Home / Romansa / I LOVE ME / 3. Tawaran Menjadi Calon Agen Intelijen?

Share

3. Tawaran Menjadi Calon Agen Intelijen?

last update Last Updated: 2021-04-27 09:55:19

"Tunggu Pak!" Dev menahan langkahnya ditempat sebelum mencapai ambang pintu keluar.

"Apa lagi?"

Kepala Dev lantas meleneng ke arah Bapak Kos yang berdiri tidak jauh dari pintu. Menampilkan sorot mata minta belas kasih kepada beliau.

"Pak, tolong saya ..."

Dahi Pak Kos menyerngit. "Ngapain? Orang kamunya yang salah! Bawa-bawa sabu!"

"Tapi itu bukan punya saya Pak! Saya aja nggak tahu kalau barang itu di lemari! Saya kan baru pindah!!" elak Dev.

"Hei!" Pak Polisi kembali mendorong Dev. "Kalau kamu terus merengek seperti ini, kamu malah makin kita curigai loh!"

"Benar. Kalau kamu memang bukan pemilik sabu itu, mustinya kamu nggak takut dibawa untuk diperiksa lebih lanjut! Kami hanya mau tes urin kamu untuk lebih memastikan!" timpal polisi satunya.

Dev tercenung. Satu pikiran menduga sesuatu di benaknya.

"Tunggu sebentar." Dev lantas menoleh kearah Pak Kos. "Anda sekalian mungkin menemukan sabu itu di kamar saya. Tapi kan saya baru pindah. Bisa saja ini milik anak kos sebelum saya. Dan bisa saja ini milik Pak Kos."

DEG!

Tanpa disadari, gesture tubuh Pak Kos menegang. Matanya mengerjap dua kali. Entah karena shock atau tidak terima dengan tuduhan itu. Tapi yang pasti, air mukanya langsung berubah marah.

"Kamu nuduh saya? Yang bener aja! Jelas-jelas sabu itu diketemukan di kamar kamu, kan?"

Dev memutar bola matanya, berpindah menyorot ke pak polisi berjanggut. Lalu menerbitkan seringaian kepada beliau.

"Tuh, Bapak denger sendiri. Bapak Kos aja lebih tahu kalau barang narkotik itu jenisnya sabu. Padahal Pak polisi belum ngasih tahu kan?"

Semua yang ada disana seketika membeku. Dalam hati masing-masing membenarkan ucapan Dev. Dari tadi Pak polisi sama sekali belum memberitahu jenis narkotika itu pada siapapun. Termasuk pada Pak Kos.

"Ya saya nebak aja! Kebetulan pas bener! Kamu nggak boleh su'udzon!" hardik Pak Kos tidak terima.

Giliran ketiga Pak polisi itu melirik Pak Kos dengan tatapan menyelidik. Tapi itu tetap tidak membuat gentar Pak Kos.

"Baik!! Silahkan saja kalau kalian mau menggeledah rumah saya!! Saya nggak takut!!" tantang Bapak Kos itu.

Helaan napas Pak polisi berjanggut itu terdengar pelan. Katup matanya memejam sebentar, lalu membuka untuk kembali menatap dalam pada Pak Kos.

"Baiklah. Bapak silahkan ikut kami juga untuk melakukan tes urin."

Sontak bola mata Pak Kos membelak lebar. "Lah? Kenapa sekarang malah bawa-bawa saya?"

Dua polisi yang dibelakang Dev itu mengangguk bersamaan. Lalu saling memberi isyarat untuk menarik Pak Kos juga.

"Hanya tes urin saja kok, Pak. Jadi Bapak nggak usah khawatir."

Untuk sesaat Pak Kos tercenung. Lalu menarik napas panjang.

"Baiklah. Saya bersedia!"

Tepat saat Pak Polisi hendak menarik lengan Pak Kos, secara tidak sengaja tubuh tambun beliau menyenggol etalase tempat baju-baju jualan milik istrinya yang terletak di belakang punggungnya.

BRUK! 

Tak ayal, tumpukan lipatan baju dalam bungkusan plastik itu pun tumpah sebagian.

Tanpa menghiraukan Pak polisi yang menarik bahunya agar berdiri, Pak Kos malah terburu-buru memasukkan pakaian itu dan menatanya kembali.

