Bryan mengetuk jari di atas meja. Vera dan Tuti dimarahi karena kesalahan dalam membuat nota, lebih tepatnya mereka miskomunikasi.
Jadi mandor sudah memberikan list order customer untuk dibuatkan nota ke dalam sistem, mandor hanya memberikan data pakan dan pasir sementara aksesoris adalah tugas Tuti.
Tuti sudah memberikan catatan berupa kertas ke Vera, karena Vera sering lupa jadinya terlewat membuat nota sehingga pengirim terpaksa membawa kembali barang-barang tersebut. Customer menjadi komplain ke Bryan.
Vera menundukan kepalanya, merasa bersalah karena sudah teledor sementara Tuti hanya bisa diam dan melirik kasihan Vera.
"Vera, saya sudah rugi cukup banyak karena masalah ini. Seharusnya kamu bisa konsentrasi dalam pekerjaan."
Vera hanya menundukkan kepala dan menggigit bibir bawah, selama ini dirinya hanya berkomunikasi dengan mandor atau tangan kanan Bryan, pak Bennett. Berhubung pak Bennet cuti kerja karena istrinya melahirkan, Bryan jadi turun tangan secara langsung.
Baru kali ini Vera menghadapi kemarahan Bryan.
"Alasan apa lagi yang bisa kamu berikan?" tegas Bryan.
"Tidak ada pak," jawab Vera.
Bryan menghela napas. "Kamu boleh keluar, Ti. Saya mau bicara dengan Vera."
Tuti bergegas keluar dari ruangan dan menutup pintu.
Vera masih menundukan kepala, bersiap dimarahi Bryan.
"Kamu tadi siang kemana?"
Vera mengangkat kepala. "Ya?"
Bryan melempar foto-foto perselingkuhan Thomas. "Kamu selingkuh?"
Jantung Vera berdebar kencang. Apakah pak Bryan tahu kalau Thomas-
"Kamu selingkuh dari saya?"
"Ya?"
"Setelah memperkosa saya, kamu malah cari anak muda yang jauh lebih tampan dan good looking. Kenapa? karena saya lebih tua dan tidak good looking?"
Mulut Vera menganga lebar, tidak tahu harus berkomentar apa. "Itu-"
"Dia tampan juga," angguk Bryan sambil melirik foto Thomas yang tampan. Bibit darinya memang tidak pernah mengkhianati hasil. "Usia kamu kalau tidak salah tiga puluh kan?"
"Pak, bagaimana kalau kita lupakan saja apa yang terjadi malam itu. Maksud saya, lebih baik kita menatap masa depan daripada mengungkit masa lalu." Vera benar-benar kehabisan akal, dia ingin resign dan melarikan diri tapi hutangnya masih banyak.
Bryan bersandar di kursi dan menatap lurus Vera. "Apakah ini namanya emansipasi?"
"Ya?"
"Zaman dulu, jika ada yang memperkosa wanita, warga akan marah besar dan menuntut si pria. Dan sekarang jika pria yang diperkosa, apakah tidak bisa menuntut seorang wanita?"
Vera terkejut dengan pendapat absurd Bryan. "Pak, bukan begitu. Di zaman sekarang, para pria pasti menikmati yang namanya seks bukan? jadi saya anggap kita-"
"Sama-sama suka?"
"Bisa dibilang begitu."
Bryan memberi tatapan menilai ke Vera dari atas sampai bawah. "Jujur saya menikmatinya tapi kamu tahu itu dosa bukan?"
"Ya, kita kan sama-sama mabok pak, jadi-"
"Meskipun kita berdua mabok, tidak ada alasan mengikat saya lalu divideokan. Apakah kamu berniat mengancam saya?"
Vera semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran atasannya. "Bagaimana saya bisa mengancam dalam kondisi mabok?"
"Jadi, kamu tidak akan melupakan malam itu?"
Vera berlutut dan memohon. "Tolong, jangan bahas itu lagi pak. Saya tahu salah jadi saya juga tidak akan membahasnya."
"Bagaimana jika kamu hamil?"
"Saya akan mengurus anak itu sendiri, saya tidak akan meminta pertanggung jawaban. Biar bagaimana pun ini salah saya."
