Hayo... siapakah yang dipilih Amanda? Washington atau Athena??? Max atau Kairo?? Kalau author sih mau dua2nya wkwkwk
Amanda memasuki mobilnya dengan tangan yang gemetar dan perasaan yang kacau balau. Dengan hati yang terasa berat, ia pun menghempaskan bokongnya di atas kursi pengemudi. Jemarinya mencengkram setirnya erat-erat, dengan kening yang juga bersandar di sana. Berulang kali ia menarik napas untuk meredakan debaran jantungnya yang berdentam dengan liar tak terkendali. Sam sialan! Lelaki itu telah membuat semua usahanya selama ini untuk melupakan Kairo pun menjadi goyah, dan kembali mengingat lelaki itu!! Amanda mendesah pelan. Satu tangannya refleks terulur ke dalam saku jeans untuk menarik secarik kertas yang tersimpan di sana, lalu membaca kalimat yang ditulis dengan tangan itu. ~Stasiun Milano Centrale, pukul 7 malam ini, kereta 8024. Be there, Nona Amanda~ "Aaaahh!!" Amanda pun menjerit frustasi. Kenapa debaran jantungnya semakin menggila ketika membacanya??! Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Dia sudah berjanji pada Max untuk bersama-sama berangkat ke Washington beberapa min
"KAIRO..." Netra zamrud itu terlihat berkilau karena cairan bening yang membasahinya. Amanda menatap Kairo seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia terlalu lama tidak bertemu lelaki bersurai pekat ini, hingga membuat satu sudut hatinya yang beku kini mulai menghangat.Sosok yang ada di hadapannya itu terlalu tampan dan sempurna, namun sekaligus juga terlihat sangat berbahaya. Kairo memiliki garis wajah aristokrat dengan hidung yang sangat mancung, bibir tipis namun panjang dengan sudut-sudutnya yang selalu melekuk ke atas, mata berbentuk almond dengan iris kelabu bagai awan badai yang dinaungi sepasang alis tebal dan sepekat rambutnya.Garis rahang yang tegas berbentuk L membuat penampilannya semakin terlihat maskulin, meskipun ia memiliki kulit yang termasuk kategori putih tapi tidak seputih Sam ajudannya yang berasal dari keturunan negara tirai bambu.Wajahnya yang terlalu memikat itu seakan menyembunyikan pribadi yang 'nakal', bagaikan malaikat pembangkang yang baru saj
Amanda menjerit lirih dengan suaranya yang mulai serak karena terlalu sering menjerit. Sudah hampir tiga jam Kairo membuatnya tak berkutik di ranjang yang mulai tak berbentuk, sejak Kairo mulai menyetubuhi gadis itu dengan ganas."Kairo..." desahnya dengan napas yang terputus-putus, setelah pelepasannya yang tak terhitung sudah keberapa kalinya. Namun lelaki yang dipanggil itu tidak mengindahkan permohonan wanitanya yang sudah terkulai lemas itu. Lidah Kairo masih asik bergerilya di bagian hangat inti tubuh Amanda, menyapu, menjilat dan menghisap hingga rasanya jiwa wanita itu pun ikut tersedot dalam gelombang arusnya yang meluluhlantakkan jiwa.Sekali lagi Amanda menjerit. Tubuh indah bersimbah peluh itu pun menegang kaku, sebelum kembali lemas dan gemetar.Kairo pun mengamati wanitanya dengan tatapan memuja. Semua yang ada pada Amanda begitu indah, bagai mahakarya langka yang hanya ada satu di dunia. Dan lelaki itu merasa sangat beruntung karena sosok secantik ini kini berada di
"Kenalkan, namaku adalah Madam Ivonne, pemimpin Cielo Nostra. Dan aku... juga ibu dari Amanda Almira, Mr. Webster." *** Skenario terbaik yang terpikirkan oleh Max atas kemiripan sosok di hadapannya ini dengan Amanda, memang tidak jauh melenceng dari pernyataan Madam Ivonne. Max sudah menebak kalau wanita ini kemungkinan adalah ibu dari Amanda, meskipun di profile pribadi Amanda yang tersimpan dalam dokumen The Golden Badges, menyatakan kalau Amanda tidak memiliki seorang ibu sejak usianya lima tahun, karena wanita yang melahirkannya itu telah meninggal disebabkan kecelakaan lalu lintas. Dan kini, 21 tahun kemudian wanita itu tiba-tiba muncul kembali dari kematian, serta menjadi pimpinan organisasi mafia berbahaya Cielo Nostra?? Ivonne tertawa tanpa suara melihat Max yang masih terdiam. Sekarang ia yakin kalau lelaki muda yang menawan di hadapannya ini tidak akan menyerangnya, meskipun ikatan yang membelenggunya telah dilepaskan. Max pasti sangat penasaran pada dirinya. Lalu
Pagi hari yang agak mendung menyapa di kereta ekspress tujuan Athena, Yunani. Perlahan Amanda membuka kelopak matanya yang terasa amat berat. Meskipun tubuhnya masih serasa remuk karena kelelahan melayani birahi Kairo yang nyaris semalaman tak henti-henti bercinta dengannya, namun perasaannya sangat bahagia. Rasanya seperti jiwanya kini telah bebas. Senyum pun merekah di bibir merah muda tanpa perona itu, ketika menyadari kalau dirinya berada di dalam dekapan tubuh hangat yang menguarkan aroma maskulin yang sangat ia sukai. Aroma Kairo. Perlahan, Amanda pun berusaha untuk bergerak melepaskan pelukan erat Kairo untuk membersihkan diri ke kamar mandi. Pada saat akhirnya ia berhasil membebaskan diri, Amanda pun meraih kemeja Kairo yang tergeletak di lantai dan mengenakannya untuk menutupi tubuh polosnya. Amanda hanya bisa mendesah pasrah melihat kondisi semua pakaiannya yang terlihat mengenaskan, tak berbentuk dan robek di sana-sini akibat keberingasan lelaki yang sudah mengk
Amanda membuka jendela mobil dan menjulurkan wajahnya, membiarkan angin hangat negara Yunani menyapa kulitnya yang merona karena gembira. Selama berada di Milan, Amanda jarang sekali travelling keluar dari negara Italia. Kesibukannya sebagai supermodel sekaligus collector di The Golden Badges membuatnya memanfaatkan hari libur hanya untuk beristirahat di apartemennya. Saat mereka semua turun dari kereta tadi, hari telah menjelang sore. Kairo menggandeng tangannya dengan erat sepanjang perjalanan mereka dari kereta menuju bagian depan stasiun, dimana sebuah Limousine hitam dan beberapa SUV telah menunggu. Kairo, Amanda, Sam dan Dario memasuki Limousine itu, sementara beberapa anak buah Kairo memasuki tiga SUV lainnya. Amanda menutup jendela mobil lalu melirik Kairo yang masih serius berdiskusi dengan Sam dan Dario. Wanita itu sengaja menjauhkan diri dari ketiga lelaki itu dengan mengambil tempat duduk di bagian ujung mobil. Sebenarnya Kairo tidak melarangnya untuk me
"Amanda!" Meskipun wanita itu berlari kencang menuju halaman belakang Mansion yang cukup luas, namun dengan kakinya yang jauh lebih panjang, Kairo pun akhirnya bisa langsung menyusul dan menahan pergelangan tangan Amanda hingga wanita itu tak bisa berlari lagi. "Lepas, Kairo!" Bentaknya gusar, sambil berusaha menepis cengkeraman kuat namun anehnya tidak menyakiti di pergelangan tangannya itu. Alih-alih melepaskan, Kairo malah menarik tubuh wanita cantik bersurai coklat itu hingga menubruk dadanya. "Lepaskan!!" Jeritnya lagi dengan berkali-kali memukuli dada Kairo kuat-kuat. "Dengarkan aku dulu, Amanda!" "Dengarkan apa? Bahwa kamu masih saja belum bisa mengatakan apa pun tentang dirimu, begitu?! Sebenarnya kamu anggap aku ini siapa sih?? Hanya jalang untuk memuaskan nafsumu saja, kan?!" semprot Amanda gusar. Dengan mengabaikan Amanda yang terus memukulinya, Kairo pun menangkupkan kedua tangan di pipi wanita itu dan menatap lurus ke dalam netra hijau zamrud yang kini terlihat
Suara rentetan senjata yang masih terdengar dari dalam Mansion otomatis membuat Kairo kalang-kabut dan berniat langsung berlari ke dalam. Namun ia baru teringat akan Amanda yang sedang bersamanya. "Tolong jaga Amanda! Aku mempercayaimu!" Sergahnya kepada Monica, yang juga hendak bermaksud menghamburkan diri ke dalam Mansion. "Tidak, Kairo! Aku juga mengkhawatirkan papa!" Balas Monica berteriak gusar. Papanya, Luca Romano, sesaat tadi ia tinggalkan di ruang baca, sebelum Monica turun dan mencari Kairo. "Aku yang akan memastikan kalau Signore Luca baik-baik saja, Monica. Aku berjanji padamu! Bawalah Amanda ke pondok di hutan, kumohon." "Tidak! Jangan masuk, Kairo! Jangan tinggalkan aku!" Pekik Amanda dengan memeluk Kairo erat. Suara senapan yang membelah udara itu terdengar begitu bengis. Amanda takut jika Kairo akan terluka, atau bahkan... Kairo melepaskan pelukan itu lalu mengecup kening Amanda yang berkerut cemas. "Pergilah dengan Monica, Amanda. Aku akan menyusulmu ke
"Setelah bertemu dengan Luca, kita langsung ke kamar saja. Aku tidak akan membiarkan kekasihku yang cantik ini turun dari ranjang lagi selamanya!" Tegas Kairo sambil menggeram di bibir Amanda dan melumatnya penuh gairah.Amanda sedikit kelabakan menerima serangan bibir Kairo yang menerjangnya dengan tiba-tiba bagaikan terpaan angin badai, tak membiarkan dirinya bersiap-siap terlebih dahulu.Desah lembut yang tak sengaja lolos dari bibir merah muda Amanda membuat Kairo semakin bersemangat. Lelaki itu pun mulai mendesak kekasihnya di dinding, dengan sengaja menghimpit tubuhnya hingga Amanda tidak akan mampu berkutik.Kairo membawa kedua tangan Amanda dan mengalungkan di lehernya, dan menggeram puas tatkala Amanda membenamkan jemarinya di dalam kelebatan rambut pirang tembaga lelaki itu. Kairo pun langsung menyambar pinggang ramping Amanda dan semakin merapatkan tubuh mereka, tak membiarkan jarak sedikit pun berada di antara mereka. Bahkan angin saja tak mampu melewati kedua tubuh yan
Amanda merinding ketika ia telah berada sangat tinggi dari atas tanah, bergelantungan bersama dengan Kairo di tangga tali yang terjulur dari dalam helikopter. Rasa cemas dan takut akan terlempar ke bawah membuatnya sedikit gentar.Namun perasaan itu pun seketika luntur, ketika tubuh besar Kairo pindah dan mengurung punggungnya dari belakang untuk memberikan kehangatan dan rasa aman yang tak dapat dijelaskan."Dingin?" Bisik lelaki itu di telinga Amanda. Napas Kairo yang hangat berhembus menerpa kulit leher Amanda.Amanda tersenyum dan menoleh, menatap netra Kairo yang dilapisi lensa kontak biru. "Sudah tidak lagi."Kairo pun mengeratkan dekapannya sambil mengendus-endus rambut Amanda yang terbang berhamburan terkena angin. "Sebentar lagi sampai, Sayang. Maaf kalau jemputannya tidak sesuai harapan.""Hm. Sesuai kok. Ini jemputan paling menyenangkan bagiku. Bisa menikmati pemandangan indah sambil dipeluk dengan erat," goda Amanda.Kairo terkekeh pelan. "Kamu suka pemandangannya?" Ama
