DIA BUKAN IBUKU#5"Naura?!"Aku mundur selangkah, menatap lelaki asing dengan tatapan menyelidik. Aura yang memancar dari wajahnya sungguh membuatku gelisah. Lelaki itu membuka pintu mobil dan melangkah turun."Kau masih hidup. Ternyata benar kata Meisya bahwa kau sehat dan tidak ikut tertular virus jahanam itu."Aku mengerutkan kening."Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."Lelaki itu tertawa kecil."Vivian ternyata terlalu pengecut untuk memberikan identitasmu yang sesungguhnya."Aku terdiam, mendengarnya menyebut nama Mama membuat hatiku bagai diremas remas. Wajah lembut dengan sorot mata teduh yang selalu kurindu dan menjadi alasanku untuk segera pulang kini menjelma di pelupuk mata."Kau tahu Naura, ketika aku bebas dari penjara, hal pertama yang kulakukan adalah melacak keberadaanmu. Grace sial*n itu tidak boleh mendahuluiku." Dia menoleh ke arah rumah mewah di depan kami yang tetap bisu.Aku memegang kepala yang terasa pusing. Semua yang dia katakan tak masuk akalku. Siapa Grace?
DIA BUKAN IBUKU#6Aku menatap foto wajah cantik berlesung pipi yang tengah tersenyum itu dengan perasaan campur aduk. Sedih, karena aku tak pernah sempat bertemu dengannya, tapi juga bahagia, karena keputusannya untuk memberikan diriku pada Mama telah menjadi jalan selamat bagiku. Tak pernah kubayangkan jika aku diambil oleh Nenek Grace, dijadikan boneka seperti hal-nya kehidupan Mama kandungku yang menyedihkan. Pandanganku kini beralih pada wajah teduh dengan sorot mata lembut milik Ayah kandungku, yang juga ternyata Ayah kandung Kak Tiara. Jalinan kisah cinta mereka yang rumit di masa lalu nyatanya tak bisa dilupakan begitu saja karena mereka meninggalkan warisan yaitu kami, anak anaknya. Selama ini, Mama Vivian telah merawatku dengan sangat baik, tak pernah membeda-bedakan aku dengan keempat anak kandungnya yang lain. Bahkan dapat kurasakan si kembar Adit dan Arsen, juga si bungsu Alesha mencintaiku dengan tulus.Setelah semua ini terbongkar, akankah sikap mereka berubah padaku?
DIA BUKAN IBUKU#7Mataku nanar menatap pesan itu. Aku memang belum sempat menceritakan tentang akun Gi yang terus menerorku. Papa dan Mama juga sepertinya lupa menanyakan dari mana aku mendapat alamat Nenek Grace. Dan pertemuan tak sengaja ku dengan lelaki bernama Sofyan Pratama itu, membuatku berpikir, mungkinkah mereka berdua, Sofyan Pratama dan Grace yang dulunya suami istri kini menjadi seteru?"Aku terus mencari jejakmu setelah keluar dari penjara. Jangan sampai Grace sial*n itu mendahuluiku."Kata-katanya masih kuingat dengan jelas. Tatapan mata penuh benci ketika dia menatap rumah mewah yang tertutup rapat. Aku menghela nafas berkali-kali, menyadari betapa rumit hidupku kini.Setelah mengganti pakaian, aku turun ke bawah. Ini hari Sabtu, dimana kami semua libur dan terbiasa menghabiskan hari di rumah dengan berkumpul, makan dan bercanda. Keluarga yang kucintai ini menjadi sarang yang nyaman bagiku. Bagaimana aku siap menghadapi hidup yang mengerikan bersama keluarga kandungku?
