Share

Bab 39. Berebut Anak

Penulis: Ananda Zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ma-malam Yan. Aku kesini karena ingin menjenguk Fajar. Apa boleh?" tanya Slamet dengan ragu-ragu.

Yana menoleh pada Bagas. Bagas menganggukkan kepalanya.

"Boleh saja. Masuk saja dulu ke dalam," sahut Yana.

Slamet mengangguk. Sejenak ragu untuk menyalami Yana dan Bagas atau tidak.

Namun akhirnya, Slamet pun mengulurkan tangannya ke arah Bagas dan Yana.

Bagas tetap terdiam dan masuk ke rumahnya dengan kaku, sementara itu Slamet mengikuti langkah kedua pasutri itu dengan canggung.

"Duduk, Mas," tukas Yana basa basi. "Sebentar ya, aku bawa Fajar kesini."

Slamet mengangguk dan segera duduk di sofa empuk di rumah Bagas. Sedangkan sang empunya langsung berlalu menuju kamar.

Slamet memandang ke sekeliling ruang tamu rumah Bagas. Tampak besar dan indah.

'Kamu kayaknya hidup enak sekarang, Yan. Jauh daripada dibandingkan denganku,' batin Slamet minder.

Rumah Bagas memang besar. Berbentuk L dan terdapat dua pintu depan. Bangunan yang menghadap utara digunakan untuk rumah Bagas dan Yana. S
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 40. Gelut!

    "Berhenti! Fajar tidak akan kemana-mana!"Yana dan Slamet menoleh. Terlihat Bagas dengan langkah tegak melangkah ke arah Slamet. "Jangan bawa Fajar kemana-mana!" seru Bagas tegas. Slamet berdiri dari posisi jongkoknya dan memandang nyalang ke arah Bagas. Keduanya berhadapan. Wajah Ani tampak ketakutan. "Mbak, ayo kita pindahkan anak-anak ke kamar," pinta Yana. Ani mengangguk. Kedua perempuan itu lalu menggendong Fajar dan si kembar kembali ke kamarnya. "Tunggu. Mau dibawa kemana anakku? Aku masih ingin menggendongnya."Slamet berlari ke arah Yana untuk merebut Fajar. "Tunggu! Kamu sedang emosi. Tidak baik menggendong anak kecil saat hati sedang emosi," tukas Bagas sambil menahan bahu Slamet. Slamet menoleh. "Lepaskan! Tahu apa kamu tentang anakku? Akulah ayah kandungnya. Aku lebih berhak padanya. Kamu ayah sambung, nggak akan bisa menyayangi Fajar."Bagas tersenyum."Oke. Aku lepas."Bagas melepaskan cekalan tangannya dari bahu Slamet. "Apa kamu sadar kalau kamu telah melakuk

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 41. Mengusir Slamet

    Bugh!Slamet mengayunkan tendangan kaki kanannya ke arah Bagas, dengan sigap Bagas menangkis tendangan yang diberikan oleh Slamet dengan mencengkeram betis lelaki kurus itu. Lalu Bagas memberikan pukulan siku pada tulang kering Slamet.Bugh!"Aargh!"Slamet berteriak keras. Bagas melepaskan kaki Slamet. Lelaki itu meringis kesakitan dan berjalan terhuyung."Jangan membuat gaduh di rumahku!" seru Bagas berkacak pinggang dengan satu tangan. Sedangkan tangan lainnya untuk menuding Slamet. "Kamu yang jangan sembarangan! Aku berhak terhadap anakku! Siapa kamu? Hanya bapak sambungnya saja belagu!""Apa kamu bilang? Kamu bapaknya Fajar? Jangan melawak ya?! Kemana saja kamu selama ini? Kamu tidak pernah memberikan perhatian, kasih sayang, dan uang untuk kebutuhan anak kamu. Dan sekarang kamu kesini dan mengklaim dia anak kamu? Udah nggak waras kamu? Atau jangan-jangan ada udang di balik batu sampai kamu mendadak mendekati Yana? Kamu benar-benar mencurigakan. Ada niat apa kamu kemari sekar

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 42. Rencana Gila Tita

    "Oh ya? Bagaimana caranya?" tanya Yana antusias. "Aku akan menyewa satpam dan memasang CCTV di sini. Kalau perlu aku akan memasang alarm maling di sini."Yana mendelik. "Memang perlu seekstrim itu ya?" tanya Yana bingung. "Tentu saja. Slamet itu makhluk paling berbahaya sekarang. Terlihat sekali dia mengincar kamu. Mungkin mengincar harta kita juga dengan memanfaatkan Fajar."Yana menghela nafas. "Maaf ya gara-gara aku, Mas Bagas dan Mama jadi bertemu dengan mas Slamet yang aneh.""Enggak apa-apa. Kamu dan Fajar memang harus dilindungi. Aku tidak keberatan untuk melindungi kalian berdua."Yana tersenyum dan memandang Bagas penuh cinta. Mamanya seketika berdehem."Duh manten baru. Dunia milik berdua ya? Yang lain ngontrak atau ngekost. Kalau mau ehem-ehem, nunggu Mama dan anak-anak tidur lah. Apa-apaan kalian ini," tegur Mama Bagas mengulum senyum.Bagas dan Yana tersipu dan tersenyum malu-malu. "Ya sudah. Kalau begitu ayo kita suapin anak-anak sampai kenyang biar tidur," tukas Bag

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 43. Ketahuan?

    Pak Suryo terdiam dan terlihat berpikir.Lalu tak lama kemudian dia melihat Tita dari atas ke bawah dan mencebik. "Ck, kamu mencoba merayu saya ya? Saya sudah punya anak istri, tahu?!" Tita mendekat ke arah pak Suryo lalu menyentuh dada lelaki berusia 45 tahun itu. "Yah, barangkali aja bosen makan pecel terus pengen makan sate, ya kan?" tanya Tita mengedipkan sebelah matanya. "Emang kalau aku mau tidur sama kamu, kamu mau bunga berapa?" 'Yes, akhirnya kena kan kamu, Pak?! Gayanya tadi sok nggak mau,' batin Tita. "Yah, kalau bisa tanpa bunga dong. Yang penting dibayar kan?" Pak Suryo terlihat berpikir sejenak. Diam-diam lelaki itu menelan ludah melihat Tita yang bergaya memilin-milin rambutnya dengan duduk menopang kaki di atas meja. "Oke. Baiklah, kalau begitu deal ya? Aku akan menghilangkan bunga pembayaran atas pinjaman kamu. Tapi rahasiakan pada keluarga dan orang lain," tukas pak Suryo sambil menjilat bibir bawahnya sendiri. Mata Tita berbinar. Meskipun di dalam hatiny

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 44. Menjadi Calon Pelakor

    "Astaga, kenapa istrimu bisa kemari, Pak? Bapak menjebak saya? Bapak mau saya digerebek dan dilaporkan ke polisi? Tega bener Bapak!" seru Tita dengan mata berkaca-kaca."Aku belum gila, Tita! Aku tidak memanggilnya kesini. Entah kenapa mendadak istriku kemari."Pak Suryo pun terlihat panik. Sedangkan Tita segera membetulkan bajunya yang masih amburadul. Ketukan di pintu berubah menjadi gedoran. "Mas! Kamu ngapain sih di dalam? Ada siapa? Kamu mencurigakan sekali! Buka pintunya, Mas!"Suryo memandang Tita yang juga memucat. Bayangan Tita tentang dia yang diseret dan dijambak tergambar jelas dalam kepalanya. "Pak, saya harus bagaimana?"Suryo berpikir cepat. "Kamu harus keluar lewat jendela. Sekarang!"Suryo membuka jendela di ruangannya. Jendela kaca besar dengan bingkai kayu. Jendela itu tanpa teralis. Tita mendelik. "Apa Bapak tega menyuruh saya untuk melalui jendela ini? Kenapa saya jadi seperti kucing?" protes Tita. "Woy, Mas Suryo! Kalau kamu tidak mau membukakan pintu, akan k

