"Siapakah, kau?" Sebuah suara membentak Cantaka. Tentu saja pemuda itu sangat kaget, tak mungkin Mayang punya suara seperti itu, seperti suara wanita berumur.
Cantaka tidak mau lagi berkata-kata, ia berkesimpulan bahwa kalung giok itu sudah dicuri orang. Ia pun pergi tidur setelah berpamitan kepada Ibunya.
Sementara Anjani yang sedang mengusap-usap liontin giok tersebut, kaget saat mendengar suara. Otomatis ia pun membentaknya karena disangka hantu.
"Wahai, suara apakah tadi itu?" katanya. Ia masih melihat-lihat liontin tersebut. "Benar kata Anggini, liontin ini berhantu."
Anjani membungkus kembali kalung tersebut dan menyimpannya di bawah tumpukan baju. Tadinya dengan memakai kalung itu, ia berharap Cantaka akan mengerti siapa gadis yang disukainya itu.
"Wahai, aku harus bagaimana?"
Jauh di sebuah tempat yang banyak sekali pohon bunga persik yang sedang berbunga. Duduk seorang gadis merenung. Ia murung, sepertinya mempunyai beban yang
Jangan lupa vote IPRIT di I****ram ya, Sayang, Goodnovel Indonesia, kategori novel menyeramkan terfavorit. 🙏❤️❤️
Eyang Gayatri menceritakan kisah pilunya dulu bersama Eyang Astamaya yang tidak mencintainya. Tentu saja sakit kalau cinta tidak terbalas. Cempaka turut prihatin dengan kejadian itu, tetapi ia bisa apa?Wisaka bingung harus berbuat apa? Ia hanya berdiri saja memandangi kedua wanita di depannya. Ia sungkan untuk berbicara tentang Eyang Astamaya yang dikenal sebagai gurunya. Sesungguhnya Eyang Astamaya pernah bercerita dulu, Wisaka pun pernah melihat, seperti sebuah film kisah mereka, saat melakukan perjalanan lorong waktu."Eyang," sapa Wisaka hati-hati.Eyang Gayatri hanya melihat ke arah Wisaka, pertanda dirinya mengizinkan lelaki itu berbicara. Wisaka garuk-garuk kepala bingung harus mulai dari mana."Sesungguhnya aku tahu kisah itu, Eyang," kata Wisaka."Apa? Kau tahu dari mana?" tanya Eyang Gayatri kaget. Ia memandang ke arah lelaki itu, melihat dari atas sampai bawah."Guruku yang menceritakan," kata Wisaka."Apa yang dia katakan
Sekar Ayu tetap tidak bergerak. Wisaka mengambil sebutir pil kecil berwarna hitam dari ikat pinggangnya, kemudian memasukkannya ke dalam mulut Sekar. Perlu sedikit usaha agar pil itu bisa tertelan oleh gadis itu. Wisaka juga menyalurkan tenaga murni lewat kaki Sekar."Uhukkk uhuk." Sekar Ayu bergerak sambil terbatuk, rupanya ia sudah sadar kembali. Ada darah meleleh di sudut bibirnya.Wisaka mundur demi melihat Sekar tersadar. Sekar menyeka darah dan meludah, ludahnya merah bercampur darah. Wisaka memperhatikan sambil duduk di batu besar, tangannya mempermainkan sebatang ranting kering."Kau kalah, Sekar Ayu," kata Wisaka.Sekar Ayu memandang ke arah Wisaka, sepertinya ia berpikir keras, terlihat dari dahinya yang berkerut. Dirinya juga merasa kalau Wisaka sudah menolongnya, karena tidak mungkin secepat ini ia pulih."Ikut aku!" perintah Sekar.Sekar Ayu berkelebat diikuti oleh Wisaka. Mereka pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Ibu." Anggini menghambur ke arah ibunya. Wisaka terpana dengan pemandangan di depannya itu. Apalagi Cantaka, mukanya memucat melihat kenyataan di depan matanya. "Kau ... kau," kata Cantaka. Dia menunjuk ke arah Anggini. Anggini juga bingung, dia melihat ke arah Anjani. Anjani terlihat kikuk, bagaimana harus menjelaskan ini semua. Wanita itu menghela nafas panjang. "Dia adalah ... Mayang," jelas Anjani. "Kau adikku?" "Apa? Aku adikmu? Ibu jelaskan!" pinta Anggini. Mata gadis itu memandang ke arah Cantaka, begitu pula dengan pemuda tersebut. Berbagai perasaan bergejolak dalam hati mereka. Cinta yang baru saja mekar haruskah berakhir? "Wahai, mereka adalah bapakmu serta kakakmu," kata Anjani akhirnya. "Oh."Anggini menutup mulutnya, matanya terbelalak tak percaya. "Bagaimana kisahnya aku bisa bersaudara dengan Kakang Cantaka?" tanya gadis itu. Anjani mengisahkan semua kejadian dahulu, dimana
