Bab Tiga: Prioritas
Ashley tetap pada rencananya. Dia tidak akan meninggalkan Justin kali ini. Sudah cukup berapa kali Noel selalu menggagalkan rencananya yang ingin berkencan dengan pacarnya, sekarang tidak akan dia biarkan hal itu terjadi.
Entah apa yang akan terjadi pada Pak Noel, aku tidak akan membatalkan rencana yang sudah susah payah dibuat oleh Justin … Ashley terus membatin dalam hati.
Tatapan gadis itu lurus ke depan. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Justin di samping sedang menyetir dengan tenang.
“Kamu yakin tidak ingin menemuinya?” tanya Justin tiba-tiba hingga membuyarkan lamunan Ashley.
“Hm?” Ashley mengerjap dan menoleh pada Justin. Baru saja dia sedikit tersentak kaget mendengar suara Justin.
“Kupikir dia memang sedang urgent,” lanjut Justin tanpa mengulangi kalimat sebelumnya.
“Ini bukan jam kerja. Aku tidak bisa membatalkan rencana kita begitu saja,” jujur Ashley.
“Tapi, Ash … kamu bukan hanya menjadi sekretarisnya. Kamu juga asisten pribadinya. Kurasa memang ada hal mendesak yang sedang terjadi.”
Ashley menghela napas kasar. Dia kesal karena Justin sekarang memihak Noel padahal dia sendiri yang sudah repot mengatur acara makan malam ini.
“Sudahlah. Aku tidak akan kemana-mana malam ini,” putus Ashley.
Justin tidak akan berani berdebat atau membujuk Ashley lagi. Terus terang saja dalam hati kecilnya merasa senang karena Ashley memilih dirinya daripada pekerjaan meski sudah dia paksa sekalipun untuk menemui Noel.
*
Sementara itu di rumah Noel. Lelaki itu mondar mandir di ruang kerjanya dengan tangan memegang segelas anggur merah. Dia merasa frustasi karena Ashley menolak perintahnya. Sedangkan seorang butler berdiri di depan pintu dengan posisi tangan bersilang di depan dan menatap Noel yang kebingungan.
“Bagaimana bisa dia mengabaikanku? Padahal aku akan memberikannya bonus yang lebih tinggi!” marah Noel.
Butler itu hanya diam dan tidak berani menjawab sebelum disuruh. Tugasnya sekarang menyimak apa saja gerutuan yang keluar dari mulut Noel.
“Lagipula kenapa Harris melakukan resepsi pernikahan sekarang? Dia kan adik sepupuku. Seharusnya dia jangan melangkahiku! Sial!!” maki Noel lalu meminum habis sisa anggur merah di gelasnya.
Semua kekesalannya bermula ketika dirinya yang sedang istirahat di kursi malasnya sambil mendengar musik jazz klasik terganggu saat telepon masuk dari ibunya. Dengan nada penuh sindiran, ibunya mengatakan bahwa Brian –adik sepupunya- akan melangsungkan pernikahan dua minggu lagi. Ini bukan hal yang membahagiakan bagi Noel karena otomatis semua keluarga besar akan berkumpul di sana. Tentu saja itu adalah acara yang paling dihindari lelaki berusia 29 tahun itu.
Dengan kasar Noel meletakkan gelas itu di atas meja. Ia menyeka ujung bibirnya yang basa dengan telunjuk, kemudian matanya melirik HP di atas meja yang sama sekali tidak berdering atau masuk notifikasi chat.
“Astaga. Dia benar-benar mengabaikanku?!” geram Noel lalu meraih HP dan kembali menghubungi kontak Ashley.
Percuma saja. Meski dia sudah menelpon Ashley sampai lima kali panggilan, tetap saja tidak dijawab gadis itu. Noel semakin frustasi dibuatnya.
“Ergh! Fuck!” makinya.
*
Chicken teriyaki dan veggie foil packs menjadi menu utama yang dipilih oleh Justin untuk merayakan acara malam ini. Selama makan begitu tenang, tidak berbicara dan fokus dengan piring masing-masing. Ashley memang paling tahu bagaimana cara yang sopan saat menyantap makan malam mewah di sebuah restoran berbintang seperti ini. Lagi-lagi itu semua karena Noel yang mengajarinya.
Justin tidak mempermasalahkan kalau tidak ada obrolan ringan saat makan malam seperti ini. Dia akan menagih saling bercerita saat menyantap hidangan penutup nanti.
Dan tentu saja Ashley juga merencanakan itu. Ketika es krim rasa buah asam sudah ada di hadapannya dan di depan Justin ada jelly rasa jeruk, mereka mulai berbincang.
“Setelah makan malam, kita kemana?” tanya Justin membuka topik.
“Hm … sepertinya aku harus kembali ke rumah,” jawab Ashley sambil menyuapkan sesendok demi sesendok es krim ke mulut.
Justin bisa melihat kalau gerakan itu terlalu tergesa-gesa. Seolah Ashley ingin segera menghabiskan es krim miliknya. Entah karena Ashley terlalu suka es krim itu atau memang dia ingin cepat-cepat pulang dan mengakhiri makan malam mereka.
“Tidak ingin jalan-jalan sebentar?” tanya Justin lagi.
“Kamu mau ajak aku kemana?” Ashley menjawab pertanyaan dengan pertanyaan juga.
“Jalan-jalan di taman pusat kota, seperti yang pernah kita lakukan sebelumnya,” jawab Justin.
“Boleh, kok … asalkan tidak hujan.” Ashley menjawab sambil melihat keluar jendela yang basah karena percikan air hujan.
Justin juga melihat itu dan langsung mengembuskan napas panjang dan berat. Ashley melihat garis kekecewaan di wajah pacarnya, lalu dia memegang punggung tangan Justin.
“Hey … kita bisa melakukannya lain kali,” ucap Ashley dengan lembut.
Justin menatap dua mata Ashley yang menenangkan lalu menganggukkan kepala. Dia setuju untuk menggantinya di kemudian hari. Malam ini mereka memang harus pulang cepat.
Tidak seperti pasangan kebanyakan yang pasti akan menghabiskan waktu semalaman berduaan di atas tempat tidur setelah makan malam romantis. Terlebih hujan bisa menambah hasrat untuk saling menghangatkan satu sama lain. Akan tetapi, itu tidak akan berlaku untuk Ashley yang sampai sekarang belum pernah melakukan sex kecuali sekedar ciuman di bibir.
Hidup di belahan dunia bagian barat tidak membuat Ashley seperti gadis timur. Dia tidak suka hal-hal yang berhubungan dengan sex atau berbau porno lainnya. Wajar saja kalau julukannya adalah gadis pornophobia. Gelar kehormatan sekaligus sindiran yang dia dapatkan dari sahabatnya.
“Baiklah kalau begitu. Kita akan pulang,” kata Justin akhirnya.
Ashley tersenyum dan mengangguk, bersamaan dengan suapan terakhir eskrim miliknya.
*
Waktu berlalu begitu cepat untuk acara ini. Dengan setengah hati Justin mengantarkan kekasihnya pulang ke rumah. Bibirnya melengkung turun dan sengaja ditunjukkan bagaimana dia masih ingin bersama Ashley.
“Tidak bisakah aku mampir sebentar saja?” pinta Justin dengan nada memelas.
Ashley menangkup pipi Justin dengan kedua tangannya dan menjawab, “Aku harus bekerja besok. Ada meeting pagi dengan staff Big Bang. Bagaimana kalau kuganti kencan kita minggu depan?”
Justin ingin menolak usul Ashley tapi dia tidak punya pilihan lain kecuali menjadi pacar yang pengertian. Ia hanya bisa mengangguk lemah tanpa protes lagi.
“Aku masuk dulu.” Ashley mencium pipi Justin dan dibalas ciuman kening oleh lelaki itu. “Hati-hati di jalan, babe.”
“Iya … selamat malam, Ash.”
Ashley mengangguk lalu membuka pintu mobil dan turun. Justin pergi setelah Ashley membuka pintu rumahnya. Pulang dengan perasaan sedikit kecewa karena masih ingin berlama-lama bersama Ashley.
Ashley melihat mobil Justin sudah menjauh, kemudian ia meraih kunci mobil yang ada di atas nakas dekat pintu masuk. Satu tangannya merogoh HP di dalam tasnya dan mencari nama Mr. Noel. Setelah dapat, ditempelkannya ke telinga sambil satu tangannya sibuk mengunci pintu rumah kembali.
“Halo, Pak. Saya menuju ke sana sekarang!” Setelah mengatakan itu, telepon ditutupnya dan bergegas ke mobil agar bisa meluncur ke rumah Baginda Noel yang tak suka dibantah itu.
***
Bab Empat: Porsche dan Kesetiaan Ashley sudah tiba di rumah Noel. Pintu pagar yang besar itu terbuka otomatis ketika mobilnya berada di depan. Dengan menginjak gas pelan, mobil masuk lalu berhenti tepat di samping teras rumah Noel. Ia segera turun sambil menenteng tasnya dan masuk setelah pintu terbuka otomatis lagi. “Pak Noel,” panggil Ashley yang melangkahkan kaki menuju ruang kerja sang pemilik rumah. “Aku disini, Ash.” Ashley menghentikan langkah saat melihat Noel yang keluar dari kamarnya, bukan ruang kerja. Lelaki yang shirtless dan hanya memakai celana jeans panjang itu berdiri di lantai dua. Ia menatap ke bawah, melihat Ashley yang napasnya terengah karena terburu-buru. “Kupikir kamu akan mengabaikanku. Ternyata … aku tetap menjadi prioritasmu,” ucapnya dengan nada setengah mengejek. Ashley memutar bola mata dengan malas. Ia menadahkan wajahnya untuk melihat Noel di atas. “Apa saya harus kesana?” “Tunggu di san
Bab Lima: Surprise in the morning. Apa yang dikhawatirkan Ashley nanti ketika dirinya harus berpura-pura menjadi pasangan Noel di acara pernikahan sepupu bosnya itu. Apakah dia takut ketahuan? Mungkin saja. Karena sejauh ini berada di samping Noel sudah seperti memang dirinya menjadi pasangan lelaki itu meski statusnya adalah rekan kerja. Bukan hanya itu, Ashley yakin kalau ini sangat berbeda saat bekerja. Dia akan merasa canggung dan merasa kalau ini bukanlah hal yang bagus untuk dilanjutkan. Tapi, bagaimana bisa dia menolak Porsche idamannya? Dia bahkan pernah berandai-andai menjadi wanita paling keren di Big Bang ketika berangkat kerja dengan mobil hebat itu. Dia akan sengaja turun di depan pintu masuk loby dan membiarkan security untuk memarkir mobilnya atau bisa juga dia tak akan membiarkan siapapun menyentuh Lady Porsche miliknya. Hm, bahkan di saat mobil itu belum menjadi salah satu barang mewah miliknya, Ashley sudah memberikan nama
Bab Enam: Itu Bukan Selingkuh! Ashley berjalan di belakang Noel dengan langkah lunglai. Meski dirinya sudah sarapan, tetap saja yang dia butuhkan adalah kafein. Alih-alih diberikan segelas kopi, Ashley dibuatkan susu vanilla hangat dari bosnya sewaktu makan pagi tadi. Aku benar-benar mengantuk. Aku ingin tidur. Boleh tidak kalau aku tidur dua jam lagi? Ashley terus memohon dalam hatinya agar bisa tidur. Tidak mungkin dia mengatakan langsung pada Noel karena sudah jelas jawabannya adalah tidak. Permintaannya akan ditolak. “Pak, permisi,” panggil Ashley sebelum Noel masuk ke dalam ruangannya. “Ya?” Noel menjawab sembari membalikkan badannya. Ia memerhatikan wajah Ashley yang tidak segar seperti biasa. “Boleh tidak kalau saya pergi ke kafe sebelah untuk memesan kopi?” izinnya sebelum pergi keluar. Ashley takut ketika dirinya tidak ada di meja, saat itu Noel membutuhkan bantuannya. “Saya hanya butuh 15 menit saja,” janji A
Bab Tujuh: Burnt Out! Ashley melamun di kursinya. Ia terus memikirkan kata-kata sahabatnya ketika di kafe tadi. Bahkan kopi Americano miliknya saja masih tersisa setengah karena mendadak rasa kantuknya hilang akibat pusing memikirkan definisi arti dari selingkuh yang sebenarnya. Apa aku selingkuh? Apa itu benar-benar selingkuh? Kalau aku bicara pada Justin, apa ini tetap akan dinamakan selingkuh? Tapi, aku gak mungkin bilang ke dia. Dia pasti akan menolak mentah-mentah ide konyol ini. Ergh! Pusing!! "Ash? Are you okay?" tanya seseorang yang sekarang sudah berdiri di dekat meja Ashley. Ashley yang memegang kepalanya langsung terkejut dan menyengir. Ia tak menyangka kalau Noel akan melihat dirinya yang kelewat stress karena hal ini. "Pak Noel? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ashley buru-buru merapikan rambutnya. Noel menaikkan satu alisnya. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sekretaris kesayangannya. Lalu ia member
Bab Delapan: She’s Back. Di telapak tangan Ashley sekarang ada sebuah key card. Ia melangkah tenang menuju kamar yang sudah dipesan atas nama dirinya. Meski sebenarnya kamar suite yang dimasuki oleh Noel pun atas nama dirinya juga, setidaknya sekarang dia benar-benar memakai kamar yang memakai namanya ketika proses check in. “486,” gumam Ashley menatap benda putih berbentuk persegi panjang di tangannya. Ia lalu melihat ke arah pintu dengan nomor yang sama. “Here it is.” Ashley mendekatkan kartu itu dekat kenop pintu dan terdengar suara cklek! Bersamaan dengan terbukanya kunci kamar. Tanpa ragu, Ashley segera memutar kenop dan masuk ke dalam. Lampu otomatis menyala ketika sensor mendeteksi dirinya. “Hhh … tempat tidur,” ucap Ashley dengan senyum letih ketika menatap tempat tidur yang begitu rapi di dalam ruangan wangi. Tanpa berpikir panjang, ia segera melepaskan tas dan meletakkan benda-benda di tangannya di atas na
Bab Sembilan: My Fiance Ashley sudah bisa tersenyum lebar sembari menyetir mobil untuk kembali ke Big Bang. Ia merasa sudah sangat segar sekarang. Di dalam kamar hotel tadi dia bangun langsung cuci muka dan kembali touch up agar terlihat lebih fresh. Tentu saja Noel yang melihat sekretarisnya kembali lagi seperti semula hanya bisa tersenyum tanpa mengatakan apapun. “Pak, sudah makan?” tanya Ashley sambil terus menyetir dan menatap lurus ke depan. “Sudah.” “Oh. Saya belum,” lanjut Ashley dengan santai. “Boleh saya‒” “Lakukan semaumu, Ash.” Noel memotong kalimat Ashley. Tanpa menaruh curiga tentang suasana hati bosnya, Ashley mengangguk dan senang karena dia bisa membelokkan arah mobilnya menuju Mc.D dan bisa memesan via drive thru. “Big Mac, iced coffee tiramisu dan apple pie,” kata Ashley penuh semangat. Kemudian dia memajukan mobilnya lagi untuk membayar dan mengambil pesanan.
Bab Sepuluh: Are You Kidding? Wait a second … Ashley mencerna apa maksud dari kalimat bossnya yang selama ini telah membuatnya begitu emosi. Ia mengerjapkan mata dengan mulut terbuka lalu menoleh pelan pada Noel yang tak menatapnya, melainkan menatap Erika yang begitu shock. Yang dilihat Ashley adalah wajah tampan itu tersenyum tanpa beban dan dosa saat mengatakan kalimat konyol yang bahkan sebelumnya tidak pernah mereka bahas sama sekali. Bagaimana bisa tiba-tiba saja ada pergantian status dalam hitungan detik saja dan itu belum dikonfirmasi sama sekali olehnya. Apa dia sedang bercanda? “Calon tunangan?” ulang Erika akhirnya memecah jeda sesaat. “Ya … Ashley, calon tunanganku.” Sekali lagi Noel menegaskan. Tangannya bukan hanya menggenggam tangan Ashley yang mulai dingin, melainkan merangkul pundak sekretarisnya yang mulai gemetar karena terkejut. “Bukankah dia sekretarismu?” cibir Erika yang tak mungkin bisa dibodo
Bab Sebelas: Married? “Calon tunangan katanya? Yang benar saja!” rutuk Ashley sambil mencengkeram kuat setir mobilnya. Setelah keluar dari ruangan Noel, ia tak peduli dan langsung meraih tas untuk pulang segera. Ia tak ingin tahu apa yang dibicarakan oleh dua orang di dalam ruangan CEO tersebut. Baginya, sudah cukup mendapat kejutan yang menjengkelkan seperti itu, tak perlu dia harus mendengarkan lebih jauh apalagi meminta penjelasan pada Noel. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah ingin melampiaskan kekesalannya akibat ulah Noel. Ashley membelokkan arah mobilnya menuju rumah Justin. Dia butuh seseorang untuk menenangkannya. Saat dirinya berusaha untuk fokus, HP di atas kursi sampingnya berdering dan muncul nama Noel disana. Tanpa ragu Ashley langsung menggeser tanda merah. Ia tak ingin mendengar suara Noel sekarang. Mobil akhirnya tiba di depan sebuah rumah sederhana yang mana isinya ada tiga penghuni lelaki di kamar yang berbeda-beda. Justin tidak tin