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 45. Akal Bulus Tita

    "Bagas, persiapkan dirimu untuk bertemu dengan pelakor cantik seperti aku!"Tita masuk ke dalam restoran Bagas lalu mengamati ruangan. Restoran Bagas cukup besar, namun didekorasi sederhana, sehingga warga menengah ke bawah bisa makan tanpa rasa malu dan warga menengah ke atas bisa datang tanpa rasa risih. "Permisi, silakan ini daftar menunya," sapa seorang pramusaji dengan ramah seraya menyodorkan kertas menu. Tita tersenyum sekilas dan mulai membaca satu per satu menu yang ada. "Mbak, apa pemilik restoran ini bernama Pak Bagas?" pancing Tita. "Iya Mbak, ada apa?""Oh, enggak apa-apa. Sepertinya saya kenal."Tita terus menatap lembar menu tersebut dan menuliskan menu yang diinginkannya. Lelah bercinta, membuatnya ingin melahap banyak makanan."Baiklah, ini menu yang saya pesan." Tita menyerahkan kertas menu yang telah bertuliskan pesanannya pada pramusaji. Pramusaji itu tersenyum dan pamit meninggalkan Tita. Perempuan itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang sedang di

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 46. Senjata Makan Tuan

    Tita menoleh dan tangannya mulai basah serta gemetaran mendengar kata-kata Bagas. "Kenapa kamu diam saja, Bu? Kalau hal ini adalah fitnah, saya tidak akan tinggal diam lo. Restoran saya ini merupakan peninggalan almarhum Ayah saya. Jadi saya tidak akan membiarkan ada orang yang merusak nama baik restoran ini!" tukas Bagas tegas. 'Baiklah. Kita coba cara ini. Siapa tahu bisa mendapat nomor telepon Bagas,' bisik hati Tita. "Saya memilih untuk melihat CCTV saja," sahut Tita tegas. "Baiklah. Saya minta satu orang karyawan saya dan satu orang pengunjung lain secara sukarela ikut ke ruangan saya sebagai saksi. Bagaimana? Siapa yang mau?"Beberapa pengunjung yang benar-benar penasaran akhirnya mengangkat tangannya dan menawarkan diri untuk menjadi saksi cctv. Akhirnya Bagas mempersilahkan Tita untuk memilih saksi diantara para pengunjung restoran. Akhirnya lima orang menuju ke ruangan Bagas dan mulai menyaksikan cctv yang menayangkan bagian ruang makan untuk para pengunjung.Dan sepert

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 47. Noda Lipstik di Baju Bagas

    "Astaga!" sahut Eva dan Slamet berbarengan. "Kamu kok mau digrepe-grepe sama pak Suryo? Nanti dilabrak istrinya loh! Istrinya galak, Tit!""Iya nih mbak Tita, kenapa sih kok mau-maunya sama pak Suryo. Udah bau tanah tuh!" timpal Slamet. Tita mendelik dan berkacak pinggang mendengar perkataan kedua saudaranya. "Kalian ya? Tidak pernah mendukungku?! Apa kalian tahu susahnya merayu pak Suryo agar menghapus bunga 30%?"Slamet dan Eva berpandangan. Wajah mereka mendadak bersinar. "Jadi Mbak bisa menghapus bunganya?"Tita dengan bangga membusungkan dan menepuk dadanya. "Tentu saja! Bukan Tita namanya kalau gagal membuat si tua Suryo bertekuk lutut!" tukas Tita dengan hidung kembang kempis. "Wah, kalau gitu aku salut banget, Dek! Lanjutkan deh. Trus kalau kamu jadi sugar baby-nya pak Suryo berarti kamu dibayar dong?!" tanya Eva dengan rasa iri. "Iyalah. Mana mau aku ditiduri gratis sama dia! Nggak lah, eman-eman bodi seksi aku."Eva manggut-manggut. "Kamu berarti enggak usah ke pasar l

