Pagi harinya Reynar menatap wajahnya di depan cermin. Terlihat jelas kantung mata menghitam di matanya, semalam tidak tidur menunggu pagi. Ia bolak-balik melihat jarum jam menantikan kabar dari Yudi dan akan berangkat ke Bali untuk menemui Alana. Sedangkan Yudi malah asik sarapan pagi bersama dengan Julia. “Makasih yaa Om udah gendong aku lagi ke kamar,” ucap Julia mulut yang penuh dengan roti. “Besok kalau kamu mau tidur di lantai lagi jangan merepotkan aku ya. Aku males gendong-gendong kamu, kamu itu berat dan jangan salahkan aku kalau nanti aku gendong kamu dan buang ke tempat sampah bukan tempat tidur lagi,” ucap Yudi dengan santai. Brak! Julia menggebrak meja lalu menatap Yudi kesal. “Om, aku ki wong loh. Ojo seenake dewe main guwak aku ning tempat sampah. Neng ndi to pikiranmu, kowe ki menang gantenge tok! lak omonganmu, cangkemu ki elek men to!” -Om, aku ini orang loh. Jangan seenakmu sendiri buang aku di tempat sampah. Di mana sih pikiranmu, kamu itu hanya menang ganten
Seorang pria tampan dengan wajah sendu berlutut dihadapan wanita yang melihatnya dengan terluka. Sorot mata keduanya sama, saling rindu, tapi terluka. Pria itu memohon maaf atas semua kesalahan yang telah dilakukannya, meminta maaf dengan segala kerendahan hatinya telah membuat hidup wanita itu hancur berkeping - keping. Wanita itu adalah Alana. Ia hanya bisa diam saat mendengarkan Reynar mengatakan tentang Sinta dan terus memohon maaf padanya. Walaupun ia sangat marah pada Sinta yang telah membuat hidupnya hancur, tapi ia juga bersyukur. Jika bukan karena kejadian malam itu ia tak akan pernah mendapatkan anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padanya, yaitu kehamilannya.Alana turun dari tempat tidur dengan kesakitan, melihat dirinya yang meringis kesakitan membuat Kenneth refleks berdiri membantunya. "Kamu baik - baik saja, kamu istirahat saja,” ucap Reynar menatap Alana khawatir. Mendengar suara Reynar yang lembut membuat hati Alana menghangat. Ia merindukan suara berat,
Setelah selesai pesta pernikahan Reynar dan Alana yang tertutup. Wildan mengajak Nina duduk berduaan di tepi pantai. Villa Yudi bersebelahan dengan pantai membuat suasana semakin romantis. Mereka menggunakan kesempatan untuk berduaan setelah seminggu tidak bertemu.“Aku merindukanmu, Nina,” ucap Wildan membelai lembut rambut Nina yang panjang. “Aku juga merindukanmu, Wildan,” balas Nina. “Maaf yaa kita baru bisa bertemu sekarang.” “Malah asyik kok Sayang. Jadi berasa kita lagi bulan madu.” “Kamu sangat menggemaskan Nina.” Wildan menarik wajah kekasihnya dan mencium bibirnya. Mereka pun saling berciuman dengan sangat mesra melepaskan semua kerinduan. “Sayang, aku senang deh akhirnya Lana bisa menikah dengan Tuan Rey.” “Iya. Pak Rey akhirnya tau juga pelaku tabrak lari tersebut.” Tiba-tiba suasana romantis Wildan dan Nina berakhir dengan kedatangan Joe membawa sebotol sampanye lengkap dengan tiga gelas di tangannya. “Hayoo, kalian berdua ngapain? Lagi pacaran yaa,” ucap Joe menu
