Suara tangisan menggema diseluruh ruangan di ruang keluarga. Seorang gadis kecil sedang menangis meraung-raung mencari ibunya.
"Hiks hiks...huaaaaa..mama...mama.."
"Cia sayang, jangan menangis nak cup cup...sudah ya, mama sebentar lagi pulang. Cia jangan sedih lagi ya anak manis" rayu Bi Ida yang siang itu di tugaskan menjaga Marcia.
Seorang pemuda berjalan masuk sambil bersiul dan memutar kunci mobil dengan jarinya seketika langsung berhenti di ruang tengah dan menatap gadis kecil yang sedang menangis itu.
"Cia kenapa Bi Ida ?"
"Oh, Tuan Lian sudah pulang. Ini Non Cia mencari mamanya. Tadi siang Nyonya Ellena mendadak harus ke kantor saat Non Cia sedang tidur siang Tuan".
Marcia yang sedang menangis sesengukan langsung berhenti menangis karena mendengar suara kakak favoritnya.
"Kak Lian.." panggil Marcia dengan lucu sambil menatap Killian dengan mata bulatnya yang bening dan sebiru lautan.
"Hallo Cia manisnya kakak" Killian langsung berjalan ke arah Marcia yang sedang duduk di lantai depan meja kaca di ruangan keluarga, dan berjongkok mensejajarkan tinggi badannya dengan Marcia, menatap mata gadis kecil itu dan mengusap pucuk kepalanya.
"Kenapa manisnya Kak Lian nangis hmm?"
"Cia mau mama" rajuk Marcia sambil menatap Killian dengan mata bulatnya yang masih bersimbah air mata.
"Mama Cia sedang kerja sayang, Cia main dulu sama Kak Lian ya. Jangan nangis lagi nanti cantiknya hilang" bujuk Killian sambil tersenyum lembut.
"Iya Kak. Ayok kita main masak-masakan. Cia udah masak nasi goreng Kak Lian makan ya" ajak Marcia sambil menarik tangan Killian menuju kompor mainannya yang sudah dipenuhi wajan dan piring yang penuh makanan diatasnya. Killian yang melihat hal itu langsung meringis sambil membayangkan dirinya makan makanan mainan yang sudah disiapkan oleh Marcia, gadis kecil yang sekarang tinggal dirumahnya.
***
Hari pun berganti minggu, minggu berganti bulan dan tanpa terasa bulan pun berganti tahun Marcia tumbuh menjadi gadis remaja 15 tahun yang cantik, ceria nan polos dengan mata birunya yang indah. Killian yang selalu bersamanya perlahan mulai merasakan perasaan aneh yang selalu ditepisnya. Dan perasaan itu membuat Killian selalu dihantui rasa bersalah dan takut. Setiap di dekat Marcia jantungnya selalu berdebar tidak karuan membuatnya sulit untuk konsentrasi melakukan apapun.
Pekerjaannya terbengkalai, para kekasihnya pun tidak dia hiraukan, makan tidak tenang dan tidur tidak nyenyak karena selalu terbayang wajah cantik Marcia terutama mata birunya yang selalu membiusnya. Alhasil akhir-akhir ini mata Killian sudah seperti mata panda saja membuatnya selalu di tertawakan sahabat-sahabatnya Bayu dan Ben yang selalu meledeknya.
Tentu saja mereka meledeknya, karena pada akhirnya Killian si Buaya Buntung jatuh cinta juga dan parahnya malah jatuh pada seorang gadis kecil yang tinggal di rumah Killian sendiri. Kalau mereka bilang gadis ingusan yang beruntung karena mampu menaklukkan hati Killian si Buaya Buntung yang tersohor di kalangan ciwi-ciwi.
Siang itu di Hari Minggu yang cerah di rumah Keluarga Tjahyadinata seluruh anggota keluarga sedang berkumpul di ruang keluarga termasuk Killian, Marcia dan pasangan suami istri Tjahyadinata.
