“Pak, ada tamu mencari Bapak. Orangnya nunggu di ruang tamu.”
Berjalan dengan gerakan yang masih sangat kaku, aku membuka pintu kamar, menemui Mbok Sumi yang tengah berdiri di depan pintu.
“Siapa, Mbok?” tanyaku sambil memegang kusen pintu sebagai tumpuan.
“Mbok tidak tahu, Pak.”
“Ya, sudah. Saya akan temui orangnya. Suruh nunggu sebentar, ya, Mbok.”
Setelah mengangguk, Mbok Sumi melangkah ke ruang tamu. Sementara itu, aku kembali berjalan untuk duduk di kursi roda.
“Siapa yang betamu, ya,” gumam Laras yang tengah duduk di ranjang sambil menikmati beberapa buah-buahan segar.
“Nggak tahu juga, Sayang. Aku ke ruang tamu dulu, ya.”
“Eh, aku ikut, deh.” Laras bangkit dan menggapai handle kursi roda, lalu mendorongku menuju ruang tamu.
Aku tidak pernah menduga sebelumnya bahwa dialah yang bertamu ke rumah ini. Seorang lelaki paruh bay
Babak baru sebuah permulaan.-II-"Woy! Mampus lo!"Indra Setiawan tercengang ketika mendengar sebuah teriakan dari belakangnya. Dengan perlahan dia memutar tubuhnya dan mendapati sekitar sepuluh orang laki-laki bertubuh besar tengah menuju ke arahnya."S-siapa mereka?" tanya lelaki bertubuh tinggi berotot ini sambil harap-harap cemas.Indra Setiawan tidak lantas berlari, tetapi dia bergeming dan berusaha melihat apa yang ingin dilakukan puluhan orang yang berlari ke arahnya sambil membawa senjata tajam dan senjata api itu."Lo nggak lari lo, hah?! Besar juga nyali lo!" ujar salah satu lelaki dengan pistol hitam di tangannya ketika telah tiba di hadapan Indra.Indra pun kini sadar bahwa dialah yang sedang diinca
Dengan kemampuan dan kecepatannya, Indra begitu saja membelokkan tubuhnya ke samping kanan sehingga berhasil menghindari peluru yang sedikit lagi menembus kepalanya. Untungnya, tidak ada yang menyadari apa yang dilakukan lelaki tampan ini.“Sialan!”Di titik ini, Indra menyaksikan adegan baku tembak antara para berandal yang menangkapnya dengan beberapa orang yang ada di dalam mobil sedan.Mobil Jeep membawa Indra berkelok-kelok ke sebuah hutan serta melewati jalanan berlumpur. Berkali-kali Indra berpegangan pada kap mobil.“Sialan! Kenapa aku jadi terlibat baku tembak sama para berandal ini?”Sebisa mungkin, Indra mengatur posisinya agar tidak menjadi sasaran empuk untuk ditembak musuh. Dia juga tidak
Indra tercengang mendapati seorang perempuan yang tengah dikawal oleh sekitar 5 orang laki-laki berjas hitam serta berkacamata hitam.“Siapa perempuan itu? Apa dia salah satu komplotan para begundal itu?” pikir Indra sambil terus memperhatikan gerak-gerik perempuan berambut sepunggung yang mengenakan dress brokat berwarna merah.Kini, Indra menatap ke arah para berandal yang beberapa waktu lalu mengadakan pesta minuman keras. Namun, terlihat bahwa mereka berdiri dan berderet dengan rapi. Hal ini semakin menambah rasa penasaran di benak Indra.Karena tidak ingin keberadaannya terlihat jelas, Indra menempel tubuhnya di pintu gudang, sesekali ia menatap ke luar gudang. Hanya sedikit kepalanya yang terlihat di ventilasi, hanya pada bagian mata kirinya.“Kit