Cantaka terpaku di tempatnya berdiri. Sinar putih itu begitu menyilaukan mata. Dia mencoba melindungi dengan tangannya. Namun, tetap saja cahaya itu mengganggu pandangannya.Perlahan-lahan pemuda itu menuju ke arah cahaya tersebut. Cantaka semakin menajamkan penglihatannya yang semakin terasa perih. Akhirnya dia melihat sesuatu yang sangat luar biasa."Oh, jurus Matahari Terbenam itu sudah mencapai kesempurnaan, benarkah itu, Pak?" tanya Cantaka kepada bapaknya.Wisaka yang sedang berkonsentrasi kepada jurusnya tidak menjawab. Cantaka juga diam, tak berani lagi mengganggu.Kedua tangan Wisaka berubah. Jurus Matahari Terbenam yang biasanya berwarna jingga kini berwarna putih. Tentu saja dengan kekuatan yang berlipat pula kedahsyatannya.Cantaka kagum melihatnya. Sinar itu mampu membuat silau dan menyakitkan mata. Penglihatan akan hilang untuk sementara waktu.'Hebat sekali,' pikir Cantaka.Perlahan-lahan sinar itu meredup, dan be
"Entahlah, dia bilang seperti itu," kata Iblis Tengkorak. "Keparat itu selalu menganggu kesenanganku!" teriaknya lagi geram."Wisaka memang tidak bisa dibiarkan," ujar Iblis yang berwujud Cempaka itu."Ya, dia terlalu ikut campur urusan kita, berpikirlah untuk menumpasnya!" perintah Iblis Tengkorak."Pakai otakmu sendiri, kebiasaan selalu menyuruh orang lain mikir!" bentak wanita bercadar hitam itu.Iblis Tengkorak terdiam. Paling malas kalau sudah adu mulut seperti ini. Otaknya berpikir keras untuk menemukan cara menghabisi Wisaka."Ha ... aku ada ide!" teriaknya mengejutkan Iblis betina."Jahanam, kau mengagetkan aku saja," maki wanita itu. "Cepat katakan, apa rencanamu?"Iblis Tengkorak mendekatkan mulutnya ke telinga wanita bercadar itu. Mata perempuan iblis itu membulat mendengar ide dari Iblis Tengkorak. Senyum mengembang di bibirnya."Aku setuju ... aku setuju," katanya sambil mengangguk.Matahari sudah naik sepen
"Kau yang siapa? Berani membuat keonaran di sini?" tanya Wisaka."Aku Aji, mau menuntut balas kepada hantu keparat itu!" jawab lelaki asing itu."Apa yang akan kau tuntut, ada dendam apa antara kau dengannya?" tanya Wisaka lagi."Dia sudah membunuh kakakku, Sapto."Saudaranya Sapto, datang menuntut kematian kakaknya. Rupanya lelaki itu sangat kehilangan, hingga bertekad untuk menghabisi pembunuh kakaknya."Hey ... kau pikir kakakmu itu orang suci, hah? Dia yang membuatku gentayangan seperti ini," bentak Rima.Lelaki itu terdiam, dia memang tidak tahu sepak terjang kakaknya selama ini. Sementara Wisaka memperhatikan laki-laki tersebut."Kau tahu, siapa yang membuat kakakmu terbunuh?" tanya Wisaka.Laki-laki itu menggeleng. Dia menatap Wisaka penuh rasa ingin tahu. Sejak berpisah dengan kakaknya, hampir tidak ada yang dia ketahui tentang kakaknya, Sapto."Kalau kau ingin tahu, datanglah tanggal dua bulan du
Gayatri tidak menjawab, dirinya tertunduk. Mukanya pucat menahan gejolak batinnya. Sedih teringat kembali nasib naas yang menimpa dirinya."Iblis betina itu yang sudah menukar raga Cempaka, Cempaka akhirnya memakai raga Rima." Wisaka menjawab pertanyaan Eyang Gayatri."Aku tidak mengerti," ujar Eyang Gayatri. Dia menggelengkan kepalanya.Wisaka bingung mesti bagaimana menjelaskan? Akhirnya dia menceritakan dari awal tragedi yang menimpa Cempaka. Sejak hampir diperkosa oleh Iprit yang menyamar, kemudian tidak bisa bicara. Sampai akhirnya bertukar raga dengan iprit betina.Wisaka juga berterima kasih kepada Eyang Gayatri, sudah menyembuhkan Cempaka. Eyang Gayatri manggut-manggut tanda mengerti. Berjanji akan datang pada waktunya.Wisaka dan Cempaka duduk bersebelahan, setelah Eyang Gayatri pergi.Walau mereka tidak dapat saling menyentuh. Setidaknya rasa rindu yang menyeruak tiba-tiba, sedikit terobati. Rasa yang dulu pernah ada, perlahan-lahan
Bayangan hitam itu ternyata pendekar kumbang hitam. Dia tidak terima adanya kecurangan dalam pertarungan ini. Dirinya sengaja menghadang wanita bercadar hitam itu."Bertarunglah denganku, biarkan mereka menyelesaikan pertarungannya, Nyai!" seru pendekar Kumbang Hitam.Terlihat sorot marah dari matanya. Dia berteriak sambil melompat. Melancarkan serangan tanpa basa-basi.Hiaaat ... hiaaat.Wanita bercadar hitam langsung menerjang dengan ganasnya. Dia bergerak sangat gesit. Si Kumbang Hitam kewalahan dibuatnya."Keluarkan kemampuanmu, Manusia Hitam!" seru wanita itu.Tentu saja Kumbang Hitam tersulut emosinya disebut manusia hitam. Walau badannya hitam luar biasa, tetap saja dia tersinggung dikatakan manusia hitam."Nisanak, aku Kumbang Hitam, bukan manusia hitam!" Lelaki kekar itu protes."Kau malah ingin disebut sebagai binatang, daripada manusia?" tanya wanita bercadar mengejek."Sekarang aku tanya, engkau manusia