Beranda / Fantasi / I am The Real King / Prolog 2 - Kehancuran Klan Demonia

Share

Prolog 2 - Kehancuran Klan Demonia

Penulis: Niche al
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Valeoryea Series 1

Prince of The Darkness

***

8 bulan setelah kelahiran bayi tersebut.

Kobaran api kian membesar beriringan dengan gesekan pedang yang saling beradu. Teriakan penuh kesakitan dengan suara patahan tulang belulang yang mengiris hati. Darah-darah yang telah menyatu dengan tanah itu menimbulkan suara cipakan yang khas yang membuat suasana kian mengerikan. Tak terhitung berapa banyak prajurit dan rakyat yang telah gugur dengan anggota tubuh yang sudah terlepas entah kemana.

Kacau sekali.

Malam ini, malam dimana Klan Demonia ada untuk terakhir kalinya. Bangsa demon, bangsa berdarah dingin yang sialnya terkuat itu kedepannya mungkin hanya tinggal sejarah. Atau bahkan, dongeng belaka? Kastil Fhrax yang telah ambruk, rumah-rumah rakyat Demonia, semuanya. Tinggal menunggu waktu kapan akhirnya akan menyatu dengan tanah.

Di antara reruntuhan bangunan kastil yang telah hancur itu, seorang wanita tengah menangis, berteriak pilu. Ia terus memeluk bayi mungilnya. Ekor matanya tak sanggup melirik kearah kanan, tak jauh darinya, sang suami, Lord Riozar terbaring bersimbah darah dengan mata yang terbuka, tangan kiri terpotong, dan seluruh tubuhnya sudah terbujur kaku. Sebuah belati emas tertancap penuh, tepat di jantungnya.

Wanita itu kembali menangis, ia berteriak sejadi-jadinya. Mengutuk apa yang telah terjadi padanya, pada suaminya, pada kerajaannya, bangsanya, rakyatnya. Lalu, ia menatap bayi kecilnya yang begitu tenang, seolah tak terjadi apa-apa. Bagaimana kedepannya bayi kecil ini? Ia menatap langit yang begitu pekat, bertanya apakah masih ada harapan? Putera pertamanya?

Rasanya baru saja ia bercengkrama dengan pria yang dicintainya, saling memimpikan masa depan yang cerah, menyaksikan putera pertamanya yang sudah lama mereka tunggu tumbuh menjadi pemuda yang hebat. Saling bergenggaman, menatap penuh haru melihat puteranya tersenyum bangga pada mereka.

Sekarang ....

Apa?

Tanpa sadar jari-jari tangannya terkepal, giginya bergemeletuk. Iris birunya yang sejernih lautan itu berkilat tajam, menyala terang. Lalu tak lama ia menyeringai, penuh hasrat, dendam. Namun saat ia melihat lagi bayi mungilnya, ia tersenyum, penuh kelembutan dan keanggunan. Telapak tangannya berpendar biru saat ia mengelus pipi mulus bayi itu yang kini menatapnya senang. Lagi-lagi air mata lolos tanpa bisa ia tahan.

"Arion ..., Sayang ..., sayangnya Ibu, Ayah, dan seluruh bangsa demonia, hiduplah dengan baik. Hiduplah di dunia baru, dunia yang lain. Tumbuhlah di sana, Putera ku. Maafkan Ibu karena tidak akan bisa menemani dan menjagamu lagi Nak. Jadi Ibu mohon padamu Sayang, tolong ..., tumbuhlah, karena kau memang pantas merasakannya. Kau berhak!"

Ia terisak keras. Lalu melihat ke kiri, dimana sang abdinya telah mati tertimpa puing-puing kastil. Bibirnya bergerak mengucapkan suatu kalimat, perlahan cahaya biru bercampur hitam pekat muncul mengelilingi tubuh sang abdi, hingga terbentuk sebuah portal. Ia terus sibuk dengan dirinya tak peduli darah mulai mengalir dari hidung, telinga bahkan kedua mata indahnya. Kulit halusnya perlahan membiru, dan urat-urat nadinya menghitam. Ia terus menerus melanjutkan kegiatannya. Sambil tersenyum, menatap putera kecilnya untuk terakhir kalinya.