Hari ini Reynar akan kembali ke Jakarta dan sudah memberitahukan pada Alana kalau Venna, Ibunya menyuruhnya untuk segera kembali. Awalnya, Reynar mengajak Alana, tapi istrinya malah menolak dan memilih untuk tetap tinggal di Jakarta. Ia menatap Alana dengan kesal. Kenapa wanita yang sudah menjadi istrinya tak ingin kembali ke Jakarta? “Sayang ikut aku dong, aku 'kan selalu ingin bersamamu, tak ingin berpisah lagi." Reynar membujuk Alana agar ikut dengannya. Alana menatap wajah suaminya yang tampan lalu berkata, “sayang, bukannya aku tak ingin ikut kamu kembali ke Jakarta, tapi aku ingin menenangkan diri dulu sebentar di Bali,” ucapnya mencari alasan. “Menenangkan diri bisa di Jakarta bersama ku, Sayang. Ngapain kamu tetap di Bali? Apa lagi kamu sendirian di sini.” “Tolong kamu mengerti yang sayang, aku juga sama sepertimu tak ingin kita berpisah."Alana tersenyum. Ia mengerti maksudnya Reynar, tapi ada perasaan khawatir dari dalam hatinya kalau kembali ke Jakarta. Di sana ada Reva
Sementara itu, di atas langit sebuah pesawat pribadi dua orang pria saling berbicara dengan serius. Sesekali terdengar suara salah satu pria memekik tak percaya. Mata Reynar menatap layar laptop dengan sangat marah. Ia tidak menyangka kalau ada orang tega menyakiti seorang anak kecil berusia 7 tahun tersebut. "Jadi dia pelakunya?" ucap Reynar dengan mata menyala. “Iya Rey. Laki - laki pelakunya. Walaupun, rekaman cctv ini cukup jauh dan resolusinya sudah dipertajam, tapi tetap gak bisa mendapatkan siapa pria yang membawa Feli.” Yudi mengklik salah satu video. “Nah, yang ini cuman kelihatan bagian kaki aja sama tuh orang memakai jaket kulit deh kayaknya.” Reynar mengepalkan tangannya, ia melihat ada seseorang turun dari mobil jeep hitam menggendong Felicia yang terlihat tanpa tenaga dan meletakkan tubuh anak kecil itu di tengah jalan lalu pergi begitu saja. Ia yakin keponakannya tersebut sudah tak bernyawa saat mobil Alana yang dibawa Sinta melintasinya. Mobil jeep berwarna hitam
Venna mencuri dengar pembicaraan Reva dan Rendi, suaminya. Ia tidak setuju kalau Reynar akan menikah dengan Reva. Cucu mereka sekarang bukan hanya anak dalam kandungan Reva, tapi juga Chester, anak Aira. “Aduh, kenapa si Rey main sex bebas begitu sih,” ucap Venna kesal dan menjauh dari ruang kerja Rendi. Aira memperhatikan raut wajah Venna yang berubah. Ia yakin pasti ada sesuatu yang membuat calon mertuanya tersebut gelisah. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya, apakah wanita tadi yang angkuh adalah tunangan Reynar? Tapi kenapa memanggil Venna dengan sebutan tante bukan mama. Sedangkan dirinya sudah disuruh oleh Venna untuk memanggil mama padahal belum resmi menjadi istri Reynar. “Aku harus mencari tau,” ucapnya dengan tatapan menyelidik. Aira sengaja menyuruh Chester untuk mengajak Rendi bermain dan masuk ke dalam ruang kerja Kakeknya tersebut. Dengan polosnya Chester menuruti perkataan Aira dan pergi berlari menuju ruang kerja Rendi yang di sana masih ada Reva. “Kakek.
