Indra tersenyum licik. Entah kenapa ia merasa senang melihat Yudi dan Reynar menjadi penasaran, terutama ke Reynar. Ia sangat marah pada laki - laki tersebut yang telah menyia-nyiakan Reva hanya demi seorang wanita yang tidak ada artinya seperti, Alana. “Lalu bagaimana?” tanya Yudi menahan amarahnya. Bagaimana ia tak marah kalau Indra sengaja mengulur - ulur waktu. “Sabar sedikit dong Tuan Yudi,” ucap Indra dengan semeringai di wajahnya. Reynar yang ada dibalik layar telepon genggam hanya bisa menggeram marah. Ingin sekali ia menghajar Indra agar pria sialan tersebut mati mengenaskan di tangannya. “Jangan menatapku seperti itu Tuan Yudi, baiklah aku akan menceritakannya.” Indra berkata dengan raut wajah serius. FlashbackSebulan sebelum kejadianReva kembali ke apartemennya dengan raut wajah kesal. Indra yang berada di apartemen Reva menatapnya heran, seharusnya Reva sumringah baru saja pulang berkencan dengan tunangannya, Reynar, tapi mengapa wajah Reva malah sangat kesal. “Das
Indra memegang pipinya yang terasa sakit saat pukulan Yudi mengenai wajahnya, tapi ia menyunggingkan bibirnya menatap Yudi dengan sinis. “Apa kamu lihat - lihat aku seperti itu! Kamu memang pantas mendapatkan pukulan ini bahkan lebih parah pun kamu pantas,” ucap Yudi menatap Indra tajam. “Kalian hanya orang - orang bodoh. Kalau ga dari saya kalian ga akan pernah tahu Felicia mati karena siapa dan kenapa, hahaha.” Indra tertawa mengejek Yudi. Reynar yang berada di ruangan berbeda mengamuk marah. Ia mencoba keluar dari ruangan yang mengurungnya, tapi gagal. Keinginannya untuk menghajar Indra sudah tak terbendung lagi. Yudi langsung mematikan video call dengan Reynar. Ia tahu Reynar pasti akan semakin marah jika mendengar perkataan Indra yang merasa tidak bersalah atas kematian Felicia dan Reina. “Jadi, apa yang akan kalian lakukan? Mau menjebloskan saya ke penjara atau malah mau membunuh saya?” tanya Indra. “Kalau langsung membunuhmu, aku rasa itu terlalu mudah. Lebih baik menyiks
Indra kembali ke rumahnya. Ia sangat sedih Reva sudah tidak ada lagi di sisinya dan menangis sendirian di dalam kamarnya. Semua kenangan - kenangannya bersama Reva masih terekam jelas di dalam benaknya. Meskipun, Reva terlihat kasar, tutur bahasanya kurang baik, ketus, keras kepala, egois, suka semaunya sendiri, tapi sebenarnya hanya Reva lah yang selalu bersamanya. Ia mengingat semua kenangan indahnya bersama Reva. Masih dalam ingatannya waktu dulu masih remaja Reva memberikannya makan dan minum saat ia dikurung di gudang bawah tanah oleh Wandi. Reva secara diam - diam menyisihkan roti untuknya dan membawakannya minum. Ia didik sangat keras oleh Wandi dan jika melakukan sedikit saja kesalahan Wandi tidak segan - segan untuk memberikannya hukuman yang tak biasa. “Reva…” Air mata Indra kembali menetes di pipinya. Netranya mengabur karena air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia seakan melihat ada Reva di depannya sedang tersenyum menatapnya. “Kenapa kamu pergi begitu saja dengan
