Reynar dan Yudi sudah tiba di Jakarta. Tanpa membuang - buang waktu lagi langsung menuju ke kantor Yudi. Reynar sudah tidak sabar ada bukti baru apa lagi yang mau ditunjukan Yudi padanya. Ia berharap semoga saja Yudi sudah menemukan bukti - bukti siapa pelaku yang sebenarnya. Namun, ada yang membuat mereka terkejut. Yudi dan Reynar tidak menyangka kalau ada Rendi yang sudah menunggu di sana dengan wajah tak terlihat baik - baik saja. Rendi yang memang sudah menunggu kedatangan Reynar menatap mereka dengan marah. Sebelum ia ke kantor Yudi sudah menyuruh asistennya mencari tahu ke mana Reynar. Rendi ingin memberikan Reynar pelajaran agar tahu mana yang salah dan benar. Menjalin hubungan dengan seorang wanita pembunuh Felicia merupakan kesalahan besar dan tidak boleh terjadi. Yudi tersenyum kaku melihat Rendi yang duduk di sofa kantornya. “Rey, kayaknya Tuan besar Adiwangsa tau kelakuanmu deh,” bisik Yudi. Reynar menganggukan kepalanya, dia memperhatikan raut wajah Rendi, ia yakin Pa
Rendi berada di dalam mobilnya bersama supir pribadinya. Ia sangat marah, kesal, benci telah tertipu dengan semua perkataan Reva. Hatinya terasa sakit karena tidak pernah menyangka kalau Reva telah mengkhianati Anaknya. Selama ini ia mengira kalau Reva adalah korban, tapi ternyata tersangka dengan segala tipu muslihat yang dilakukan .Mobil yang dikendarai supirnya menuju ke rumah keluarga Wijaya, ia melihat rumah tersebut walau sudah pernah ke sana, tapi sekarang berbeda. Ia memperhatikan setiap detail rumah tersebut, banyak kamera cctv dan penjagaan seperti rumahnya. Tapi ia berpikir untuk apa penjagaan ketat yang dilengkapi kamera pengawas kalau menjaga seorang anak kecil berusia 6 tahun saja tidak bisa.“Rumah mewah, harta berlimpah, tapi semua yang ku miliki tak sebanding dengan meninggalnya cucuku," ujarnya dengan menyesal. Ia pun teringat malam - malam terakhir saat bersama Felicia dengan mata berkaca - kaca. "Seandainya Rey tidak segera memberitahukan tentang kelakuan Reva, p
Reynar sangat terkejut melihat bpkb mobil bernama Rendi Adiwangsa dan seorang pria yang ia percayai di foto tersebut, ia sama sekali tak menyangka orang yang sangat ia kenal pelaku dibalik kematian Felicia. "Jadi dia dalang dibalik kematian Feli," ucap Reynar dengan sangat marah. “Rey...." "Kenapa aku begitu bodoh tak menyadari orang yang sudah bertahun - tahun bekerja di keluargaku ternyata pembunuhnya, Rudi, asisten pribadi Papaku sendiri.” “Rey, begini kita tidak pernah tahu siapa kawan dan lawan. Seperti kejadian ini jika bukan aku tak menyadari keanehan dibalik kematian Feli tentu kamu tak akan tahu siapa pelakunya. Aku yakin Rudi tidak bekerja sendiri atau bisa saja ada yang menyuruhnya. Kalau melihat nama pemilik mobil ini Rendi Adiwangsa, aku yakin ini semua ada hubungannya dengan Om Rendi.” “Apa maksudmu? Papaku terlibat? Apa Papaku orang yang menyuruh Rudi membunuh Feli? Itu ga mungkin Yud. Papa sangat menyayangi Feli.” Yudi tidak mampu berkata-kata lagi. Semua t
Semuanya terasa begitu tak ada jalan lagi. Reynar sampai kebingungan harus bertanya pada siapa tentang kasus kematian Felicia. Tersangka utama malah sudah meninggal dengan mengenaskan pihak kepolisian juga sedang mencari siapa pembunuh Rudi dan keluarganya. Yudi sangat kesal. Pasti kematian Rudi bukan kematian biasa ada yang melatarbelakangi atau ada yang menyuruh orang untuk membunuhnya. Rudi merupakan saksi kunci kematian Felicia, tak mungkin kalau Rudi yang membunuh Felicia pasti ada yang melakukannya. “Sabar Rey. Aku akan mencari tahu semuanya, di sekitar perumahan ini pasti ada cctv yang bisa mencari tahu siapa pelakunya,” ucap Yudi optimis. “Iya. Ini semua pasti saling berhubungan. Aku yakin ada orang yang mengetahui kalau kita sudah mendapatkan bukti jeep hitam dan mencurigai Rudi berkomplotan dengan seseorang dan seseorang takut kedoknya akan terbongkar dan membunuhnya, tapi seakan - akan dibuat seperti kasus perampokan,” ujar Reynar dengan wajah sangat serius. “Aku ga men
Wandi merasa ini perbuatan orang yang dikenalnya, ia pun langsung menatap Indra. Indra hanya diam dengan wajah datar seakan tidak ada masalah apapun. “Apa kamu yang melakukannya Indra?” tanya Wandi. “Iya Tuan,” jawab Indra. “Kenapa? Apa keluarga Adiwangsa mengetahui kalau Rudi menjadi kaki tanganmu.” “Iya.” “Dari mana kamu dapat informasinya? Hebat sekali kamu sekarang ya.” “Saya juga punya orang dalam di sana Tuan yang bisa dengan mudah dimanfaatkan.” “Siapa?” “Biarlah menjadi rahasia saya Tuan.” Plak! Wandi mengayunkan tangannya menampar pipi Indra lagi. Kali ini sudah tidak ada rasa sakit yang dirasakan Indra. “Kamu memang ga punya otak Indra! Kenapa kamu malah menuruti keinginan Reva untuk membunuh Felicia?” teriak Wandi sangat marah. “Karena saya mencintai Reva, Tuan.” “Cinta? Kamu bilang cinta, kamu ga pantas mendapatkan cinta goblok! Kamu cuman sampah tak sebanding dengan putriku. Cintamu itu cuman sampah comberan, bodoh!” Indra tidak dapat lagi menjawab perkataan
Indra sangat sedih Reva meninggal di depan matanya. Hidupnya seakan hancur, ia benar - benar mencintai Reva lebih dari apapun di dunia ini. Setelah beberapa saat ia menenangkan diri di hotel bersama Bram, ia memutuskan untuk melakukan balas dendam pada Wandi Wijaya. Akan tetapi, tidak mungkin ia melakukan semuanya sendiri. “Mau ke mana Ndra?” tanya Bram. “Aku mau melakukan sesuatu,” ucap Indra penuh dengan keyakinan. “Kamu mau melakukan apa? Jangan berbuat hal yang merugikanmu. Jangan kamu berpikir untuk mengakhiri hidupmu sendiri dengan bunuh diri. Itu tindakan yang sangat bodoh Indra.” “Aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu sebelum aku mati. Aku akan membalas setiap perbuatan orang yang telah membuat hidupku hancur dan membuat hidup wanita yang sangat aku cintai menjadi seperti ini.” Bram tidak dapat lagi mencegah Indra yang sepertinya memiliki suatu rencana balas dendam. Kekuatan dan kekuasaan Wandi Wijaya melebihi kekuatannya yang hanyalah seorang pesuruh biasa. Tak
Indra tersenyum licik. Entah kenapa ia merasa senang melihat Yudi dan Reynar menjadi penasaran, terutama ke Reynar. Ia sangat marah pada laki - laki tersebut yang telah menyia-nyiakan Reva hanya demi seorang wanita yang tidak ada artinya seperti, Alana. “Lalu bagaimana?” tanya Yudi menahan amarahnya. Bagaimana ia tak marah kalau Indra sengaja mengulur - ulur waktu. “Sabar sedikit dong Tuan Yudi,” ucap Indra dengan semeringai di wajahnya. Reynar yang ada dibalik layar telepon genggam hanya bisa menggeram marah. Ingin sekali ia menghajar Indra agar pria sialan tersebut mati mengenaskan di tangannya. “Jangan menatapku seperti itu Tuan Yudi, baiklah aku akan menceritakannya.” Indra berkata dengan raut wajah serius. FlashbackSebulan sebelum kejadianReva kembali ke apartemennya dengan raut wajah kesal. Indra yang berada di apartemen Reva menatapnya heran, seharusnya Reva sumringah baru saja pulang berkencan dengan tunangannya, Reynar, tapi mengapa wajah Reva malah sangat kesal. “Das
Indra memegang pipinya yang terasa sakit saat pukulan Yudi mengenai wajahnya, tapi ia menyunggingkan bibirnya menatap Yudi dengan sinis. “Apa kamu lihat - lihat aku seperti itu! Kamu memang pantas mendapatkan pukulan ini bahkan lebih parah pun kamu pantas,” ucap Yudi menatap Indra tajam. “Kalian hanya orang - orang bodoh. Kalau ga dari saya kalian ga akan pernah tahu Felicia mati karena siapa dan kenapa, hahaha.” Indra tertawa mengejek Yudi. Reynar yang berada di ruangan berbeda mengamuk marah. Ia mencoba keluar dari ruangan yang mengurungnya, tapi gagal. Keinginannya untuk menghajar Indra sudah tak terbendung lagi. Yudi langsung mematikan video call dengan Reynar. Ia tahu Reynar pasti akan semakin marah jika mendengar perkataan Indra yang merasa tidak bersalah atas kematian Felicia dan Reina. “Jadi, apa yang akan kalian lakukan? Mau menjebloskan saya ke penjara atau malah mau membunuh saya?” tanya Indra. “Kalau langsung membunuhmu, aku rasa itu terlalu mudah. Lebih baik menyiks
Pernikahan yang sudah dinantikan keluarga Adiwangsa pun akan terlaksana. Meskipun, Reynar dan Alana sudah menikah dan sudah tercatat di pemerintah, tapi baru hari inilah pesta pernikahan mereka terlaksana. Alana menatap wajahnya di depan cermin. Gaun putih gading yang dikenakannya dengan kerah sabrina yang memperlihatkan pundaknya semakin membuatnya tampak begitu cantik dan anggun. Make up nya yang bernuansa warm natural dengan polesan warna nude di bibirnya semakin membuatnya tampak mempesona. Sekarang ia bisa menunjukan dirinya di depan semua orang tanpa rasa malu lagi. “Aku harus bahagia demi anak dalam kandunganku,” ucapnya memberikan dirinya sendiri semangat. Venna dan Anita masuk ke dalam ruang make up bersama - sama. Sang mempelai wanita sudah tampil cantik dengan balutan gaun pengantin yang indah melekat di tubuhnya. "Aku sangat senang ternyata anak sahabatku menjadi menantuku," ucap Venna melirik Anita. "Aku juga bahagia, anak kita bisa bersanding di dalam ikatan cinta y
1 hari sebelum pernikahan Alana berjalan mondar mandir resah dan gelisah sendiri. Ia akan melaksanakan pesta pernikahan besok, tapi tak ada orang yang paling penting dalam hidupnya yaitu, Anita, Ibunya. Reynar yang mengambil cuti dari segala kepenatan pekerjaan kantornya sedang menikmati waktu santai, tapi istrinya yang bolak - balik di hadapannya membuatnya merasa terganggu. “Kamu kok mondar - mandir begitu. Kamu kenapa Sayang?” tanya Reynar. “Aku gelisah besok kita mau nikah,” ucal Alana. “Loh, kita kan memang sudah menikah Sayang. Besok itu baru pestanya.” “Eh, iya itu maksudku.” “Kamu bohong yaa. Ayo ngomong kamu ada apa?” Alana meremas - remas tangannya. Ia bingung harus mengatakan apa pada suaminya. “Aku kangen sama Mama,” ucapnya sedih. “Sudahlah santai - santai dulu masih siang ini,” ucap Reynar. Alana menatap Reynar tidak percaya. Kenapa suaminya sangat santai saat ia mengatakan rindu pada orang tuanya. Apakah keluarganya memang tidak berarti bagi Reynar sampai suami
Pagi ini Reynar dan Alana datang ke rumah keluarga Adiwangsa. Reynar memperhatikan Alana yang berada di sampingnya yang terlihat jelas istrinya gelisah. “Kamu kenapa?” tanya Reynar. “Aku… aku ga apa - apa kok,” jawab Alana menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. “Kamu gelisah ya.” Alana menatap Reynar. “Aku takut.” “Takut kenapa?” “Takut Papa dan Mamamu ga bisa menerimaku.” “Bukannya kamu sudah bicara di telepon sama Mama.” “Sudah sih, tapi ketemu langsung seperti ini kan beda. Hmm, Mama suka perempuan yang gimana? Apa kalem, lemah lembut, lucu, cerewet, atau apa?” Reynar menggenggam tangan Alana. “Jangan khawatirkan apapun. Kamu jadilah dirimu sendiri bukan orang lain.” “Tapi kalau jadi diri sendiri aku itu judes, cerewet, ga lemah lembut malah kadang bisa bar - bar, dan egois sih.” “Nah, itulah kamu. Kamu memang seperti itu mau gimana lagi. Yang penting bagi aku yaa jadi diri kamu sendiri. Aku aja bisa jatuh cinta sama kamu yang sudah begini.” “Iya Sayang.” Tak lama
Yudi segera kembali ke kantornya untuk mencari tahu tentang Frans dan kebetulan Joe sudah tiba di Jakarta. Selama beberapa hari ini Joe menyelidiki siapa Julia dan sekarang sudah selesai mencari tahu tentang Julia. Joe memberitahukan kalau yang semua Julia katakan adalah kebohongan. Di salah satu desa di Semarang tidak satupun orang mengenal Julia, bahkan tak pernah tahu siapa Julia. “Jadi gadis itu menipuku,” ucap Yudi sangat kesal. “Iya Tuan. Kayaknya Julia bukan gadis biasa deh meskipun penampilannya biasa saja,” ujar Joe. “Apa jangan - jangan ini ulah Benny?” Yudi langsung terikat pada Papanya. “Iya ya Tuan. Kan aneh kalau wanita incaran Tuan Benny ga dicari kalau menghilang. Bukannya Tuan bilang si Julia mau jadi istri kesekiannya Tuan Benny.” “Eh, tumben otakmu encer Joe.” “Hehehe… Tuan inilah yang dinamakan efek dari holiday. Kalau kerja sambil jalan - jalan itu semua terasa santai dan menyenangkan loh, Tuan. Coba deh sekali - sekali healing - healing biar ga spaneng Tuan
Reynar bersama dengan Yudi secepat mungkin datang ke apartemen Aira. Tadi ia diberi kabar oleh Rendi kalau Venna datang ke apartemen Aira dan Chester juga mengatakan kalau ada orang jahat ke tempat mereka. Reynar mencoba menghubungi telepon genggam Alana, tapi tidak ada jawaban. “Cepetan Wil, aku khawatir sama Mama dan Alana nih,” ucap Reynar gelisah. “Tenang Rey. Jangan terlalu tergesa - gesa,” ujar Yudi mencoba menenangkan Reynar. Tak membutuhkan waktu lama mereka tiba di apartemen Aira yang kebetulan pintunya terbuka dan mereka langsung masuk begitu saja. Reynar hanya dapat melihat Alana yang terlihat begitu tertekan. “Sayang, kamu baik - baik saja?” tanya Reynar langsung membawa Alana ke dalam dekapannya. Alana merasakan sangat lega saat kehadiran Reynar. Sudah sedari tadi ia merasa sangat tertekan pada Aira dan juga Venna. “Rey…” Venna memanggil Reynar. Reynar menoleh mendengar suara Venna. “Mama kenapa Mama di sini?” tanyanya heran. “Kamu ada hubungan apa sama Alana?” tan
Aira sama sekali tidak menyangka kalau Alana berani melawannya. Dikiranya Alana akan seperti wanita - wanita di sinetron ikan terbang menangis dan ketakutan saat diancam. Meninggalkan suaminya lalu dirinya lah yang akan menang dan berkuasa. “Biasa aja kali Aira melihat aku. Aku bukan setan atau iblis, toh kamu sudah menyerupai itu,” ucap Alana mengejek Aira. Aira sangat kesal dengan ucapan Alana. Mereka terus menerus saling beradu pendapat dan Frans yang ada di sana sama sekali tidak pernah menyangka kalau Alana bisa seperti itu. Ia seperti tidak mengenal Alana yang selalu saja lemah dan tak berdaya. Ia menatap Alana dengan kesal. Rasa cintanya berubah menjadi marah ditambah lagi Alana malah terus menerus membela Reynar. Reynar laki - laki yang sangat dibencinya malah wanita yang dicintainya menjadi buta dan tetap membela Reynar yang sudah terang - terangan memiliki anak dari wanita lain. Rencananya gagal total membuat Alana membenci Reynar dan meninggalkan pria saingannya. “Lana,
