Karena itu Wolf bisa mengusulkan pada Zoe untuk mengikutinya. Wolf menolak penawaran itu tentu. Ia tidak ingin tampil di depan kamera dalam waktu yang lama. Karena itu ia menyuruh Jacob untuk mewakili Wolf.“Oh? Lalu untuk apa kau bertanya tentang detail tadi?” Zoe sedikit jengkel karena merasa Wolf membiarkannya melakukan sesuatu yang tidak berguna. Dengan enjelaskan tentang detail babak berikut yang sudah diketahuinya.“Aku tidak bertanya tentang detail apapun. Kau yang menceritakannya sendiri padaku tadi. Kau lupa?” Wolf mengingatkan, lalu menutup telinganya lagi dengan earphone kembali membuat aransmen di komputernya.Zoe menggerutu tapi tidak bisa membantah. Memang benar dirinya yang tadi dengan bebas menceritakan apapun pada Wolf. Tanpa rasa canggung atau merasa perlu menahan diri.Zoe tidak ingat kapan ia menjadi begitu mudah bicara pada Wolf. Semenjak kembali bisa bicara, Zoe memang hanya menghabiskan waktu untuk bicara pada Wolf—selain dengan Sara.Keberadaan Wolf menyebalka
“Seperti biasa, musik yang kau bawa selalu ‘bersih’. Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan untukmu. Ini sudah sangat siap.” Jacob tersenyum sambil melepaskan earphone dari telinganya. Ia baru saja mendengar sample musik yang akan dipakai Zoe besok, saat penampilan pertama live, dan seperti sebelumnya, musik yang dibawa Lori sudah matang—karena Wolf tentunya. “Oke, aku akan berlatih lagi kalau begitu.” Zoe mengangguk tapi juga terlihat gugup. Ini live pertamanya. Babak-babak sebelumnya semua prosesnya adalah tapping dan Zoe baik-baik saja. Tapi live berarti tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Ini yang membuat Zoe jauh lebih gugup. “Apa kau yang membuat semua aransmen itu sendiri? Kalau iya, mungkin aku perlu belajar padamu. Kau sangat berbakat, Loria. Kalau kau tidak memenangkan acara ini, aku akan dengan senang hati memintamu bekerja untuk Wolf. Aku…” “AH, tidak… tidak!” Zoe dengan panik menggeleng. Ia selama ini memang selalu mengatakan kalau ia mengaransmen lagunya sendiri—kare
[Jnagan gguup. Bernyanyilah dengan temangg. TIdak ada bedamya kau bernyayi live watau tapping. Kau akan baik-baik daka]Wolf dan pesannya yang typo itu tidak pernah gagal untuk membuat Zoe tersenyum. Zoe sebenarnya punya kesempatan untuk mengaktifkan fitur autocorrect pada ponsel Wolf—agar typo yang dibuat Wolf berkurang, selama mereka bertemu kemarin. Tapi Zoe membiarkannya sajaPesannya akan menjadi tidak lucu dan membosankan tanpa typo itu. Meski terkadang Zoe harus berpikir sedikit lama untuk mengerti apa yang dimaksud oleh Wolf, tapi Zoe lebih menyukai pesan yang typo itu.Pesan itu terkesan istimewa dan hanya bisa dikirimkan oleh Wolf.“Aku sebenarnya juga sangat menyukai lagu ini, tapi Syanna tidak mengizinkan aku menyanyikannya. Suaraku menurutnya tidak cocok.”Zoe menoleh meninggalkan pesan Wolf saat Laila—salah satu penyanyi yang memilih Syanna untuk menjadi mentornya, mengeluh pada Zoe setelah mengetahui kalau lagu pilihannya.“Tapi sejauh ini kau selalu menang memakai lagu
Semua yang ada di sana sejenak kebingungan tidak menyangka akan ada orang yang tiba-tiba saja membuka pintu, tapi hanya sekitar dua detik.Setelah itu hampir semua orang memekik kegirangan saat menyadari kalau yang datang itu adalah Max.Bahkan termasuk Laila yang langsung bangkit dan memetik menghampiri pintu Max.“Max!”“Halo… hai!”Seluruh celoteh yang terjadi itu didengar oleh Zoe, tapi seakan berada di tempat yang jauh dan sayup-sayup karena pikiran Zoe mendadak kosong.Ia tidak siap bertemu dengan Max saat ini—dengan dandanan sebagai Loria. Kemarin saat mereka bertemu di gym, Zoe menyembunyikan penampilannya dengan sempurna, tapi sekarang Zoe tidak tahu harus bereaksi bagaimana kalau sekiranya Max akan berperilaku sama seperti Billy kemarin—berusaha memaksa untuk mengenalinya.Mereka tidak seharusnya bertemu sekarang. Ini tidak ada dalam rencananya.Zoe berusaha menenangkan diri, menarik nafas dalam jalan dan berdiri, berusaha untuk bersikap antusias seperti yang lain.Akan sang