Indra tanpa rasa takut menyeret mayat Wandi masuk ke dalam kantor polisi. Kedatangan Indra ke kantor polisi membuat suasana menjadi sangat heboh dan Indra segera di interogasi pihak kepolisian tentang kronologi meninggalnya Felicia. Dengan detail dan serta dilengkapi bukti - bukti yang di bawa Indra membuat polisi jadi mempercayai ucapannya. Usadani, polisi yang dulu mengurus kasus Alana tidak terlalu terkejut kalau kematian Felicia ada pihak - pihak lain yang ikut terlibat. Yudi kembali ke rumahnya. Saat ia pulang Julia datang menghampirinya dengan wajah sumringah. Melihat senyum Julia membuat rasa lelah Yudi seakan sirna, gadis manis berkulit putih tersebut malah seperti istri yang menyambut suaminya pulang. “Om… ke mana aja sih Om kok ga pulang - pulang,” ucap Julia penasaran. “Ke mana yaa… hmm, kamu mau nya aku ke mana?” Yudi balik bertanya ke Julia. “Aduh, kebiasaan deh si Om. Bukannya dapat jawaban malah balik bertanya. Ga asyik kali Om.” Julia memajukan bibirnya. Dengan ge
Kebahagiaan bukan suatu hal yang mustahil jika Tuhan sudah berkehendak. Seperti hubungan Reynar dan Alana. Hubungan mereka berawal dari kesalahpahaman membuat mereka bertemu dan saling jatuh cinta. Reynar memutuskan untuk menjemput Alana dengan private jet-nya dan membawanya langsung ke kantor polisi. Yudi sudah menghubungi kenalannya salah satu pejabat yang berpengaruh di sana untuk membantu kasus Alana. Sedangkan, Alana sedang bersiap - siap untuk segera kembali ke Jakarta dibantu oleh Nina. Ada perasaan khawatir ia harus kembali ke kantor polisi. Nina mengetahui kalau Alana takut untuk ke kantor polisi. “Lan, kamu baik - baik aja?” tanya Nina. Alana menghela napasnya. “Aku…” “Ga apa - apa kalau kamu merasa khawatir. Aku ngerti, terkadang tidak semua hal bisa kamu kuasai sendiri, tapi percayalah akan ada bahagia di akhir nanti.” Nina mencoba untuk menyemangati Alana. “Iya Nin. Aku gelisah dan khawatir kalau harus ke kantor polisi sendirian.” “Aku yakin kok Lan kalau Tuan Rey
Keesokan harinya Reynar terbangun saat Alana mengusap punggungnya agar segera bangun. Matanya terasa begitu berat dan membuatnya merasa begitu kesal tak ingin membukanya, namun begitu melihat istrinya yang membangunkannya membuat lengkungan senyuman di wajahnya. “Kenapa Sayang? Aku masih mengantuk,” ucap Reynar. “Bukannya hari ini kita mau ke kantor polisi Sayang,” ujar Alana. Reynar langsung menepuk dahinya. Ia lupa kalau hari ini harus pergi mendampingi Alana dengan pengacaranya ke kantor polisi. “Aku hampir lupa Sayang.” “Nah, kalau begitu sekarang siap - siap yaa. Aku buatkan sarapan dulu.” “Ok istriku yang cantik.” Alana tersenyum mendengar Reynar yang selalu saja memujinya membuatnya selalu tersipu malu sambil berlalu pergi dari kamar dan Reynar memutuskan untuk mandi. Kegiatannya tadi malam sudah membuatnya cukup puas meskipun tidak melakukan hubungan intim dengan istrinya, tapi setidaknya telah keluar yang seharusnya dikeluarkan. Setelah selesai mandi Reynar menuju da
“Jadi sudah berapa bulan usia kandungan Alana?” tanya Rendi. “Kurang lebih sudah satu setengah bulan Pa atau 6 minggu,” ucap Reynar. “Apa kamu yakin bersama Alana?” “Aku sangat yakin Pa. Aku sangat mencintainya dan aku memang serius saat kami menikah di Bali.” “Ada sesuatu yang ingin Papa katakan, tapi besok saja.” “Kenapa ga sekarang Pa?” “Lebih baik besok saja dan jangan lupa kamu ke rumah.” “Iya Pa.” “Tapi sebaiknya besok kamu sendiri saja ke rumah biar Mamamu ga kaget dan Alana juga ga shock kalau nanti tahu sesuatu.” “Memangnya ada apa sih Pa?” “Bukan sesuatu yang penting banget. Papa khawatir aja kalau nanti Mamamu belum bisa menerima Alana lalu Alana jadi sedih.” Rendi berkata bohong pada Reynar. Ia khawatir kalau Alana tahu tentang Aira dan Chester malah akan membahayakan kandungannya. “Ooh iya. Aku mengerti Pa.” “Kalau begitu kamu baik - baik yaa sama istrimu. Papa mau pulang dulu.” “Iya Pa. Terima kasih yaa Pa atas pengertiannya.” “Iya Nak. Bagi Papa kamu harus
