329 Raka memejam saat tangan Saby mengusap-ngusap dadanya dengan lembut. Raka mengerti, Saby sedang menginginkan dirinya. Namun, ia tetap belum bisa memberikannya. Selain kasihan bila mengingat sang istri kesakitan saat penyakitnya kambuh, Raka benar-benar tak bisa menyentuhnya. Rasa yang ia bawa untuk Saby tak sama dengan rasa untuk Salsa. Raka menahan napas saat wanita yang sejak tadi menempel di punggungnya menggerakkan kepala, hingga kini berada di pundaknya. Embusan napasnya bahkan terasa menerpa telinga dan pipi Raka. “Abang....” Terdengar suara Saby berbisik mesra di telinganya. Raka membuka mata, kemudian sedikit melirik ke arah di mana wajah Saby berada. Ia tak ingin Saby tersinggung. “Ya, kenapa?” Raka pura-pura tidak mengerti maksud sang istri. “Kamu belum tidur? Ini sudah malam.” “Aku nungguin Abang.” Terdengar suaranya manja. “Kenapa nunggu? Kan, Abang sudah bilang mau lembur dulu, masih banyak kerjaan untuk besok.” Raka bicara dengan lembut. Tangan kirinya membela
330Malam yang cukup cerah. Bulan menggantung di kejauhan sana dengan bentuk hampir sempurna. Bintang yang berkelap-kelip terhampar seluas langit. Menciptakan angkasa yang cukup gemerlap. Malam yang hangat dan indah. Sayang, seseorang yang sedang menikmati keindahan malam itu, hatinya tak sehangat dan seramai pemandangan langit malam ini. Bahkan sangat kontras. Hampa dan kacau. Sandra berdiri di tepi balkon kamarnya sembari memegang ponsel. Ia tengah berkirim pesan dengan Aufar, manager yang dipercaya Alister mengurus resto-nya. Aufar, laki-laki muda seusia sang kakak yang belakangan ini sering mengiriminya pesan. Mereka memang sering berinteraksi karena terlibat kerja sama mengurusi resto itu bersama. Sandra menarik napas panjang. Entah, apa ia harus mulai membuka hati untuk laki-laki lain. Atau terus berkutat dengan luka yang ditorehkan Bumi karena sejatinya belum bisa melupakan laki-laki itu. Hatinya masih saja tertaut dengan laki-laki yang sudah banyak memberinya kenangan ma
331Sandra bangun pagi ini dengan malas. Mata yang sulit diajak terpejam tadi malam, membuatnya terlambat tidur, dan bangun dengan tubuh lemas. Bayangan tentang Bumi terus saja mengganggunya. Padahal, ia sudah berusaha membuangnya jauh-jauh. Bila malam, ia sangat merindukan pelukan hangat laki-laki itu. Namun, kala mengingat perbuatan lelaki itu dengan Erin, rasa sakit dan bencinya mengalahkan rindunya yang besar. Sandra tetap berangkat ke resto, karena hari ini akan diadakan rapat lintas cabang. Sandra tak ingin meninggalkan tanggung jawab. Walaupun ia adik dari pemilik restonya sendiri, ia harus memosisikan diri sama dengan pengelola lainnya. Meeting itu didakan sebagai ajang berkenalan dengan pengelola dari cabang lain, dan mengetahui bagaimana kinerja mereka. Sebagai bahan perbandingan antar cabang. Untuk memacu persaingan sehat di antara mereka. Tempat meeting sudah ditentukan di resto pusat. Resto yang paling tua usianya. Yaitu resto yang sudah diatasnamakan Angel. Sandra t
332“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?”Alister berdiri di sana dengan wajah memerah. Tatapan ia edarkan kepada ketiga orang yang sangat reaktif dengan kedatangannya. “Sansan, jelaskan! Apa yang terjadi?” Alister menatap lurus sang adik setelah sekian lama tak ada membuka suara. “Hanya salah paham, Bang!” Sandra menjawab lemah setelah melirik kesal ke arah Bumi. “Bukan hanya salah paham. Ini penganiayaan, Pak. Dia memukul saya!” Aufar tidak setuju dengan jawaban Sandra. Lelaki itu menunjukkan wajahnya yang babak-belur akibat dua pukulan Bumi. “Laporkan dia ke polisi, Pak. Dia sudah memukul saya!” Lagi Aufar bicara dengan darah yang masih mengucur dari hidungnya. “Tidak ada asap jika tidak ada api. Kenapa sampai terjadi hal seperti ini?” Alister tak begitu saja menerima laporan managernya itu. “Bumi, jelaskan padaku kenapa kau membuat keributan di sini? Ada urusan apa kmau di sini?” Kini, Alister menatap tajam lelaki yang dulu ia pilih untuk menikahi adiknya. Bagaimana pun harus a
