Aku lupa ....Aku mulai terlena dalam cerita yang aku ukir menjadi asa.Aku luka ....Lukaku mulai menganga dan tercabik-cabik. Mengeluarkan nanah, menghunus kristal hatiku.***Sepanjang acara pikiranku terpecah. Tidak bisa aku nikmati makanan yang terasa tersangkut di tenggorokan atau saat Aldy mengajak bercanda seperti biasa. Semua terasa sangat hambar dan tidak bermakna.Ingar bingar acara hiburan yang diisi oleh performance artis ibu kota pun tidak memancing minatku. Meskipun saat ini mereka menyanyikan lagu kesukaanku. Tembang lawas dari Bryan Adams yang berjudul Everything I Do.Lagu itu tidak sama hasilnya dengan nasib percintaanku. Pengorbanan yang selama ini aku lakukan tiada bernilai di mata Bang Habib. Cinta dan ketulusanku dipermainkan sedemikan rupa hingga hati ini hancur lebur tak berbentuk.Perempuan yang mengaku kekasih Bang Habib mengirimkan video durasi singkat. Video yang memperlihatkan kemesraan mereka di ruang remang-remang klub malam. Aku menyesal melihat video
Aku ingin mengepakkan sayap.Terbang tinggi, lalu hinggap di atas ranting barang sejenak.Namun sayangnya, sayapku telah terpanah peristiwa dan tumpahkan lara.***Matahari yang terbit di ufuk timur, tapi aku masih enggan untuk bangkit dari ranjang ini. Tubuhku seakan remuk dan tidak memiliki tenaga. Setelah mandi dan salat subuh, aku hanya dapat meringkuk tanpa dapat memejamkan mata.Bayang-bayang kejadian semalam, menari indah di pelupuk mataku. Aku yang selama ini mencinta dan mendamba diperlakukan layaknya istri, tapi mendapat penghinaan layaknya jalang oleh suami sendiri.Andai tidak berdosa, ingin rasanya aku mengakhiri hidup. Daripada bernapas, namun tidak dipandang dan dianggap sebagai istri. Tetapi, jika aku mati, bagaimana nasib anak-anak? Meskipun mereka bukan darah dagingku, hati ini telah terjerat kasih yang tulus.Aku menghela napas saat gawai di atas nakas berdering entah untuk keberapa kalinya. Tanganku menjangkau benda pipih itu, lalu menjawab tanpa melihat siapa yang
_Jika cinta itu mampu membuat bahagiaMengapa dia juga mendatangkan lukaAlih-alih membuatku terbang ke nirwanaNyatanya cinta membuatku makin merana_***Aku melajukan kuda besi ke tempat janji bertemu dengan Aldy. Sahabat sekaligus rekan kerjaku itu hari ini merayakan ulang tahunnya di sebuah cafe yang terletak di Jalan Puncak Permai III. Sekitar dua puluh menit dari rumahku, tapi bisa lebih lama jika terjadi kemacetan di ruas jalan.Musik yang mengiringi perjalananku, seolah-seolah tengah menyindirku saat ini. Lagu yang dibawakan oleh Azmi, penyanyi asal Kota Jambi._Pernah sakit tapi tak pernah sesakit iniKarena pernah cinta tapi tak pernah sedalam iniAku ingin semua cintamu hanya untukkuMemang ku tak rela kau bagi untuk hati yang lain_Akan tetapi, dari penggalan lirik itu, hatiku hanya pernah mencintai satu pria, yaitu Bang Habib saja. Dulu, aku sempat membuka hati untuk laki-laki lain, tapi tetep saja tidak berhasil. Bukankah cinta tidak pernah tahu ke mana dia akan berlabuh
Kau terlalu suka bermain peranHari ini kau buat hatiku melambung tinggiMembuat aku kian berharap dalam anganAkan tetapi, aku sadar bahwa semua hanya ilusi***Keheningan tercipta sejak beberapa jenak yang lalu. Telah lebih dari sepuluh menit kami di mobil ini, tapi Bang Habib belum meninggalkan pelataran cafe. Entah apa yang dia inginkan, bertanya pun rasanya lidahku kelu.Aku hanya dapat menunggu sambil meliriknya lewat ekor mata. Napas laki-laki yang tengah mencengkram kemudi itu tidak lagi memburu seperti tadi, tapi belum bisa dikatakan stabil. Masih ada sedikit riak yang menandakan bahwa dia berusaha melerai emosi.Andai dia bersikap seperti ini karena cemburu, pasti aku akan senang hati untuk memancing kecemburuannya setiap hari. Sampai akhirnya dia mengakui perasaanya padaku."Ah, Rara. Kamu terlalu jauh berpikir." Aku merutuki diri di dalam hati. Dasar bodoh!Setelah sekian menit menunggu, akhirnya kuda besi yang ditunggangi Bang habib meninggalkan pelataran. Namun, kali in