Yudi sampai di rumahnya langsung mencari Julia. Ia hampir lupa karena sibuk mengurusi pasangan suami istri yang lagi berbahagia dengan calon anak mereka. Sebenarnya, ia ingin juga seperti Reynar dan Alana menikah, memiliki anak, tapi apakah ia mampu melakukan itu semua. Pinkan, wanita yang dulu sempat menjadi pelabuhan terakhirnya pergi meninggalkannya begitu saja. Tak pernah sedikitpun Pinkan mau mendengarkan penjelasannya. Meskipun, ia sudah memohon maaf pada Pinkan, tapi wanita cantik asal Manado tersebut sama sekali tidak menerima maafnya. Seandainya, ia tidak bersama Aira waktu itu mungkin saja masih bersama Pinkan, tapi nasi sudah jadi bubur. Sekarang ia tidak perlu lagi meratapi semua yang telah berlalu. Yudi masuk ke dalam rumahnya dan mendapati Julia sedang makan cemilan sambil menonton TV. Ada rasa kesal di dalam hatinya sudah cepat - cepat pulang ke rumah malah gadis tersebut asyik sendiri. “Eheem.” Yudi sengaja berdehem untuk membuat Julia sadar kalau ia ada di sana. J
Pernikahan yang sudah dinantikan keluarga Adiwangsa pun akan terlaksana. Meskipun, Reynar dan Alana sudah menikah dan sudah tercatat di pemerintah, tapi baru hari inilah pesta pernikahan mereka terlaksana. Alana menatap wajahnya di depan cermin. Gaun putih gading yang dikenakannya dengan kerah sabrina yang memperlihatkan pundaknya semakin membuatnya tampak begitu cantik dan anggun. Make up nya yang bernuansa warm natural dengan polesan warna nude di bibirnya semakin membuatnya tampak mempesona. Sekarang ia bisa menunjukan dirinya di depan semua orang tanpa rasa malu lagi. “Aku harus bahagia demi anak dalam kandunganku,” ucapnya memberikan dirinya sendiri semangat. Venna dan Anita masuk ke dalam ruang make up bersama - sama. Sang mempelai wanita sudah tampil cantik dengan balutan gaun pengantin yang indah melekat di tubuhnya. "Aku sangat senang ternyata anak sahabatku menjadi menantuku," ucap Venna melirik Anita. "Aku juga bahagia, anak kita bisa bersanding di dalam ikatan cinta y
1 hari sebelum pernikahan Alana berjalan mondar mandir resah dan gelisah sendiri. Ia akan melaksanakan pesta pernikahan besok, tapi tak ada orang yang paling penting dalam hidupnya yaitu, Anita, Ibunya. Reynar yang mengambil cuti dari segala kepenatan pekerjaan kantornya sedang menikmati waktu santai, tapi istrinya yang bolak - balik di hadapannya membuatnya merasa terganggu. “Kamu kok mondar - mandir begitu. Kamu kenapa Sayang?” tanya Reynar. “Aku gelisah besok kita mau nikah,” ucal Alana. “Loh, kita kan memang sudah menikah Sayang. Besok itu baru pestanya.” “Eh, iya itu maksudku.” “Kamu bohong yaa. Ayo ngomong kamu ada apa?” Alana meremas - remas tangannya. Ia bingung harus mengatakan apa pada suaminya. “Aku kangen sama Mama,” ucapnya sedih. “Sudahlah santai - santai dulu masih siang ini,” ucap Reynar. Alana menatap Reynar tidak percaya. Kenapa suaminya sangat santai saat ia mengatakan rindu pada orang tuanya. Apakah keluarganya memang tidak berarti bagi Reynar sampai suami
Pagi ini Reynar dan Alana datang ke rumah keluarga Adiwangsa. Reynar memperhatikan Alana yang berada di sampingnya yang terlihat jelas istrinya gelisah. “Kamu kenapa?” tanya Reynar. “Aku… aku ga apa - apa kok,” jawab Alana menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. “Kamu gelisah ya.” Alana menatap Reynar. “Aku takut.” “Takut kenapa?” “Takut Papa dan Mamamu ga bisa menerimaku.” “Bukannya kamu sudah bicara di telepon sama Mama.” “Sudah sih, tapi ketemu langsung seperti ini kan beda. Hmm, Mama suka perempuan yang gimana? Apa kalem, lemah lembut, lucu, cerewet, atau apa?” Reynar menggenggam tangan Alana. “Jangan khawatirkan apapun. Kamu jadilah dirimu sendiri bukan orang lain.” “Tapi kalau jadi diri sendiri aku itu judes, cerewet, ga lemah lembut malah kadang bisa bar - bar, dan egois sih.” “Nah, itulah kamu. Kamu memang seperti itu mau gimana lagi. Yang penting bagi aku yaa jadi diri kamu sendiri. Aku aja bisa jatuh cinta sama kamu yang sudah begini.” “Iya Sayang.” Tak lama
Yudi segera kembali ke kantornya untuk mencari tahu tentang Frans dan kebetulan Joe sudah tiba di Jakarta. Selama beberapa hari ini Joe menyelidiki siapa Julia dan sekarang sudah selesai mencari tahu tentang Julia. Joe memberitahukan kalau yang semua Julia katakan adalah kebohongan. Di salah satu desa di Semarang tidak satupun orang mengenal Julia, bahkan tak pernah tahu siapa Julia. “Jadi gadis itu menipuku,” ucap Yudi sangat kesal. “Iya Tuan. Kayaknya Julia bukan gadis biasa deh meskipun penampilannya biasa saja,” ujar Joe. “Apa jangan - jangan ini ulah Benny?” Yudi langsung terikat pada Papanya. “Iya ya Tuan. Kan aneh kalau wanita incaran Tuan Benny ga dicari kalau menghilang. Bukannya Tuan bilang si Julia mau jadi istri kesekiannya Tuan Benny.” “Eh, tumben otakmu encer Joe.” “Hehehe… Tuan inilah yang dinamakan efek dari holiday. Kalau kerja sambil jalan - jalan itu semua terasa santai dan menyenangkan loh, Tuan. Coba deh sekali - sekali healing - healing biar ga spaneng Tuan
Reynar bersama dengan Yudi secepat mungkin datang ke apartemen Aira. Tadi ia diberi kabar oleh Rendi kalau Venna datang ke apartemen Aira dan Chester juga mengatakan kalau ada orang jahat ke tempat mereka. Reynar mencoba menghubungi telepon genggam Alana, tapi tidak ada jawaban. “Cepetan Wil, aku khawatir sama Mama dan Alana nih,” ucap Reynar gelisah. “Tenang Rey. Jangan terlalu tergesa - gesa,” ujar Yudi mencoba menenangkan Reynar. Tak membutuhkan waktu lama mereka tiba di apartemen Aira yang kebetulan pintunya terbuka dan mereka langsung masuk begitu saja. Reynar hanya dapat melihat Alana yang terlihat begitu tertekan. “Sayang, kamu baik - baik saja?” tanya Reynar langsung membawa Alana ke dalam dekapannya. Alana merasakan sangat lega saat kehadiran Reynar. Sudah sedari tadi ia merasa sangat tertekan pada Aira dan juga Venna. “Rey…” Venna memanggil Reynar. Reynar menoleh mendengar suara Venna. “Mama kenapa Mama di sini?” tanyanya heran. “Kamu ada hubungan apa sama Alana?” tan
Aira sama sekali tidak menyangka kalau Alana berani melawannya. Dikiranya Alana akan seperti wanita - wanita di sinetron ikan terbang menangis dan ketakutan saat diancam. Meninggalkan suaminya lalu dirinya lah yang akan menang dan berkuasa. “Biasa aja kali Aira melihat aku. Aku bukan setan atau iblis, toh kamu sudah menyerupai itu,” ucap Alana mengejek Aira. Aira sangat kesal dengan ucapan Alana. Mereka terus menerus saling beradu pendapat dan Frans yang ada di sana sama sekali tidak pernah menyangka kalau Alana bisa seperti itu. Ia seperti tidak mengenal Alana yang selalu saja lemah dan tak berdaya. Ia menatap Alana dengan kesal. Rasa cintanya berubah menjadi marah ditambah lagi Alana malah terus menerus membela Reynar. Reynar laki - laki yang sangat dibencinya malah wanita yang dicintainya menjadi buta dan tetap membela Reynar yang sudah terang - terangan memiliki anak dari wanita lain. Rencananya gagal total membuat Alana membenci Reynar dan meninggalkan pria saingannya. “Lana,