Reynar dan Yudi sudah tiba di Jakarta. Tanpa membuang - buang waktu lagi langsung menuju ke kantor Yudi. Reynar sudah tidak sabar ada bukti baru apa lagi yang mau ditunjukan Yudi padanya. Ia berharap semoga saja Yudi sudah menemukan bukti - bukti siapa pelaku yang sebenarnya. Namun, ada yang membuat mereka terkejut. Yudi dan Reynar tidak menyangka kalau ada Rendi yang sudah menunggu di sana dengan wajah tak terlihat baik - baik saja. Rendi yang memang sudah menunggu kedatangan Reynar menatap mereka dengan marah. Sebelum ia ke kantor Yudi sudah menyuruh asistennya mencari tahu ke mana Reynar. Rendi ingin memberikan Reynar pelajaran agar tahu mana yang salah dan benar. Menjalin hubungan dengan seorang wanita pembunuh Felicia merupakan kesalahan besar dan tidak boleh terjadi. Yudi tersenyum kaku melihat Rendi yang duduk di sofa kantornya. “Rey, kayaknya Tuan besar Adiwangsa tau kelakuanmu deh,” bisik Yudi. Reynar menganggukan kepalanya, dia memperhatikan raut wajah Rendi, ia yakin Pa
Rendi berada di dalam mobilnya bersama supir pribadinya. Ia sangat marah, kesal, benci telah tertipu dengan semua perkataan Reva. Hatinya terasa sakit karena tidak pernah menyangka kalau Reva telah mengkhianati Anaknya. Selama ini ia mengira kalau Reva adalah korban, tapi ternyata tersangka dengan segala tipu muslihat yang dilakukan .Mobil yang dikendarai supirnya menuju ke rumah keluarga Wijaya, ia melihat rumah tersebut walau sudah pernah ke sana, tapi sekarang berbeda. Ia memperhatikan setiap detail rumah tersebut, banyak kamera cctv dan penjagaan seperti rumahnya. Tapi ia berpikir untuk apa penjagaan ketat yang dilengkapi kamera pengawas kalau menjaga seorang anak kecil berusia 6 tahun saja tidak bisa.“Rumah mewah, harta berlimpah, tapi semua yang ku miliki tak sebanding dengan meninggalnya cucuku," ujarnya dengan menyesal. Ia pun teringat malam - malam terakhir saat bersama Felicia dengan mata berkaca - kaca. "Seandainya Rey tidak segera memberitahukan tentang kelakuan Reva, p
Pernikahan yang sudah dinantikan keluarga Adiwangsa pun akan terlaksana. Meskipun, Reynar dan Alana sudah menikah dan sudah tercatat di pemerintah, tapi baru hari inilah pesta pernikahan mereka terlaksana. Alana menatap wajahnya di depan cermin. Gaun putih gading yang dikenakannya dengan kerah sabrina yang memperlihatkan pundaknya semakin membuatnya tampak begitu cantik dan anggun. Make up nya yang bernuansa warm natural dengan polesan warna nude di bibirnya semakin membuatnya tampak mempesona. Sekarang ia bisa menunjukan dirinya di depan semua orang tanpa rasa malu lagi. “Aku harus bahagia demi anak dalam kandunganku,” ucapnya memberikan dirinya sendiri semangat. Venna dan Anita masuk ke dalam ruang make up bersama - sama. Sang mempelai wanita sudah tampil cantik dengan balutan gaun pengantin yang indah melekat di tubuhnya. "Aku sangat senang ternyata anak sahabatku menjadi menantuku," ucap Venna melirik Anita. "Aku juga bahagia, anak kita bisa bersanding di dalam ikatan cinta y
1 hari sebelum pernikahan Alana berjalan mondar mandir resah dan gelisah sendiri. Ia akan melaksanakan pesta pernikahan besok, tapi tak ada orang yang paling penting dalam hidupnya yaitu, Anita, Ibunya. Reynar yang mengambil cuti dari segala kepenatan pekerjaan kantornya sedang menikmati waktu santai, tapi istrinya yang bolak - balik di hadapannya membuatnya merasa terganggu. “Kamu kok mondar - mandir begitu. Kamu kenapa Sayang?” tanya Reynar. “Aku gelisah besok kita mau nikah,” ucal Alana. “Loh, kita kan memang sudah menikah Sayang. Besok itu baru pestanya.” “Eh, iya itu maksudku.” “Kamu bohong yaa. Ayo ngomong kamu ada apa?” Alana meremas - remas tangannya. Ia bingung harus mengatakan apa pada suaminya. “Aku kangen sama Mama,” ucapnya sedih. “Sudahlah santai - santai dulu masih siang ini,” ucap Reynar. Alana menatap Reynar tidak percaya. Kenapa suaminya sangat santai saat ia mengatakan rindu pada orang tuanya. Apakah keluarganya memang tidak berarti bagi Reynar sampai suami
Pagi ini Reynar dan Alana datang ke rumah keluarga Adiwangsa. Reynar memperhatikan Alana yang berada di sampingnya yang terlihat jelas istrinya gelisah. “Kamu kenapa?” tanya Reynar. “Aku… aku ga apa - apa kok,” jawab Alana menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. “Kamu gelisah ya.” Alana menatap Reynar. “Aku takut.” “Takut kenapa?” “Takut Papa dan Mamamu ga bisa menerimaku.” “Bukannya kamu sudah bicara di telepon sama Mama.” “Sudah sih, tapi ketemu langsung seperti ini kan beda. Hmm, Mama suka perempuan yang gimana? Apa kalem, lemah lembut, lucu, cerewet, atau apa?” Reynar menggenggam tangan Alana. “Jangan khawatirkan apapun. Kamu jadilah dirimu sendiri bukan orang lain.” “Tapi kalau jadi diri sendiri aku itu judes, cerewet, ga lemah lembut malah kadang bisa bar - bar, dan egois sih.” “Nah, itulah kamu. Kamu memang seperti itu mau gimana lagi. Yang penting bagi aku yaa jadi diri kamu sendiri. Aku aja bisa jatuh cinta sama kamu yang sudah begini.” “Iya Sayang.” Tak lama
Yudi segera kembali ke kantornya untuk mencari tahu tentang Frans dan kebetulan Joe sudah tiba di Jakarta. Selama beberapa hari ini Joe menyelidiki siapa Julia dan sekarang sudah selesai mencari tahu tentang Julia. Joe memberitahukan kalau yang semua Julia katakan adalah kebohongan. Di salah satu desa di Semarang tidak satupun orang mengenal Julia, bahkan tak pernah tahu siapa Julia. “Jadi gadis itu menipuku,” ucap Yudi sangat kesal. “Iya Tuan. Kayaknya Julia bukan gadis biasa deh meskipun penampilannya biasa saja,” ujar Joe. “Apa jangan - jangan ini ulah Benny?” Yudi langsung terikat pada Papanya. “Iya ya Tuan. Kan aneh kalau wanita incaran Tuan Benny ga dicari kalau menghilang. Bukannya Tuan bilang si Julia mau jadi istri kesekiannya Tuan Benny.” “Eh, tumben otakmu encer Joe.” “Hehehe… Tuan inilah yang dinamakan efek dari holiday. Kalau kerja sambil jalan - jalan itu semua terasa santai dan menyenangkan loh, Tuan. Coba deh sekali - sekali healing - healing biar ga spaneng Tuan
Reynar bersama dengan Yudi secepat mungkin datang ke apartemen Aira. Tadi ia diberi kabar oleh Rendi kalau Venna datang ke apartemen Aira dan Chester juga mengatakan kalau ada orang jahat ke tempat mereka. Reynar mencoba menghubungi telepon genggam Alana, tapi tidak ada jawaban. “Cepetan Wil, aku khawatir sama Mama dan Alana nih,” ucap Reynar gelisah. “Tenang Rey. Jangan terlalu tergesa - gesa,” ujar Yudi mencoba menenangkan Reynar. Tak membutuhkan waktu lama mereka tiba di apartemen Aira yang kebetulan pintunya terbuka dan mereka langsung masuk begitu saja. Reynar hanya dapat melihat Alana yang terlihat begitu tertekan. “Sayang, kamu baik - baik saja?” tanya Reynar langsung membawa Alana ke dalam dekapannya. Alana merasakan sangat lega saat kehadiran Reynar. Sudah sedari tadi ia merasa sangat tertekan pada Aira dan juga Venna. “Rey…” Venna memanggil Reynar. Reynar menoleh mendengar suara Venna. “Mama kenapa Mama di sini?” tanyanya heran. “Kamu ada hubungan apa sama Alana?” tan
Aira sama sekali tidak menyangka kalau Alana berani melawannya. Dikiranya Alana akan seperti wanita - wanita di sinetron ikan terbang menangis dan ketakutan saat diancam. Meninggalkan suaminya lalu dirinya lah yang akan menang dan berkuasa. “Biasa aja kali Aira melihat aku. Aku bukan setan atau iblis, toh kamu sudah menyerupai itu,” ucap Alana mengejek Aira. Aira sangat kesal dengan ucapan Alana. Mereka terus menerus saling beradu pendapat dan Frans yang ada di sana sama sekali tidak pernah menyangka kalau Alana bisa seperti itu. Ia seperti tidak mengenal Alana yang selalu saja lemah dan tak berdaya. Ia menatap Alana dengan kesal. Rasa cintanya berubah menjadi marah ditambah lagi Alana malah terus menerus membela Reynar. Reynar laki - laki yang sangat dibencinya malah wanita yang dicintainya menjadi buta dan tetap membela Reynar yang sudah terang - terangan memiliki anak dari wanita lain. Rencananya gagal total membuat Alana membenci Reynar dan meninggalkan pria saingannya. “Lana,
Alana sudah tidak memperdulikan apapun lagi. Ia harus segera ke unit apartemen Aira. Ia yakin semuanya hanyalah kebohongan. Reynar sangat mencintainya dan tak mungkin mengkhianatinya. Frans sangat kesal Alana akan mendatangi Aira. Ia khawatir nanti Aira malah mengatakan hal yang sebaliknya jadi memutuskan untuk mengikuti wanita yang dicintainya. Dengan penuh emosi Alana menekan bel pintu apartemen Aira. Aira yang sedang merapikan baju - baju ke koper sangat terkejut bel pintunya dibunyikan berkali - kali. Padahal ia sedang sibuk membereskan semua keperluannya untuk pergi dari keluarga Adiwangsa. “Siapa sih pencet - pencet bel berkali - kali kayak orang kesurupan begitu,” ucap Aira kesal. “Mama itu siapa?” Chester ikutan bertanya karena bunyi bel yang berkali - kali tanpa henti. “Kamu tunggu di sini ya Nak. Di dalam kamar aja ga usah keluar - keluar.” “Apa itu orang jahat Ma? Kok masih bunyi terus jadinya berisik Ma.” “Kayaknya itu orang jahat. Ini telepon genggam Mama, kalau nan
Reynar menghubungi Yudi meminta sahabatnya tersebut untuk datang ke kantornya. Meskipun, Yudi merasa heran namun ia tetap menuruti Reynar agar ia datang ke perusahaan Adiwangsa tanpa ada seorangpun yang menemaninya. “Kenapa Rey? Wajahmu kok serius amat,” ucap Yudi yang baru tiba di kantor Reynar. “Ada seseorang mengancam Aira,” ujar Reynar dengan mimik wajah serius. “Sejak kapan kamu peduli sama Aira? Biarkan saja tuh perempuan diancam malah bisa jadi kesempatanmu ‘kan.” “Bukan itu masalahnya. Kita kan sudah tau kalau anaknya Aira itu bukan anakku, tapi ternyata ada orang lain yang tau tentang si Chester. Dan dia melakukan itu semua karena suruhan orang lain.” Reynar menunjukan pesan Aira Yudi. Yudi membaca pesannya dengan serius, ia jadi yakin ada seseorang dibelakang Aira, tapi apa tujuannya?“Jadi semua yang dilakukan Aira itu ada dalangnya.” Yudi mengangguk - anggukan kepalanya. “Memang sih Aira itu pintar dan licik hampir mirip - miriplah sama Reva, tapi bukan psikopat kayak
Pagi ini bukan pagi yang menyenangkan bagi Aira. Ia gelisah sendiri harus melakukan apa. Apakah ia harus menuruti perkataan pria bertopi hitam itu atau memilih untuk pergi saja dari semuanya. Di tambah lagi sekarang Venna malah sudah berbeda tidak seperti sebelumnya. Di saat ia gelisah telepon genggamnya berdering. Nama Rendi tertera di layar membuatnya terkejut. “Ngapain si kakek tua itu telepon aku pagi - pagi begini?” ucapnya bingung. Aira bimbang harus mengangkat telepon dari Rendi atau tidak. “Angkat ga ya.” Ia terdiam sejenak lalu memutuskan untuk tidak mengangkatnya. “Biarin ajalah. Lebih baik ga angkat telepon, nanti kalau ditanya bilang aja lagi sibuk ngurus Chester,” ucapnya mencoba menenangkan dirinya sendiri. Baru sebentar saja Aira merasa lega. Telepon genggamnya kembali berdering kali ini bukan Rendi, tapi pria bertopi hitam itu kembali menghubunginya. “Waduh, mati aku. Kenapa nih orang telepon aku lagi sih,” ucapnya kesal. Aira memutuskan tidak mengangkat telepon