“Zoe? Lihat aku… Tenang dulu…” Wolf berusaha menenangkan karena melihat Zoe berada di tepi air mata. Padahal Zoe tidak boleh menangis. Tangisan akan merusak make up dan segala persiapan yang dilakukannya sekarang. “Tenang dulu… Tarik nafas dalam-dalam, perlahan. Semua akan baik-baik saja.” Wolf berbisik sambil menepuk pelan kedua pipi Zoe. Tapi Zoe menggeleng sambil kembali mencakar lehernya. Ingin mengatakan kalau ia tidak bisa bicara. “Oh, tenang dulu.” Wolf tentu saja ikut panik. Ia mengerti apa yang dimaksud oleh Zoe, tapi ia menyembunyikan kepanikannya dan menurunkan tangan Zoe dari leher, meremasnya pelan. “Dengar aku, Zoe. Apapun yang terjadi hari ini, tidak akan ada yang berubah. Kau akan tetap menjadi milikku. Kalaupun kau gagal di sini, tidak akan ada yang bisa mengubah itu. Aku tetap menginginkanmu. Jadi tidak ada hal yang perlu kau takutkan,” bujuk Wolf, menenangkan. Tapi Zoe menggeleng dan berusaha kembali mencakar lehernya. Ia ingin bernyanyi. Ia ingin bisa bernyan
Zoe merasa seperti separuh bermimpi separuh sadar. Ia menunggu di belakang panggung—setelah mendapat omelan dari produser karena menghilang, dengan wajah yang amat datar. Padahal seharusnya Zoe menunjukkan reaksi yang tepat saat kamera beralih kepada peserta yang menunggu. Mungkin hanya dua atau tiga detik reaksi–tepuk tangan atau senyuman, tapi mereka sudah mendapat briefing khusus untuk tetap berwajah antusias. Tentu untuk membuat acara tetap hidup. Dan semuanya dilewatkan oleh Zoe, sampai Laila beberapa kali harus menyenggol lengannya agar Zoe tidak terlalu banyak melamun. Zoe tentu juga melewatkan penampilan spektakuler Max yang membuka acara, padahal sorakan yang terdengar di ruang tunggu cukup menulikan telinga. Bahkan lebih buruk lagi, Zoe nyaris melewatkan penampilan Laila dan hanya bertepuk saat terakhir—lalu juga penampilannya sendiri, nyaris terlewatkan sampai Laila mendampinginya ke bibir panggung agar Zoe tidak melamun. Zoe berhasil, sangat berhasil bernyanyi live kar
Laila menerangkan dengan gamblang. Hanya menyebut garis besar yang dilihatnya dengan jelas, tanpa terkontaminasi oleh emosi campur aduk yang dirasakan Zoe selama berhubungan dengan Wolf. Mengesampingkan seks yang mereka lakukan, Wolf yang kasar dan menyebalkan, juga sikapnya yang terkadang terlihat terlalu aneh, apa yang dikatakan Laila sangat benar. Wolf yang bahkan menolak Sara—yang sebagai wanita Zoe anggap sempurna dengan segala kelebihan yang menyilaukan—tiba-tiba saja dengan rela dua kali untuk menciumnya. Itu berarti ada sesuatu di sana. Sesuatu yang berbeda. Mungk---hanya mungkin, Wolf tidak hanya bicara tentang suaranya tadi. Kata-kata ambigu itu—tentang Wolf yang menginginkannya, jika digabungkan dengan ciuman itu menjadi lebih masuk akal. Dan semakin berisiklah kepala Zoe saat itu juga. Seperti ada sesuatu yang tiba-tiba mondar-mandir berusaha memadamkan pikiran yang selama di singkirkannya jauh-jauh. Pikiran yang diredam itu sekarang seolah berlomba untuk muncul, ber
Max tersenyum mengusap lengan, bahkan bahu Zoe, dan Zoe tidak menolak. Zoe beberapa kali mengibaskan rambut hitamnya yang panjang itu, sambil tertawa menutupi bibirnya. Terlihat semakin manis tentu, tapi sikap manis itu seharusnya jadi ditunjukkan pada Max. Wolf harus mengingatkan dirinya beberapa kali, kalau ia tidak boleh maju dan menerjang pria yang tengah menyandang gitar itu. Pria yang juga sangat terlihat jelas ia tengah menebar pesona sambil menyibak rambutnya yang sedikit panjang itu. Lalu beberapa kali memperlihatkan senyumnya yang cemerlang seperti lampu neon iklan itu. Kurang lebih mereka berdua memancarkan aura menyilaukan dan Wolf ingin sekali mencabut stop kontak apapun untuk mematikan suasana menyenangkan itu. Tapi tentu ia hanya bisa memandang. Wolf menyingkir ke pintu keluar tempat parkir itu, dan mengambil rute memutar untuk kembali ke mobilnya agar Zoe tidak kaget dengan kemunculannya. Wolf terus mengawasi mereka berdua sampai lehernya terasa kaku, dan matanya
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba