Vincent masih terpaku dengan wajah barunya. Sungguh sangat tak terbayangkan baginya bisa mendapatkan wajah seperti itu. Tekstur kulit barunya bahkan sangat kenyal dan halus, berbeda dengan sebelumnya yang kasar. Penampilannya terlihat seperti pria lembut, dan sangat penyayang. Hebatnya lagi, ia tak terlihat sama sekali seperti orang yang melakukan operasi plastik. Semuanya terlihat sangat alami.
"Jadi, selera priamu seperti ini ya?" tanya Vincent sembari melirik ke arah Lyra."Benar sekali! Aku merancang wajah ini dengan membayangkan pria idamanku. Kau tahu, aku menempatkan setiap bagian wajahmu dari model pria yang berbeda. Makanya tidak heran jika kau setampan ini." Lyra tampak sangat bahagia. Ia bahkan melompat-lompat sambil memeluk Vincent dengan erat.Vincent sungguh kaget dengan kelakuan Lyra yang sangat lincah. Bukan hanya dirinya, sang dokter dan para asisten yang melihat pun ketakutan sebab wajah Vincent bisa saja rusak jika tak sengaja terkena senggol. Bisa-bisa hidungnya menjadi bengkok atau wajahnya turun. Kalau itu terjadi pasti sangat mengerikan."Nona Lyra, Anda harus menahan diri. Jangan terlalu senang seperti ini. Wajah Tuan Gavin belum sepenuhnya aman jika tersenggol dengan kencang. Dia masih perlu perawatan step selanjutnya," ujar sang dokter. Ia pun memberikan kode pada ketiga asistennya untuk menyeret Lyra keluar ruang agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan."Hey.... hey... lepaskan aku! Aku ingin melihat Kak Gavin lebih lama!" pekik Lyra. Namun, ia tak dapat berbuat apa-apa sebab tubuhnya yang mungil gampang saja diangkat oleh tiga orang asisten dokter berbadan tegap itu.Setelah kepergian Lyra dari ruangan itu, barulah suasana menjadi lebih tenang. Kini hanya ada Vincent dan Dokter Collins di sana."Tuan Gavin, saya harap Anda harus berhati-hati saat melakukan apapun. Uji coba operasi plastik seperti ini baru dilakukan pada Anda. Pesan saya, Anda harus sebisa mungkin menghindari sinar matahari karena kemungkinan kulit baru Anda akan sensitif. Saya dan tim akan terus mencari cara agar Anda bisa hidup normal tanpa takut apapun," papar Dokter Collins.Vincent menggangguk sembari menghela napas lirih. Ia memang harus mengikuti semua saran dari orang yang telah mengubah wajahnya itu. Lagipula dengan wajah baru seperti ini, tak akan ada yang menyadari siapa dirinya kecuali dengan tes DNA atau sidik jari."Baik, Dokter. Saya harap, Anda bisa segera mendapatkan solusinya," tanggap Vincent."Selama satu minggu Anda harus tetap di sini untuk penyesuaian. Saya juga sudah menyiapkan krim jika Anda ingin berjalan-jalan di luar. Nanti asisten saya yang akan membawakannya ke sini dan menjelaskan cara pemakaiannya," tandas Dokter Collins sebelum pergi meninggalkan Vincent di ruangannya sendiri.Kini Vincent telah sendiri di dalam ruangannya. Tangannya masih memegang cermin untuk memastikan rupa wajahnya tadi. Seakan tak puas dan ingin mengenali dirinya yang baru, ia pun kembali mengarahkan cermin itu ke wajahnya."Sebenarnya apa yang mereka lakukan sampai wajahku menjadi seperti ini? Wajahku bahkan terlihat seperti idol tampan yang sering berjoget di panggung. Ha-ha, sungguh tidak masuk akal," gumam Vincent.Perubahan yang terjadi memang sangat drastis. Matanya memiliki kelopak yang lebih sipit, hidungnya tetap mancung, alisnya lebih tipis, dan bibir bagian bawahnya sekarang sedikit lebih bervolume. Bisa didefinisikan jika ia adalah pria imut dengan usia 28 tahun."Sepertinya akan lebih cocok kalau aku menggunakan kacamata. Wajah ini tampak sangat pintar, dan tidak ada tampang penjahat sama sekali," komentar Vincent. Ia memencet pucuk hidung mancungnya yang lebih ramping seraya bergaya, tapi hal buruk terjadi. Hidungnya benar-benar bengkok sekarang.Dengan nada suara panik Vincent pun berteriak memanggil orang-orang yang ada di laboratorium itu. Begitu suaranya terdengar, hampir seluruh staf berlari ke arah kamarnya.***Lyra menatap wajah Vincent dengan raut wajah penuh amarah. Kedua tangannya pun dilipat di atas dada. Ia tak habis pikir mengapa bisa-bisanya pria itu merusak wajah yang sudah ia berikan dengan mudahnya."Ma-maafkan aku. Aku tak bermaksud berbuat seperti ini. Ini hanya ketidaksengajaan saja," jelas Vincent. Ia merasa bersalah sebab terlalu gegabah memencet hidungnya sekencang itu. Sekarang bagian hidungnya kembali diperban sebab baru saja dilakukan operasi ulang."Kau sangat menyebalkan! Harusnya hati-hati dalam bertindak. Apa kau memang selalu bertindak tanpa berpikir, hah?" oceh Lyra. Dadanya naik turun saking emosinya pada Vincent."Aku sudah minta maaf padamu. Aku janji hal seperti ini tidak akan terulang lagi," tambah Vincent mencoba meyakinkan Lyra."Apa kau pikir dengan meminta maaf itu akan cukup? Kau tidak paham ya kalau perbuatanmu akan membuatmu lebih lama keluar dari laboratorium ini? Hah... padahal aku sudah berkhayal bisa menggandengmu dan membawamu ke mana-mana lalu memamerkanmu," celoteh Lyra panjang lebar.Kedua alis Vincent bertaut. Sebenarnya apa arti dirinya bagi gadis itu. Mendengar ucapan Lyra, ia menganggap jika dirinya itu hanyalah alat. Ya, ia memang sadar diri hanya dijadikan percobaan eksperimen operasi plastik yang belum jelas dampaknya ke depan."Pikiranmu sungguh tak masuk akal," balas Vincent."Apanya yang tak masuk akal? Aku hanya kesal karena kau bertindak gegabah. Mungkin saja hidungmu akan membengkak lagi selama satu minggu. Padahal esok lusa aku sudah janji pada teman-temanku untuk membawamu ke pesta dansa," ungkap Lyra sambil menghela napas lirih."Kau pergi saja sendiri," balas Vincent cuek."Cih! " Lyra sungguh kesal. Ia pun keluar meninggalkan ruang rawat Vincent begitu saja.Sikap Lyra membuat Vincent tak habis pikir. Padahal ia sudah setulus hati meminta maaf. Lyra benar-benar bukan seleranya karena sering bersikap tempramen dan kekanak-kanakan. Namun, karena harus balas budi yang begitu besar, ia tak boleh membuat gadis itu kecewa padanya. Hubungan mereka memang hanya sebatas orang yang menolong dan ditolong. Ia hanya mendapatkan bonus bisa diakui sebagai keponakan oleh Tuan Gilbert—ayah Lyra."Gadis itu memang menyebalkan, tapi dia seperti memberikan harapan bagiku," gumam Vincent.Tadinya Vincent tidak ingin membalas dendam pada Axel, tapi karena rivalnya itu tidak becus sebagai pemimpin Foxbite sekaligus perusahaan, ia jadi tertantang untuk hadir kembali di antara para penghianat yang membuatnya hampir meregang nyawa. Sakit hatinya pada Karina juga masih berbekas sebab ia tak pernah menyangka akan dikhianati oleh wanita yang paling berharga dalam hidupnya.Dengan wajah dan identitas baru yang ia miliki, ia yakin bisa menipu Axel dan Karina. Namun, ia tak mungkin bertindak sendiri. Tentu ia butuh penyokong kuat agar bisa masuk ke ruang lingkup kehidupannya yang dulu. Siapa lagi kalau bukan Tuan Gilbert. Tahap awal ia harus mendekati Lyra, ia juga sudah paham jika gadis itu mencurigai identitas aslinya.Lyra menggerutu sepanjang perjalanan pulang. Ia memang masih sangat kesal dengan Vincent. Padahal ia sudah susah payah membujuk Dokter Collins agar bisa membawa pria itu ke acara pesta dansa yang diadakan salah satu orang tua teman sekolahnya dulu esok lusa. Namun, karena insiden tak terduga, kemungkinan ia akan gagal. "Hah... aku pasti akan dipermalukan lagi oleh mereka," lirih Lyra. Meskipun perasaannya kacau balau, ia masih tetap fokus mengendarai mobilnya. Lyra memang merupakan gadis yang ceria, tapi ia tak begitu beruntung sebab tak ada satu pun teman yang mau bersahabat dekat dengannya. Entah mengapa hal itu bisa terjadi, padahal ia selalu saja berusaha agar disukai. Kemungkinan teman-temannya itu iri padanya sebab meskipun tak melakukan apa-apa, ia bisa hidup dengan enak. Bahkan sampai terdengar julukan 'Putri Beban' untuknya. Padahal Lyra sendiri adalah anak yang cerdas dan memiliki potensi, hanya saja dengan caranya sendiri. "Katanya dulunya dia bos mafia, tapi bisa-bisany
"Apa kita bisa berangkat sekarang?" tanya Vincent. "Ah, tunggu dulu! Aku akan cepat kembali." Lyra kembali masuk ke rumah dengan setengah berlari. Sepertinya ada yang ingin diambil oleh gadis berusia 23 tahun itu. Vincent hanya bisa terdiam di tempatnya sambil menunggu Lyra kembali. Sekilas ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kediaman Keluarga Darien yang begitu luas. Ia memang baru pertama kali datang ke tempat ini sebab sejak diselamatkan satu tahun lalu, ia hanya ditempatkan di laboratorium. "Aku belum pernah bertemu dengan Tuan Gilbert secara langsung. Kira-kira seperti apa ya orangnya?" gumam Vincent penuh tanda tanya. Dulu saat masih menjabat sebagai bos mafia, ia cukup sering melakukan transaksi obat yang dijadikan racun dengan bawahan Tuan Gilbert. Namun, ia sama sekali belum pernah melihat sosok pria yang sudah memberinya identitas baru itu. "Ho, pantas saja putriku tidak mau melepaskanmu. Rupanya wajah barumu memang sangat tampan."Seperti pucuk dicinta ulam pun
Begitu baru saja sampai di aula pesta, kehadiran Vincent dan Lyra langsung menjadi pusat perhatian. Tentu saja hal itu terjadi sebab baru kali ini putri tunggal keluarga Darien membawa seorang pendamping pria. Sebelumnya, Lyra tak pernah bisa membawa pasangan hingga ia selalu dikucilkan. "Wah ... wah ... rupanya anak itu benar-benar datang dengan membawa seorang pria. Terlebih lagi pria yang dibawanya itu sangat tampan bukan main," komentar salah satu tamu undangan pesta bernama Sella. "Rupanya dia sudah mulai menunjukkan taringnya ya? Apa kita mulai dekati saja dia? Lagipula kita tidak akan rugi," timpal gadis lain yang bernama Voni. "Aku dengar pria itu adalah sepupunya. Entah dari mana asal pria itu, tapi dia sangat tampan. Namun, banyak yang bilang sepupu Lyra itu adalah pewaris asli aset keluarga Darien. Katanya dia sudah hilang sejak berusia sepuluh tahun dan baru diketemukan setahun lalu. Pria itu merupakan anak tunggal dari kakak ayah Lyra yang telah meninggal karena kecela
Kombinasi antara Vincent dan Lyra saat berdansa terlihat begitu apik di mata para tamu yang lain, tak terkecuali Karina yang sedang berdansa dengan Axel. Ternyata Karina merasa jika Vincent memandangnya sedari tadi. 'Siapa pria itu? Mengapa dia melihatku seperti hendak melubangi tubuhku?' batin Karina resah. Kegelisahan Karina ternyata diketahui oleh Axel. Pria dengan kumis tipis dan rambut agak ikal itu merasa khawatir dengan kekasih hatinya itu. "Apa ada yang mengganggumu, Sayang?" tanya Axel. "Ah, ti-tidak ada kok," jawab Karina. Ia langsung terkejut begitu Axel bertanya padanya. Dahi Axel berkerut samar. Ia yakin jika wanitanya sedang merasa tidak nyaman. Ia lantas berpikir, apa mungkin Karina gugup sebab ini adalah pertama kalinya mereka datang ke pesta para konglomerat. "Kalau kau merasa tidak nyaman, kita bisa berhenti berdansa," tawar Axel. "Tidak, aku akan melakukannya sampai akhir. Topik utama pesta ini adalah dansa 'kan? Aku tidak mau dipandang remeh jika berhenti di
Kekacauan masih terjadi di aula pesta. Dari titik buta, Vincent mengawasi beberapa orang bertopeng bersenjata yang menyerang. Saat ini ia tidak dapat melakukan apa-apa sebab tak memegang senjata sama sekali. Beberapa tamu yang bergerak pun langsung ditembak mati sehingga para tamu undangan yang tersisa duduk berjongkok tanpa melakukan perlawanan. "Mereka masih berulah lagi rupanya," gumam Vincent. Dari model topeng anjing yang digunakan para pembunuh sadis itu, Vincent dapat mengetahui jika mereka adalah kelompok pembunuh bayaran Happy Kill. Mereka terkenal sadis serta tak kenal ampun jika sedang membantai target. Jika ada yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, maka nyawa taruhannya. "Aku sebaiknya tidak gegabah. Saat ini aku hanya warga sipil biasa yang tak bersenjata. Sebaiknya aku tunggu saja sampai mereka pergi," gumam Vincent yang matanya masih mengawasi gerak-gerik sekitar sepuluh orang pembunuh bayaran itu. Di saat Vincent sedang mengawasi dari sisi lain, Lyra masih ber
Karina tampak merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk kamarnya. Sejak Axel resmi menjadi pemimpin Foxbite, ia tinggal bersama dengan kekasihnya itu. Axel juga semakin sibuk semenjak menggantikan posisi Vincent sehingga jarang memperhatikannya. Mata hazel Karina menerawang di atas langit-langit kamar tidurnya yang didominasi oleh warna putih. Pikirannya masih tertuju pada Vincent yang dibalut sempurna dalam sosok Gavin. Sejak pertemuannya tadi, ia tak bisa tak bisa melupakan pria itu. "Apa yang sedang kau pikirkan?" Terdengar suara bariton Axel yang langsung membuat Karina tersadar dari lamunannya. Ia sedikit salah tingkah karena kenyataannya ia sedang memikirkan pria lain. "Aku tidak sedang memikirkan apa-apa. Hanya saja aku kepikiran soal kejadian di pesta tadi," dalih Karina yang kini sudah bangun dari posisi tidurnya. "Ya, kejadian itu sangat tiba-tiba. Aku juga tak menyangka akan terjadi kekacauan seperti itu di hari pertama kita menghadiri pesta," tanggap Axel. "Kau tidak ma
Akibat berteriak terlalu kencang, rahang Vincent bergeser hingga perlu dilakukan operasi ulang. Memang operasi itu hampir mengubah semua yang ada di wajahnya, termasuk struktur tulang rahang. Maka dari itu ia seharusnya bisa menjaga dengan baik, dan tidak boleh bersikap berlebihan. Selama satu minggu Vincent berbaring tak berdaya dengan sisi wajahnya yang diperban memutar agar posisi rahangnya tidak bergeser lagi. Sebab hal itu, masa rawatnya makin bertambah. 'Sialan! Bagaimana bisa aku membalas dendam kalau seperti ini? Tahu akan menderita seperti ini, aku lebih baik mati saja,' gerutu Vincent dalam hati. Ia jadi memikirkan tentang perkataan Tuan Gilbert tempo hari. Pantas saja pria tua bangka itu terlihat enteng mengejeknya. Sedang sibuk mengumpat di dalam pikirannya, muncullah Tuan Gilbert bersama Dokter Collins. Kedua pria itu datang menghampiri Vincent dengan membawa catatan medis. Sepertinya mereka sedang berdiskusi mengenai nasib pria yang merupakan mantan bos mafia itu. Vin
"Sedang apa Kakak di sini?" tanya Lyra dengan mata terbelalak. Ia menurunkan tongkat bisbol yang dibawanya seraya menarik Vincent untuk masuk ke kamarnya. "Aw, kau bisa sedikit lembut 'kan? Otot-ototku terasa sangat nyeri," ringis Vincent. Lyra tampaknya memahami yang dimaksud oleh Vincent. Ia dengan segera melepaskan cengkeraman tangannya di pergelangan tangan pria itu. "Kau bisa jalan sendiri 'kan?" tanya Lyra. Vincent hanya menganggukan kepalanya pelan. Sejenak ia tertegun memandang Lyra. Padahal tadi Tuan Gilbert mengatakan jika gadis itu tidak mau makan dan masih sangat trauma dengan kejadian pembunuhan saat di pesta. Namun, yang ia lihat justru Lyra sangat sehat bahkan tangannya saja luar biasa bertenaga. "Apa dia berbohong ya?" gumam Vincent. "Apa? Kenapa kau bicara seperti sedang kumur-kumur begitu?" telisik Lyra sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Vincent. Sontak Vincent pun langsung menjauhkan wajahnya karena merasa tak nyaman berdekatan dengan Lyra. "Aku tidak bica
"Sedang apa Kakak di sini?" tanya Lyra dengan mata terbelalak. Ia menurunkan tongkat bisbol yang dibawanya seraya menarik Vincent untuk masuk ke kamarnya. "Aw, kau bisa sedikit lembut 'kan? Otot-ototku terasa sangat nyeri," ringis Vincent. Lyra tampaknya memahami yang dimaksud oleh Vincent. Ia dengan segera melepaskan cengkeraman tangannya di pergelangan tangan pria itu. "Kau bisa jalan sendiri 'kan?" tanya Lyra. Vincent hanya menganggukan kepalanya pelan. Sejenak ia tertegun memandang Lyra. Padahal tadi Tuan Gilbert mengatakan jika gadis itu tidak mau makan dan masih sangat trauma dengan kejadian pembunuhan saat di pesta. Namun, yang ia lihat justru Lyra sangat sehat bahkan tangannya saja luar biasa bertenaga. "Apa dia berbohong ya?" gumam Vincent. "Apa? Kenapa kau bicara seperti sedang kumur-kumur begitu?" telisik Lyra sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Vincent. Sontak Vincent pun langsung menjauhkan wajahnya karena merasa tak nyaman berdekatan dengan Lyra. "Aku tidak bica
Akibat berteriak terlalu kencang, rahang Vincent bergeser hingga perlu dilakukan operasi ulang. Memang operasi itu hampir mengubah semua yang ada di wajahnya, termasuk struktur tulang rahang. Maka dari itu ia seharusnya bisa menjaga dengan baik, dan tidak boleh bersikap berlebihan. Selama satu minggu Vincent berbaring tak berdaya dengan sisi wajahnya yang diperban memutar agar posisi rahangnya tidak bergeser lagi. Sebab hal itu, masa rawatnya makin bertambah. 'Sialan! Bagaimana bisa aku membalas dendam kalau seperti ini? Tahu akan menderita seperti ini, aku lebih baik mati saja,' gerutu Vincent dalam hati. Ia jadi memikirkan tentang perkataan Tuan Gilbert tempo hari. Pantas saja pria tua bangka itu terlihat enteng mengejeknya. Sedang sibuk mengumpat di dalam pikirannya, muncullah Tuan Gilbert bersama Dokter Collins. Kedua pria itu datang menghampiri Vincent dengan membawa catatan medis. Sepertinya mereka sedang berdiskusi mengenai nasib pria yang merupakan mantan bos mafia itu. Vin
Karina tampak merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk kamarnya. Sejak Axel resmi menjadi pemimpin Foxbite, ia tinggal bersama dengan kekasihnya itu. Axel juga semakin sibuk semenjak menggantikan posisi Vincent sehingga jarang memperhatikannya. Mata hazel Karina menerawang di atas langit-langit kamar tidurnya yang didominasi oleh warna putih. Pikirannya masih tertuju pada Vincent yang dibalut sempurna dalam sosok Gavin. Sejak pertemuannya tadi, ia tak bisa tak bisa melupakan pria itu. "Apa yang sedang kau pikirkan?" Terdengar suara bariton Axel yang langsung membuat Karina tersadar dari lamunannya. Ia sedikit salah tingkah karena kenyataannya ia sedang memikirkan pria lain. "Aku tidak sedang memikirkan apa-apa. Hanya saja aku kepikiran soal kejadian di pesta tadi," dalih Karina yang kini sudah bangun dari posisi tidurnya. "Ya, kejadian itu sangat tiba-tiba. Aku juga tak menyangka akan terjadi kekacauan seperti itu di hari pertama kita menghadiri pesta," tanggap Axel. "Kau tidak ma
Kekacauan masih terjadi di aula pesta. Dari titik buta, Vincent mengawasi beberapa orang bertopeng bersenjata yang menyerang. Saat ini ia tidak dapat melakukan apa-apa sebab tak memegang senjata sama sekali. Beberapa tamu yang bergerak pun langsung ditembak mati sehingga para tamu undangan yang tersisa duduk berjongkok tanpa melakukan perlawanan. "Mereka masih berulah lagi rupanya," gumam Vincent. Dari model topeng anjing yang digunakan para pembunuh sadis itu, Vincent dapat mengetahui jika mereka adalah kelompok pembunuh bayaran Happy Kill. Mereka terkenal sadis serta tak kenal ampun jika sedang membantai target. Jika ada yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, maka nyawa taruhannya. "Aku sebaiknya tidak gegabah. Saat ini aku hanya warga sipil biasa yang tak bersenjata. Sebaiknya aku tunggu saja sampai mereka pergi," gumam Vincent yang matanya masih mengawasi gerak-gerik sekitar sepuluh orang pembunuh bayaran itu. Di saat Vincent sedang mengawasi dari sisi lain, Lyra masih ber
Kombinasi antara Vincent dan Lyra saat berdansa terlihat begitu apik di mata para tamu yang lain, tak terkecuali Karina yang sedang berdansa dengan Axel. Ternyata Karina merasa jika Vincent memandangnya sedari tadi. 'Siapa pria itu? Mengapa dia melihatku seperti hendak melubangi tubuhku?' batin Karina resah. Kegelisahan Karina ternyata diketahui oleh Axel. Pria dengan kumis tipis dan rambut agak ikal itu merasa khawatir dengan kekasih hatinya itu. "Apa ada yang mengganggumu, Sayang?" tanya Axel. "Ah, ti-tidak ada kok," jawab Karina. Ia langsung terkejut begitu Axel bertanya padanya. Dahi Axel berkerut samar. Ia yakin jika wanitanya sedang merasa tidak nyaman. Ia lantas berpikir, apa mungkin Karina gugup sebab ini adalah pertama kalinya mereka datang ke pesta para konglomerat. "Kalau kau merasa tidak nyaman, kita bisa berhenti berdansa," tawar Axel. "Tidak, aku akan melakukannya sampai akhir. Topik utama pesta ini adalah dansa 'kan? Aku tidak mau dipandang remeh jika berhenti di
Begitu baru saja sampai di aula pesta, kehadiran Vincent dan Lyra langsung menjadi pusat perhatian. Tentu saja hal itu terjadi sebab baru kali ini putri tunggal keluarga Darien membawa seorang pendamping pria. Sebelumnya, Lyra tak pernah bisa membawa pasangan hingga ia selalu dikucilkan. "Wah ... wah ... rupanya anak itu benar-benar datang dengan membawa seorang pria. Terlebih lagi pria yang dibawanya itu sangat tampan bukan main," komentar salah satu tamu undangan pesta bernama Sella. "Rupanya dia sudah mulai menunjukkan taringnya ya? Apa kita mulai dekati saja dia? Lagipula kita tidak akan rugi," timpal gadis lain yang bernama Voni. "Aku dengar pria itu adalah sepupunya. Entah dari mana asal pria itu, tapi dia sangat tampan. Namun, banyak yang bilang sepupu Lyra itu adalah pewaris asli aset keluarga Darien. Katanya dia sudah hilang sejak berusia sepuluh tahun dan baru diketemukan setahun lalu. Pria itu merupakan anak tunggal dari kakak ayah Lyra yang telah meninggal karena kecela