Bab terbaru

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    71. Ending

    Tita berdiri sambil menyeringai di depan restoran milik Bagas. Kondisi restoran Bagas yang menurun dari bulan ke bulan menyebabkan dia harus memberhentikan beberapa karyawan termasuk satpam yang biasanya berjaga di pintu keluar.Tita segera menyalakan korek api dan melemparkannya ke arah restoran milik Bagas. Api menjalar dengan cepat membakar bagian depan restoran Bagas. Tita dengan rasa puas pun masuk lagi ke dalam mobilnya. "Mampus kamu, Yana. Aku baru bisa mati dengan tenang kalau kalian bangkrut. Aku tidak peduli lagi jika aku harus ditangkap polisi setelah ini. Yang penting aku bisa melihatmu apes," tukas Tita sambil melaju ke arah rumah sakit. ***Bagas terjaga dari tidur saat mendengar dering ponselnya berbunyi nyaring. Tanpa melihat nama penelepon, Bagas mendekatkan benda itu ke telinga."Halo.""Halo, Pak. Restoran Bapak kebakaran!"Mata Bagas langsung terbelalak. "Hah, tidak mungkin! Kamu siapa, jangan mengajak bercanda saya!""Demi Tuhan, Pak. Saya Doni, pemilik fotoko

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    70. Positif HIV

    Tiiin!"Aaarghhh!"Slamet menjerit saat motor itu menabraknya. Lelaki itu terjatuh dan mengerang kesakitan. Sementara itu, pengendara motor yang menabraknya juga terjatuh. "Aaargh, tolong!"Slamet berteriak kesakitan sementara pengendara motor yang ikut terjatuh, sudah tidak sadarkan diri. Darah bercucuran dari kepala pengendara motor tersebut. Beberapa orang yang mendengar suara tabrakan motor dan suara erangan Slamet mengerumuninya. "Astaga, Slamet! Tulang kamu sampai terlihat!" jerit Tita kaget seraya menuding siku Slamet. "Aduh Mbak, sakit banget! Rasanya kayak mau mati! Bawa aku ke rumah sakit atau panggil ambulance mbak!!!" seru Slamet di tengah erangan kesakitan nya. "O-oke. Baiklah. Kamu tenang dulu. Aku akan segera menelepon ambulance."Slamet dan kedua kakak nya terkejut saat mendengar dokter mengatakan vonis yang begitu meruntuhkan hatinya. "Bapak mengalami patah tulang luar. Jadi harus operasi hari ini. Masalah utamanya adalah Bapak mengalami positif HIV."Slamet me

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    69. Rencana Slamet

    "Wah, mbak Eva berubah banyak ya sejak aku pergi!" seru Slamet sambil menenteng mobilnya. "Iya dong. Aku udah perawatan salon dan ke klub fitness. Bodiku sudah mulai oke. Aku tinggal cari mangsa," tukas Eva yakin. Tita dengan santainya memakan apel di depannya. "Aku juga semakin intens dengan pak Suryo. Tidak ada lagi keinginan ku untuk merayu Bagas lagi. Aku sudah menemukan sumber uang dan aku tidak ingin kehilangan nya.""Wah, bagus deh kalau begitu. Gimana kalau Mbak Eva juga dikenalkan pada teman-teman pak Suryo? Kali aja ada yang berminat?" usul Slamet."Nantilah. Baru dua minggu juga perawatan nya. Belum maksimal nih.""Ngomong-ngomong kamu apa kabar? Gila bener kamu udah nggak pulang dua minggu."Slamet hanya nyengir saja. Lalu menunjukkan layar ponsel nya. Kedua kakaknya mendelik. "Seratus juta? Gila, Met. Kita bisa bikin kafe mungil lalu dengan perlahan-lahan kita perluas kafenya," tukas Tita dengan mata berbinar. "Yah, itu dia. Awalnya arisan brondong nya hanya seminggu