"Tidak bisa begitu, saya bukan pria yang tidak bertanggung jawab."
Vera bangun dari berlutut dan menatap tidak mengerti Bryan. "Kalau begitu, bapak mau ambil anak itu?"
Bryan menggebrak meja dengan keras. "ENAK SAJA!"
Tuti yang mondar mandir di depan ruangan pak Bennet yang dipakai Bryan dengan alasan menata barang aksesoris, sesekali menguping juga menjadi terkejut dengan gebrakan dan bentakan Bryan.
Tuti otomatis kembali ke meja dan tidak berani menguping lagi, mendoakan keselamatan Vera.
"Kamu pikir mudah punya anak? di luar sana masih banyak pasangan yang ingin punya anak tapi sulit, sementara kamu dengan mudahnya mau buang anak itu? gila kamu!"
Vera menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Semua jawaban dan solusi tidak ada hasil. "Terus bagaimana pak?"
"Kita menikah?"
Vera menatap horor Bryan. Hah?
"Yah, tidak. Bukan itu- itu hanya kemungkinan jika kamu benar-benar hamil."
Vera mengangguk setuju.
"Begini saja, jangan selingkuh di depan mau pun belakang saya sampai kamu benar-benar hamil."
"Tapi, Thomas adalah kekasih saya."
"Kamu mencintainya?"
Vera bingung menjawabnya. Jika bilang tidak, nih laki pasti punya pemikiran sendiri sementara kalau bilang ya, merendahkan harga dirinya.
"Saya tidak tahu."
"Kenapa tidak tahu?"
"Ya karena saya tidak tahu."
Bryan menjadi jengkel dengan jawaban Vera. "Bisa tidak, kita serius saja?"
Vera mengangguk diam.
"Saya tetap akan bertanggung jawab meskipun posisi saya disini adalah K.O.R.B.A.N."
Vera menutup wajah dengan kedua tangan, menahan malu. Citra polos hancur begitu saja, mana bosnya pula jadi korban, bos yang dengan mudahnya bisa mempertimbangkan masa depan Vera.
"Tapi jangan sekali pun bertemu pria lain meski itu adalah kekasih kamu, saya tidak suka calon anak saya genit."
Ya, Tuhan. Cobaan macam apa ini pula.
"Mengerti, Ver?"
"Ya, pak."
"Kamu boleh kembali ke tempatmu."
Vera berjalan lesu menuju pintu.
"Kalau tidak salah, kamu ada masalah dengan hutang pinjol kan?"
Tangan Vera yang sudah memegang kenop pintu, berhenti lalu memutar badannya dan menatap ngeri Bryan. Apakah debt collector sudah menghubunginya?
"Saya akan mempertimbangkan pinjaman untuk menutup, jika kamu setuju menikah dengan saya."
Bryan sudah memikirkan ide gila ini sedari tadi setelah mendapat kritikan pedas dari Efan. Benar, satu-satunya cara melupakan posisi mantan istri adalah mencari yang baru, sebelum terlambat dan malas mencari lagi, kenapa tidak manfaatkan saja sang tersangka?
Vera memasang senyum bisnis. "Maaf, pak. Saya punya harga diri tinggi, meskipun saya tidak perawan lagi, harga diri tidak akan dijual. Saya memang miskin tapi harga diri wanita harus dipertahankan."
Bryan kira ide nya akan berjalan mulus. Wanita mana sih yang tidak suka dengan uang?
Vera balik badan lalu membuka pintu kantor.
"Semua hutang akan saya lunasi, jika menikah dengan saya."
Vera yang masih tersenyum lebar, sontak menutup pintu kembali dan berjalan ke meja Bryan, berdiri di hadapannya seperti tadi.
"Apa yang harus saya lakukan?"
Bryan tidak tahu harus berkomentar apa, dia menebak Vera pasti punya hutang yang cukup banyak. Tidak masalah, selama harga yang dibayar mahal bisa sesuai dengan hasilnya.
Lihatlah, Efan. Aku pasti akan bisa melupakan mantan istriku!
Dan benar dugaan Bryan, hutang Vera tidak hanya sebatas hutang pinjol. Masih ada hutang ibu dan adiknya. Jika Vera terlilit hutang pinjol maka ibunya terlilit hutang keluarga dan sang adik terlilit hutang bank.