Dev yang melihat pemandangan itu pun menyipitkan kelopak matanya. Memicing kepada tumpukan pakaian itu. Ada yang aneh dengan kaos-kaos itu. Ada beberapa bercak putih yang sangat tipis.

"Tunggu sebentar, Pak!"

Dev mendekati Pak Kos. Berusaha meraih salah satu bungkusan pakaian di etalase itu. Lalu membawanya keluar menuju tempat kran pancuran taman.

"Hei! Mau apa kamu sama baju dagangan saya! Jangan macam-macam kamu!" Suara bariton Pak Kos terdengar makin lantang saat beliau juga ikut berjalan keluar mengikuti Dev.

Mengabaikan omelan itu, Dev langsung mengeluarkan satu pakaian kaos biru cerah polos itu dari plastiknya. Lalu merentangkan kaos itu dan membasahinya dengan air kran mengalir sampai basah kuyup.

Kain basah itu kemudian diperas, dan air perasan itu ditampung pada satu ember kosong yang memang ada di bawah pancuran kran itu.

Sementara Dev melakukan semua itu, ketiga polisi itu hanya memandangi Dev dengan tatapan antisipasi. Sorot mata mereka terarah pada satu tujuan.

Pada hasil perasan air di ember itu.

"Ini ..."

Serempak ketiga polisi itu mendekat ke Dev. Memperhatikan air perasan ember yang berbentuk aneh. Sedikit berbusa. Itu sesuatu yang tidak wajar.

"Tono!" panggil Pak polisi berjanggut pada polisi muda. Kepalanya lantas menoleh. "Tolong kau periksa air itu!"

"Siap, Pak!" Polisi muda itu menurut. Mulai mengenakan sarung tangannya dan mempersiapkan alat tes.

Namun tidak disangka, Pak Kos menendang ember itu.

BRUK!

Sontak Dev melotot. "Pak! Apa yang--"

Suara Dev terputus tatkala mendengar suara menggelegar. Persis seperti suara ledakan bom.

DUAAARR!

Refleks ketiga polisi dan Dev tiarap. Dengan kedua tangan yang berpegang pada tengkuk mereka masing-masing.

Ternyata sumber ledakan itu tidak jauh dari sana. Sangat dekat. Bahkan indra penciuman Dev bisa menangkap aroma gosong. Bertepatan dengan itu, mulai terdengar suara histeris dan derap langkah warga yang sangat gaduh.

"Ada bom! Ada bom!" teriak mereka panik.

Disituasi keos itulah, tidak terduga Pak Kos melancarkan serangan kepada Dev sengan cepat. Menancapkan sekop taman berujung tajam ke punggung Dev. Seketika darah segar perlahan mengalir dari sana. Menimbulkan aroma amis yang menusuk hidung.

"Aaaarrrgh!" Dev mengerang bersamaan dengan tubuhnya yang ambruk kedepan karena tidak sanggup menahan rasa sakit yang luar biasa.

Polisi berjanggut yang melihat itu pun segera melakukan tindakan cepat untuk membekuk Pak Kos. Sementara polisi lain membawa Dev ke rumah sakit.

**

Beberapa jam pasca operasi, Dev akhirnya membuka mata. Yang pertama Dev rasakan saat kesadarannya pulih adalah rasa nyeri di punggungnya. Ia pun meringis.

Berusaha mengalihkan rasa sakit itu, Dev mencoba mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Lalu satu dua bayangan ingatan pun mulai muncul dalam benaknya. Tentang bagaimana Dev bisa terbaring di kamar perawatan ini. Dan bagaimana Dev bisa mendapatkan luka punggung.

Bertepatan dengan itu, sepasang daun telinga Dev menangkap suara pintu dibuka. Lalu Dev pun menoleh. Mendapati satu pria dewasa berjaket hitam yang tidak ia kenal. Seketika Dev memasang gesture waspada.

"Tenang. Saya Marco. Anggota Intel dari Kepolisian." Bapak itu lantas menunjukkan tanda pengenal pada Dev.

"Siapa nama kamu?" tanya beliau kemudian.

Dev pun menjawab, "Devlin, Pak."

Perlahan Dev mengendurkan tubuhnya saat merasa Bapak tersebut bukanlah ancaman.

"Kamu tidak usah khawatir. Kamu aman sekarang disini."

Pak Marco lantas beringsut mendekati Dev, menarik kursi pengunjung untuk duduk.

"Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa sudah merasa lebih baik?"

Dev menjawab dengan satu anggukan kecil. "Alhamdulillah, Pak."

Senyum kelegaan terbit sekilas di garis bibir Pak Marco.

Sekilas ingatan Dev tentang insiden suara bom yang terdengar sebelum ia ditusuk oleh sekop itu muncul. Menimbulkan pertanyaan yang terlontar dari bibirnya.

"Ledakan itu ... Saya sempet denger ada suara bom--"

"Kamu nggak perlu mikirin itu," potong Bapak itu. "Itu cuma bom pengalih dari komplotan pengedar narkotik. Tidak ada korban jiwa. Kami sudah ditangani itu dengan baik. Yang penting kamu selamat."

Dev mengangguk. Walau sebenarnya dalam hati dia cukup penasaran dengan bom itu.

"Oh iya Dev ..."

Suara Pak Marco membuat Dev terkesiap sejenak. Kepala Dev pun menoleh kepada beliau.

"Saya tadi dengar cerita dari tim penggerebek, katanya kamu yang menemukan kandungan sabu di baju dagangan istrinya Pak Kos ya?"

"Benar, Pak."

Pak Marco manggut-manggut. "Saya cukup terkesan. Anak seusia kamu ternyata cukup mengerti dengan modus penyelundupan narkotika seperti itu. Matamu cukup jeli bisa mengenali endapan sabu yang tertempel di pakaian warna terang itu."

Pujian itu sontak memancing Dev untuk melontarkan kekehan pelan. "Kebetulan saja itu, Pak. Hehehe."

Jeda beberapa detik dalam kesunyian sesaat, ingatan Dev tentang hal lain pun mulai merasuki benaknya. Bayangan kalau dia hendak ditangkap saat ia difitnah Pak Kos sebagai pemakai sabu.

Dari ingatan itulah Dev menduga kalau jangan-jangan Pak Marco ini kemari hanya untuk menunggu kesembuhannya, sesudah itu Dev akan ditangkap. Dugaan negatif itulah yang membuat Dev tergerak untuk bangkit.

"Kamu mau kemana?"

Masih sedikit meringis sambil memegangi punggungnya, Dev pun menjawab dengan asal.

"Saya mau pulang."

"Sebaiknya kamu istirahat dulu, Dev," saran beliau seraya menahan Dev untuk kembali berbaring.

Dev terpaksa menurut, karena merasakan sakit di punggungnya yang kembali kambuh.

Beberapa menit setelah Dev cukup tenang, Pak Marco pun bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam lemari di dekat tempat tidur.

"Kemarin tim menemukan ini di dalam tasmu."

Dev terkejut saat Pak Marco menyodorkan benda yang ternyata itu adalah brosur beasiswa Sekolah Kepolisian miliknya.

"Kau ingin masuk Sekolah Kepolisian?" tanya beliau.

Dev mengangguk. "Iya, Pak. Saya ke kota J untuk daftar beasiswa Sekolah Kepolisian."

Jawaban Dev itu membuat lengkungan di bibir Pak Marco kembali merekah.

"Kalau saya boleh memberi kamu penawaran. Bagaimana kalau kamu mendaftar di beasiswa sekolah intelijen? Saya pikir kamu bisa mengembangkan kemampuanmu dengan bergabung disana. Lalu setelah lulus, kamu punya kesempatan untuk menjadi bekerja menjadi agen Intel Negara. Bagaimana?"

Tawaran itu sontak menimbulkan sorot mata melotot dari Dev sebagai ekspresi ketidakpercayaannya. Yang benar dia ditawari masuk di sekolah keren itu?

"Sekolah intelijen?"

**

To be continued.

Related chapters

  • I LOVE ME   4. Misi Menangkap Perempuan?