Ia menatap seorang wanita dihadapannya yang tak lain adalah abdinya. Wanita itu kebingungan sekaligus tercengang. Tak begitu paham apa yang telah terjadi. Di sampingnya terdapat dua undead yang telah dipanggil dan dibangkitkan.

"Deborah, jagalah puteraku. Penerusku dan Riozar, suamiku. Tolong rawatlah dia dengan baik." Sang ratu tersenyum begitu indah. Namun, tatapannya tak berbohong, ia nampak sangat tersiksa.

Deborah berusaha mencegah agar apa yang dilakukan ratunya tidak terus berlanjut. "Y-Yang Mulia Queen ..."

"Tumbuhlah menjadi pria yang hebat, Arion Giovarskèè Alexius Vhrizt. Ibu dan Ayah, akan melihatmu dari atas sana."

Sebuah tato berukiran rumit muncul di dada sang bayi, bercahaya putih, seterang rembulan di malam purnama. Matanya tak lama tertutup. Bayi kecil itu tertidur lelap dalam gendongan sang ibu.

Untuk terakhir kalinya.

"Pergilah .... Jaga puteraku baik-baik. Ini perintah terakhirku, dan juga Lord mu."

"Ta-tapi Yang Mulia ...." Lagi, belum selesai ia bicara perkataannya langsung terpotong dikarenakan si bayi dipindahkan ke gendongannya oleh sang ibu.

Wanita itu yang tak lain adalah ratu bangsa Demonia mengangguk pelan, tersenyum meyakinkan. Tanpa menunggu waktu lagi ia mendorong Deborah yang tengah menggendong bayinya ke dalam portal yang telah diciptakannya. Sampai akhirnya ... lenyap, tanpa jejak.

Ia tersenyum pedih, menatap udara kosong dihadapannya. Tersisa dua undead, mereka membungkuk hormat sampai kemudian berubah menjadi replika Deboran dan bayi Arion ... yang seolah telah mati.

Sakit ....

Ia beralih pada Riozar, menatap dalam kedua mata beriris emas yang selalu dia rindukan. Dengan sisa tenaganya, penuh rasa getir, ia menyeret tubuh lemahnya, menatap pria yang sangat ia cintai tersebut. Menutup lembut netra yang masih terbuka, kemudian mengecup kening, kedua mata, dan bibir suaminya, untuk terakhir kalinya. Memeluk begitu erat seakan tak akan melepaskan.

Tak tahan, air mata kembali membanjiri wajah cantiknya yang telah kotor oleh debu.

Demi apapun, ia benar-benar membenci dirinya yang sekarang, tak mampu berbuat apa-apa untuk pria yang dicintainya. Tapi itu tak membuatnya terlalu sedih, setidaknya ia telah berkorban untuk buah hatinya, buah cintanya dengan sang suami, rajanya. Ya, tak apa.

Ia ... telah rela.

"Oh, oh, oh, lihatlah betapa romantisnya pasangan ini"

Dia tidak peduli saat seorang wanita bergaun hijau lumut melangkah anggun mendekatinya. Di belakangnya terdapat seorang gadis berjubah putih bersih yang amat cantik dengan tanda bintang di dahinya hanya diam, tanpa ekspresi.

Ratu Klan Demonia yang masih setia memeluk jasad suaminya itu menatap tempat sebelumnya dimana Deborah dan bayinya berada.

Diam-diam ia menyeringai puas, usahanya berhasil. Dengan begini tak akan ada yang tahu bahwa puteranya masih hidup.

Ya, ditempat itu terdapat Deborah dan si kecil Arion yang telah mati secara tragis dan mengenaskan. Namun sebetulnya itu adalah tubuh dua undead yang sengaja ia bangkitkan sebelumnya untuk membantunya menyelesaikan misi terakhir.

"Kira-kira siapa yang telah membunuh bayi mungilmu yang terkutuk itu, Cheressa? Sepertinya kita semua harus memberikan penghargaan yang sangat besar padanya."

Wanita bergaun hijau lumut itu terkekeh senang melihat bayi mungil mengenaskan yang telah tergeletak tak berdaya. Tak jauh dari mayat bayi itu tampak mayat seorang pelayan yang sama menyedihkannya. Ia lalu melihat pria tampan tak jauh darinya.

"Aku, tentu aku yang telah membunuh bayi sialan itu Mell... H, hahahaha!!"

Cheressa menoleh, menatap pria bermata sehitam jelaga yang tengah tertawa setan saat ini. Kedua matanya membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang telah dikatakan oleh pria itu.

'Apa maksudmu? Kenapa kau berbohong? Kau berusaha melindungi putraku?'

Ia terkejut saat pria itu menatapnya, lembut, seolah berkata, 'tenanglah Queen, dan maafkan atas kata-kataku barusan ya?'

Cheressa melihat ada sebuah kesungguhan dan ketulusan yang amat nyata di kedua iris sehitam jelaga itu.

Mengapa?

"Serius? Kau berhasil Ken?!"

"Tentu saja. Kau lupa aku siapa, heh?" Pria itu tertawa jumawa. Namun lagi-lagi Cheresa merasakannya. Tawanya itu seolah mengandung kemarahan sekaligus penyesalan yang amat dalam

Wanita bergaun hijau itu tertawa keji, sedangkan gadis berjubah putih di belakangnya menyeringai puas.

Tiba-tiba wanita bergaun hijau itu menjambak sang ratu Demonia, membuat pria itu terkejut, nyaris saja berusaha menghentikan. Namun ia segera menetralkan ekspresinya menjadi datar.

Cheressa diam, energinya sudah benar-benar habis. Ia sudah tak dapat berbuat apa-apa lagi. Pasrah.

"Kau pikir aku akan membuatmu mati dengan tenang, Cheressa?! Sekarang, nikmatilah kematianmu, Jalang ..., hahahaha ...!"

Wanita itu menjambak rambut indah Cheressa sampai beberapa helainya tercabut. Ia mencakar wajah cantik itu dengan kukunya panjangnya. Cheressa mencoba menatap pria bermanik gelap yang masih membuatnya tak mengerti. Namun ia sudah sampai batasnya. Hingga wanita wanita yang menyiksanya tak menyadari bahwa Cheressa telah pergi menyusul sang suami dengan wajahnya yang tenang.

"Hah, kenapa kau cepat mati Sialan?! Padahal aku ingin sekali melempar tubuh mu pada pelayan-pelayanku! Kau tahu, kau sangat pantas menjadi pemuas nafsu bejat mereka! Tapi apa?! Kau malah mati lebih cepatT?! Dasar wanita sialan!"

"Mel, sudah, hentikan! Tak ada gunanya kamu melakukan hal tersebut pada tubuh yang sudah tak bernyawa! Hentikan ...!" titah si iris sehitam jelaga yang sebelumnya dipanggil Ken.

Tubuh Cheressa ditendang begitu saja. Kemudian mereka pergi dari sana.

Di tengah langkahnya Ken berusaha melirik jasad Cheressa dan Riozar, kedua tangannya mengepal erat. Sekilas kedua matanya berkilat semerah darah. Namun tak ada satupun yang menyadarinya.

Malam penuh darah itu berlalu. Membuat sorak gembira menggema di seluruh tanah Demonia yang hancur. Akhirnya mereka bisa bernapas lega. Karena, sang pangeran terkutuk yang akan membawa malapetaka itu telah pergi. Bonusnya, klan itupun luluh lantah.

Sungguh, bayi yang benar-benar tragis.

Bab terkait

  • I am The Real King   Chapter 1 - Satu Kejadian Aneh

    "Bibi, aku pulang!!!"Suasana senja di rumah kecil berbahan kayu itu nampak sepi. Membuat remaja laki-laki yang berteriak tersebut mengernyitkan keningnya. Aneh, biasanya sore hari bibi selalu ada di rumah, pikirnya.Ia melangkah ke pintu. Cklek, tak dikunci. Ia segera masuk ke dalam sembari menggendong karung besar di bahu kanannya. Entah apa isi karung tersebut, terlihat remaja itu tak merasa berat sama sekali.Melihat ke jam dinding, pukul 15. 26. Kemana bibinya itu? Ada rasa khawatir, namun berusaha ia tekan. Mungkin ada hal penting, yakinnya. Ia memutuskan pergi ke kamar setelah meletakkan karung bawaannya di dapur. Mengambil handuk, lantas ke kamar mandi membersihkan dirinya....Cowok itu tak henti-hentinya mondar mandir melihat ke jendela. Memastikan seseorang yang sedari sore ditunggunya. Pukul 20.13, ia menggigit bibirnya, rasa gelisah itu semakin menjadi. Menatap makanan yang telah terhidang di meja, setelah m

  • I am The Real King   Chapter 2 - Seon?

    Ruangan luas berdominasi warna hitam dan merah api itu tampak sangat tenang. Di kursi kerja yang berada di ruang tengah itu diduduki oleh seorang pria berkisar awal kepala tiga. Di kirinya seorang wanita bergelayut manja di bahunya, menatap penuh goda. Sedang wanita disisi kanannya tengah menuangkan anggur untuk sang pria, sembari mendelik tak suka kepada temannya. Ia tersenyum, menyentuh pundak, memberikan anggur yang telah dituangkannya."Silahkan tuan." Ucapnya, penuh hormat. Pria bersurai hitam pekat dengan kulit putih pucat tersebut menerimanya. Iris sehitam jelaganya melirik sebentar, tersenyum, "terimakasih manis." Balasnya membuat wanita di sisi kanannya tersipu malu lalu ikut menggelayutkan kedua tangannya di lengan kekar sang pria.Kedua wanita tersebut mencoba memijit tubuhnya. Membuatnya mendesah pelan, terpejam, menikmati pijatan yang sedikit membuatnya tenang."Tuangkan satu lagi." Pintanya. Membuat salah s

  • I am The Real King   Chapter 3 - Seon Si Kucing Ajaib

    Tangan yang menari dengan tangkas. Untai demi untaian kata yang terjejer rapi namun terkesan unik. Tulisan yang membuat siapapun yang membacanya akan terasa enak dibaca. Mata abu gelapnya menyorot tajam bergantian antara papan tulis dan buku catatannya. Ia terlihat fokus, tak tergoyahkan. Membuat pesonanya kian kuat dengan kesan dingin yang jelas. Beberapa siswi sedari tadi berbisik, mencuri pandang ke arahnya. Ada yang terang-terangan menatapnya, tersenyum. Erry tahu itu. Tetapi ia berusaha tak peduli. Ia cukup membayangkan mereka adalah sekawanan kambing, tak lebih. Siswi-siswi itu mencebikan bibirnya, kecewa."Yah, dia memang tampan, sangat! Tapi dia terlalu misterius.""Apakah dia anak konglomerat?""Hahaha, aku tidak tahu. Aku pernah dengar bahwa dia hanyalah anak miskin yang tinggal dipinggir hutan.""Ck, yang benar saja? Yah kalau dilihat dari pakaiannya yang lusuh sih... Tidak aneh."&

  • I am The Real King   Chapter 4 - Arion Giovarskèè Alexius Vhrizt?

    Pukul 15.15 p.m. cewek berambut brunette ikal yang sedari tadi diikuti oleh Erry kini keluar dari ruang ganti. Pergi ke toilet untuk merias wajahnya. Cewek itu bernama Adele, salah satu anggota PMR di Hillary High School.Saat ia keluar dari toilet, Erry tiba-tiba membekapnya dan menyeretnya ke suatu pojok dinding dekat tikungan. Lalu mendorong Adele ke tembok. Menghimpit dengan tubuh tinggi atletisnya. Membuat cewek itu yang siap memaki kini terdiam dengan napas yang sesak. Terutama saat ia beradu tatap dengan mata abu pekat milik Erry yang tampak sangat misterius dan dalam."H, hai... E, Erry?"Erry diam. Sorot tajam dan tatapan dingin itu belum berubah. "Katakan, siapa yang membeberkan hal itu?""Eh???""Aku yakin sekali kau belum pikun dan otak itu masih berfungsi dengan baik. Jadi, siapa?"Adele terdiam, mengingat apa yang ia bicarakan dengan beberapa teman sekelasnya saat di kelas tadi. Ia kembali menatap Erry. Menyentuh kedua pundak c

  • I am The Real King   Chapter 5 - Sedikit Kejadian Yang Mirip Dengan Insiden 27 Tahun Lalu

    BRUKBibi Erry meletakkan kayu-kayu yang dibawanya ke tanah bersama kayu-kayu yang sudah dikumpulkan oleh buruh pencari kayu yang lain. Satu tangannya menyeka dahinya, menyeka keringatnya. Entah kenapa sejak anak asuhnya pergi ke sekolah perasaannya tidak nyaman sama sekali. Ia merasa ada yang janggal. Tapi tidak tahu itu apa. Ia menghembuskan nafasnya, menatap langit. Berharap tidak ada hal buruk yang terjadi pada pemuda itu.Ia lalu kembali bergabung bersama teman-temannya yang kini berkumpul menghadap sang majikan....Kenio Anasthasius Blake. Seorang pria berusia 714 tahun yang masih terlihat 30-33 tahun dalam umur manusia biasa. Di Valeoryea, dia bukan berasal dari keluarga bangsawan atau kerajaan. Namun statusnya di masyarakat nyaris sama dengan para bangsawan kelas A. Bahkan kekayaannya yang dimilikinya melebihi Kerajaan Daves dan Kerajaan Orton, yaitu kerajaan bangsa peri dan penyihir.Kecerdikan ya

  • I am The Real King   Chapter 6 - Dimana ini?

    Ruangan luas dengan nuansa putih dan emas yang elegan. Dinding, lemari, perabotan, semuanya putih. Sedangkan aksesoris-aksesoris hiasannya berwarna emas yang tampak mengkilap. Kasur king size berselimut merah. Sebuah tv ukuran 41 inci tergantung didinding. Sebuah kursi lengkap dengan mejanya. Lalu, jendela besar yang menghadap langsung ke kota dihadapannya. Erry masih terdiam, mengumpulkan nyawanya. Ia mencoba berolahraga ringan. Lagi-lagi ia meringis. Kenapa tubuhku kaku sekali? Pikirnya. Mata indahnya menyipit, memikirkan apa yang terjadi. Bingung, terakhir kali ingatannya adalah ketika ah, iya! Menghajar para preman sialan itu! Tetapi setelah kejadian itu... Apa yang terjadi? Dan dimana ini? Erry bergeser, kakinya perlahan menapak lantai. Ia berjalan pelan ke arah jendela. Tinggi sekali, ini dilantai berapa? Pikirnya lagi. Setelah puas melihat pemandangan kota dan jalan raya dari balik jendela, ia memutuskan keluar dari kamar ini. Klek. 'Ternyata pintunya masih manual.' Setela

  • I am The Real King   Chapter 7 - Sejarah Yang Telah Diubah

    Erry begitu fokus membaca buku usang pemberian Kenio. Sehari setelah ia sampai di rumah ia langsung membacanya. Sudah tiga hari berlalu yang artinya ulang tahunnya yang ketujuh belas tinggal menunggu 4 hari lagi. Ia memang hobi membaca dari kecil, namun bacaan yang mengandung banyak drama dan romansa bukanlah seleranya, jelas. Alasan ia tertarik dengan buku itu karena menurutnya buku itu punya kesan misterius yang dapat menariknya. Benar-benar seperti buku dongeng bergenre histori. Tapi, yang membuat dia bingung, mengapa semua kejadian yang tertulis di buku itu bukanlah seperti sebuah karangan. Terasa nyata.Dan seperti pertama kalinya ia membaca judul buku ini, setiap kali membacanya ia selalu panas dingin, jantungnya seringkali berdegup kencang tanpa alasan."Jadi, disini, Yang Mulia Ratu Cheressa membunuh bayinya di detik terakhir sebelum kematiannya. Ia juga membunuh pelayan pribadinya sendiri demi menghilangkan saksi terakhir? Yang Muli

  • I am The Real King   Chapter 8 - Misteri Yang Masih Terkunci Rapat

    "Kejadian beberapa hari yang lalu benar-benar membuat kami waspada. Apa yang sebenarnya terjadi saat itu?" Tanya seorang pria bertelinga runcing dengan penampilan paling nyentrik. Mata hijau keperakannya nampak awas menatap sekitarnya. Steven Horace, raja Kerajaan Daves, bangsa peri."Benar sekali! Kejadian itu, bisa dikatakan nyaris mirip dengan kejadian 27 tahun yang lalu. Seolah ada yang mengendalikan pikiran saya, membuat energi saya melemah, bahkan nyaris tidak bisa bernapas. Selain itu saya dan kaum saya yang berada di laut juga dipaksa untuk naik ke darat lalu bersimpuh, bedanya kami tidak dipaksa memakai wujud duyung kami. Kami semua seolah diharuskan untuk menghormati seseorang. Itu membuat klan duyung ketakutan. Sampai ratuku tidak bisa tidur dengan tenang." Tambah seorang pria bertubuh atletis dengan mata hijau laut dan kulitnya yang berkilau. Raja Harold Weston, raja Kerajaan Airalex, bangsa duyung."Itu amat benar. Saya kira kita semua pun pasti tidak bisa

Bab terbaru

  • I am The Real King   Chapter 32 - Sampai

    Cengkeraman tangan Arion di surai Seon semakin kencang saja saat semua perasaan aneh yang menyerang hatinya. Perasaan takut, sedih, pasrah, dendam, benci. Semua perasaan itu seolah ingin menenggelamkan jiwanya ke palung neraka."Ayah ..., Ibu ...."Nafas Arion tercekat, setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya ia bisa melihat suatu gerbang besar dan tinggi di depan sana. Gerbang itu amat kokoh meski hampir semua bagiannya telah retak dan hancur.Tanpa sadar air mata mengalir di kedua pipinya. Gerbang itu memancarkan aura gelap yang nyata. Membuat siapapun yang ada di dekatnya akan terperosok ke dalam jurang kebencian jika tidak memiliki tekad yang kuat.Seon yang merasakan perasaan sedih sekaligus takut dari tuannya hanya ikut menatap sedih ke depan sana. Namun dia tidak tahu harus melakukan apa. Ia mengerti apa yang dirasakan Arion. Dengan tekad kuat, tubuh besar dan panjangnya meliuk jauh lebih cepat dari sebelumnya. Tinggal beberapa meter lagi mereka akan sampai di depan gerbang

  • I am The Real King   Chapter 31 - Demonia, Klan yang Telah Hancur

    Dingin, memprihatinkan dan horor, tiga kata yang paling tepat untuk menggambarkan situasi Klan Demonia saat ini.Tak ada satupun tanaman yang hidup dikarenakan kondisi tanah yang amat kering dan gersang, hanya pohon-pohon yang telah mati puluhan tahun lalu, begitupun udaranya yang begitu panas mencekam. Hampir seluruh wilayah Demonia telah ditutupi oleh asap dan kabut hitam.Langit dan awannya berwarna ungu gelap, sedangkan tanah beserta gunung-gunungnya berwarna hitam dan merah, berasal dari lahar yang amat panas. Sudah dipastikan tak ada satupun makhluk yang dapat hidup di wilayah ini. Ditambah lagi atmosfer nya yang terlalu suram dan dingin.Arion, entah sosok itu memang dirinya atau bukan, yang jelas dia memiliki aura dominasi yang sangat kuat. Bahkan jauh diatas Devian. Ia menatap tajam sekelilingnya, begitu banyak sepasang mata merah yang menatapnya, menyala dalam kegelapan. Semua mata itu serentak terpejam, menghormatinya. Beberapa dari mereka nampak sangat ketakutan."Tak akan

  • I am The Real King   Chapter 30 - Tertinggal

    Waktu keberangkatan tiba.Arion atau Devron berjalan menuju mobil berlambangkan mawar api bersama Kenio. Dibelakangnya ada Lucy yang berjalan masih sedikit tertatih dibantu oleh Deanna. Kedua lelaki dan kedua wanita tersebut memasuki mobil yang berbeda.Devron masih tetap diam dengan sikap tenangnya yang selalu awas terhadap situasi. Berbeda dengan Kenio yang selalu merasa kurang nyaman sejak Devron sadar dua jam yang lalu.Tepat ketika sang raja hari kembali ke peraduannya, mereka sampai di Hutan Hexfle, kawasan hutan paling terlarang di seluruh Valeoryea.Semua pengawal Kenio hanya mengantar sampai di luar saja. Hanya Devron, Kenio, Deanna, dan Lucy yang masuk kesana.Kondisi hutan yang begitu dingin, rimbun dan gelap membuat Deanna dan Lucy meneguk ludah berkali-kali. Ditambah lagi suara-suara hewan dan serangga malam turut menemani langkah mereka. Sesekali terdengar auman maupun lolongan hewan malam dari kejauhan.Angin berhembus kencang, menebarkan hawa dingin yang mencekam dan m

  • I am The Real King   Chapter 29 - Dia ... Erry?

    Devron berjalan tegak menelusuri setiap lorong di Mansion milik Kenio. Langkahnya tenang namun tegas dan tangkas di saat yang sama. Ia mengangkat sedikit dagunya, memberikan kesan percaya diri dan sedikit arogan pada wajah rupawannya itu.Beberapa kali ia berpapasan dengan beberapa ajudan ataupun pelayan. Semuanya memberikan respon yang sama. Menghormatinya. Namun kali ini berbeda. Entah kenapa mereka merasa aura yang dikeluarkan Devron amat kuat dan mendominasi hingga membuat mereka berkeringat dingin dan sangat tertekan.Mereka saling berbisik saat langkah mereka sudah cukup jauh. Devron bisa mendengarnya. Namun remaja lelaki itu cuek saja, tidak peduli.Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu hitam yang berukuran cukup besar. Ada seorang ajudan yang menjaga di depan sana. Ia menghampirinya. Ajudan itu membungkuk hormat."Selamat sore, Tuan Muda.""Ya, selamat sore kembali!" jawab Devron riang. "Bolehkah aku masuk ke dalam? Aku ingin melihat keadaan Tante Lucy.""Tentu Tuan Muda.

  • I am The Real King   Chapter 28 - Mulai Terbuka

    Keadaan Arion_Devron yang ternyata baik-baik saja membuat Kenio dan semua pegawai di kediamannya menghembuskan nafas lega. Sungguh mereka khawatir sekali saat mendengar tuan muda mereka pingsan. Masih sangat baru Devron berada di Kediaman Kenio, dan tentu mereka tidak ingin kehilangan adik Kenio tersebut.Jam telah menunjukkan pukul 15.4 3., yang artinya perjalanan Arion atau Devron ke wilayah Demonia tinggal dua jam lagi, karena Kenio memamg berencana akan mengantarkan remaja lelaki itu di waktu matahari tenggelam.Devron tengah duduk sambil menyesap teh hangat di dekat jendela kamarnya. Memerhatikan setiap ajudan dan pelayan yang berjalan kesana kemari. Sore ini masalah kembali datang, seorang pelayan menemukan Lucy tergeletak di lantai kamarnya. Membuat perhatian Kenio seketika teralihkan meski hanya sebentar.Lagi-lagi, dokter tak menemukan sesuatu yang mencurigakan dari tubuh Lucy. Wanita itu hanya tampak kelelahan jika dilihat dari kulitnya yang sangat pucat.Devron kembali meli

  • I am The Real King   Chapter 27 - Bekerja Sama

    "Aku sudah menghipnotis seorang pelayan dan menyuruh wanita itu kemari. Kita lihat, apa hal menyenangkan yang akan terjadi padanya. Hahahaha!!!"CKLEK.Pintu kamar dibuka oleh sang tuan. Membuat mereka yang belum sempat bersembunyi hanya bisa mematung, terkejut...."Ahhh tidak-tidak! Bagaimana ini, kita ketahuan! Whoahhhh!!!"Seon menatap Brook yang tengah berusaha berdiri, kelabang itu amat cemas, dipenuhi ketakutan. Terlihat sangat terkejut sekaligus frustasi—yang tentu saja dibuat-buat."Binatang gila," ucap Seon masih dengan ekspresi datarnya. Dimatanya, Brook nampak sangat konyol sekarang.Mendengar ucapan Seon kelabang itu berhenti, lalu mencebik, "seperti biasa, kau selalu kaku dan membosankan!""Sayangnya, meskipun membosankan wujudku sekarang adalah kucing menggemaskan," ledek Seon."Hey... Kau, kau!""Lihatlah," titah Seon pelan sembari menunjuk Lucy yang sedang memandang penuh takjub pada dirinya sendiri di cermin. Wanita itu berputar-putar sambil mengedipkan satu matanya