Tadinya Vera ingin mempertahankan harga diri, tapi begitu mendengar kalimat Bryan, mau tidak mau Vera menyerah dan menerima pernikahan ini. Gila saja melepas kesempatan yang belum tentu terjadi di masa depan.
Aku wanita cerdas, bukan?
Vera pulang ke rumah dengan langkah gontai. Ibunya tertidur di depan tv yang menyala dan sudah dipasang tempat tidur lalu adik laki-lakinya sudah pulang kerja dan menutup pintu kamarnya.Vera tahu bagaimana marah sang adik karena kelakuannya, mau marah tapi malu, mau nangis tapi tidak menghasilkan apa-apa.Vera memasukan sepeda motor ke dapur, agak lebih maju dari sepeda motor si adik, tepat di depan pintu kamar mandi yang di sampingnya diletakan mesin cuci tabung.Cepat-cepat Vera mandi dan memastikan ketiga kucingnya baik-baik saja lalu merebahkan badan di samping ibunya.Ibu Vera terbangun karena gerakan kecil dan membuka mata perlahan. "Sudah pulang?"Vera mengangguk kecil. "Ya."Ibu Vera bangun dari tempat tidur dan bertanya. "Sudah makan?""Belum, Vera gak lapar."Lebih tepatnya tidak nafsu makan.Ibu Vera kembali merebahkan badan dan melihat jam di handphone. "Kenapa pulang jam sembilan malam? Apakah ada lemburan?"Vera terpaksa pulang malam karena diskusi dengan Bryan mengenai
Di hari minggu pagi, Vera dan Bryan duduk berhadapan di sebuah kafe mewah, masing-masing membaca surat perjanjian.Vera mengerutkan kening ketika membaca tulisan rumah. "Rumah?""Kamu tidak suka saya belikan rumah, makanya saya sewakan dulu selama dua tahun. Kamu keberatan?" tanya Bryan tanpa mengalihkan perhatiannya dari surat perjanjian pra nikah yang dibuat pengacaranya. Vera menjadi tidak nyaman. "Pak, bayarin hutang saya saja sudah cukup. Saya tidak menuntut yang lainnya.""Terus kamu masih mau tinggal sama adik dan mama kamu?""Itu-""Kamu ingin bilang tentang pernikahan ini ke mereka?"Vera menggeleng pelan. "Tidak.""Sangat berbahaya jika mereka tahu hubungan kita, ini hubungan rahasia dan tidak boleh diketahui siapa pun termasuk lingkungan saya. Jadi kita bisa tinggal di lingkungan baru untuk menutupi semuanya, rumah itu punya teman saya dan lingkungannya juga individu jadi amanlah."Vera menghela napas panjang lalu kembali melanjutkan membaca surat perjanjian, ada beberapa h
Setelah menemani Ayu sampai tutup toko di jam tiga sore, Vera masih enggan untuk pulang. Dia memutuskan pergi ke toko buku dan tanpa sengaja melihat Thomas dan tunangannya yang cantik sedang sibuk melihat buku di lantai dua.Vera jadi tidak berminat ke tempat itu lagi dan cepat-cepat menuruni tangga yang sialnya malah bertemu dengan si bos di tengah tangga.Bryan yang sedang digandeng mantan istrinya, terkejut.Vera melihat genggaman mesra mantan istri Bryan lalu mengalihkan tatapannya, pura-pura tidak kenal dan pergi menuruni tangga tanpa mengatakan apa pun."Mas?" Bryan yang masih belum siap, tersenyum ke mantan istrinya. "Ah, ya."Mantan istri Bryan menarik tangan mantan suami dan segera bergabung dengan putra mereka serta tunangannya.Thomas bahagia melihat kedua orang tuanya mulai rujuk meskipun sang ibu harus berbohong pada suaminya sekarang supaya bisa keluar, dia memanfaatkan momen ini supaya sebelum hari pernikahan, keluarganya bersatu.Anak mana sih yang mau melihat keluarg