Alana sudah tidak memperdulikan apapun lagi. Ia harus segera ke unit apartemen Aira. Ia yakin semuanya hanyalah kebohongan. Reynar sangat mencintainya dan tak mungkin mengkhianatinya. Frans sangat kesal Alana akan mendatangi Aira. Ia khawatir nanti Aira malah mengatakan hal yang sebaliknya jadi memutuskan untuk mengikuti wanita yang dicintainya. Dengan penuh emosi Alana menekan bel pintu apartemen Aira. Aira yang sedang merapikan baju - baju ke koper sangat terkejut bel pintunya dibunyikan berkali - kali. Padahal ia sedang sibuk membereskan semua keperluannya untuk pergi dari keluarga Adiwangsa. “Siapa sih pencet - pencet bel berkali - kali kayak orang kesurupan begitu,” ucap Aira kesal. “Mama itu siapa?” Chester ikutan bertanya karena bunyi bel yang berkali - kali tanpa henti. “Kamu tunggu di sini ya Nak. Di dalam kamar aja ga usah keluar - keluar.” “Apa itu orang jahat Ma? Kok masih bunyi terus jadinya berisik Ma.” “Kayaknya itu orang jahat. Ini telepon genggam Mama, kalau nan
Reynar menghubungi Yudi meminta sahabatnya tersebut untuk datang ke kantornya. Meskipun, Yudi merasa heran namun ia tetap menuruti Reynar agar ia datang ke perusahaan Adiwangsa tanpa ada seorangpun yang menemaninya. “Kenapa Rey? Wajahmu kok serius amat,” ucap Yudi yang baru tiba di kantor Reynar. “Ada seseorang mengancam Aira,” ujar Reynar dengan mimik wajah serius. “Sejak kapan kamu peduli sama Aira? Biarkan saja tuh perempuan diancam malah bisa jadi kesempatanmu ‘kan.” “Bukan itu masalahnya. Kita kan sudah tau kalau anaknya Aira itu bukan anakku, tapi ternyata ada orang lain yang tau tentang si Chester. Dan dia melakukan itu semua karena suruhan orang lain.” Reynar menunjukan pesan Aira Yudi. Yudi membaca pesannya dengan serius, ia jadi yakin ada seseorang dibelakang Aira, tapi apa tujuannya?“Jadi semua yang dilakukan Aira itu ada dalangnya.” Yudi mengangguk - anggukan kepalanya. “Memang sih Aira itu pintar dan licik hampir mirip - miriplah sama Reva, tapi bukan psikopat kayak
Pagi ini bukan pagi yang menyenangkan bagi Aira. Ia gelisah sendiri harus melakukan apa. Apakah ia harus menuruti perkataan pria bertopi hitam itu atau memilih untuk pergi saja dari semuanya. Di tambah lagi sekarang Venna malah sudah berbeda tidak seperti sebelumnya. Di saat ia gelisah telepon genggamnya berdering. Nama Rendi tertera di layar membuatnya terkejut. “Ngapain si kakek tua itu telepon aku pagi - pagi begini?” ucapnya bingung. Aira bimbang harus mengangkat telepon dari Rendi atau tidak. “Angkat ga ya.” Ia terdiam sejenak lalu memutuskan untuk tidak mengangkatnya. “Biarin ajalah. Lebih baik ga angkat telepon, nanti kalau ditanya bilang aja lagi sibuk ngurus Chester,” ucapnya mencoba menenangkan dirinya sendiri. Baru sebentar saja Aira merasa lega. Telepon genggamnya kembali berdering kali ini bukan Rendi, tapi pria bertopi hitam itu kembali menghubunginya. “Waduh, mati aku. Kenapa nih orang telepon aku lagi sih,” ucapnya kesal. Aira memutuskan tidak mengangkat telepon