DIA BUKAN IBUKU#8"Naura, Sebenarnya… bukan anak kandung kami."Rabb, jika aku saja yang mendengarnya masih merasa tak percaya, bagaimana lagi dia? Mendengar suara Papa, yang meski diucapkan dengan lembut dan perlu, tetap saja meneteskan lagi darah di lukaku yang belum lagi kering. Perih sekali. Aku menggigit bibir, menahan air mata yang mulai berkumpul di pelupuk mata, mendesak untuk keluar. Di sampingku, Kak Tiara menggenggam tanganku erat-erat.Aku tak berani mengangkat kepala, menatap Bisma yang aku yakin kini tengah terkesima memandangku. Apa yang dia rasakan kini? Keluarga yang sempurna ini ternyata bukan milikku."Maksud Om? Naura bukan anak kandung Om Adrian dan Tante Vivian?" Suaranya agak gugup. Papa mengangguk."Naura kami adopsi ketika dia masih kecil. Tapi kami telah merawatnya sejak dia masih bayi, bahkan Naura minum ASI yang sama dengan kedua saudara kembarnya. Jadi, jika kau masih berniat melamar Naura, yang kita perlukan hanya menemui Paman Naura dari pihak Ayahnya
DIA BUKAN IBUKU 9PoV VIVIAN."Vivian, kau menipuku."Aku menghela nafas panjang. Takdir memang begitu senang mempermainkan hidup seseorang. Mengapa kami harus berjumpa Grace disini? Selama dua puluh satu tahun, aku kerap kali berziarah ke makam Mas Nabil dan Meisya, tapi tak sekalipun kulihat perempuan ini menapakkan kakinya di sini. Kini, dia tiba-tiba datang dan secepat itu langsung mengenali Naura. Ya, bagaimana tidak. Naura begitu mirip dengan Meisya.Aku tersenyum."Selamat bertemu lagi Tante Grace. Akhirnya Tante mau datang menjenguk makam Meisya. Apakah perlu saya tunjukkan tempatnya?"Dia mendengus. Sekali pandang saja aku langsung tahu bahwa perempuan ini belum berubah. Dia masih garang meski jalannya kini sudah tampak payah. Lelaki di sampingnya, yang sejak dulu mendampinginya kemanapun, ternyata kini masih setia. Dari berita televisi kudengar, meski PT. Unggul Pratama ditutup dan seluruh asetnya dijual untuk membayar kerugian pada pemerintah daerah akibat korupsi yang dia
DIA BUKAN IBUKUPoV NAURA(Aku telah melihatmu Naura. Kau benar benar mirip Meisya.)Pesan itu kembali masuk ke inbox-ku. Ingatanku melayang pada pertemuan dengan perempuan tua yang mengaku sebagai Nenekku. Dia seorang wanita keturunan yang masih tampak cantik di usianya yang kutaksir sudah lewat dari tujuh puluh tahun. Rambut ikal pendeknya berwarna keperakan, membingkai wajah pucat dengan kerut kerut yang menggantung di sana sini. Tatapan matanya tajam, tidak sayu atau berkabut seperti kebanyakan orang tua yang telah menderita katarak di usianya. Tentu saja, hidupnya terjamin oleh semua harta berlimpah itu.Sofyan Pratama dan Grace Nathalie, orang tua Meisya ibu kandungku telah bercerai begitu Sofyan Pratama divonis dua puluh tahun penjara atas sejumlah kejahatan yang dia lakukan. Yang menakjubkan, semua bangkai yang dia simpan itu dibeberkan oleh istrinya sendiri dengan menggunakan tangan Ibu kandungku. Mama Meisya telah melaporkan Ayahnya ke polisi dengan membawa bukti kuat yang d
DIA BUKAN IBUKU#11"Aku telah jujur pada orang tuaku tentang dirimu Naura. Dan aku minta maaf. Mereka tak bisa menerima, terutama karena ibu kandungmu mengidap HIV dan kau dilahirkan saat dia dinyatakan positif."Aku menghela nafas panjang."Sebenarnya aku tak masalah dengan itu semua. Toh selama ini kau sehat sehat saja dan Tante Vivian sudah menjamin dirimu bersih di screening terakhir. Tapi aku tak bisa mengabaikan ketakutan kedua orangtuaku."Aku mengangguk."Tidak apa apa Pak. Saya mengerti."Sejujurnya, apa yang dikhawatirkannya orang tua Bisma kerap kali menghantuiku. Bagaimana jika suatu saat aku positif? Lalu menulari anak dan suamiku? Mungkin seumur hidup aku tak akan menikah.Aku mengulas senyum. Papa dan Mama telah mengajariku untuk tegar menghadapi hidupku ke depan yang pasti akan berliku. Aku harus siap keluar dari zona nyaman yang diciptakan Papa dan Mama selama ini karena faktanya, hidup ibu kandungku dulu juga penuh gelombang. Hanya diriku sendirilah yang bisa memutu