Saat pet shop dibuka Ayu. Thomas menemui Ayu. "Ayu!"Ayu terkejut lalu menoleh."Kamu tahu nomor Vera yang baru?"Ayu mengerutkan kening dengan bingung dan balik bertanya. "Dia ganti nomor?""Kamu tidak tahu?" tanya Thomas dengan curiga."Aku tidak tahu, soalnya dia jarang main ke sini.""Kamu tahu alamat tempatnya bekerja?""Gak mungkin kamu mau ke sana, di sana ada anjing dan gudang pakan hewan."Thomas mengerutkan kening dengan jijik lalu mendecak kesal. "Buat apa sih dia mau kerja di sana?""Kalian kan bertemunya di toko ini."Thomas melirik kesal Ayu lalu mencoba hubungi Vera lagi. Tidak tersambung."Sudahlah, kalau memang dia tidak mau sama kamu lagi. Jangan dikejar.""Kamu tidak tahu masalahku dengannya!" bentak Thomas lalu pergi meninggalkan pet shop.Ayu melambaikan tangan dengan santai.Sementara di tempat kerja, Vera tenggelam dalam pekerjaan. Saat ini mandor sedang sibuk bongkar pasir hewan sementara Vera mengawasi sales, dua kuli dan sopir untuk muat barang yang akan diki
Tuti menemani Clara keliling gudang sambil menjelaskan sistem pekerjaan di sana.Clara mengangguk takjub ketika melihat beberapa karung makanan hewan ditumpuk rapi sampai menggunung. "Para kuli pasti bekerja keras membuat gudang serapi ini."Mandor yang berdiri di belakang mereka berdua, berkata. "Wajar harus serapi ini, biar memudahkan kami dalam bekerja. Ngomong-ngomong sudah lama ibu tidak datang ke sini semenjak bercerai dengan bapak."Clara tertawa renyah lalu memberikan bingkisan di tangannya ke mandor. "Kami sudah bercerai dan memiliki kegiatan masing-masing, kedua putraku juga sama.""Kapan-kapan main ke sini lagi bu, kami tidak gigit kok."Semua orang tertawa begitu mendengar candaan jayus sang mandor.Vera melihat dari lantai atas ruang kerjanya yang terhubung dengan gudang belakang. Interaksi mereka membuatnya iri, seolah tidak memiliki beban di dalam hidupnya.Vera menghela napas panjang lalu kembali ke mejanya dan melanjutkan pekerjaan. Tanpa sadar, seorang anak kecil mena
Vera awalnya tidak menyukai berondong karena usia dirinya yang terlalu tua untuk bersanding, tapi karena terus-terusan dikejar sampai sering ke pet shop tempat temannya bekerja. Akhirnya dia luluh dan menerima cinta pria itu.Tapi ternyata cinta tak seindah kenyataan.Pada saat kantor mengadakan tradisi makan bersama menjelang libur lebaran seperti biasanya, pegawai yang merayakan maupun tidak, tetap ikut libur. Awalnya mereka bersenang-senang, hingga akhirnya terjadi hal yang tidak diinginkan Vera seumur hidup.Pria yang sudah melamar dan meminta Vera ke ibunya malah melangsungkan pesta pertunangan di restoran mewah seperti ini bersama dengan keluarga masing-masing.Tidak ada yang mengetahui hubungan Vera dengan kekasihnya karena mau dijadikan surprise pada saat pesta pernikahan.Meskipun hatinya sedang kalut, dia berusaha menyembunyikannya di hadapan rekan-rekan kerja dan atasannya.Tak disangka, seseorang menyebut namanya saat dia di dalam kamar mandi."Vera? kekasih tunangan aku?"