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    68. Arisan Brondong

    Slamet baru saja menuntaskan hasratnya pada Sasa, saat mendadak ponsel Sasa berbunyi nyaring. Dengan setengah hati, Sasa meraih ponselnya. Sesaat setelah bercakap-cakap, Sasa mengakhiri panggilan dan memeluk erat tubuh Slamet. "Ada apa nih? Kamu kok kelihatan nya seneng banget, Yang?" tanya Slamet penasaran. Dibelainya rambut Sasa dan diciumnya kening Sasa dengan lembut. "Aku berhasil, Yang. Bisnisku deal!" tukas Salsa bangga dan bahagia."Hm, syukurlah kalau begitu. Kamu itu sebenarnya kerja apa sih?" tanya Slamet akhirnya. Sasa menatap wajah Slamet dengan serius. "Bisnis ku banyak. Apa benar kamu ingin tahu? Tapi ada syaratnya."Slamet mengerutkan keningnya. "Pakai syarat segala. Emang bisnis apa sih?" tanya Slamet. Rasa penasaran kini berbalut rasa curiga.'Jangan-jangan Sasa bisnis organ manusia atau narkoba? Dia kan kayak enggak kekurangan uang?' tanya Slamet dalam hati. Sasa menyeringai. "Jadi kuberitahu pekerjaan ku, tapi jika kamu menjauh, aku akan membunuhmu. Kalau ka

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    67. Pekerjaan Haram

    "Oke. Deal!"Tanpa berpikir panjang, Slamet mengiyakan ajakan Sasa. Sasa tersenyum penuh kemenangan. "Baiklah. Tapi aku juga ingin meminta tolong padamu."Slamet mengernyitkan dahinya. "Menolong apa? Aku nggak punya uang untuk menolong mu, Sa."Sasa tertawa. "Bukan uang yang kupinta. Tapi kesediaan kamu untuk keperkenalkan pada teman-teman ku.""Hm, oke. Tidak masalah kalau kamu butuh pencitraan, Sa. Aku bersedia diperkenalkan pada teman-teman kamu."Sasa pun mengangguk dan menggenggam telapak tangan Slamet. Ada senyum aneh terukir di bibir Sasa. "Apa kita harus melakukannya sekarang?" tanya Slamet saat mereka sudah berada di kamar hotel. Sasa mendekat ke arah Slamet tanpa ragu. Bahkan perempuan itu mulai membuka kaos hitam yang dikenakan Slamet. "Apa kamu tidak ingin melakukan nya? Saya sudah mengamati kamu di tempat fitnes beberapa minggu. Dan sekarang baru berani mengajakmu check in," tukas Sasa sambil berbisik di telinga Slamet.Slamet menelan ludah. Hatinya penuh keraguan, ta

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    66. Tawaran Menggiurkan

    "Ada apa, Dek?" tanya Ani panik. Takut terjadi sesuatu pada adik-adik di panti asuhan nya. Adik-adik dari panti asuhannya terengah-engah di hadapan Ani. "Ada apa, Dek? Apa ada yang terluka?" tanya Ani sekali lagi. Adik-adik pantinya menggeleng. "Justru tidak Mbak, kami membawa berita bagus. Tapi kami takut Mbak ini tidak dapat melakukan nya."Ani mengerutkan keningnya. "Ada apa sih?""Tujuh puluh lima bungkus keripik debog pisang abis, Mbak!"Mata Ani berbinar mendengarnya. "Wah benarkah? Alhamdulillah dong!""Bahkan ada yang pesan lagi. Ini sudah ada yang pesan sekitar 200 bungkus. Dan minta selesai dalam waktu dua hari."Ani mendelik tapi senyumnya terkembang. Bahagia walau kaget."Wah, kalau begitu kalian harus membantu Mbak dong!""Tentu saja, Mbak. Apapun akan kami lakukan demi kemajuan panti asuhan kita. Apalagi kalau nanti kita punya toko sendiri. Kita bisa memperkerjakan anak-anak yang sudah lulus SMA. Seperti aku, misalnya," sahut salah seorang adik panti asuhan Ani. Ani