Killian sedang memainkan ponselnya mengecek media sosialnya dan grup chat dengan sahabat-sahabatnya. Thomas sang ayah sedang menonton siaran berita dan Ellena sang ibu yang sedang duduk di samping suaminya menyesap tehnya sambil menatap putra semata wayangnya yang sedang sibuk dengan ponselnya. Marcia yang sedang sibuk mengerjakan tugas sekolahnya tidak memperhatikan keadaan sekitar.
Member BoysCool
Me : "Lagi pada ngapain?"
Bayu : "Sibuk"
Ben : "Ada apa Bro"
Me : "Club yuk..Bosen nih"
Ben : "Mau cari mangsa lagi?"
Bayu : "Elaaah cari mangsa mulu kamu Lian. Si Sarah udah putus?"
Me : "Tiffany bukan Sarah lagi man ckck"
Bayu : "Rekor nih baru seminggu uda putus" emoji kacamata
Me : "So, nanti malam jam biasa ya awas kalian kalo nggak datang"
Ben : "Siap Bos Lian"
Bayu : "Beres"
"Lian, kamu mau kemana nak? Uda rapi aja" tanya Ellena sambil berjalan kearah putranya yang sedang membuka pintu rumah.
"Lian ada janji sama temen Bu. Nanti malam Lian pulang ke apartemen besok pagi ada meeting di kantor"
"Hati-hati sayang. Ingat kamu besok pagi ada meeting jangan pulang kemalaman"
"Iya Bu. Lian pergi dulu"
Killian segera masuk ke mobilnya yang sudah standby di halaman rumah dan langsung melaju ke club sambil melambaikan tangan pada Ellena.
Dentuman musik langsung menyapa pendengaran Killian saat dirinya menginjakkan kaki ke Club X, club malam kelas atas di Jakarta. Banyak pasangan sedang berdisko di lantai dansa dan Killian menyapa beberapa kenalannya yang kebetulan bertemu dan menyapanya.
Malam itu pria berusia 30 tahun itu mengenakan kemeja hitam dipadukan dengan celana jins hitam dan sepatu kasual.
Dengan penampilan yang memukau serba hitam Killian yang berwajah tampan terlihat matang, dewasa dengan tatapan tajam bak Dewa Kematian nan tampan yang tidak bisa di tolak dan membuat wanita-wanita yang melewatinya menengok dua kali padanya bahkan ada yang sekedar berhenti hanya untuk mengusap dada bidangnya yang sexy yang tercetak jelas di kemejanya untuk menggodanya.
Sedangkan Killian yang memang berkepribadian ramah dan sedikit nakal tentu saja menyapa wanita-wanita itu tidak mau kehilangan kesempatan untuk saling menggoda. Dengan senyuman mautnya Killian sungguh menguasai keadaan sambil berjalan ke arah ruang VIP di lantai 2 tempatnya nongkrong dengan sahabat-sahabatnya.
***
Sinar matahari menembus keremangan kamar itu, menyilaukan mata yang sedang terpejam dan mengusik tidur nyenyak seorang pria yang terbaring di atas tempat tidur berukuran king size itu. Jemari lentik seseorang mengusap dada pria itu perlahan-lahan yang dengan segera ditangkap olehnya.
"Hentikan" cegah Killian sambil menengok ke wanita di sampingnya dengan raut wajah setengah mengantuk dan tidak suka. Rambut hitamnya yang berantakan dan suaranya yang serak karena baru bangun tidur semakin menambah aura seksinya yang sungguh tidak bisa ditolak wanita normal manapun.
"Ayolah baby semalam kamu tidak menolak aku" wanita itu tersenyum genit sambil mengerjapkan matanya. Jemari lentiknya mulai beraksi lagi ke arah dada bidang Killian yang dengan segera ditepis lagi oleh pria itu.
"Lebih baik kamu pulang sekarang Sarah!" tegas Killian sambil bangkit dari tempat tidur dan mengenakan pakaiannya satu per satu lalu bergegas ke kamar mandi yang ada di kamar itu.
Selangkah sebelum kakinya mencapai pintu kamar mandi, Killian memutar tubuhnya dan menatap tajam Sarah sambil meraih kenop pintu kamar mandi " Sebaiknya kamu sudah tidak ada disini sebelum aku selesai atau kamu akan merasakan akibatnya" Dan sebelum Sarah menjawabnya Killian sudah membanting pintu kamar mandi dan tidak lama kemudian terdengar suara air mengalir.