DIA BUKAN IBUKU#12Adakah yang lebih menyedihkan daripada melihat orang yang kita cintai terbaring tak berdaya?Di rumah sakit, sudah ada adik Papa, Om Alfian dan istrinya. Oma dan Opa sudah lama meninggal dunia, kira kira ketika adikku Alesha berusia lima tahun. Papa masih di IGD, tak sadarkan diri dengan segala selang menempel di tubuhnya. Menurut Adit dan Arsen, mobil Papa menabrak pembatas jalan tol dan berguling beberapa kali sampai akhirnya berhenti dalam posisi ringsek. Sopir Papa yang setia, Rey, meninggal di tempat. Sementara luka luka Papa sangat parah sehingga bahkan dokter pun terlihat pesimis.Tante Ria, istri Om Alfian langsung memeluk Mama, yang kulihat berusaha menegarkan diri. Sepanjang jalan, Mama telah banyak menumpahkan air mata. Dan ketika tiba di rumah sakit, matanya yang sembab dan wajah sendunya masih tersisa. Tapi air mata seakan telah mengering dari matanya yang indah itu. Aku dan Alesha saling menggenggam. Adikku tak berhenti menangis sejak tadi."Jadi baga
DIA BUKAN IBUKU 30 (ENDING)Aku menatap tubuh beku Om Gilang untuk terakhir kalinya sebelum dibawa dengan ambulans. Nenek memutuskan memakamkan Om Gilang di tanah makam keluarga. Bagaimanapun dia telah dianggap anak oleh Nenek. Sungguh miris, sementara makan Mama Meisya berada jauh di pemakaman umum."Kita akan memindahkan makam Mamamu kesini." Ujar Nenek setelah pemakaman Om Gilang selesai. Tak ada yang hadir, hanya kami, pelayan dan satpam yang mengenal Om Gilang. Baru kali inilah aku menyaksikan pemakaman tanpa air mata dan sedu sedan.Aku menggeleng."Tidak Nek, jangan. Makam Mama dan Papa berdampingan. Mereka sudah bahagia di alam sana, biarkan saja seperti itu. Aku telah meminta penjaga untuk merawat makam Mama dan Papa secara khusus."Nenek mengangguk sambil memegang tanganku."Baiklah jika itu keinginanmu Naura. Nenek akan mengikuti semua saranmu. Kau telah dewasa. Zaman Nenek tinggal dan dibesarkan tentu jauh berbeda dengan zaman ini."Aku tersenyum dan menuntun Nenek meningg
DIA BUKAN IBUKU 29PoV GILANG"Gi, apa kau sudah gila? Naura itu anakku!"Wajah Meisya terlihat sedih. Aku tercenung menatapnya. Dia tampak tak bahagia mengetahui semua yang kulakukan untuknya."Tapi dia mengkhianatimu Mei. Dia hidup bersama musuhmu, Vivian. Dia bahkan terlihat sangat mencintai perempuan itu."Meisya menggeleng."Kau tak mengerti Gi. Aku memang menitipkan Naura pada Vivian. Hanya Vivian yang mau dan bisa merawat Naura, mencintainya dengan tulus seperti anaknya sendiri.""Aku tak percaya itu keinginanmu.""Gi, tolong terima saja kenyataan, bahwa kita sudah berpisah. Bukan hanya jarak, tapi juga ruang dan waktu. Hati kita bahkan telah terpisah lama. Lupakan aku dan hiduplah dengan baik."Aku menggeleng. "Aku ingin bersamamu Mei."Meisya tersenyum. Dua dekikan dalam di pipinya terlihat dengan jelas dan aku tak pernah tak terpesona melihatnya."Aku menyayangimu sebagai sahabat dan saudara. Tak lebih. Kuharap kau berhenti menyakiti Naura dan juga Mama."Meisya berbalik, k
DIA BUKAN IBUKU 28Ibu Ismi, Ibunya Lisa akhirnya dibawa ke rumah sakit setelah diberi pertolongan pertama. Nenek berpesan kepada dokter Inka untuk melakukan apa saja yang sekiranya bisa menyelamatkan nyawa tanpa perlu memikirkan biaya. Arsen dan Adit yang mengantar ke rumah sakit sekaligus menyelesaikan administrasi. Mama melarangku ikut ke rumah sakit. Saat ini keselamatanku adalah prioritas bagi semua orang."Jenazah Lisa baru selesai diotopsi. Dia jelas mati karena cekikan sehingga tak ada oksigen yang masuk." Jelas Om Alfian. Aku terdiam, membiarkan Mama menggenggam tanganku yang terasa dingin. Mengapa setelah bertemu Nenek hidupku berubah bak sinetron? Kulihat Nenek terpekur di kursinya. Beliau sudah pulih dan mulai bisa berjalan meski masih terlihat sulit. Menurut dokter, Nenek selama bertahun-tahun minum obat yang melemahkan syaraf dan otot kakinya. Obat itu diberikan oleh Lisa atas perintah Om Gilang agar mudah mengendalikan Nenek. Sungguh, mereka benar-benar manusia biad*b.
