsen, bersiaplah sekarang! Kita akan pulang sebentar lagi," perintah Tuan Chan."Ayah, bisakah aku menjenguk Aneisha sebentar saja, Ayah?" pinta Arsen dengan wajah mengiba."Apa maksudmu? Dia masih dirawat, ada kakakmu Zuan, bagaimana kau bisa bertemu dengannya?" balas Tuan Chan menatap wajah Arsen."Ayah, aku hanya ingin menjenguk Aneisha karena kemanusiaan, tidak ada pikiranku untuk merebut An
Arsen benar-benar terkejut saat mendengar apa yang dikatakan oleh ayahnya.Saat dia hendak memprotes Tuan Chan, dengan cepat Tuan Chan memberikan kode kepada Arsen agar dia tetap diam dan tak memprotes dirinya pada waktu itu."Jangan sekarang," tolak Tuan Zu kembali."Kenapa?" tanya Tuan Chan dengan tatapan penuh menelisik."Karena saat ini Aneisha sedang tidak boleh diganggu terlebih dahulu, dia masih sakit dan butuh waktu untuk memulihkan keadaannya," balas Tuan Zuan."Apa kondisinya saat ini memburuk?" tanya Tuan Chan dengan tatapan penuh menelisik.Tuan Zu lalu mendongak menatap wajah Tuan Chan yang saat ini sedang menatap wajahnya penuh selidik.Tuan Zu menarik dalam-dalam nafasnya lalu dia mengeluarkannya pelan-pelan."Aneisha mengalami kram hebat malam itu, perlahan-lahan dia merasakan darahnya keluar dari jalan lahirnya hingga membuatnya harus segera dilakukan tindakan operasi, saat itu dokter mengatakan jika Aneisha dalam keadaan kritis hingga dilakukan prngangkatan janin yan
Tuan Chan langsung terkejut ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Tuan Zu, wajahnya mulai memerah dan tatapannya penuh dengan kemarahan."Ah sialan, kenapa kau begitu ceroboh, Zu. Kau akan kehilangan kedudukanmu jika kau tidak mendapatkan simpati dari pemimpin klan." Tuan Chan berkata dengan menarik baju Tuan Zuan.Tuan Zu menarik nafasnya dengan panjang, merasakan penyesalan dari apa yang dia lakukan."Dia memang bajingan, Ayah. Lebih baik kau menghukum Zuan, Ayah. Jangan biarkan dia terus menyiksa Aneisha, suruh dia menceraikan Aneisha!" sahut Arsen dengan nada marah."Diam kau! Dasar adik tiri bajingan!" umpat Tuan Zu dengan nada marah "Kau juga lebih bajingan dari aku!" umpat Arsen menimpali.Keduanya kini saling mengumpati hingga membuat Tuan Chan semakin marah dan akhirnya memutuskan untuk segera pergi dari sana, menghindari Tuan Zu sementara waktu."Diam kalian! Kenapa Saling mengumpati dan saling bertengkar? Kita ke sini untuk mengunjungi Aneisha, Arsen! Bukan untuk saling
Aneisha mulai gelisah, dirinya di penuhi dengan keraguan ketika ia harus memutuskan untuk segera pergi dari kehidupan Tuan Zu.Saat Aneisha tiba-tiba mendengar ada seseorang yang membuka knop pintu kamarnya, ia segera berbaring ke atas ranjangnya dan berpura-pura tertidur di sana.CeklekSaat itu Tuan Zu mulai masuk ke dalam kamar Aneisha, ia melihat Aneisha sedang tertidur di atas bankarnya.Ia lalu mendekati tubuh Aneisha dan segera duduk di samping bankarnya. Ia menatap lekat wajah Aneisha yang saat itu sedang menutup kedua matanya.Ia meraih tangan Aneisha lalu mencium punggung tangan Aneisha dengan mesra."Ana, maafkan aku." Ucap Tuan Zuan dengan mengelus lembut rambut Aneisha."Maafkan aku karena sudah membuatmu kehilangan bayimu," kata Tuan Zu dengan nada penuh penyesalan.Aneisha yang saat itu sedang berpura-pura tertidur, cukup jelas mendengarkan Tuan Zu sedang mengutarkan uneg-unegnya.Aneisha hanya terdiam saja dan terus berpura-pura tertidur di sana."Aku sangat menyesal A