Bismillah
"Ibuku Ternyata Hantu"
#part_2
#by:Ratna Dewi Lestari.
#terinspirasi dari real story dengan bumbu-bumbu fiksi.
Dua lelaki itu terkekeh kegirangan. Bukannya menolong, mereka malah menginjak keras betis Marni hingga Marni berteriak kesakitan.
"Hahahaha ... siapa suruh menghindar! dasar wanita bodoh! sok jual mahal!" hardik lelaki bertubuh gendut, pendek dan hitam seraya terkekeh menjijikkan.
Dalam keterangan malam masih terlihat jelas wajah lelaki bejat itu. Wajahnya jelek berhidung besar dan pesek dengan jerawat memenuhi muka.
"Mau apa kalian! jangan ganggu aku!" ucapnya ketus. Tangannya menggenggam kaki dan lengannya yang kesakitan.
Mereka kompak terkekeh. Dan, detik berikutnya mereka seret Marni masuk ke dalam semak di tepi jalan. Tubuh Marni yang penuh luka dan bersimbah darah tak menyurutkan niat jahat mereka.
Walaupun Marni meronta dan mengiba, tetapi mereka tetap menyeret Marni masuk lebih dalam ke semak belukar.
Karno menangis meminta belas kasihan, tetapi mereka sudah di kuasai hawa nafsu yang sudah tinggi. Marni berusaha meminta tolong berulang kali. Namun nihil. Tak ada satu orang pun yang datang untuk menolongnya.
Suasana hening dan sepi. Hanya terdengar deru napas penuh nafsu dari kedua lelaki bejat yang bersahut-sahutan.
Baju Marni dibuka paksa. Terkoyak seperti harga dirinya yang direnggut. Wanita itu berontak sekuat tenaga, tetapi dengan mudah terkalahkan.
Kedua lelaki itu dengan bebas menjamah dan menghancurkan mahkota kesucian yang Ia jaga hanya untuk suami tercinta. Mereka bergantian menjamah dan menikmati tubuh Marni sesuka hati dengan ganas dan beringas. Peluh berjatuhan di tubuh Marni yang sudah tak memakai selembar benang pun.
Marni hanya mampu menangis menyesali diri. Mahkota kebanggaanya hancur lebur. Perih dan sakit hingga mengeluarkan darah kental membasahi selangkangannya.
Ia pasrah. Tubuhnya lemah tak berdaya. Dalam hati dan pikirannya hanya ada anak-anak dan suaminya. Ia ingin pulang kerumah. Memeluk erat buah hati tercintanya.
Setelah puas menikmati tubuh wanita malang itu, kedua lelaki mulai berbisik. Mereka kembali menyeret tubuh Marni yang sudah lemah masuk ke dalam semak.
Tubuh Marni di lempar begitu saja ke tanah. Terhempas dan terhentak di antara rerumputan ilalang dan ranting-ranting tajam. Marni mengaduh kesakitan. Tubuh polosnya terluka.
Dari balik baju, seorang lelaki kurus dan hitam mengeluarkan sebilah pisau tajam. Benda itu bercahaya di tetap sinar bulan.
Marni terkesiap melihat benda tajam yang siap menghujam tubuhnya. Sebelum benda itu menancap tubuhnya, lagi-lagi Marni memohon belas kasihan.
"Tolong ... jangan bunuh aku! Anak-anakku banyak, mereka masih butuh Aku!" Marni mengiba disertai airmatanya yang jatuh berderai membasahi wajahnya yang kotor penuh tanah.
Kedua lelaki itu saling berpandangan. Dan tanpa aba-aba lelaki kurus itu menghujam pisau itu berkali-kali ke tubuh Marni. Hanya sekali terpekik dan dalam hitungan detik tubuh Marni tak bergerak. Tubuh Marni mengeluarkan banyak darah dari luka tusukan di sekujur tubuhnya.
Setelah mereka yakin Marni sudah tidak bernyawa, tubuh wanita malang itu mereka biarkan tergeletak di dalam semak. Mereka lalu pergi sembari terkekeh senang. Sunyinya malam menjadi saksi kesadisan 2 lelaki yang dengan tega menggagahi dan menyiksa Marni, Ibu beranak 4 yang harus terpaksa pergi untuk selamanya, meninggalkan ke 4 anak yang sangat dicintainya.
Marni mungkin belum sadar akan kepergiannya saat ini. Jasad kaku dan beku itu kini hanya di balut kesunyian malam, tanpa teman dan tanpa saudara. Ia sendiri. Di bawah pendar cahaya bulan yang menemani .
Bersambung....
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_3# by: Ratna Dewi Lestari. Sreng!Sreng!Sreng! Bunyi berisik disertai aroma masakan yang lezat membuatku terbangun dari tidurku. Kukucek mata yang masih sangat mengantuk, kutoleh jam wekerku. Baru jam 04.00 pagi. "Siapa yang memasak sepagi ini?" batinku. Setahuku Ibu tak pernah memasak pagi-pagi seperti ini. Kalaupun membuat sarapan, Ibu selalu memasak di atas jam 7 pagi. Dan ini terlalu dini. Rasa penasaran membuatku beranjak melangkahkan kaki ke arah dapur. Ternyata memang Ibu yang sedang asyik memasak. Kudekati Ibu yang nampaknya tak mengetahui kedatanganku . "Sudah pulang Bu? Widya tak mendengar motor Ibu," ucapku begitu mendekati Ibu. Ibu hanya terdiam membisu. Aku merasa ada yang lain dengan Ib
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_4#by:Ratna Dewi Lestari "Dek -- jangan nangis dong, kita cari Ibu ya!" ucapku sembari menggendong Nina menuju warung. Berharap Ibu ada di warung. "Kak -- itu Ibu ada disitu! lagi nemenin Nina Kak!" berontak Nina. "Nina mau turun ... huhuhuhu," tangisnya. Dengan sedikit kesal kuturunkan Nina. Ia berhambur dan kembali duduk ditempatnya semula. Ada yang aneh kulihat dari sikapnya Nina. Ia bicara sendiri tanpa ada yang menemani selain aku. "Kakak -- kata Ibu, nanti malam Nina bobo dikamar Ibu, tapi kakak ga boleh ikut," ucapnya tanpa melihatku. " Ya, kan bu?" Nina kembali berbicara sendiri. "Hah, Nina kamu ngomong sama siapa? disini cuma ada kita berdua, Nina, sadar Dek!" Aku mulai gerah dengan tingkah laku Nina yang semakin aneh. "Kakak -- kakak Widya t
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_5#by: Ratna Dewi Lestari Brakkkkkkk Pintu tertutup sendiri ketika aku dan Nina berhasil keluar dari kamar Ibu. Jantungku dag-dig-dug tak menentu. Keringat dingin mengucur. Seumur hidup baru kutemui sosok mengerikan seperti itu. Dan itu di kamar Ibu. Apakah itu Ibu? Tapi kenapa begitu menyeramkan sosok Ibu? "Kakak -- kakak kenapa?" suara Nina membuyarkan lamunanku. Aku terduduk menatap mata Nina. Kuhela napas dalam-dalam. Kulepas dengan perlahan. "Adek -- Adek kenapa bobo di kamar Ibu?" tanyaku hati-hati. "Adek kan bobo sama Ibu, Kak? Kakak yang kenapa banguni Adek?" Nina balik bertanya. "Adek, Ibu ga ada di rumah Dek, lain kali kalau mau kemana-mana ajak Kakak, ya!" ucapnya serius. "Ada Ibu, Kak! Nina ga boong. Kalau
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_6#by:Ratna Dewi Lestari "Wid--Widya!" suara Ayah terdengar nyaring ditelingaku di sertai pukulan lembut di pipiku. Aku terhenyak bangun. Badan terasa pegal semua. Kuedarkan pandangan kesegala penjuru. Dimana aku? "Widya!" ayah mengulangi panggilan nya kepadaku. Ayah menatap heran ke arahku. "Eh--iya, Yah," jawabku terbata. "Kamu kenapa tidur di sini?mana bau pesing lagi!" seru Ayah dengan menutup hidungnya. Teringat kejadian mengerikan tadi malam membuatku bergidik ngeri. Ingin kuungkapkan kepada Ayah, tapi takut Ayah ga percaya. "Ibu mana Yah?" tanyaku mengalihkan ucapan Ayah. "Ibumu sudah pergi sedari subuh. Sepertinya ada perlu," jawab Ayah sekenanya dan berlalu pergi menuju dapur. "Ayah!" pang