DIA BUKAN IBUKU 27POV GILANGLisa terjatuh kembali ke atas kasur akibat kerasnya tamparanku. Ada darah mengalir dari sudut bibirnya yang pecah. Suaranya yang merengek dan berisik itu sungguh-sungguh membuatku kesal."Tuan, anda jahat sekali." Ujarnya sambil menyeka bibirnya. "Berhenti bicara jika kusuruh berhenti. Suaramu membuatku tak bisa berpikir.""Aku hanya mengkhawatirkan Ibuku.""Naura tidak mungkin mencelakainya. Dia anak yang baik.""Jangan terlalu yakin Tuan. Bukankah dia anak Meisya? Dia punya sifat kejam yang sama dengan Meisya. Aku yakin."Aku terkejut mendengar kata-katanya. Di satu sisi, aku mengakui bahwa apa yang Lisa katakan benar. Tapi di sisi lain, ada rasa tak terima mendengar orang lain mengatakan hal buruk tentang orang yang kucintai."Meisya, si jal*ng itu, yang suka mengobral tubuhnya pada lelaki lain hingga tertular HIV. Bukankah dia terlibat banyak kejahatan sebelum mati? Dia juga tega melaporkan Sofyan ke…"PLAK!"Jangan lancang Lisa! Berhenti mengatakan
DIA BUKAN IBUKU 26Kamarku tak berubah, tetap rapi dan bersih seperti biasa saat aku masih tinggal di sini. Puluhan buku koleksiku berjajar rapi di rak kecil yang terbuat dari kayu dan menempel di dinding. Itu adalah buku-buku favorite yang kujaga sepenuh hati sementara buku lainnya bergabung di perpustakaan keluarga yang berada di sudut lantai atas ini. Aku merebahkan diri di atas kasur, memandang seisi kamar. Seandainya tidak ingat bahwa Om Gilang dan Lisa sedang mengincarku, tentu aku akan merasakan hidupku kembali normal disini. Tapi kenyataan itu pupus begitu aku ingat, Nenek dan Ibu Lisa berada di kamar lain, menanti kepastian untuk kembali.Aku mendesah, rasanya nyaman sekali tidur bergelung di kamarku sendiri. Kamar yang sudah kutempati selama lebih dari dua puluh tahun. Aku ingin terus berada disini. "Naura?"Mama melongokkan kepala dari celah pintu yang sedikit terbuka. Aku menoleh, dan bangun dari kasur. Mama, di usianya yang sudah melewati lima puluh tahun, tetap energik
DIA BUKAN IBUKU 25Aku tiba di rumah sakit dan terkejut mendapati banyak orang berkumpul di ruang rawat Nenek. Mama, Tante Ria, si kembar Adit dan Arsen, juga Alesha. Langkah kakiku terhenti melihat mereka semua menatapku. Yang pertama kali berlari menghampiriku adalah Alesha, yang langsung menubruk tubuhku sambil menangis."Kakak…"Aku tertegun, mataku langsung terasa panas menatap orang-orang terkasih yang selama ini kurindukan setengah mati. Padahal belum sebulan aku berada di rumah Nenek, rasanya sudah seabad lamanya aku tak bertemu dengan mereka.Perlahan, kuangkat tanganku, balas memeluk adik bungsuku yang mungil itu. Isaknya makin keras. Dipeluknya aku erat-erat."Maafkan aku Kak. Tolong maafkan aku."Aku mengusap kepalanya yang tertutup jilbab merah muda. Bagaimana mungkin aku tak memaafkannya? Setelah agak lama, isakannya terhenti. Kuurai pelukan Alesha, menatap mata bening yang terlihat sembab itu."Jangan minta maaf terus. Kau tidak salah apa-apa."Alesha justru terisak lag
