Dalam perjalanannya, Wisaka menyusuri jalan kecil yang berbatu-batu besar. Kadangkala terlihat seperti ada gua di baliknya.
Panas terik memaksa Wisaka untuk berteduh. Beristirahat sejenak di bawah rindangnya pohon. Tiba-tiba dia melihat satu pergerakan di kejauhan. Wisaka menegakkan punggungnya, kemudian mengucek matanya.
"Makhluk itu ada di sini?" kata Wisaka.
Wisaka sekali lagi menajamkan pandangannya. Dia juga menyuruh Faruq untuk ikut memperhatikan.
"Lihatlah Faruq, apa yang bergerak itu?" Wisaka bertanya kepada Faruq, matanya tak lepas dari sosok nun jauh di sana.
"Mana?" Faruq balik bertanya.
Kemudian pemuda itu mengikuti pandangan Wisaka, sama kagetnya dengan Wisaka.
"Binatang apa itu?" tanya Faruq sambil menghentikan kunyahannya. Tadi dia bersama Onet mencari jambu biji dan dapat beberapa buah.
"Ek ek ek ek." Onet ikut-ikutan bersuara.
Wisaka tidak bisa menjawab karena pandangannya juga tidak begitu jela
Mata merah itu mengawasi dari kejauhan. Rambut panjangnya tergerai awut-awutan. Dengan kelopak matanya yang hitam, tatapannya tajam kepada Wisaka dan Faruq, lalu beralih ke Onet. Ia ambil selendang yang melilit lehernya. "Hihihi hihihi ...." Ia tertawa cekikikan sambil melemparkan selendang ke arah Onet, lalu cepat-cepat menariknya lagi. Tawanya menggema di malam sunyi. "Hihihihi ... hihihihi ... hihihihi." Onet terbangun, ia membuka matanya. Perempuan mata merah itu melayang mendekati Onet. Onet melompat menjauhinya, tetapi terlambat. Selendang itu menyambarnya, kemudian menggulungnya. Ajaib, Onet menghilang dari pandangan. Terdengar kembali perempuan itu tertawa cekikikan, kesenangan seperti mendapat mainan. "Hihihihi ... hihihihi ... hihihihi ... hihihihi." Tawanya semakin panjang. Kembali perempuan itu menarik selendangnya. Tampak Onet ketakutan. Sesaat kemudian Onet melompat menghampiri Faruq, tetapi belum me
"Sialan, kau!" seru Wisaka kepada Faruq. "Ahahaha ... hahaha." Faruq tertawa sambil menunjuk kuntilanak. Mahluk itu rupanya terganggu dengan kentut Faruq yang bau busuk. Ia melesat jauh terbang ke pohon lainnya. "Rupanya kamu takut dengan bom dari bokongku, ya, hahaha ... hahaha," kata Faruq sambil tertawa-tawa. Hep. Tawa Faruq terhenti saat sesuatu memasuki mulutnya. "Puah, apa ini?!" seru Faruq sambil melepehkan sesuatu dari mulutnya. "Uk uk uk uk uk." Onet tertawa melihat tingkah Faruq. "Sialan, buah apa ini, pahit sekali ... oh ternyata buah mahoni," kata Faruq. Tangannya menangkap benda yang beterbangan di sekitarnya. Rupanya kuntilanak itu memecahkan buah mahoni dan menghambur-hamburkan isinya yang seperti baling-baling. "Hahaha ... rasain, Faruq!" seru Wisaka. Wisaka mengebutkan selendang mengusir baling-baling pahit tersebut. Sosok putih itu cukup kerepotan dengan serangan balik dari Wisaka. Bali
Kuntilanak itu memandang Wisaka. Sorot matanya menyiratkan kebingungan. Ia nampak gelisah. Mungkin karena sebentar lagi matahari akan terbit di ufuk timur. "Dengarkan baik-baik, jangan karena kau bisa menghilang dengan selendang ini. Kau bisa seenaknya mempermainkan manusia, kalau mempermainkan sesama demit aku tidak peduli. aku tahu selendang ini sangatlah penting untuk menjagamu dari kejaran demit-demit yang lain. Jadi jaga! Jangan sampai kau bermasalah dan selendangmu berpindah tangan, mengerti?" Kuntilanak itu manggut-manggut, lantas menunduk. Rambutnya bergerak menutupi wajahnya yang pucat pasi. Ia berdiri tanpa menjejak tanah. "Ini ambillah!" perintah Wisaka. Kuntilanak itu berkelebat cepat menyambar selendangnya, kemudian melayang pergi. Menyisakan tawa cekikikan yang semakin menjauh. "Mengganggu tidur saja," kata Wisaka sambil merebahkan badannya di batu datar. ********** Faruq dan Wisaka menggeliat saat me
"Ini ukiran huruf sunda kuno," jawab Wisaka. "Coba lihat ini, Kang! Banyak gambar," seru Faruq. Wisaka mendekati Faruq yang sedang membersihkan dinding, terlihat olehnya ukiran-ukiran indah. "Uk uk uk uk." Onet bersuara sambil menunjuk satu gambar. Terlihat oleh Wisaka gambar rusa dengan permata di kening. Wisata mengernyitkan kening tanda berfikir keras. Dia mencoba mengeja huruf demi huruf yang ada di dinding. "Ga-lu-h ...." Wisaka berhasil membaca tulisan di atas gambar kepala rusa. "Oh, rusa itu bernama Galuh, Onet," kata Wisaka. Wisaka dan Faruq sibuk membersihkan dinding-dinding yang lainnya. Banyak terdapat gambar jurus-jurus silat. Ada satu gambar yang menarik perhatian Wisaka. Gambar seorang kakek yang nampak memancarkan aura magis. Dengan garis-garis wajah yang tercetak jelas sebagai sosok berwibawa. Di belakang gambarnya nampak pemandangan matahari terbenam. Wisaka kembali mengeja kata demi kata di bawah gambar. "As-ta-ma-ya
Wisaka kaget mendengarnya, dia segera bangun dan duduk sambil menoleh ke kiri-kanan. Pemuda itu melihat seorang kakek sedang duduk bersila di pojok goa. Wisaka mengamati caranya duduk, kakek itu duduk dengan alas kulit macan tetapi melayang di atas batu. 'Ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna,' pikir Wisaka. Dia segera menjawab salam sang kakek. "Waalaikumsalam, Kek, bukankah Kakek Eyang Astamaya?" tanya Wisaka. "Benar sekali, anak muda, siapa namamu?" "Wisaka, Kek," jawab Wisaka. Wisaka kemudian menceritakan mengapa dirinya sampai ke goa Eyang Astamaya ini. Dia menceritakan misteri kematian-kematian sahabatnya itu menjelang pernikahan mereka. Eyang Astamaya diam mendengarkan. Wisaka juga menceritakan tentang perjumpaannya dengan binatang aneh yang belum pernah dilihat sebelumnya. "Kalau benar itu yang kau lihat, binatang itu adalah Iprit yang sedang menyamar. Makhluk itu sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, dan selalu bere
"Tampakkan wujudmu!" seru Wisaka. Suara tawa itu semakin nyaring. Wisaka kembali melihat Eyang Astamaya dalam mimpinya. Datang dengan suara tawanya yang menyakitkan telinga, tiba-tiba saja sudah duduk di hadapan Wisaka. "Ilmu apalagi ini, Eyang?" tanya Wisaka sambil menutup telinganya. "Hentikan!" teriak Wisaka. Wisaka merasa telinganya pekak dan berdengung demi mendengar suara tawa yang aneh itu. Eyang Astamaya menghentikan suara tawanya. "Tutup pendengaranmu, pakai jurus Kabut Tameng Matahari, fokuskan pikiran ke hal lain, dengan begitu suara itu tidak akan merusak gendang telingamu!" suruh Eyang Astamaya. "Aku tidak punya jurus itu, Eyang, jurus apakah itu? Apa yang akan terjadi kalau kita terkena jurus itu?" tanya Wisaka. "Anak bodoh, mengapa masih bertanya? Gendang telingamu bisa pecah dan mengalirkan darah, merambat ke pembuluh darah di otakmu, itu namanya jurus Tanduk Kijang Mengorek Telinga," kata Eyang Astamaya. "Mengapa tak kau
Harimau itu mendekati Faruq, bersiap untuk menerkamnya. Faruq gemetar, dia memejamkan matanya menunggu terjadinya sesuatu. "Tamatlah riwayatku hari ini," desis Faruq. "Mak, ampuni anakmu," ratap Faruq lagi. Faruq membuka matanya sedikit, mengintip posisi harimau itu berada. Tubuhnya sudah basah oleh keringat yang membanjir. Tidak ada jalan baginya untuk melarikan diri. Harimau itu berdiri tepat di mulut goa. "Uk uk uk uk ... ek ek ek ek." Onet bersuara dengan gelisah. Ia melirik ke kiri dan kanan sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sementara Galuh mengangkat kepalanya, seperti Onet ia juga melihat kiri-kanan dengan gelisah. Harimau itu melangkah semakin dekat, tatapannya masih menyala-nyala. Faruq menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Badannya menggeletar, pemuda itu merasa inilah akhir hidupnya. Harimau itu semakin mendekat, lalu menggesek-gesek bulunya ke badan Faruq. Menjilati tangan Faruq, kemudian lanjut menjilat muka Faruq.
"Berani-beraninya kau menurunkan ilmu itu tanpa seizinku!" teriaknya marah. Nenek yang berjuluk Dewi Kematian itu menyerang Eyang Astamaya. Dia nampak begitu marah. Serangannya membabi-buta. Eyang Astamaya hanya berusaha menghindari serangan tanpa membalasnya. "Untari, tenanglah dulu," kata Eyang Astamaya. Dia berusaha membujuk nenek yang sedang mengamuk itu. "Dulu kau menghianati hatiku. Sekarang ilmu yang aku ciptakan bersamamu, kau berikan kepada orang lain tanpa sepengetahuanku!" teriak Nenek Untari. Bernama asli Dewi Untari, dulunya seorang pendekar wanita yang terkenal karena kecantikannya, juga kesadisannya dalam menghadapi musuh. Sejak Eyang Astamaya mengkhianatinya, tabiatnya berubah. Setiap musuh yang berhadapan dengannya akan menemui ajal. Itulah sebabnya dunia persilatan memberinya julukan Dewi Kematian. Wanita itu tak pernah memberi ampun musuhnya untuk menghirup udara kembali. Sang Dewi Kematian masih menyerang Eyang Astama
Anggini tidak menyangka Eyang Gayatri sampai turun untuk membasmi para iblis ini. "Anggini, lama tidak berjumpa." Eyang Gayatri mengusap rambut gadis itu. Dia sudah menganggapnya sebagai cucu. Setelah Cempaka --muridnya menikah dengan Wisaka. Makanya Eyang Gayatri menganjurkan Cempaka untuk mengajari jurus Bunga Persik. Sementara itu, Iblis Tengkorak tengah berjuang mengenyahkan suara dari telinganya. Darah kental semakin banyak mengucur dari telinganya. Jurus Kijang Mengorek Telinga ini memang begitu dahsyat. Apalagi yang melemparkan jurus Eyang Astamaya. Iblis Tengkorak tidak bisa berkutik. Benang ajaib yang membelitnya semakin membuatnya tidak berdaya. Sejurus kemudian Eyang Gayatri menunduk malu. Sebelumnya kedua orang tua itu saling bertatapan mata. Eyang Astamaya tersenyum kepada Gayatri. Eyang Gayatri tersenyum juga dari balik cadarnya. Eyang Gayatri memberikan kantung hitam kepada Eyang Astamaya. Tempat arwah iblis yang menyamar menjadi Sumina
Jaka dan Anggara tengah terpesona, mereka melihat kehebatan makhluk yang bernama Suminar. Namun Jaka sudah mendapat peringatan dari bapaknya, itu hanyalah tipuan."Anggara, usap matamu … usap matamu!" Jaka berteriak."Baiklah, Jaka!"Mereka berkali-kali mengusap mata masing-masing, kemudian mundur karena kaget. Perempuan itu tampak sangat menyeramkan kini. Kedua matanya pecah, meleleh darah kental di mukanya."Wow!" Jaka berteriak.Anehnya, Suminar masih bisa tahu posisi Anggara dan Jaka. Dia mempersiapkan sebuah serangan."Kang, hati-hati!" Anggara berteriak memperingatkan Jaka."Siap!" Jaka mempersiapkan sebuah pukulan jarak jauh.Setelah yakin dengan perkiraannya, Suminar mendorong sebuah kekuatan dahsyat ke arah mereka berdua. Tentu saja Anggara dan Jaka secepat kilat berganti posisi. Angin yang dihasilkan dari serangan Suminar melabrak sebuah pohon.Draaak … bruuuk.Pohon bes
Suminar bergerak diam-diam. Dia mulai menjamah Anggara. Lidahnya perlahan-lahan menjulur-julur keluar masuk dengan cepat. Kepalanya berubah menjadi kecil dan gepeng. Ia menampakkan wujud aslinya, seekor ular siluman.Suminar yang masih bertubuh manusia, menyentuh tubuh lelaki itu. Anggara belum menyadari apa yang terjadi. Dia masih tertidur pulas. Suminar mendesis, air liurnya menetes dari sela-sela taringnya yang tajam."Mengapa tubuhnya berbau amis?" Hati Suminar bertanya-tanya. Dia merasa terganggu dengan bau badan Anggara. Lelaki itu tetap terlelap.Suminar mengabaikan bau badan Anggara. Dia meneruskan aksinya. Malam ini Anggara harus menjadi pengantinnya. Ritual ini harus segera dilakukan. Tidak boleh gagal lagi."Beruntung sekali, aku menemukan pemuda ini … ssst … ssst, dia cari mati dengan mengantarkan nyawanya ke sini." Wanita siluman itu sangat senang. Dia tidak berpayah-payah mencari tumbal untuk malam purnama ini. Dia mendes
Semua kaget dengan pernyataan Wisaka. Besok malam gadis itu harus menjadi umpan Sepasang Iblis dari Timur. Sebenarnya Wisaka mempunyai rencana yang begitu hebat. Wisaka sudah paham kebiasaan sepasang iblis itu."Besok malam adalah malam purnama. Kalau sepasang iblis itu benar adanya Iprit, mereka pasti akan mencari tumbal. Seorang gadis untuk ritual pengantin." kata Wisaka menjelaskan."Tidakkah itu berbahaya, wahai Wisaka?" tanya Anjani."Tentu saja kita akan mengawalnya, mengawasi diam-diam." Wisaka mengatur siasat untuk besok malam. Mereka mendengarkan baik-baik.Jaka memegang tangan Dialin yang terasa dingin, mencoba menyalurkan kehangatan. Dialin memandang Jaka, kemudian menunduk. Hatinya merasa bahagia bertemu dengan Jaka. Pengganti kekasihnya yang tewas di tangan sepasang iblis. Dialin seperti mendapatkan kembali roh jiwanya. Sejak kematian kekasihnya, jiwanya juga terasa ikut mati.Dialin seperti mendapat kekuatan kembali. Dendam mengalir d
Jaka bangkit dari tidurnya, duduk di dahan sambil memperhatikan jalan. Bayangan hitam itu begitu cepat melesat. Jaka tidak sempat melihatnya.Tidak lama kemudian datang dua orang yang sama berpakaian hitam juga. Rupanya mereka mengejar bayangan tadi. Jaka beranjak mengikuti keduanya."Sialan!" umpat si pengejar."Ke mana dia perginya?" tanya yang satu lagi."Entahlah, ayo cepat kita susul!"Jaka yang bersembunyi di rimbunan pepohonan melihat mereka pergi. Pemuda itu menggeliatkan badan."Ssst …."Satu desisan terdengar dari samping pemuda itu. Jaka cepat menoleh, terlihat olehnya seorang gadis tengah menempelkan telunjuknya di bibirnya."Dialin!" seru Jaka tertahan. Senang sekali Jaka bisa bertemu dengan gadis tersebut.Dialin memberi isyarat supaya Jaka diam. Matanya masih memperhatikan ke arah jalan tadi. Takut pengejarnya datang lagi."Mereka sudah pergi," bisik Jaka.Dialin me
Jaka menghadik Aliya yang sudah kurang ajar kepadanya. Dia belum tahu dengan siapa berhadapan. Jaka menuntun Anggini mengajaknya pergi."Tunggu!" seru Aliya.Jaka, Anggara dan Anggini mengurungkan niatnya pergi dari tempat itu. Memandang heran kepada Aliya."Seenaknya saja kau bawa dia!" sergah Aliya sambil menunjuk Anggini."Mau kau apakan adikku?" tanya Jaka.Aliya terdiam saat Jaka menyebutkan Anggini sebagai adiknya. Lama dia memperhatikan wajah lelaki di depannya itu. Ketampanan Jaka sudah membuatnya terpesona."Dia adikmu?" tanya Aliya kepada Jaka."Kau pikir aku siapanya?" dengkus Anggini kesal. "Ayo! gak usah ladeni dia, Perempuan Gila!"Aliya sangat marah saat dikatakan perempuan gila oleh Anggini. Aliya meradang, menyerang Anggini dengan beringas. Sudah dari tadi dia ingin sekali menyakiti Anggini. Gadis yang dicintai oleh Anggara."Berani sekali kau mengatai diriku gila, Perempuan Sundal,"