Kesal diperlakukan seperti itu, bergegas Sarah memungut pakaiannya yang tercecer sejak semalam dan mengenakannya dengan cepat supaya bisa segera pergi dari apartemen ini. Karena siapa sih yang mau berurusan dengan Killian Tjahyadinata yang kejam dan nggak kenal ampun itu kalo uda marah...hiihh membayangkannya aja udah nakutin.
Mereka memang pernah pacaran biarpun cuma seminggu. Siapa sih yang menolak menjadi kekasih Killian Tjahyadinata si badboy penuh kharisma itu. Senyumnya yang menawan dan terkesan nakal membuat kaum hawa tergila-gila padanya.
Tapi entah kenapa Killian selalu tidak berminat jika sudah diajak berkomitmen ke jenjang yang lebih serius. Dan semalam memang hari keberuntungan Sarah, kebetulan yang manis padahal seminggu yang lalu Killian baru memutuskan hubungan mereka yang baru berjalan seminggu. Bayangkan cuma seminggu. Singkat banget!
***
Seperti biasa suasana lobby di gedung Phoenix Corporation selalu sibuk dan ramai. Gedung berlantai 30 itu tidak pernah sepi sejak resmi beroperasi 35 tahun yang lalu.
Killian melajukan mobil sedan mewahnya langsung menuju parkiran basement gedung slot khusus petinggi Phoenix Corporation. Bercermin sebentar di kaca spion tengah sambil merapikan rambutnya yang sudah rapi dan diberi pomade, Killian berjalan ke lift dan menekan angka 10 yaitu lantai tempat kantornya berada.
"Selamat Pagi bos" sapa Agung sekretaris pribadi sekaligus teman Killian sejak kuliah di New York.
"Pagi. Jadwal saya apa hari ini?"
"Jam 10 pagi meeting dengan pihak vendor untuk pameran teknologi bulan depan, jam 12 makan siang untuk membahas proyek kerja sama dengan PT Berkarya Abadi untuk resort di Pulau Lombok yang sedang dalam tahap finishing bos, setelah itu anda free"
"Ok siapkan bahan meeting untuk nanti. Jangan ganggu saya kalo belum jadwalnya meeting" kemudian Killian menyalakan laptop di mejanya dan langsung tenggelam dalam pekerjaannya.
"Bos saatnya meeting dengan vendor"
"Ok"
***
Sore itu bunyi ponsel yang terus berdenting mengganggu konsentrasi Killian, digesernya ikon hijau pada layar ponsel itu tanpa melihat nama si penelpon
"Hallo"
"...." seketika wajah Killian berubah lebih cerah dan senyum menawan merekah di bibirnya.
"Baiklah. Kakak jemput sekarang di sekolah ya darl"
Killian langsung merapikan berkas yang betebaran di mejanya dan mematikan laptopnya, mengambil ponsel dan kunci mobil sambil mengecek waktu di tangan kanannya. Hhmm jam 3 sore batinnya kemudian bergegas untuk menjemput pujaan hatinya.
"Gung, Saya pulang dulu" pamit Killian dan bergegas berjalan ke lift.
Mobil sedan mewah itu melaju mulus dengan lancar meninggalkan gedung Phoenix Corporation. Sambil menyetir Killian menghubungi ponsel Marcia "Hallo Darl, kakak sudah mau sampai kamu siap-siap ya di depan"
"Ok Kak, Cia uda di depan nih"
"Baiklah tunggu kaka...Akkhhhh!" Killian tidak menyelesaikan perkataannya karena detik berikutnya suara bunyi ban mobil yang berdecit disusul bunyi berdebum dan kaca pecah sudah mendominasi ponsel Marcia.
***
Bersambung...