    Kesempatan jarang datang dua kali. Itulah yang Dev yakini. Maka dengan penuh kepercayaan diri, Dev pun menyetujui penawaran itu tanpa berpikir dua kali. Lewat jalur talenta, Dev lebih cenderung mendapat sorotan. Karena tidak banyak yang bisa ditarik melalui jalur itu. Namun bukan berarti jalur talenta bakal menjamin masuk. Tetap saja ada tes tersendiri di jalur talenta. Dan yang pastinya cukup selektif. Tidak hanya kemampuan intelegensi, fisik dan stamina juga menjadi pertimbangan. Bersyukur Dev membawa gen baik dari Ayahnya yang memiliki tinggi badan yang memenuhi standar. Tapi tidak dengan berat badannya yang terlalu kurus. Postur tubuh juga kurang menarik. Dan tubuh yang kurang ideal itu nyatanya cukup berpengaruh bagi kelancaran latihan fisik yang Dev jalani sekarang. "Cengkraman tanganmu kurang kuat, Dev! Cobalah untuk memaksimalkan tenagamu!" Itu teriakan dari Pak Marco. Sudah lebih dari belasan kali Dev mendengar suara teriakan itu dari

    Last Updated : 2021-04-27
  • I LOVE ME   5. Bukan Perempuan Sembarangan

    Sepuluh menit, Dev dan Budiman sudah berada di ruang simulasi. Mengambil misi baru mereka dalam bentuk chip seukuran kuku kelingking. Lalu memasangnya di headset di telinga masing-masing untuk memunculkan layar hologram melayang berisi instruksi video untuk mereka. "Kalian harus menyamar sebagai anggota reporter untuk menyelidiki lokasi bom di lahan pembangunan mall, kota P. Sekaligus mencari dan menangkap Yongkie, oknum mentor perakit bom." DEG! Dev terhenyak saat tahu lokasi misi itu berada cukup dekat dengan wilayah rusun tempat tinggalnya dulu. Seketika Dev jadi teringat pada Ayahnya. 'Bagaimana kabar Ayah sekarang ya? Beliau bahkan hanya menghubungiku satu kali sejak aku pergi dari rumah. Sepertinya beliau sudah tidak peduli padaku karena aku menentang keinginannya dan kabur dari rumah,' batin Dev sedih. Menyadari kalau pikirannya mulai kacau oleh perasaan sedih itu, Dev buru-buru menggelengkan kepala. Mengenyahkan rasa sedih itu karena d

    Last Updated : 2021-04-27
  • I LOVE ME   6. Melawan Monster Putih

    Dev menatap lekat-lekat ke manik mata Max. "Perempuan berambut putih? Atau berambut pirang? Kedua hal itu jelas berbeda. Kau yakin kalau dia berambut putih?" Max mengangguk. "Dia berambut putih. Kulitnya juga sangat putih. Dia seperti bukan manusia. Bukan seperti bule yang berambut pirang." Kerutan di dahi Dev pun makin bertambah. Seiring dengan bola matanya yang melotot antusias. "Kau melihat wajahnya? Atau sempat mengambil gambarnya?" Max menggeleng. "Aku tak sempat melihat wajahnya. Dan dia menggunakan masker yang menutupi separuh wajahnya." Mendengar penjelasan itu membuat helaan napas keluar dari Budiman. "Lalu bagaimana kau bisa sampai dihajar begini?" "Aku ..." Max menelan ludah. "Dia menyerang kakiku dari belakang dan--" "Oh come on, Max." Devlin mendesah. "Dia perempuan kan? Bagaimana bisa kau kalah? Kau ini seorang agen laki-laki yang terlatih! Masa kau kalah dengan seorang perempuan warga sipil biasa? Buat malu saja!"

    Last Updated : 2021-04-28
  • I LOVE ME   7. Salah Mendugamu

    Setelah memastikan perempuan itu aman dan sudah kabur, anak-anak itu bergegas melarikan diri dengan cepat. Lari ke segala arah. Dan sebelum Dev sempat mengejar dan menangkap salah satu diantara mereka, tiba-tiba muncul beberapa warga dan petugas keamanan sekitar. Datang dari pintu utara dan berbondong-bondong membawa alat dapur seadanya. "Dasar anak-anak berandal! Pergi! Jangan membuat keributan disini!" Itu suara sahutan keributan dari warga saat menghardik anak-anak remaja itu. Dev yang menyadari kedatangan warga itu pun tak urung juga ikut kabur. Tentunya sebagai agen rahasia yang sedang bertugas, idenditas dan keberadaaannya jangan sampai diketahui warga sipil manapun. Dengan susah payah, Dev berusaha menyeret kakinya dan melompati pagar selatan. Dan tak lupa pula Dev juga menyempatkan waktu memanggil agen anak buahnya yang bertugas di dekat lokasi itu untuk segera menjemputnya. Hanya dalam hitungan menit, Anton--anak buah Dev itu datang d

    Last Updated : 2021-04-30
  • I LOVE ME   8. Undangan Makan Malam untuk Dev

    Sedikit berjalan pincang sambil memegangi punggungnya, perempuan itu memaksakan diri untuk berjalan keluar ruangan. Dia tidak menjawab pertanyaan Dev, namun hanya memberikan gerakan isyarat melalui telunjuknya agar Dev tetap di tempat. Juga seolah memberitahu kalau dia akan segera kembali. Dan entah bagaimana, sikap perempuan misterius itu membuat Dev termangu. Hingga tak lama setelahnya, perempuan itu pun kembali dengan penampilan yang membuat bola mata Dev membulat kaget. Tubuh perempuan itu kini hanya berbalut dress putih selutut. Tidak lagi memakai jaket dan celana putih tadi. Rambut putih bergelombangnya tetap diikat tinggi. Tidak. Tentu bukan itu semua yang membuat Dev kaget. Tapi saat Dev menyadari kalau perempuan ini ... ternyata tidak pakai bra. Siapapun bisa melihat itu karena dress itu bahannya tipis. Astaga! Oke. Dev memang sudah sering melihat perempuan tidak tahu malu di dunia ini. Tapi bukannya tergiur, justru Dev merasa

    Last Updated : 2021-05-02
  • I LOVE ME   9. Eve, si Kucing Pencuri

    Perubahan aura perempuan itu seketika dirasakan Dev. Hawa kemarahan yang kuat, bercampur dengan rasa takut. Dev bisa merasakan itu melalui raut ekspresi dari Eve. "Mengapa cecunguk-cecunguk itu ingin mengincar tempat tinggal kalian? Dan bagaimana mungkin kalian tidak melapor pada pihak berwajib?" tanya Dev to the point dan tegas. Eve terlihat mengembuskan napasnya dengan sangat gusar. Seolah ada beban besar mengganjal dadanya yang sulit dikeluarkan begitu saja. "Entahlah." Eve mengangkat bahu, mencoba bersikap santai. Jeda menarik napas, Eve lantas memalingkan wajah kearah Dev dan melanjutkan ucapannya. "Lagipula itu tidak penting buatmu untuk tahu, kan? Orang luar sepertimu seharusnya tidak perlu terlibat jauh dengan masalah kami," tandas Eve dingin. Ucapan dingin itu tanpa sadar menarik satu simpulan senyum di bibir Dev. Karena ini pertama kalinya ada perempuan yang bersikap dingin kepada Dev. "Aku hanya memberikanmu saran ya

    Last Updated : 2021-05-06
  • I LOVE ME   10. Tertangkapnya Kucing Pencuri

    "Jadi bagaimana, hum? Kalau kau setuju, besok kita bisa berangkat." Dev sedikit mendekat, lalu mencondongkan tubuh kepada Eve yang duduk di hadapannya. Memasang senyum ramah yang Eve yakin kalau itu adalah senyum pencitraan Dev. Sungguh, rasanya Eve ingin melempar gelas minum yang ia genggam ke wajah Dev--kalau seandainya tidak ada Neneknya disitu. "Aku--" "Nenek, kuenya sudah jadi!" Tiba-tiba muncul satu anak perempuan remaja membawa baki berisi beberapa kue kering yang sepertinya baru diangkat dari pemanggangan di ruang dapur. Nenek lantas terkekeh sekilas, lalu hendak bangkit dari duduknya. Lalu meraih baki itu untuk disuguhkan kepada Dev. "Ini kue buatan nenek. Baru matang. Silahkan dinikmati selagi kalian mengobrol--" "Sepertinya tidak perlu, Nek." potong Eve cepat. "Alangkah baiknya Pak Fotografer harus cepat pulang sebelum larut malam. Akan sangat bahaya diluar saat malam." Lalu Eve menoleh kepada Dev. "Benar begitu kan, Pak Fot

    Last Updated : 2021-05-17
  • I LOVE ME   11. Meredam Sakit Hati Eve

    Tatapan nyalang Eve seketika melemah. Tergantikan oleh kabut nanar. Itu saat Eve melirik lencana kepolisian yang ditunjukkan oleh Dev. Dev memang sengaja menunjukkan lencana itu agar dia terkesan punya wewenang untuk menanyakan keberadaan Yongkie pada Eve. Sebenarnya lencana itu bukan punya Dev. Tapi anggaplah Dev menunjukkan lencana itu untuk kamuflase, menutupi idenditas agen rahasianya. Dan tidak seperti sebelumnya, kali ini Eve hanya terdiam. Tidak juga mengelak, dan tidak pula merengek minta dilepaskan seperti tadi. Barangkali dia masih kaget setelah mengetahui idenditas Dev. Melihat Eve sudah jauh lebih tenang, Dev pun menghelakan napasnya. "Eve, dengar." Suara Dev seketika berubah melembut. "Kalau kau masih bersikeras melindungi kriminal seperti dia, itu sama saja kau membahayakan warga negara kita. Jangan hanya karena mencintainya, kau berusaha melindungi Yongkie. Itu bukan tindakan yang benar." Usai Dev mengatakan itu, kepala

    Last Updated : 2021-05-27

Latest chapter

  • I LOVE ME   [BACA SEQUEL DAN BERLANJUT KE KARYA KARSA]

    Eve memang sering dengar Dev menyinggung soal atasannya, tapi Eve tidak pernah menyangka kalau atasan Dev itu adalah seorang pria tua yang sangat mirip dengan wajah Ayahnya. Dan tidak sampai disitu. Tadi Eve juga sempat mendengar perawat perempuan yang menjaga Bianca di bilik sebelah itu juga memanggil nama 'Pak Marco'. Yang mana nama itu juga nama yang sama dengan nama mendiang ayahnya. Kalau ini adalah kebetulan, jelas ini kebetulan yang keterlaluan. Tidak pernah Eve menemui kasus wajah dan nama orang yang sama persis. Tidak ada. Pun ada yang pernah bilang kalau manusia itu punya tujuh kembaran berbeda dan tersebar di muka bumi, tetap saja ini terlalu mirip! Tidak pernah ada wajah dan nama yang sama. Terkecuali kalau memang dia ... adalah orang yang sama. Tapi ... 'Nggak mungkin nenek bohong sama aku. Jelas-jelas nenek bilang kalau Ayah dan Ibu meninggal setelah kecelakaan itu. Hanya aku yang selamat. Lagipula untuk apa juga nenek menyembunyikan kalau misal ayah masih hidup?' "

  • I LOVE ME   50. Wajah Pak Marco Mirip Ayah Eve?

    Sesuai dugaan Eve. Ada agen pengkhianat yang masih tersebar di beberapa tempat di markas. Ada saja yang ingin menjatuhkan Devlin maupun Pak Marco. "Dari situlah kemudian aku coba mengikuti para pengkhianat itu, Bram. Aku masuk ke mobil mereka. Lalu ketika sampai di kasino, aku benar-benar melihat mereka meletakkan bom koper itu di mobil yang kamu pakai." Dev manggut-manggut mengerti. "Jadi begitu ceritanya kamu pada akhirnya bisa sampai ke kasino ... Kamu benar-benar nekat!" Eve memutar bola matanya. "Bisa tidak kamu hanya bilang 'terimakasih' saja? Bagaimanapun aku sudah menyelamatkan nyawamu dengan mencegahmu masuk ke mobil, lho. Kalau tidak, kamu pasti sudah jadi sapi panggang!" "Cih!" Dev mendecih. "Aku ada niatan untuk tidak ke mobil kok tadi! Kamu saja tadi yang tiba-tiba menghadang saat aku mau menyergap temanmu!" Percuma saja kalau menyuruh Dev minta maaf. Gengsinya selangit nirwana, mana sudi dia mau bilang begitu? Apalagi kali ini yang menolong si Eve. Perempuan. "Nah