"Keluar kau, pengecut! Hadapi aku!" Bentak balik Kairo yang kini terlihat sangat gusar. "Aku memintamu menjaga Amanda, bukan mengurung dan menjauhkannya dariku, brengsek!!" Desing suara peluru yang dimuntahkan senjata pun kembali terdengar. Kairo sepertinya sudah benar-benar geram dan gelap mata, hingga tanpa henti terus menembaki mobil mewah Max sebagai sasarannya, yang kini terlihat hancur mengenaskan. "Kairo!" Amanda berteriak memanggil kekasihnya, ketika melihat lelaki itu sepertinya sangat murka kepada Max. Amanda sebenarnya juga kesal dengan lelaki itu, namun ia tak ingin Kairo sampai menyakiti Max. "Berhenti! Kamu bisa mengenai Max!" teriak gadis itu lagi. Seketika Kairo pun menghentikan tembakannya, bagai anjing yang menuruti perintah tuannya. Sambil berdecih, ia menatap Amanda tanpa senyum. "Aku memang berharap salah satu peluru mengenainya, Sayang. Dia sudah benar-benar keterlaluan!" "Kairo, come on! Bukankah aku sudah menepati janji? Akulah yang merawat dan menj
Max mendorong perlahan kursi roda Amanda keluar dari ruangan VVIP menuju ke arah lift. Sepanjang perjalanan sejak mereka keluar dari kamar rawat, beberapa orang lelaki berjas hitam terlihat siaga dan berjaga.Max yang kini telah kembali resmi menjabat sebagai Pemimpin The Golden Badges cabang Milan, meminta pengawalan khusus untuk Amanda mengingat wanita itulah yang menghilangkan nyawa Ivonne Jessica Russel, pemimpin mafia Cielo Nostra. Keselamatan Amanda pun terancam, karena akan selalu ada kemungkinan para anggota mafia itu yang akan balas dendam kepadanya.Sesampainya di taman rumah sakit, Amanda memejamkan mata dan menghirup udara bebas dalam-dalam, membiarkan angin meniup lembut helai-helai rambut coklatnya.Aneka warna bunga yang bermekaran di taman pun seketika menjadi mood booster bagi Amanda.Seulas senyum kecil terlukis di bibirnya ketika mengamati bunga Peony merah rose dan kuning terang yang cantik."Kamu suka Peony?" Tanya Max ketika melihat tatapan tak putus Amanda ke
Saat Amanda kembali membuka kedua matanya, pertama kali yang ia sadari bahwa dirinya tengah berada di tempat yang tidak ia kenal. Apa dia masih berada di pantai aneh itu?Sepertinya tidak... karena untuk kali ini semuanya terasa begitu nyata, sangat berbeda dengan sebelumnya.Aroma khas rumah sakit menguar dan terhendus di hidung Amanda, membuatnya yakin kalau dirinya sedang terbaring di atas brankar."Amanda, kamu sudah sadar?"Suara seorang lelaki menyapanya lembut, membuat kepala bersurai coklat itu pun menoleh untuk melihatnya."Max??" Amanda mengernyit dan bertanya dengan suara yang serak. Dengan susah payah, ia pun menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. "Aku... dimana?" Max berjalan mendekatinya sambil tersenyum. "Kamu di rumah sakit. Sudah seminggu kamu mengalami koma, Amanda. Dan baru lima jam yang lalu akhirnya kondisi semua alat vitalmu mulai membaik sebelum kamu pun mulai sadar."Lelaki itu menuangkan air dari teko kaca ke dalam gelas, lalu memb
Kedua kelopak mata itu pun mulai terpisah secara perlahan, saat wanita itu merasakan air membasahi bagian bawah tubuhnya yang rebah di atas pasir empuk yang lembab.Tunggu dulu.Pasir??Serta-merta netra hijau zamrud itu pun membelalak lebar, tatkala baru menyadari dimanakah dirinya kini berada.Dengan gamang, wanita itu pun beranjak duduk. Pertama-tama sekali ia memandangi kedua tangan dan membolak-balikkan telapaknya dengan heran.Hei, jadi dia... tidak meninggal??Lalu ia pun mengalihkan wajah untuk mengamati sekitarnya. Manik bening itu pun membola menatap lautan lepas di sampingnya, dengan mentari yang bersinar cerah serta awan biru sebagai cakrawalanya.Ia benar-benar tidak ingat bagaimana bisa ia berada di pantai yang indah ini, dan tertidur di atas pasirnya.Apa yang terjadi?Suara tawa dan pekikan riang memutus lamunan wanita itu, membuatnya menoleh dan mencari sumber suara yang membuat jantungnya berdebar penuh antisipasi. Bukankah tawa itu terdengar familier?? Ia pun men