Hatiku membuncah bahagia kala ituNamun, hanya sejenak sajaKerena kau balur dengan rasa kecewaAh, ternyata cinta begitu menyakitkan***Detak jarum jam mendominasi kamar ini, tatapan mata kami saling terkunci. Iris mata berwarna coklat madu itu, seolah-olah menyeretku hingga ke dasar jurang terdalam. Butuh beberapa jenak sampai akhrinya aku dapat menetralkan gemuruh di dalam dada. Meskipun tidak terlalu tegang, tapi cukup untuk menguasai diri."Tapi keluarga kita nggak ada yang menginap malam ini." Aku mencoba mencari alasan, meskipun tahu jawabannya apa.Bang Habib tertawa lepas. Dua kali sudah aku melihat dia seperti ini. Sangat tampan."Apa harus menunggu keluarga menginap, baru kamu mau tidur di sini?" Aneh sekali dia bertanya seperti itu. Bukankah dia yang membuat peraturan? Mengapa sekarang mendadak amnesia? Lagian, aku masih takut berada di kamar ini. Bayang-bayang 'pemerkosaan" itu masih terekam jelas diingatan. Apa bisa aku kategorikan seperti itu? Sementara dia adalah sua
Dia meluluhlantakkan perasaan tanpa sisaKemudian, menarik kembali agar mendekatBegitu seterusnya hingga aku tak berdayaIngin pergi pun kakku telah dia jerat***Kicauan burung di luar sana membuat aku tersentak panik. Aku kesiangan. Bahkan, matahari mengintip dari celah vitrase yang gordennya telah tersingkap. Terburu-buru aku turun dari ranjang untuk keluar dari kamar ini. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Akibat begadang, beginilah akhirnya aku. Namun, mengapa Bang Habib tidak membangunkanku? Padahal, dia tahu bahwa diri ini harus bekerja.Lantas, siapa yang mengurus kebutuhan anak-anak? Pakaiannya, sarapan, dan bekal untuk mereka bawa. Ah, Rara. Bisa-bisanya kamu begini. Batinku mendadak panik dan merasa bersalah. Biasanya, segala kebutuhan mereka, akulah yang menyediakan, tapi tidak untuk hari ini.Cinta memang membuat orang menjadi bodoh dan aku sudah membuktikan. Tidur setelah salat Subuh, lalu terjaga saat anak dan suami telah beraktivitas. Apalagi kalau bukan bo
Mari lupakan dan ikuti permainannya Ke mana takdir akan membawa cerita iniAku akan berpasrah dan berserahHanya menunggu sampai saat itu tiba***Aku duduk bersandar di sofa tunggal, sementara itu, Tommy meminta izin ke pantry untuk mengambil minuman dan camilan. Padahal, aku sudah melarang laki-laki keras kepala itu, tapi dia tidak enak memperlakukan istri bos tanpa suguhan apa pun. Aneh!Dua lemon tea hangat dengan irisan lemon di pinggir gelas berkaki tinggi dan aneka camilan gurih manis, telah tersaji di atas meja. Tommy datang setelah lima belas menit aku menunggu. Bersama seorang office girl berpakaian biru kotak-kotak. Aku mengulas senyum tipis seraya mengucapkan terima kasih pada mereka berdua.Tommy kembali berkutat dengan pekerjaannya di seberang tempat aku duduk. Aku hanya memperhatikan seraya mengirim pesan pada Bang Habib. Tetapi, pesanku hanya dibaca, tanpa dia balas sama sekali. Menyebalkan! Apa maksudnya memintaku ke sini, tetapi malah meminta laki-laki lain menemani
Sebisa mungkin, aku bersikap acuh tak acuhMembuang prasangka, lalu mengusir keraguanDia meminta, maka aku akan mengalahBukan untuk menyerah, tetapi berjuang sampai titik darah penghabisan***Tiga hari sejak kejadian di kantor Bang Habib, hubungan kami sekarang sedikit berjarak. Apalagi malam itu dia sempat komplain karena sikapku dianggap tidak sopan pada Cindy. Ingin rasanya aku berteriak, tetapi sebisa mungkin aku menahan agar tidak terjadi keributan. Jujur saja, diri ini merasa kecewa karena dia lebih memercayai perempuan ular itu dibanding istri sendiri.Dia juga memancing cerita tentang Tommy. Sepertinya, lelaki bergelar suami ini sangat ingin aku dekat dengan asistennya itu. Lihat saja nanti. Aku akan mengikuti permainannya, hingga dia mengakui bahwa aku berharga untuk dirinya. Semoga.Aku sengaja menerima usulan suamiku. Seperti siang ini, aku dan Tommy membuat janji untuk makan bersama di sebuah cafe yang letaknya tidak terlalu jauh dari kantor Bang Habib. Aku akan memanfa