Killian melajukan kendaraannya dengan mulus sambil bersenandung mengikuti lagu yang sedang diputar di radio. Dia tersenyum senang karena akan bertemu Marcia lagi. Gadis terkasihnya.Ya, Killian akhirnya menyadari kalau dia sudah jatuh cinta kepada Marcia, gadis kecil cantik bermata biru yang tinggal di rumah orang tuanya.Rasa berdebar, gugup dan salah tingkah yang kerap menderanya jika Marcia berada di dekatnya membuatnya menyadari perasaannya kepada Marcia.Dan mengetahui hal itu Killian ketakutan akan perasaannya kepada gadis itu. Takut karena perbedaan usia mereka terpaut 15 tahun perbedaan yang sangat jauh, takut jika kedua orang tuanya tidak merestui hubungan mereka, takut jika dia menyampaikan perasaannya kepada Marcia, hubungan mereka akan berubah dan berjarak, takut hanya karena perasaannya suasana damai dan harmonis di rumahnya akan rusak dan terutama takut jika Marcia menolaknya dan pergi dari rumah karena tidak memiliki perasaan yang sama kepad
Killian hanya menatap dingin tangan Keenan yang disodorkan padanya kemudian berbalik ke sampingnya dan mengusap rambut Marcia dengan sayang. "Darl apa benar bocah ini kekasihmu?" Bocah ? Batin Marcia sambil mengerutkan dahinya bingung. Kemudian sadar kalau yang dimaksud kakaknya adalah Keenan, Marcia langsung menjawab "Iya Kak. Keenan kekasih Cia. Kami udah empat bulan bersama" Marcia tersenyum sumringah sambil menatap Keenan yang juga tersenyum lembut padanya dan menggandeng tangan laki-laki itu. Killian yang mendengar pengakuan Marcia langsung merasakan ada yang nyeri dan berdarah di hatinya, bagai petir di siang bolong dia di kagetkan dengan pengakuan gadis tercintanya. Rasanya ada yang sedang mengiris-iris hatinya yang sudah hancur dan bernanah. Apalagi Killian menyaksikan adegan itu tepat di depan matanya. Tatapan lembut Marcia begitu penuh cinta kepada bocah ingusan ini membuat Killian cemburu
Seorang wanita berjalan tergesa-gesa menuju unit apartemennya. Bunyi sepasang sepatu hak tinggi memenuhi koridor apartemen mewah di lantai dua puluh itu. Koridor yang sepi membuat suasana semakin mencekam. Wanita itu membetulkan tas mahalnya yang tersampir di pundaknya yang terpampang mulus, dress mahalnya yang bermodel sabrina memang seksi dan mempertegas lekukan tubuhnya yang semampai dan berisi. Sampai di depan unit apartemen tujuannya, dengan percaya diri wanita itu memencet kode private dan mulai melangkah masuk ke unit apartemen tersebut dengan perlahan. Ruangan yang temaram menyambut penglihatan wanita itu. Melepas sepatu heelsnya, meletakkan tas mahalnya dan mulai menyalakan saklar lampu untuk menerangi ruangan tersebut, wanita itu mulai berjalan dengan santai menjelajahi ruangan-ruangan di apartemen tersebut, hingga saat di ruangan dapur tiba-tiba ada sepasang tangan kekar yang mendekap wanita itu dari belakang, memeluknya erat
‘Sial!’ Batin Angga. “Jawab Pa!” Teriak Putri sudah mulai murka. “Ma, Papa bisa jelaskan” Angga berusaha membujuk istrinya, Putri agar mendengarkannya. Perlahan di tuntunnya istrinya untuk duduk di sofa di kamar mereka, tetapi Putri menepis tangan Angga dengan kasar dan mulai berjalan sendiri kearah sofa dan duduk di sana dengan anggun. “Aku mendengarkan” Mulai Putri dengan dingin sambil menatap tajam Angga tanpa senyum sama sekali. Tangannya bersedekap di dada menunggu penjelasan atau entah kebohongan apalagi yang akan di katakan suaminya itu. Melihat gesture istrinya, Angga menelan saliva gugup kemudian berdeham tidak ingin terlihat salah tingkah dan berusaha tenang, lalu duduk di samping istrinya dan mulai menjelaskan. “Ma, itu…jadi ehem” Angga berdehem lagi karena merasa terintimidasi dengan tatapan tajam istrinya. Putri bergeming di tempat duduknya tidak mengindahkan kegelisahan Angga. “Ma, kemarin mama tau kan kalau perus