Amanda di waktu ia masih kecil, sesungguhnya tidak pernah terlalu berharap banyak.Ia hanya ingin Mommy sesekali menyapanya di pagi hari saat sarapan. Atau bertanya bagaimana harinya. Atau paling tidak sesekali mengantarnya ke sekolah.Hanya itu.Tapi Mommy... tak pernah peduli padanya. Bahkan Mommy sering menatapnya seperti menatap seekor hama atau hewan pengganggu. Dingin, dan tanpa kasih sayang sama sekali.Lalu ketika dua puluh satu tahun kemudian ia bertemu kembali dengan wanita ini, Amanda mengira bahwa Mommy-nya telah berubah. Sikapnya terlihat hangat dan perhatian, tidak dingin lagi kepada Amanda. Amanda bahkan tak terlalu peduli dengan status wanita itu sebagai pemimpin Cielo Nostra. Ia hanya menginginkan untuk berada di samping wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Ia ingin bersama Mommy, untuk membalas tahun-tahun yang tidak ia lewati bersamanya.Tapi apa yang terjadi?Mommy... wanita yang sangat ia rindukan dalam hidupnya... telah meracuninya dengan suntikan beris
Ivonne terdiam. Matanya nyalang menatap Max dengan sorot menusuk, geram karena lelaki itu telah berani berkhianat. Oh, bukan berarti hal ini tidak diantisipasi oleh wanita yang masih terlihat memukau di usianya yang telah matang tersebut, hanya saja sebenarnya Ivonne lumayan berharap banyak pada Max. Cih, sepertinya pria itu pun masih mencintai putrinya bahkan setelah Amanda jelas-jelas mengkhianatinya! Sangat menjijikkan. Ivonne menyapu seluruh ruangan yang dipenuhi mayat bergelimpangan dan percikan darah dimana-mana, akibat Max yang menembaki tubuh pengawalnya tanpa ampun. Secercah senyum sinis pun seketika terbit di bibir berperona merah menyala itu. "Maximilian Webster...," desahnya lirih sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ivonne lalu memangku dagu dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja. "Apa kamu sadar bahwa tindakan heroikmu ini hanya akan berbuah sia-sia?" Sinisnya dengan tatapan tajam yang terhunus kepada Max. "Kalian berdua saja tidak akan bisa mengal
"Apa yang kamu lakukan, Ivonne?" Max mengernyit heran menatap wanita yang kini sedang menunduk di atas tubuh Kairo yang telah tergeletak diam tak bergerak di atas lantai. Wanita itu pun menoleh, lalu tersenyum lebar kepada Max. "Tidak ada. Aku hanya ingin merasakan tubuhnya. Kamu tidak akan cemburu, kan?" Godanya sambil mengedipkan mata. Max pun berdecih. "Apa yang bisa dirasakan? Dia kan pingsan!" Dengusnya. Ivonne tertawa kecil, jemarinya sedari tadi tak lepas mengelus abs Kairo yang membuatnya terpesona. "Oh, dia akan bangun, tenang saja. Apalagi jika sudah merasakan kenikmatan yang akan kuberi," tukasnya dengan yakin. Tiba-tiba pintu ruangan itu pun terbuka dari luar, dan masuklah seseorang yang langsung memberikan hormat kepada Ivonne. "Maaf kalau mengganggu, Madam. Tapi Nona Amanda lolos dan melarikan diri dari kamarnya! Beberapa orang saat ini sedang mengejarnya," lapor lelaki itu dengan wajah menunduk takut. "APA?!" Perubahan air muka Ivonne pun membuat lelaki itu s