Kata orang tua, jangan sekali-sekali menyentuh alkohol jika belum siap atau emosi kamu sedang tidak stabil. Tahu kenapa? itu bisa merugikan diri sendiri.Vera sempat menertawakan betapa kolot pandangan kedua orang tuanya, dan sekarang dia harus menyesali pemikiran modern itu.Vera ingin menangis sekencang mungkin atau kabur sekarang, tapi ternyata tidak bisa. Pinggangnya sakit, sakit banget bahkan ada darah di atas sprei yang menandakan dirinya sudah tidak perawan.Apakah aku tidur dengan pria acak?Bryan keluar dari kamar mandi dan melihat tampang bengong Vera. "Ada apa?"Vera yang bergidik, segera bersujud di tempat tidur. Lupa dengan tubuhnya yang masih telanjang. "Maaf, maaf! tolong lupakan kejadian semalam."Bryan menautkan kedua alis dan mendengus. "Orang jahat memang akan selalu menjadi jahat.""Hah?" Vera mendongak dan terkejut. Rasanya ingin menggali lubang kubur atau bunuh diri sekarang juga. Atasannya yang terkenal kejam, kenapa ada disini? apakah memergoki dirinya sedang t
Panggilan telepon berdering kencang berkali-kali, pesan masuk mengingatkan hutang yang sudah lewat jatuh tempo. Wajah Vera ingin menangis tapi hatinya sudah menangis, berusaha fokus ke pekerjaan dan menerapkan Low of Attraction via tok tok supaya bisa menenangkan diri dan fokus membayar hutang, kalau beruntung bisa membayar hutang-hutangnya.Vera tidak ingin merepotkan orang lain karena sudah terlalu merepotkan ibu dan adiknya, berulang kali Vera menangis dan meminta maaf ke mereka berdua yang hanya dia miliki. Sang adik marah dan tidak bisa membantu banyak mengenai hutang tapi bersedia mengambil alih masalah sewa rumah dan pendapatan bulan, ibunya juga mau membantu jual makanan. Tinggal Vera yang berusaha menyemangati dirinya sendiri."Yuk, bisa yuk." Vera berusaha berpikiran dan bersikap positif.Dan dalam dua hari ini semangatnya mulai menurun. Mulai dari dimarahi rekan kerja sampai tidak ada yang beli makanan yang dibuat ibunya via aplikasi online. Yah, memang sih dua hari itu Ve
Tuti menemani Clara keliling gudang sambil menjelaskan sistem pekerjaan di sana.Clara mengangguk takjub ketika melihat beberapa karung makanan hewan ditumpuk rapi sampai menggunung. "Para kuli pasti bekerja keras membuat gudang serapi ini."Mandor yang berdiri di belakang mereka berdua, berkata. "Wajar harus serapi ini, biar memudahkan kami dalam bekerja. Ngomong-ngomong sudah lama ibu tidak datang ke sini semenjak bercerai dengan bapak."Clara tertawa renyah lalu memberikan bingkisan di tangannya ke mandor. "Kami sudah bercerai dan memiliki kegiatan masing-masing, kedua putraku juga sama.""Kapan-kapan main ke sini lagi bu, kami tidak gigit kok."Semua orang tertawa begitu mendengar candaan jayus sang mandor.Vera melihat dari lantai atas ruang kerjanya yang terhubung dengan gudang belakang. Interaksi mereka membuatnya iri, seolah tidak memiliki beban di dalam hidupnya.Vera menghela napas panjang lalu kembali ke mejanya dan melanjutkan pekerjaan. Tanpa sadar, seorang anak kecil mena
Saat pet shop dibuka Ayu. Thomas menemui Ayu. "Ayu!"Ayu terkejut lalu menoleh."Kamu tahu nomor Vera yang baru?"Ayu mengerutkan kening dengan bingung dan balik bertanya. "Dia ganti nomor?""Kamu tidak tahu?" tanya Thomas dengan curiga."Aku tidak tahu, soalnya dia jarang main ke sini.""Kamu tahu alamat tempatnya bekerja?""Gak mungkin kamu mau ke sana, di sana ada anjing dan gudang pakan hewan."Thomas mengerutkan kening dengan jijik lalu mendecak kesal. "Buat apa sih dia mau kerja di sana?""Kalian kan bertemunya di toko ini."Thomas melirik kesal Ayu lalu mencoba hubungi Vera lagi. Tidak tersambung."Sudahlah, kalau memang dia tidak mau sama kamu lagi. Jangan dikejar.""Kamu tidak tahu masalahku dengannya!" bentak Thomas lalu pergi meninggalkan pet shop.Ayu melambaikan tangan dengan santai.Sementara di tempat kerja, Vera tenggelam dalam pekerjaan. Saat ini mandor sedang sibuk bongkar pasir hewan sementara Vera mengawasi sales, dua kuli dan sopir untuk muat barang yang akan diki
Setelah menemani Ayu sampai tutup toko di jam tiga sore, Vera masih enggan untuk pulang. Dia memutuskan pergi ke toko buku dan tanpa sengaja melihat Thomas dan tunangannya yang cantik sedang sibuk melihat buku di lantai dua.Vera jadi tidak berminat ke tempat itu lagi dan cepat-cepat menuruni tangga yang sialnya malah bertemu dengan si bos di tengah tangga.Bryan yang sedang digandeng mantan istrinya, terkejut.Vera melihat genggaman mesra mantan istri Bryan lalu mengalihkan tatapannya, pura-pura tidak kenal dan pergi menuruni tangga tanpa mengatakan apa pun."Mas?" Bryan yang masih belum siap, tersenyum ke mantan istrinya. "Ah, ya."Mantan istri Bryan menarik tangan mantan suami dan segera bergabung dengan putra mereka serta tunangannya.Thomas bahagia melihat kedua orang tuanya mulai rujuk meskipun sang ibu harus berbohong pada suaminya sekarang supaya bisa keluar, dia memanfaatkan momen ini supaya sebelum hari pernikahan, keluarganya bersatu.Anak mana sih yang mau melihat keluarg
Di hari minggu pagi, Vera dan Bryan duduk berhadapan di sebuah kafe mewah, masing-masing membaca surat perjanjian.Vera mengerutkan kening ketika membaca tulisan rumah. "Rumah?""Kamu tidak suka saya belikan rumah, makanya saya sewakan dulu selama dua tahun. Kamu keberatan?" tanya Bryan tanpa mengalihkan perhatiannya dari surat perjanjian pra nikah yang dibuat pengacaranya. Vera menjadi tidak nyaman. "Pak, bayarin hutang saya saja sudah cukup. Saya tidak menuntut yang lainnya.""Terus kamu masih mau tinggal sama adik dan mama kamu?""Itu-""Kamu ingin bilang tentang pernikahan ini ke mereka?"Vera menggeleng pelan. "Tidak.""Sangat berbahaya jika mereka tahu hubungan kita, ini hubungan rahasia dan tidak boleh diketahui siapa pun termasuk lingkungan saya. Jadi kita bisa tinggal di lingkungan baru untuk menutupi semuanya, rumah itu punya teman saya dan lingkungannya juga individu jadi amanlah."Vera menghela napas panjang lalu kembali melanjutkan membaca surat perjanjian, ada beberapa h
Vera pulang ke rumah dengan langkah gontai. Ibunya tertidur di depan tv yang menyala dan sudah dipasang tempat tidur lalu adik laki-lakinya sudah pulang kerja dan menutup pintu kamarnya.Vera tahu bagaimana marah sang adik karena kelakuannya, mau marah tapi malu, mau nangis tapi tidak menghasilkan apa-apa.Vera memasukan sepeda motor ke dapur, agak lebih maju dari sepeda motor si adik, tepat di depan pintu kamar mandi yang di sampingnya diletakan mesin cuci tabung.Cepat-cepat Vera mandi dan memastikan ketiga kucingnya baik-baik saja lalu merebahkan badan di samping ibunya.Ibu Vera terbangun karena gerakan kecil dan membuka mata perlahan. "Sudah pulang?"Vera mengangguk kecil. "Ya."Ibu Vera bangun dari tempat tidur dan bertanya. "Sudah makan?""Belum, Vera gak lapar."Lebih tepatnya tidak nafsu makan.Ibu Vera kembali merebahkan badan dan melihat jam di handphone. "Kenapa pulang jam sembilan malam? Apakah ada lemburan?"Vera terpaksa pulang malam karena diskusi dengan Bryan mengenai