"Apa kita bisa berangkat sekarang?" tanya Vincent. "Ah, tunggu dulu! Aku akan cepat kembali." Lyra kembali masuk ke rumah dengan setengah berlari. Sepertinya ada yang ingin diambil oleh gadis berusia 23 tahun itu. Vincent hanya bisa terdiam di tempatnya sambil menunggu Lyra kembali. Sekilas ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kediaman Keluarga Darien yang begitu luas. Ia memang baru pertama kali datang ke tempat ini sebab sejak diselamatkan satu tahun lalu, ia hanya ditempatkan di laboratorium. "Aku belum pernah bertemu dengan Tuan Gilbert secara langsung. Kira-kira seperti apa ya orangnya?" gumam Vincent penuh tanda tanya. Dulu saat masih menjabat sebagai bos mafia, ia cukup sering melakukan transaksi obat yang dijadikan racun dengan bawahan Tuan Gilbert. Namun, ia sama sekali belum pernah melihat sosok pria yang sudah memberinya identitas baru itu. "Ho, pantas saja putriku tidak mau melepaskanmu. Rupanya wajah barumu memang sangat tampan."Seperti pucuk dicinta ulam pun
Lyra menggerutu sepanjang perjalanan pulang. Ia memang masih sangat kesal dengan Vincent. Padahal ia sudah susah payah membujuk Dokter Collins agar bisa membawa pria itu ke acara pesta dansa yang diadakan salah satu orang tua teman sekolahnya dulu esok lusa. Namun, karena insiden tak terduga, kemungkinan ia akan gagal. "Hah... aku pasti akan dipermalukan lagi oleh mereka," lirih Lyra. Meskipun perasaannya kacau balau, ia masih tetap fokus mengendarai mobilnya. Lyra memang merupakan gadis yang ceria, tapi ia tak begitu beruntung sebab tak ada satu pun teman yang mau bersahabat dekat dengannya. Entah mengapa hal itu bisa terjadi, padahal ia selalu saja berusaha agar disukai. Kemungkinan teman-temannya itu iri padanya sebab meskipun tak melakukan apa-apa, ia bisa hidup dengan enak. Bahkan sampai terdengar julukan 'Putri Beban' untuknya. Padahal Lyra sendiri adalah anak yang cerdas dan memiliki potensi, hanya saja dengan caranya sendiri. "Katanya dulunya dia bos mafia, tapi bisa-bisany
Vincent masih terpaku dengan wajah barunya. Sungguh sangat tak terbayangkan baginya bisa mendapatkan wajah seperti itu. Tekstur kulit barunya bahkan sangat kenyal dan halus, berbeda dengan sebelumnya yang kasar. Penampilannya terlihat seperti pria lembut, dan sangat penyayang. Hebatnya lagi, ia tak terlihat sama sekali seperti orang yang melakukan operasi plastik. Semuanya terlihat sangat alami. "Jadi, selera priamu seperti ini ya?" tanya Vincent sembari melirik ke arah Lyra. "Benar sekali! Aku merancang wajah ini dengan membayangkan pria idamanku. Kau tahu, aku menempatkan setiap bagian wajahmu dari model pria yang berbeda. Makanya tidak heran jika kau setampan ini." Lyra tampak sangat bahagia. Ia bahkan melompat-lompat sambil memeluk Vincent dengan erat. Vincent sungguh kaget dengan kelakuan Lyra yang sangat lincah. Bukan hanya dirinya, sang dokter dan para asisten yang melihat pun ketakutan sebab wajah Vincent bisa saja rusak jika tak sengaja terkena senggol. Bisa-bisa hidungnya