Jaka memperhatikan Dialin yang berkelebat cepat meninggalkannya. Heran sendiri, padahal wajahnya tidak ada yang aneh. "Bahkan kata orang aku ganteng," pikir Jaka. Pemuda itu tertawa kecil.Jaka membiarkan Dialin pergi. Dunia ini sempit, nanti juga pasti bertemu lagi. Hari di penghujung siang. Binatang malam mulai bernyanyi. Onet sudah mengambil posisi paling nyaman di sebuah pohon.Sementara Jaka merebahkan diri di dahan bercabang. Berbantalkan kedua tangannya, dia kembali bersyair."Malam yang datang tanpa hadirmuGelap mencumbu bayanganBintang membisu di sudut langitRembulan mengintip malu-maluMemelukmu adalah keniscayaanKerinduan entah untuk siapamenyeruak nakal dalam benakCinta datang tanpa diundangMemenuhi segala ruang hati"Jaka memandang langit, mencoba mencari bayangan wajah gadis yang baru saja dikenalnya. Perlahan-lahan raut wajah itu terukir di antara awan. Jaka tersenyum sendiri me
Jaka bangkit dari tidurnya, dia duduk di dahan pohon sambil mengamati sekitar. Suara halus itu mengganggu konsentrasinya. Tidak terlihat siapa pun ... senyap. Dia kembali bersyair. "Wahai angin yang menyembunyikan rasa Datanglah di sela daun-daun Hinggap bersama burung-burung Bernyanyilah walau suara parau Aku pastikan suaramu merdu di telingaku." Tak ada balasan, tetap hening. Jaka merasa penasaran. "Kau mempermainkan aku, Gadis," gumam Jaka. Jaka merasakan aura seseorang yang mempunyai kemampuan lumayan. Wanita penyair itu punya ilmu cukup tinggi. Jaka hampir tidak bisa mendeteksi keberadaannya, Jaka bersyair kembali. "Samarkudendangkan nyanyian Angin pengembara membawanya Berkelana di jagat senyap Langit akan menangkap tandanya Awan 'kan menjadi saksi Bertemunya dua hati" Terdengar tawa lirih. Namun, seperti ada nada luka pada tawanya itu. Jaka yang berhati halus
Sepasang siluman itu melayang keluar dari gerbang Negeri Bunga Persik. Mereka berkelana mencari raga baru untuk memulai rencana baru.Sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara duduk berdua di tepi danau. Mereka lupa sekeliling sampai malam sudah semakin larut. Mereka tidak menyadari kalau aura di sekitarnya sudah berubah.Hawa dingin malah semakin membuat mereka bertambah dekat. Tidak menyadari bahaya mengintai. Mereka malah melakukan hubungan terlarang.Kedua Iblis itu semakin mengipasi mereka dengan hawa dingin. Mereka tertawa terbahak-bahak melihat sepasang manusia tersebut. Keduanya menunggu waktu yang tepat untuk menukar raga.Rupanya lelaki dari pasangan itu lama-lama sadar ada sesuatu yang mengganggunya. Ia sedikit paham dengan ilmu kanuragan. Ada aura yang semakin dingin berada di sekitarnya."Keluar, kau!" teriak lelaki itu."Hahaha hahaha hahaha hahaha." Hanya suara tawa yang menjawabnya."Sebaiknya kau menye