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_7# by: Ratna Dewi Lestari. "Sim, apaan itu Sim?" tanya Tejo dengan menunjuk lembaran baju yang terkoyak di antara rerumputan. "Itu kayaknya baju perempuan, yok kita tengok!" ajak Kosim. Teman-temannya yang lain mengangguk serentak. Perlahan tapi pasti, Bapak-bapak itu melangkah menuju baju yang letaknya tak jauh dari tempat mereka berdiri. Srek-srek-srek! Kaki-kaki mereka menginjak ranting dan rerumputan sekitar. Golok mereka arahkan kesana-kesini untuk menerbas rumput ilalang yang menutupi penglihatan. Kosim mengangkat baju itu dengan sebuah ranting. Matanya memperhatikan dengan seksama. "Jo, ada darah nya, Jo!" pekiknya. "Waduh, yang punya kemana?" sahut Tejo. "Tejo, Kosim, ada celana juga di sini!" sahut Diman seraya me
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_8#by:Ratna Dewi Lestari "Man ... itu apaan Man?" ucap Warjo dengan kaki gemetar. Peluh membasahi wajah. "War ... kuntilanak itu War ...," tanpa sadar celana Maman basah. Ia ngompol di celana. "Maman ... Warjo ... kemari ... temani aku malam ini ...," suara wanita itu lirih tapi terdengar jelas di telinga Maman dan Warjo. Wanita itu berjalan lambat menuju ke arah mereka. Angin yang semilir kadang menyibak gaun panjangnya yang putih namun banyak noda darah. Nampak dalam keremangan malam kaki wanita itu melayang dengan warna putih pucat. Warjo dan Maman menggigil ketakutan. "Man! cepat hidupi motornya, Man! bisa-bisa nyawa kita melayang, Man!" seru Warjo dengan tepukan keras di punggung Maman. "Iya, sabar! ini juga lagi ak
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_9#by:Ratna Dewi Lestari "Nina! Nina!" panggil Ayah berulang kali. Aku pun terus berlari bersama Ayah mengikuti Nina yang terus berjalan cepat. Ia seperti tak mendengar teriakan kami. Nina terus berjalan menelusuri kebun. Dalam keremangan malam tak sadar samar-samar kulihat asap mengelilingi Nina. Jantung berdegub kencang. Nina, ada yang tidak beres dengan Nina. Ayah semakin kencang berlari walaupun terkadang terdengar bunyi napasnya yang ngos-ngosan. Nina kini berada di ujung kebun dan masuk kedalam semak belukar. Ranting pohon, tanaman berduri serta ilalang menusuk kaki ku yang polos. "Akh, sakit," terkadang aku berteriak kesakitan. Tapi, terus mengejar Nina. "Nina!" Ayah berhasil meraih tangan Nina dan memeluk Nina erat. &
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_10#by:Ratna Dewi Lestari. Brummmmm! Ckiiiiiittttt! Mobil Polisi berhenti di Rumah Sakit Umum Daerah. Dengan langkah gontai Ayah melangkah megikuti ketiga polisi yang berjalan tergesa menuju kamar mayat. Jantung berdebar ketika kaki memasuki kamar mayat. Hawa dingin menelusup hingga relung hati. Salah satu polisi membuka salah satu brankas mayat. Tampaklah sekilas kaki putih yang sudah kaku. "Mari Pak, kemari!" salah seorang Polisi melambai ke arah Ayah. Ayah mengangguk pelan dan melangkah mendekati. "Astagfirullah," ucap Ayah. Ia menutup mulutnya menahan kengerian sosok yang dilihatnya. Walaupun sudah dibersihkan, nampak mayat itu sudah penuh dengan lubang bekas tusukan, daging sudah tak utuh, hampir terlihat tulang putih. Pada bagian mata
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_15#Tamat#by:Ratna Dewi Lestari. "Abang! Abang ...." Brakkkkkk ! Istri Maman ambruk begitu melihat keadaan Maman yang sangat mengenaskan. Para tetangga berdatangan mendengar teriakan. Mereka memandang ngeri jasad Maman. Jasad yang mengenaskan. Mata nya hampir copot, sekujur tubuh penuh lubang, dari telinga, hidung dan mulutnya keluar binatang-binatang kecil berbisa. Kelabang, kalajengking dan lintah merayap keluar bersamaan. Mereka bergidik ngeri melihat Maman yang sudah terbujur kaku dan berlumuran darah. Entah apa dosa Maman sehingga ia bisa mengalami hal yang sangat mengenaskan seperti ini. Para tetangga berbisik dan bertanya-tanya satu sama lain. Istri Maman di bawa ke dalam kamar lain. Setelah sadar mereka lalu segera mengebumikan Maman hari itu juga. Derai airm