  • I am The Real King   Chapter 26 - Akhir Dari Abumérta Xadioussé dan Sang Peri Amethyst

    "Cukup, Amethyst."Batu yang melayang itu masih bercahaya terang, mengeluarkan pancaran energinya yang kuat. Membuat Devron membuka kedua matanya dan menatap tajam. Pendar amethyst dan emas masih belum menghilang. Mengartikan bahwa batu tersebut... Masih berada dibawah perintahnya."Amethyst, ku perintahkan kau untuk berhenti, sekarang juga!"Terdengar suara tawa lembut seorang wanita tanpa wujud di toko itu. Devron masih tampak tenang, lalu fokus, "keluarlah," bisiknya.Batu itu mengeluarkan cahaya lagi, cahaya yang membentuk tangkai bunga. Perlahan pucuk bunga itu terbuka, dan mekar lah bunga lily air yang indah. Bersamaan dengan itu, keluarlah sesosok wanita kecil yang muncul dari sana. Tawanya yang berderai masih terdengar di ruangan toko milik Abumérta itu. Wanita itu kini melayang-layang di udara dan mengitari Devron."Sesosok peri penjaga," ujar Devron.Wanita peri itu berhenti tepat di hadapan Devron meski masih melayang. Ia menundukkan kepala dan badannya. Tak lupa kedua tang

  • I am The Real King   Chapter 25 - Abumérta Xadioussé (2)

    Ia yakin, jika ia bisa melumpuhkannya, energi dan kekuatan yang ia dapat akan termasuk luar biasa.Abumérta tak sabar menantikannya. ...Tetapi sepertinya... Apa yang telah diperkirakan nya justru malah bertolak belakang. Lebih jelasnya... Tidak sesuai harapannya.Pria berkacamata antik itu———Abumérta jelas saja sangat terkejut, otaknya dipenuhi tanda tanya besar mengapa hal ini bisa terjadi. Selama ini, para makhluk yang terlena oleh batu tersebut benar-benar hanya kehilangan akal dan berubah menjadi orang gila sesaat. Mengapa... Mengapa malah menjadi seperti ini???Ia mundur dua langkah, memutuskan untuk menengok ke belakang dan terkejut melihat cahaya amethyst transparan yang tiba-tiba saja mengelilingi tokonya. Ia menelan ludah, merasakan rasa bahagia yang tiba-tiba membuncah di dadanya, diikuti rasa menggelitik yang tiba-tiba saja menyerang tubuhnya. Membuatnya merinding.'Apa-apaan ini?'Ia mencoba berfikir positif, mungkin saja efeknya

  • I am The Real King   Chapter 24 - Abumérta Xadioussé

    "Batu itu selain bisa membuat seseorang terpana, ia juga bisa membuat seseorang terlena dan kehilangan kesadaran. Membuatmu berhalusinasi dan membayangkan hal-hal menyenangkan. Tenang saja Tuan Muda, kau mungkin hanya akan 'sedikit' kehilangan 'akal' sekarang," jelasnya masih dengan seringainya.Devron terdiam, tak lama ia tersenyum riang menatap lelaki berkacamata itu dengan pandangan yang terlihat bahagia.Membuat Devian di sana terkejut seketika, sulit memercayai hal mendadak ini. Ditambah lagi, Devron sepertinya tak bisa diajak bicara sekarang. ....Devron yang masih terpaku itu masih juga tak bergerak. Cahaya amethyst yang dikeluarkan batu itu tiba-tiba saja seolah menembakan cahaya putih setelah beberapa saat asyik memandanginya. Otaknya blank, hanya warna putih yang terpampang jelas di hadapannya. Dan ia sama sekali tak bisa berpikir!Perlahan dinding besar berwarna putih di hadapannya memudar, digantikan dengan sebuah gambaran kehidupan

DMCA.com Protection Status