  • I LOVE ME   49. Firasat Eve Penyelamat Bagi Dev

    Jet Mini didatangkan langsung dari markas pusat. Mendarat di titik lokasi tersembunyi di salah satu resort yang ada di pulau itu. Penjagaan sekitar resort dikerahkan, demi menjaga keamanan pendaratan Jet Mini tersebut. Seluruh resort juga sampai dikosongkan dari pengunjung, dan kini hanya diisi oleh satuan keamanan yang bertugas untuk mengawal pemimpin agen rahasia utama mereka--Pak Marco. "Kalian ini terlalu berlebihan deh ... Saya sungguh nggak apa, lho!" Sudah berapa kali Pak Marco bicara begitu. Beliau bilang tidak kenapa-kenapa, tapi sekujur tubuhnya kini tengah mengalami luka-luka dan sedang dalam penanganan berjalan di dalam Jet Mini. Kondisi Pak Marco memang harus segera ditangani, jadi tim ahli medis dikerahkan untuk melakukan penanganan medis langsung, sembari Jet Mini itu terbang memulangkan kembali Pak Marco ke markas pusat di pulau JW. Tidak perlu khawatir dengan kemampuan tenaga medis dan peralatannya, karena memang Jet Mini itu

  • I LOVE ME   48. Eve Familiar dengan Pak Marco?

    Bukan hanya menghadang. Eve juga menahan perempuan berambut perak yang masih berusaha untuk melepaskan diri dari borgol itu. Mengambil cepat borgol Dev yang lainnya dan memakaikannya di dua pergelangan kaki si perempuan rambut perak. Gerakan yang begitu cepat, sehingga Dev sendiri sampai agak tertegun melihat bagaimana Eve meringkus perempuan rambut perak itu. Padahal mulanya Dev pikir Eve hendak menyelamatkan si rambut perak. Tapi tidak menyangka kalau Eve ternyata justru membekuk rambut perak. Itu artinya Eve masih ada di pihak Dev. Tapi yang menjadi tanda tanya sekarang, mengapa Eve menyerang Dev juga? "Eve, kau--" "Jangan menyerang temanku! Dan sebaiknya kau menjauh!" DEG! "Apa?? Jadi dia rekanmu??" "Pergi!" Dev benar-benar bingung sekarang. Tidak disangka Eve adalah teman si rambut perak. Mengejutkan, tapi dari ucapan Eve dan bagaimana Eve melindungi Dev agar menjauh dari si rambut perak, besar kemungkinan kalau Ev

  • I LOVE ME   47. Eve Imitasi atau Sungguhan?

    Meja nomor tujuh. Senjata M. Dua informasi bagus yang sangat penting. Dengan begini terbukti sudah dugaan Pak Marco, kalau memang benar ada transaksi senjata gelap disini. Senjata-senjata tipe M, semestinya orang-orang seperti mereka tidak diperuntukkan untuk menjual belikannya. Karena itu senjata militer yang cukup vital dan bisa dibilang berbahaya jika orang awam dan tidak cukup pengalaman menggunakannya. Ada dua tipe senjata di dunia ini. W dan M. Keduanya sama-sama tidak boleh diperjual belikan, apapun alasannya. Karena memang senjata apapun tidak boleh dijual bebas dan serta merta dari kalangan apapun terkecuali pihak militer atau pihak yang berkaitan dengan penegak hukum. W tidak sebegitu bahaya dibanding M. Dan untuk katagori bom rakitan yang dibuat Yongkie dkk itu juga masuk katagori M yang berbahaya. Penggolongan ini berdasarkan tingkat bahayanya. Biasanya ada pihak tertentu yang mengelompokkan senjata-senjata temuan yang dipakai penja

  • I LOVE ME   46. Bingo!

    Ternyata memang tidak mudah menemukan peluang waktu agar Dev bisa belajar ilmu kanuragan. Baru saja pria itu akan belajar selagi punya jeda waktu. Tapi memang sepertinya hal itu ditunda dulu sampai misi penyelidikan kali ini selesai. Bagaimanapun, Dev harus menjadi bertambah kuat. Musuh yang ia hadapi bukan yang serta merta bisa dikalahkan dengan serangan fisik biasa. Tapi membutuhkan 'tenaga lebih' untuk bisa mendongkrak pertahanan musuh. Memang sejak dulu, yang namanya penjahat dengan ilmu tenaga dalam menjadi masalah serius yang merepotkan dan tentu tidak bisa dianggap remeh. Dan Yongkie, dia ternyata menggunakan ilmu kuno itu dan membuat Dev menjadi cukup kuwalahan. Sejauh ini Dev tidak pernah kalah dengan siapapun, dan batu dikalahkan dengan orang pemilik ilmu kanuragan. Dan untuk bisa mengalahkan Yongkie, kekuatan fisik yang bagus saja ternyata tidak cukup. Dev butuh kekuatan lebih. Dengan kekuatan fisik yang mumpuni dan ditambah latihan kanuragan, Dev

  • I LOVE ME   45. Adu Mulut Mr. X dan Yongkie

    Pada akhirnya Dev setuju untuk dilatih ilmu kanuragan. Lagipula untuk sementara mereka masih punya waktu sedikit, sebelum bertempur melawan kelompok Yongkie dan mebcari keberadaan Mr. X yang konon dikabarkan berada di pulau BW. "Sebelumnya, saya cukup penasaran. Bagaimana mulanya Anda tahu kalau ada perdagangan persenjataan illegal disini? Dan Mr. X itu ... kita masih belum memastikan apakah Mr. X yang melakukan jual beli senjata illegal itu betulan orang yang sama dengan Mr. X yang menjadi ketua komplotan Yongkie, kan?" Pak Marco terkekeh. "Kamu pikir saya cuma duduk leha-leha di kantor pusat aja, gitu?" candanya. "Saya, meski pemimpin senior, saya juga bertugas diluar. Sama seperti kamu, Dev. Saya memberi perintah pada bawahan, itu bukan karena saya menyerahkan semua pekerjaan pada bawahan. Saya dan kamu, juga semua anggota disini semuanya bekerja dengan satu misi yang sama!" Dev tersenyum takjub. "Oh ... begitu, ya ... Saya kira Bapak memantau di markas aj

  • I LOVE ME   44. Rencana Balas Dendam Yongkie

    "Si nomor sembilan masih belum mengatakan apapun tentang lokasi pabrik itu, ya?" Dev menggeleng. Kembali duduk dengan malas di depan si nomor sembilan. Dev dan si nomor sembilan. Keduanya duduk berhadapan. Di ruang yang remang. Dengan si nomor sembilan yang kini diikat kaki tangannua dan disorot cahaya lampu interogasi. "Sudah kau periksa alat telekomunikasinya?" tanya Pak Marco lagi, sembari berjalan mendekat ke kursi Dev. Dev menjawab. "Alat telekomunikasinya disandi ketat sekali. Aku sudah menghubungi dan mengirimkan sandi itu ke agen cyber di markas. Sampai sekarang masih dalam proses pemecahan sandi." Pak Marco mengangguk. "Baiklah. Sekarang kau ikut denganku sebentar. Tinggalkan saja dia selagi menunggu sandinya terbuka!" Dev menurut saja, mengekori Pak Marco hingga sampai di tempat tujuan. Tepat di salah satu bukit tersembunyi dekat maskas sementara persembunyian mereka. "Saya sempat melihat luka di perutmu itu saat dokt

  • I LOVE ME   43. Keberhasilan Seorang Pemimpin

    "Sekarang kita harus pergi kemana, Bram?" Dev yang sedang melihat peta perairan utara pulau JW itu tidak menjawab. Tampak fokus sekali, seperti sedang mencari dan berpikir dengan dalam. Lihat saja, kerutan di keningnya bertambah. Yudi jengkel juga lama-lama kalau pertanyaannya tidak kunjung dijawab. Padahal yang ditanyakannya tadi adalah sesuatu yang penting saat ini. Masa iya mereka kabur tanpa arah? "Jangan bilang kalau kau akan mengarahkan kami ke pulau JW! Itu terlalu jauh, Bram! Kau lihat pacarmu ini harus segera ditolong--" "Aku tahu, bodoh!" Sekarang Christ baru menyahut. "Aku juga sedang mencari pulau terdekat yang aman dari kejaran mereka! Jadi diamlah!" "Bram ..." Salah seorang teman Yudi tiba-tiba saja menyodorkan Dev ponselnya. "Kupikir kau butuh ini untuk menelpon atasanmu. Jam tanganmu rusak, kan? Telpon sekarang untuk meminta bantuan!" Dev menggeleng. "Tidak. Sebaiknya jangan pakai telekomunikasi kalian sekarang. Yongkie

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status