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_15#Tamat#by:Ratna Dewi Lestari. "Abang! Abang ...." Brakkkkkk ! Istri Maman ambruk begitu melihat keadaan Maman yang sangat mengenaskan. Para tetangga berdatangan mendengar teriakan. Mereka memandang ngeri jasad Maman. Jasad yang mengenaskan. Mata nya hampir copot, sekujur tubuh penuh lubang, dari telinga, hidung dan mulutnya keluar binatang-binatang kecil berbisa. Kelabang, kalajengking dan lintah merayap keluar bersamaan. Mereka bergidik ngeri melihat Maman yang sudah terbujur kaku dan berlumuran darah. Entah apa dosa Maman sehingga ia bisa mengalami hal yang sangat mengenaskan seperti ini. Para tetangga berbisik dan bertanya-tanya satu sama lain. Istri Maman di bawa ke dalam kamar lain. Setelah sadar mereka lalu segera mengebumikan Maman hari itu juga. Derai airm
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_14#by:Ratna Dewi Lestari Warjo bergegas menuju kantor Polisi. Ia melangkah seorang diri tanpa Maman ataupun istrinya. Hatinya sudah mantap untuk mengakui semua kesalahannya. Ia tak ingin dibayang-bayangi rasa bersalah dan kematian. Ia ingin damai dan tenang. Di kantor Polisi, Warjo mengungkapkan semua dengan lugas. Namun, ia tak membawa Maman dalam kesaksiannya. Ia mengakui semua perbuatan kejinya. Polisi tak menunggu lama untuk membawa Warjo masuk ke dalam sel. Sidang akan segera menyusul. Warjo tak gentar. Ia malah merasa lega. Dalam hati terselip rasa sesal yang teramat. Ia tahu karena perbuatannya, ia telah memisahkan wanita itu dari orang-orang yang di cinta. Ia ingin mengucap maaf. Walau hanya mampu dalam hati ia ucapkan. Dinding dingin dalam sel dan lantai keras semen tak membuat nyali Warj
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_12#by:Ratna Dewi Lestari "Aaaaaaa ....," Mata Warjo terbelalak. Napasnya ngos-ngosan memburu. Keringat dingin mengucur sebesar biji jagung menetes di keningnya yang lebar. Jantungnya berdebar kencang. Tok-tok-tok! "Bang! Bang Warjo! kenapa kamu, Bang!" suara istri Warjo di luar membuat Warjo tersadar dari mimpi buruknya. Ia bergidik ngeri mengingat mimpinya barusan. Dengan gemetar Warjo melangkah mendekati pintu. Membukanya dan ia tampak sangat pucat melihat wanita dihadapannya. Wajah Marni, wanita malang yang ia bunuh malam itu tersenyum manis menatap ke arahnya. Matanya yang bulat memancarkan kebencian yang mendalam. Masih teringat jelas di ingatannya saat Marni memohon kepadanya. Bias rasa bersalah itu terekam jelas di wajah Warjo saat itu. "Maafkan aku ... Ibu ... aku tak tau nam
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part 11#by:Ratna Dewi Lestari. Pagi yang sepi tanpa Ibu. Semenjak kami tahu Ibu sudah meninggal, tak ada lagi sosok Ibu yang memasak di dapur sebelum subuh. Aku menjadi lesu. Walaupun kutahu Ibu ternyata hantu, tetapi tak sedikitpun membuatku takut. Aku malah rindu. Rindu melihat sosok Ibu. Kini aku berdiri di jendela dapur, memandang pepohonan singkong dan kebun mawar kecil kesayangan Ibu. Aroma mawar terkadang menggoda indra penciumanku. Terbang di bawa angin semilir ke arahku. Kuhirup wangi pagi sekuat yang aku bisa. Ku lepas dengan hati tertekan. Sedih, pilu menelusup relung hatiku. "Ibu ... di mana Engkau Ibu? aku rindu!" bisikku lirih. Angin dingin menyentuh pipiku. Entah kenapa rasa sejuknya menentramkan jiwaku. Seperti sentuhan halus tangan Ibu. Apakah ini memang Ibu? kupej