Marcia yang tidak siap di dorong sekuat itu langsung jatuh ke arah motor yang baru saja di parkir dan knalpotnya masih panas ketika tiba-tiba sebuah tangan menangkapnya. “Sayang!” teriak Keenan sambil menangkap tubuh Marcia yang punggungnya sudah hampir menghantam badan motor. Ditariknya tubuh Marcia dengan gesit ke dalam pelukannya. “Kamu udah gila hah!” sentak Keenan kepada Amira yang uda kesal karena melihat Keenan cowok incarannya memeluk Marcia cewek yang paling tidak disukainya. “Kalau sampai Marcia terluka aku tidak akan memaafkanmu!” hardik Keenan masih tidak suka atas kelakuan Amira. Kemudian Keenan langsung menggandeng tangan Marcia dan membawanya berjalan menjauh. “Ayo Sayang kita pergi” &n
"Sudahlah Killian, jangan minum lagi. Kamu tuh udah mabuk berat. Ayo aku antar sampai ke apartemenmu" cegah Benjamin salah satu sahabat Killian. Selama di New York, Killian dan Benjamin memang kerap hangout bersama. Malam ini sebenarnya Killian ingin menyendiri tapi entah bagaimana Benjamin tau dirinya sedang mabuk berat begini. Karena sudah mabuk berat Killian menyerah dan dia pun ambruk di parkiran di depan mobilnya sendiri. Benjamin yang melihat itu menghela napas dalam lalu segera memapah Killian dan membawanya masuk ke dalam mobil. "Berat banget sih kamu Lian...kamu berhutang padaku sobat" gumam Benjamin sambil menyalakan mesin mobil di kursi pengemudi lalu membawa killian pulang ke apartemennya dengan selamat. *** "Duhhh...sakit" Killian memegangi kepalanya yang sakit bukan main pagi itu. Biarpun uda sering mabuk tapi rasanya mabuk kali ini sangat be
“Ya?”“Agung, atur penerbangan untukku kembali ke Jakarta”“Secepatnya!”“Baik Bos”Killian kemudian mematikan ponselnya, menuangkan wine ke dalam gelas dan menyesapnya perlahan sambil memandang hamparan langit sore dari jendela besar di apartemennya di New York. Sambil memikirkan langkah-langkah yang harus di ambilnya saat di Jakarta nanti.Tapi pertama-tama ia harus mendelegasikan tugasnya terdahulu kepada wakilnya di Phoenix Corporation cabang New York.***Jakarta, Kampus“Marcia!” panggil Adel Handoko sahabat Marcia di kampus.“Ya?” Marcia yang sedang menerima telpon membalikkan tubuhnya dan memandang penuh tanya pada temannya sambil memegang ponselnya di telinga.“Ok Bu, nanti aku jemput Kak Killian di bandara. Jam 5 sore kan pesawatnya?” lanjut Marcia berbicara pada ponselnya dimana ada ibunya yan
Mereka bertiga turun dari mobil sambil tertawa dan bercanda. Adel bahkan udah nggak malu-malu lagi bicara dengan Killian. Marcia bahkan sampai geleng-geleng kepala sambil tersenyum geli melihat Adel lebih mendominasi pembicaraan dengan Killian. “Sayang, kamu sudah pulang?” sapa Keenan dari arah ruang keluarga. “Keenan!” jawab Marcia sambil tersenyum berjalan kearah Keenan yang menantinya di sofa. Marcia langsung duduk di sebelah Keenan dan mencomot kentang goreng mayonaise dari meja sofa. Killian yang melihat itu langsung terdiam tidak suka akan kedatangan Keenan ke rumahnya. “Kakak ke kamar dulu Darl. Yuk Keenan dan Adel duluan ya” tukas Killian sambil melihat sekilas dengan datar ke Keenan. Lalu bergegas naik ke kamarnya di lantai dua. “Iya Kak. Istirahat dulu. Kalau sudah mau makan malam nanti Cia panggil” sahut Marcia yang sedang duduk disamping Keenan.