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    65. Ide Baru

    Yana terdiam sambil meraih keripik pare lalu mencicipi nya. "Baik, ada dua hal yang harus saya sampaikan. Kabar bagus dan kabar buruk."Ani mendelik dan menatap wajah Yana dengan tegang. "Itu keripik homemade. Jadi tanpa bahan pengawet, Bu. Aman insyallah."Yana mengangguk. "Iya saya tahu. Makanya saya ingin menyampaikan kabar baik dan kabar buruk. Mana yang ingin kamu dengar dulu?""Kabar buruk dulu saja, Bu."Yana menghela nafas. "Secara pengemasan masih kurang rapi dan karena bahan alami, maka kamu perlu alat peniris minyak atau spinner agar keripik kamu tidak tengik alias bisa awet dalam waktu lama."Ani mengangguk-anggukkan kepalanya. "Lalu kabar baiknya apa, Bu?""Rasanya enak, renyah, bumbunya pas. Saya suka dan saya setuju kalau mengadakan konsinyasi dengan kamu."Mata Ani berbinar. "Benarkah? Benar. Tapi dengan syarat kamu benahi kemasannya dan belilah spinner dulu untuk meniriskan minyak. Kalau kamu perlu modal, bilang saja. Bayar setiap bulan tanpa bunga."Ani menggeleng

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    64. Ide Ani

    Slamet tercengang dan memandangi Ani yang merentangkan kedua tangannya menghadang lelaki itu. "Menyingkirlah kamu! Kamu itu tidak penting bagi saya! Kamu tidak usah kepo dengan urusan pribadi rumah tangga saya!""Tidak! Saya tidak akan pernah mengijinkan Bapak untuk membuat Bu Yana sedih lagi!"Ani merengsek maju dan merebut Fajar dari tangan Slamet. Tubuh Ani yang tinggi besar dan gempal membuat posisinya dan Slamet seri.Sementara itu Yana bergegas berteriak di depan gerbang rumah nya menarik perhatian seluruh tetangga."Tolong! Tolong saya! Fajar hendak dibawa bapaknya!" seru Yana. Beberapa tetangga menghambur masuk ke dalam rumah. Beberapa orang pria langsung memegangi tangan Slamet. Slamet mendelik saat melihat anaknya yang tengah menangis berhasil berpindah tangan pada Ani. "Sial*n kalian semua! Ini urusan pribadi rumah tangga kami. Apa salah kalau saya ingin membawa anak saya pulang ke rumah saya?" tanya Slamet sambil memandang semua orang yang berkumpul di halaman depan r

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    63. Sidang Pertama

    Ani menatap ke arah pengacaranya dengan ragu. Pengacaranya berdiri dan menganggukkan kepalanya lalu berjalan terlebih dahulu ke dalam ruang sidang.Pengacaranya dengan langkah pasti menuju ke salah satu tempat duduk lalu Ani mengikuti. Tangan Ani berkeringat dingin dan memandang empat orang hakim dengan satu panitera di dalam ruangan sidang. Pengadilan itu menatap Ani. "Sudahlah, Bu. Jangan cerai saja. Kembali saja pada suami dan kasihan anak," tukas salah seorang dari hakim yang duduk di tengah. Ani menatap ke arah hakim dengan wajah serius lalu menjawab seperti yang diajarkan oleh pengacara Yana. "Maaf, Pak Hakim. Saya tidak kuat dengan temperamennya yang kasar dan tidak memberikan nafkah selama beberapa tahun pernikahan kami. Bahkan dia sering menyiksa saya dan anak saya. Saya sungguh tidak kuat hidup dengan suami seperti itu," tukas Ani dengan mantap. Hakim melihat berkas lembar yang telah ada di mejanya dengan teliti. Lalu memandang ke arah pengacara yang duduk di sebelah An

DMCA.com Protection Status