DIA BUKAN IBUKU 24"Nauraaaa!"Jantungku langsung terasa merosot ke dasar perut. Aku nyaris berlari menuruni tangga, lalu teringat bahwa di bawah ada Lisa yang bisa melakukan apa saja untuk mencelakaiku. Rasanya aku tak bisa lagi membiarkan dua ular ini untuk tinggal di sini lebih lama. Aku akan cepat kena serangan jantung karena mereka. Jadi aku menuruni tangga dengan hati-hati meski rasanya tak sabar untuk segera tiba di kamar nenek."Hati-hati Naura." Janeeta berjalan lebih cepat mendahuluiku. Dia tiba di kamar Nenek lebih dulu, dan ketika tiba disana, aku terkejut melihat pemandangan itu. Nenek jatuh telentang di atas lantai, kepala bagian belakangnya sepertinya membentur lantai dengan keras. Sementara itu, kamar Nenek seperti habis terkena badai. Lemari dan laci laci terbuka dan isinya berhamburan di lantai."Ya Allah Nenek!"Aku memburu tubuh Nenek dan mencoba mengangkatnya. "Jangan Naura. Biarkan dulu. Aku khawatir Nenek kena stroke. Kita tak boleh merubah posisinya sampai per
DIA BUKAN IBUKU#23Aku menerima surat alih adopsi itu dengan hati perih. Terbayang Mama menangis sambil menandatanganinya. Tentu mereka akan menilaiku sebagai anak yang tak tahu diri. Aku tumbuh sehat hingga sebesar ini berkat air susu Mama. Dan betapa rajinnya Mama membawaku check up, memastikan aku minum obat dan vitamin setiap hari. Aku mendesah. Biarlah, suatu saat, mereka akan tahu bahwa aku melakukan ini semua untuk mereka. Jika aku masih tinggal bersama mereka, Om Gilang akan melakukan berbagai cara agar aku datang dengan sukarela. Tidak. Itu tak boleh terjadi. Cukup Papa saja yang hingga kini belum sepenuhnya pulih."Mamamu berpesan, meski secara hukum kau bukan lagi anaknya, kau tetap anak dan keluarga yang mereka kasihi. Kau bisa pulang kapan saja Naura."Aku mengangkat kepalaku yang sejak tadi tertunduk, menyembunyikan air mata yang nyaris meluncur dari Om Alfian."Terimakasih Om. Aku titip Papa, Mama dan adik adikku." Aku tak dapat menahan suaraku yang bergetar.Om Alfian
DIA BUKAN IBUKU 22"Pagi Nona Naura."Sapa Janeeta di meja makan. Aku tersenyum, menarik kursi makan di depanku. Pagi ini aku mengumpulkan pelayan di rumah Nenek di ruang makan merangkap dapur yang amat luas ini. Sementara Nenek ditemani Om Gilang dan seorang sopir serta pelayan sedang check up ke rumah sakit. Nenek melarangku ikut karena katanya tak boleh meninggalkan rumah tanpa seorangpun pemilik rumah. Agak aneh sebetulnya mengingat selama ini Nenek sendirian, hanya dikelilingi orang-orang asing yang tak punya hubungan dengannya."Pagi Jani, pagi semuanya."Mereka menyahut serempak. Dari sudut mata kulihat Janeeta mengedip mendengarku memanggilnya Jani."Saya hendak menyampaikan apa yang telah disepakati oleh saya dan Nenek. Karena Nenek sakit dan saya adalah satu satunya ahli waris, mulai hari ini, saya yang akan memegang kendali atas rumah ini."Gumaman terdengar dari mulut mereka. Aku menatap Lisa melalui sudut mata, mendapati wajahnya yang tampak tak enak dipandang."Pertama,