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_10#by:Ratna Dewi Lestari. Brummmmm! Ckiiiiiittttt! Mobil Polisi berhenti di Rumah Sakit Umum Daerah. Dengan langkah gontai Ayah melangkah megikuti ketiga polisi yang berjalan tergesa menuju kamar mayat. Jantung berdebar ketika kaki memasuki kamar mayat. Hawa dingin menelusup hingga relung hati. Salah satu polisi membuka salah satu brankas mayat. Tampaklah sekilas kaki putih yang sudah kaku. "Mari Pak, kemari!" salah seorang Polisi melambai ke arah Ayah. Ayah mengangguk pelan dan melangkah mendekati. "Astagfirullah," ucap Ayah. Ia menutup mulutnya menahan kengerian sosok yang dilihatnya. Walaupun sudah dibersihkan, nampak mayat itu sudah penuh dengan lubang bekas tusukan, daging sudah tak utuh, hampir terlihat tulang putih. Pada bagian mata
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_9#by:Ratna Dewi Lestari "Nina! Nina!" panggil Ayah berulang kali. Aku pun terus berlari bersama Ayah mengikuti Nina yang terus berjalan cepat. Ia seperti tak mendengar teriakan kami. Nina terus berjalan menelusuri kebun. Dalam keremangan malam tak sadar samar-samar kulihat asap mengelilingi Nina. Jantung berdegub kencang. Nina, ada yang tidak beres dengan Nina. Ayah semakin kencang berlari walaupun terkadang terdengar bunyi napasnya yang ngos-ngosan. Nina kini berada di ujung kebun dan masuk kedalam semak belukar. Ranting pohon, tanaman berduri serta ilalang menusuk kaki ku yang polos. "Akh, sakit," terkadang aku berteriak kesakitan. Tapi, terus mengejar Nina. "Nina!" Ayah berhasil meraih tangan Nina dan memeluk Nina erat. &
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_8#by:Ratna Dewi Lestari "Man ... itu apaan Man?" ucap Warjo dengan kaki gemetar. Peluh membasahi wajah. "War ... kuntilanak itu War ...," tanpa sadar celana Maman basah. Ia ngompol di celana. "Maman ... Warjo ... kemari ... temani aku malam ini ...," suara wanita itu lirih tapi terdengar jelas di telinga Maman dan Warjo. Wanita itu berjalan lambat menuju ke arah mereka. Angin yang semilir kadang menyibak gaun panjangnya yang putih namun banyak noda darah. Nampak dalam keremangan malam kaki wanita itu melayang dengan warna putih pucat. Warjo dan Maman menggigil ketakutan. "Man! cepat hidupi motornya, Man! bisa-bisa nyawa kita melayang, Man!" seru Warjo dengan tepukan keras di punggung Maman. "Iya, sabar! ini juga lagi ak
Bismillah "Ibuku Ternyata Hantu"#part_7# by: Ratna Dewi Lestari. "Sim, apaan itu Sim?" tanya Tejo dengan menunjuk lembaran baju yang terkoyak di antara rerumputan. "Itu kayaknya baju perempuan, yok kita tengok!" ajak Kosim. Teman-temannya yang lain mengangguk serentak. Perlahan tapi pasti, Bapak-bapak itu melangkah menuju baju yang letaknya tak jauh dari tempat mereka berdiri. Srek-srek-srek! Kaki-kaki mereka menginjak ranting dan rerumputan sekitar. Golok mereka arahkan kesana-kesini untuk menerbas rumput ilalang yang menutupi penglihatan. Kosim mengangkat baju itu dengan sebuah ranting. Matanya memperhatikan dengan seksama. "Jo, ada darah nya, Jo!" pekiknya. "Waduh, yang punya kemana?" sahut Tejo. "Tejo, Kosim, ada celana juga di sini!" sahut Diman seraya me