Bryan mengetuk jari di atas meja. Vera dan Tuti dimarahi karena kesalahan dalam membuat nota, lebih tepatnya mereka miskomunikasi.Jadi mandor sudah memberikan list order customer untuk dibuatkan nota ke dalam sistem, mandor hanya memberikan data pakan dan pasir sementara aksesoris adalah tugas Tuti.Tuti sudah memberikan catatan berupa kertas ke Vera, karena Vera sering lupa jadinya terlewat membuat nota sehingga pengirim terpaksa membawa kembali barang-barang tersebut. Customer menjadi komplain ke Bryan.Vera menundukan kepalanya, merasa bersalah karena sudah teledor sementara Tuti hanya bisa diam dan melirik kasihan Vera."Vera, saya sudah rugi cukup banyak karena masalah ini. Seharusnya kamu bisa konsentrasi dalam pekerjaan."Vera hanya menundukkan kepala dan menggigit bibir bawah, selama ini dirinya hanya berkomunikasi dengan mandor atau tangan kanan Bryan, pak Bennett. Berhubung pak Bennet cuti kerja karena istrinya melahirkan, Bryan jadi turun tangan secara langsung.Baru kali
Perusahaan tempat Vera bekerja adalah distributor pet shop terbesar di Indonesia, berawal dari kegabutan Bryan dengan hobi melihat perilaku anjing dan kucing tapi tidak berani menyentuh mereka, akhirnya punya ide menyediakan perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan pet.Bryan sendiri tidak menyangka, bisnis turun temurun keluarga di bidang hotel menjadi timpang dengan bisnis distributor pet shop. Karena tidak mau melepas bisnis utama, dia akhirnya menarik putra sulung untuk membantu di hotel sementara dia fokus di bisnis gabutnya.Bryan sendiri sudah bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk kepolisian K9. jadi siapapun yang berani macam-macam dengan dirinya, Bryan dengan mudah bisa meminta bantuan K9 atau kalau para polisi sibuk, dia bisa meminta bantuan komunitas termasuk melacak orang.Efan yang duduk di belakang sambil menyuapi anjingnya dengan sosis, melirik ke Bryan yang duduk di bagian sopir, menatap serius ke arah kaca kafe. "Tujuan kita bawa Bayu kesini buat apa?"Sudah h
Panggilan telepon berdering kencang berkali-kali, pesan masuk mengingatkan hutang yang sudah lewat jatuh tempo. Wajah Vera ingin menangis tapi hatinya sudah menangis, berusaha fokus ke pekerjaan dan menerapkan Low of Attraction via tok tok supaya bisa menenangkan diri dan fokus membayar hutang, kalau beruntung bisa membayar hutang-hutangnya.Vera tidak ingin merepotkan orang lain karena sudah terlalu merepotkan ibu dan adiknya, berulang kali Vera menangis dan meminta maaf ke mereka berdua yang hanya dia miliki. Sang adik marah dan tidak bisa membantu banyak mengenai hutang tapi bersedia mengambil alih masalah sewa rumah dan pendapatan bulan, ibunya juga mau membantu jual makanan. Tinggal Vera yang berusaha menyemangati dirinya sendiri."Yuk, bisa yuk." Vera berusaha berpikiran dan bersikap positif.Dan dalam dua hari ini semangatnya mulai menurun. Mulai dari dimarahi rekan kerja sampai tidak ada yang beli makanan yang dibuat ibunya via aplikasi online. Yah, memang sih dua hari itu Ve
Kata orang tua, jangan sekali-sekali menyentuh alkohol jika belum siap atau emosi kamu sedang tidak stabil. Tahu kenapa? itu bisa merugikan diri sendiri.Vera sempat menertawakan betapa kolot pandangan kedua orang tuanya, dan sekarang dia harus menyesali pemikiran modern itu.Vera ingin menangis sekencang mungkin atau kabur sekarang, tapi ternyata tidak bisa. Pinggangnya sakit, sakit banget bahkan ada darah di atas sprei yang menandakan dirinya sudah tidak perawan.Apakah aku tidur dengan pria acak?Bryan keluar dari kamar mandi dan melihat tampang bengong Vera. "Ada apa?"Vera yang bergidik, segera bersujud di tempat tidur. Lupa dengan tubuhnya yang masih telanjang. "Maaf, maaf! tolong lupakan kejadian semalam."Bryan menautkan kedua alis dan mendengus. "Orang jahat memang akan selalu menjadi jahat.""Hah?" Vera mendongak dan terkejut. Rasanya ingin menggali lubang kubur atau bunuh diri sekarang juga. Atasannya yang terkenal kejam, kenapa ada disini? apakah memergoki dirinya sedang t