Tak segan-segan, lelaki berjas hitam itu langsung melayangkan tinjunya ke arah Indra. Untungnya, secepat kilat Indra menghindar sembari menjauh. Dia menjaga jarak. Kini, keduanya saling menatap satu sama lain.“Hampir aja aku kena pukulannya,” batin Indra. Lelaki bertubuh atletis ini berusaha fokus.“Nggak apa-apa kalau aku ngeluarin kebolehanku di sini. Lagian, nggak akan ada orang yang melihat kami,” pikir Indra.Dengan begitu, Indra memutuskan untuk mengerahkan kemampuan dan ketangkasan yang ia miliki. Tanpa basa-basi, lelaki ini melayangkan tendangan menyamping. Sayangnya, lelaki berjas cukup cepat dalam merespons serangan Indra.“Wow, hebat juga!” seru Indra yang kemudian ter
Indra tak tinggal diam dan segera berlari keluar setelah mengambil dompetnya yang tergeletak di antara mayat para berandal. Setelah mencapai gerbang kayu untuk keluar dari lahan tersebut, bangunan beserta gudang itu benar-benar meledak. Dan tentu saja apa yang dikatakan oleh lelaki berpupil kuning itu benar.Karena tekanan dari udara dari bom yang meledak cukup kencang, Indra terdorong hingga terempas di sebuah pohon kelapa. Untungnya, secepat kilat lelaki ini bertumpu menggunakan kedua tangan.“Sial! Jadi sakit gini!” keluh Indra setelah menggelepar di tanah kering berdebu. Dia berusaha bangkit, tetapi dirasakan bahwa pinggangnya terasa encok.“Sial banget. Aku nggak bisa mendarat dengan benar.”
Setelah mendapatkan beberapa informasi penting dari Jeremy, Indra berniat untuk segera melanjutkan misinya.“Lo yakin nggak mau nginap di sini dulu? Luka-luka lo belum sepenuhnya sembuh. Saran gue, sih, lo nginap aja. Daripada lo terlibat baku tembak lagi nanti, bisa jadi lo gagal dalam menjalankan misi,” pungkas Jeremy pada Indra yang sedang berdiri dan meregangkan beberapa bagian tubuhnya.“Nggak apa-apa. Justru ini misi yang sangat menantang bagiku. Tyrex, aku nggak akan biarin mereka berkembang pesat di negeri ini. Mereka udah banyak ngelakuin tindakan kriminal.”Jeremy tersenyum mendengar penjelasan Indra. “Okay. Lo emang orang yang keras kepala. Wajar aja lo berambisi buat nangkap Tyrex dan membubarkan mereka. Soalnya, hadiah yang akan lo
Indra tidak mampu lagi menahan rasa sakit di setiap kulitnya yang lecet dan beberapa bagian tubuhnya yang terluka. Kepalanya dipenuhi oleh cairan darah yang terus mengalir. Pandangan lelaki ini menjadi buram serta perlahan-lahan suara di keramaian mulai hilang.“Sialan!”Indra pun sepenuhnya tidak sadarkan diri. Di titik ini, orang-orang dari mobil Van melihat keadaan Indra.“Dia udah pingsan,” ucap salah satu pria berjas sambil menatap rekannya yang juga duduk di sebelahnya.“Sebelum orang-orang berdatangan dan polisi datang ke tempat ini, sebaiknya kita bawa dia ke markas, gimana?”Setelah setuju dengan usulan itu, bebe
“Aku siapa?”Ketika pertanyaan itu dilontarkan oleh Indra, justru pria paruh baya yang dikenal dengan nama Jaya Kusuma itu tersenyum lebar. Diembuskannya napas panjang, lalu berkata, “Kita lihat saja nanti.”Lama Indra dan Jaya Kusuma saling pandang. Sampai akhirnya, pria berambut pirang bernama Roki berucap, “Gimana kalau kita kasih dia makan dulu, Bos? Dia, kan, baru sadar. Kayaknya dia butuh makan biar tenaganya balik.”“Ide bagus. Kalian siapkan apa pun untuknya. Aku akan kembali nanti setelah menyelesaikan semua urusanku dengan klien.”Jaya Kusuma berjalan menuju pintu, lalu keluar dari kamar luas tersebut. Sementara itu, tiga orang bawahannya menetap. Terutama Ro