Alana sudah tidak memperdulikan apapun lagi. Ia harus segera ke unit apartemen Aira. Ia yakin semuanya hanyalah kebohongan. Reynar sangat mencintainya dan tak mungkin mengkhianatinya. Frans sangat kesal Alana akan mendatangi Aira. Ia khawatir nanti Aira malah mengatakan hal yang sebaliknya jadi memutuskan untuk mengikuti wanita yang dicintainya. Dengan penuh emosi Alana menekan bel pintu apartemen Aira. Aira yang sedang merapikan baju - baju ke koper sangat terkejut bel pintunya dibunyikan berkali - kali. Padahal ia sedang sibuk membereskan semua keperluannya untuk pergi dari keluarga Adiwangsa. “Siapa sih pencet - pencet bel berkali - kali kayak orang kesurupan begitu,” ucap Aira kesal. “Mama itu siapa?” Chester ikutan bertanya karena bunyi bel yang berkali - kali tanpa henti. “Kamu tunggu di sini ya Nak. Di dalam kamar aja ga usah keluar - keluar.” “Apa itu orang jahat Ma? Kok masih bunyi terus jadinya berisik Ma.” “Kayaknya itu orang jahat. Ini telepon genggam Mama, kalau nan
Reynar menghubungi Yudi meminta sahabatnya tersebut untuk datang ke kantornya. Meskipun, Yudi merasa heran namun ia tetap menuruti Reynar agar ia datang ke perusahaan Adiwangsa tanpa ada seorangpun yang menemaninya. “Kenapa Rey? Wajahmu kok serius amat,” ucap Yudi yang baru tiba di kantor Reynar. “Ada seseorang mengancam Aira,” ujar Reynar dengan mimik wajah serius. “Sejak kapan kamu peduli sama Aira? Biarkan saja tuh perempuan diancam malah bisa jadi kesempatanmu ‘kan.” “Bukan itu masalahnya. Kita kan sudah tau kalau anaknya Aira itu bukan anakku, tapi ternyata ada orang lain yang tau tentang si Chester. Dan dia melakukan itu semua karena suruhan orang lain.” Reynar menunjukan pesan Aira Yudi. Yudi membaca pesannya dengan serius, ia jadi yakin ada seseorang dibelakang Aira, tapi apa tujuannya?“Jadi semua yang dilakukan Aira itu ada dalangnya.” Yudi mengangguk - anggukan kepalanya. “Memang sih Aira itu pintar dan licik hampir mirip - miriplah sama Reva, tapi bukan psikopat kayak
Pagi ini bukan pagi yang menyenangkan bagi Aira. Ia gelisah sendiri harus melakukan apa. Apakah ia harus menuruti perkataan pria bertopi hitam itu atau memilih untuk pergi saja dari semuanya. Di tambah lagi sekarang Venna malah sudah berbeda tidak seperti sebelumnya. Di saat ia gelisah telepon genggamnya berdering. Nama Rendi tertera di layar membuatnya terkejut. “Ngapain si kakek tua itu telepon aku pagi - pagi begini?” ucapnya bingung. Aira bimbang harus mengangkat telepon dari Rendi atau tidak. “Angkat ga ya.” Ia terdiam sejenak lalu memutuskan untuk tidak mengangkatnya. “Biarin ajalah. Lebih baik ga angkat telepon, nanti kalau ditanya bilang aja lagi sibuk ngurus Chester,” ucapnya mencoba menenangkan dirinya sendiri. Baru sebentar saja Aira merasa lega. Telepon genggamnya kembali berdering kali ini bukan Rendi, tapi pria bertopi hitam itu kembali menghubunginya. “Waduh, mati aku. Kenapa nih orang telepon aku lagi sih,” ucapnya kesal. Aira memutuskan tidak mengangkat telepon