333Sandra terus menatap bayangan Bumi yang awalnya terlihat dari spion hingga menghilang karena mobil meninggalkan pelataran parkir resto milik Alister. Wanita itu menggigit bibir dengan kuat seraya menunduk. Sungguh, salah satu sisi hatinya sangat merindukan lelaki itu. Kelembutan dan sikap manisnya selama menjadi istrinya, sangat membekas. Lelaki yang bila dilihat kasat mata, sangat sangar dan kasar. Siapa sangka hati dan sikapnya begitu lembut memperlakukan wanita. Benarlah orang berkata jika sikap seorang laki-laki kepada wanita dapat dilihat dari perlakukan kepada ibunya. Bumi sangat lembut memperlakukan ibunya. Bahkan saat sang ibu bertingkah sangat egois dan temperamen, Bumi tetap sabar dan penuh kasih sayang. Perlakukan padanya pun tak berbeda jauh. Sejak awal sangat lembut, sabar, dan penuh perhatian. Sayangnya, perlakuan lembut itu ternyata bukan hanya padanya, tetapi kepada perempuan lain juga. Alister yang menyadari sikap sang adik, melirik Sandra sebentar sebelum
334Pagi ini Alister sengaja mengajak Quin dan Angel sarapan di rumah orang tuanya. Bahkan Baby Angel belum dimandikan saat berangkat dari rumah karena baru saja bangun. Bukan sekadar ingin sarapan bersama orang tuanya, tetapi Alister ingin mengajak Sandra berangkat bareng ke resto. Sementara Quin dan Angel ia tinggal bersama Aira di rumah orang tuanya. Sejauh ini Angel masih menjadi satu-satunya cucu keluarga Alexander. Karenanya, masih menjadi primadona dan rebutan. Quin sengaja meliburkan diri hari ini, sebagai bentuk keseriusan untuk mengurangi kesibukan dan memprioritaskan keluarga. Ia dan Aira berencana belanja dan mengajak Angel jalan-jalan. Alister sebenarnya ingin membahas pertemuannya dengan Bumi semalam. Karenanya meminta pengawal tak menemani Sandra. Toh, seharian ini ia berencana stay di resto pribadinya. Aufar masih izin, efek pukulan Bumi yang membuat wajahnya babak-belur. “San, bagaimana? Apa semalam kau bisa tidur?” Alister membuka percakapan begitu mobilnya kelu
335Sandra masih sibuk dengan ponselnya, meng-scroll foto-foto pernikahan dirinya dengan Bumi di gallery foto. Entahlah, padahal kemarin sangat membenci laki-laki itu, tetapi foto-fotonya masih ia simpan rapi. Terngiang lagi ucapan Alister tadi pagi sebelum turun dari mobil. “Dia kembali jadi pengawal hanya agar ada kesempatan bertemu kamu lagi. Ia berpikir bila terus di toko, kesempatan itu tidak ada. Tapi dia juga kemungkinan akan kehilangan pekerjaan itu, karena sering kabur hanya untuk mengawasi kamu. Untuk melihat kamu walaupun hanya dari jauh.”Sandra merasakan hatinya menghangat. Sebegitu kuat perjuangan Bumi hanya agar bisa melihat dirinya. Pantaslah ia sering merasa ada seseorang yang mengawasi. Usahanya begitu gigih untuk memperbaiki hubungan mereka. Sandra masih senyum-senyum seraya menatap foto-foto pernikahan mereka yang ia ambil dari disk fotografer saat nama Alister tertera di layar ponsel memanggilnya. Sandra mendongak, menoleh ke arah Aufar yang sejak tadi tak be
336“Sit!”Alister mengumpat saat beberapa kali mencoba menghubungi nomor Aufar hanya dijawab oleh operator. Sepertinya Aufar memang sengaja mematikan ponselnya. Sepertinya pula semua sudah direncanakan dengan matang. Alister tidak pernah menyangka jika laki-laki yang sudah ia percaya sekian lama itu berani mengganggu sang adik. Alister bukan tidak tahu jika managernya itu menyukai Sandra. Sejak Sandra menyatakan diri ingin ikut bekerja dengannya, Aufar memang sangat gencar mendekatinya. Siapa yang tidak tertarik dengan wanita cantik yang memiliki kulit putih dan mulus bak pualam itu. Bahkan para karyawan lain pun sebenarnya banyak yang memujanya. Terlebih setelah bangkit dari keterpurukan, Sandra menjelma menjadi wanita dewasa yang pribadinya sangat menarik. Namun, dari sekian banyak karyawan laki-laki, Aufar yang terlihat paling gencar mendekati. Mungkin karena jabatannya yang memegang tampuk paling tinggi di resto tersebut. Akhirnya karyawan lain pun cukup tahu diri dengan me
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber