Hari ini Reynar akan kembali ke Jakarta dan sudah memberitahukan pada Alana kalau Venna, Ibunya menyuruhnya untuk segera kembali. Awalnya, Reynar mengajak Alana, tapi istrinya malah menolak dan memilih untuk tetap tinggal di Jakarta. Ia menatap Alana dengan kesal. Kenapa wanita yang sudah menjadi istrinya tak ingin kembali ke Jakarta? “Sayang ikut aku dong, aku 'kan selalu ingin bersamamu, tak ingin berpisah lagi." Reynar membujuk Alana agar ikut dengannya. Alana menatap wajah suaminya yang tampan lalu berkata, “sayang, bukannya aku tak ingin ikut kamu kembali ke Jakarta, tapi aku ingin menenangkan diri dulu sebentar di Bali,” ucapnya mencari alasan. “Menenangkan diri bisa di Jakarta bersama ku, Sayang. Ngapain kamu tetap di Bali? Apa lagi kamu sendirian di sini.” “Tolong kamu mengerti yang sayang, aku juga sama sepertimu tak ingin kita berpisah."Alana tersenyum. Ia mengerti maksudnya Reynar, tapi ada perasaan khawatir dari dalam hatinya kalau kembali ke Jakarta. Di sana ada Reva
Sementara itu, di atas langit sebuah pesawat pribadi dua orang pria saling berbicara dengan serius. Sesekali terdengar suara salah satu pria memekik tak percaya. Mata Reynar menatap layar laptop dengan sangat marah. Ia tidak menyangka kalau ada orang tega menyakiti seorang anak kecil berusia 7 tahun tersebut. "Jadi dia pelakunya?" ucap Reynar dengan mata menyala. “Iya Rey. Laki - laki pelakunya. Walaupun, rekaman cctv ini cukup jauh dan resolusinya sudah dipertajam, tapi tetap gak bisa mendapatkan siapa pria yang membawa Feli.” Yudi mengklik salah satu video. “Nah, yang ini cuman kelihatan bagian kaki aja sama tuh orang memakai jaket kulit deh kayaknya.” Reynar mengepalkan tangannya, ia melihat ada seseorang turun dari mobil jeep hitam menggendong Felicia yang terlihat tanpa tenaga dan meletakkan tubuh anak kecil itu di tengah jalan lalu pergi begitu saja. Ia yakin keponakannya tersebut sudah tak bernyawa saat mobil Alana yang dibawa Sinta melintasinya. Mobil jeep berwarna hitam
Venna mencuri dengar pembicaraan Reva dan Rendi, suaminya. Ia tidak setuju kalau Reynar akan menikah dengan Reva. Cucu mereka sekarang bukan hanya anak dalam kandungan Reva, tapi juga Chester, anak Aira. “Aduh, kenapa si Rey main sex bebas begitu sih,” ucap Venna kesal dan menjauh dari ruang kerja Rendi. Aira memperhatikan raut wajah Venna yang berubah. Ia yakin pasti ada sesuatu yang membuat calon mertuanya tersebut gelisah. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya, apakah wanita tadi yang angkuh adalah tunangan Reynar? Tapi kenapa memanggil Venna dengan sebutan tante bukan mama. Sedangkan dirinya sudah disuruh oleh Venna untuk memanggil mama padahal belum resmi menjadi istri Reynar. “Aku harus mencari tau,” ucapnya dengan tatapan menyelidik. Aira sengaja menyuruh Chester untuk mengajak Rendi bermain dan masuk ke dalam ruang kerja Kakeknya tersebut. Dengan polosnya Chester menuruti perkataan Aira dan pergi berlari menuju ruang kerja Rendi yang di sana masih ada Reva. “Kakek.
Reynar dan Yudi sudah tiba di Jakarta. Tanpa membuang - buang waktu lagi langsung menuju ke kantor Yudi. Reynar sudah tidak sabar ada bukti baru apa lagi yang mau ditunjukan Yudi padanya. Ia berharap semoga saja Yudi sudah menemukan bukti - bukti siapa pelaku yang sebenarnya. Namun, ada yang membuat mereka terkejut. Yudi dan Reynar tidak menyangka kalau ada Rendi yang sudah menunggu di sana dengan wajah tak terlihat baik - baik saja. Rendi yang memang sudah menunggu kedatangan Reynar menatap mereka dengan marah. Sebelum ia ke kantor Yudi sudah menyuruh asistennya mencari tahu ke mana Reynar. Rendi ingin memberikan Reynar pelajaran agar tahu mana yang salah dan benar. Menjalin hubungan dengan seorang wanita pembunuh Felicia merupakan kesalahan besar dan tidak boleh terjadi. Yudi tersenyum kaku melihat Rendi yang duduk di sofa kantornya. “Rey, kayaknya Tuan besar Adiwangsa tau kelakuanmu deh,” bisik Yudi. Reynar menganggukan kepalanya, dia memperhatikan raut wajah Rendi, ia yakin Pa
Rendi berada di dalam mobilnya bersama supir pribadinya. Ia sangat marah, kesal, benci telah tertipu dengan semua perkataan Reva. Hatinya terasa sakit karena tidak pernah menyangka kalau Reva telah mengkhianati Anaknya. Selama ini ia mengira kalau Reva adalah korban, tapi ternyata tersangka dengan segala tipu muslihat yang dilakukan .Mobil yang dikendarai supirnya menuju ke rumah keluarga Wijaya, ia melihat rumah tersebut walau sudah pernah ke sana, tapi sekarang berbeda. Ia memperhatikan setiap detail rumah tersebut, banyak kamera cctv dan penjagaan seperti rumahnya. Tapi ia berpikir untuk apa penjagaan ketat yang dilengkapi kamera pengawas kalau menjaga seorang anak kecil berusia 6 tahun saja tidak bisa.“Rumah mewah, harta berlimpah, tapi semua yang ku miliki tak sebanding dengan meninggalnya cucuku," ujarnya dengan menyesal. Ia pun teringat malam - malam terakhir saat bersama Felicia dengan mata berkaca - kaca. "Seandainya Rey tidak segera memberitahukan tentang kelakuan Reva, p
Reynar sangat terkejut melihat bpkb mobil bernama Rendi Adiwangsa dan seorang pria yang ia percayai di foto tersebut, ia sama sekali tak menyangka orang yang sangat ia kenal pelaku dibalik kematian Felicia. "Jadi dia dalang dibalik kematian Feli," ucap Reynar dengan sangat marah. “Rey...." "Kenapa aku begitu bodoh tak menyadari orang yang sudah bertahun - tahun bekerja di keluargaku ternyata pembunuhnya, Rudi, asisten pribadi Papaku sendiri.” “Rey, begini kita tidak pernah tahu siapa kawan dan lawan. Seperti kejadian ini jika bukan aku tak menyadari keanehan dibalik kematian Feli tentu kamu tak akan tahu siapa pelakunya. Aku yakin Rudi tidak bekerja sendiri atau bisa saja ada yang menyuruhnya. Kalau melihat nama pemilik mobil ini Rendi Adiwangsa, aku yakin ini semua ada hubungannya dengan Om Rendi.” “Apa maksudmu? Papaku terlibat? Apa Papaku orang yang menyuruh Rudi membunuh Feli? Itu ga mungkin Yud. Papa sangat menyayangi Feli.” Yudi tidak mampu berkata-kata lagi. Semua t
Semuanya terasa begitu tak ada jalan lagi. Reynar sampai kebingungan harus bertanya pada siapa tentang kasus kematian Felicia. Tersangka utama malah sudah meninggal dengan mengenaskan pihak kepolisian juga sedang mencari siapa pembunuh Rudi dan keluarganya. Yudi sangat kesal. Pasti kematian Rudi bukan kematian biasa ada yang melatarbelakangi atau ada yang menyuruh orang untuk membunuhnya. Rudi merupakan saksi kunci kematian Felicia, tak mungkin kalau Rudi yang membunuh Felicia pasti ada yang melakukannya. “Sabar Rey. Aku akan mencari tahu semuanya, di sekitar perumahan ini pasti ada cctv yang bisa mencari tahu siapa pelakunya,” ucap Yudi optimis. “Iya. Ini semua pasti saling berhubungan. Aku yakin ada orang yang mengetahui kalau kita sudah mendapatkan bukti jeep hitam dan mencurigai Rudi berkomplotan dengan seseorang dan seseorang takut kedoknya akan terbongkar dan membunuhnya, tapi seakan - akan dibuat seperti kasus perampokan,” ujar Reynar dengan wajah sangat serius. “Aku ga men
Wandi merasa ini perbuatan orang yang dikenalnya, ia pun langsung menatap Indra. Indra hanya diam dengan wajah datar seakan tidak ada masalah apapun. “Apa kamu yang melakukannya Indra?” tanya Wandi. “Iya Tuan,” jawab Indra. “Kenapa? Apa keluarga Adiwangsa mengetahui kalau Rudi menjadi kaki tanganmu.” “Iya.” “Dari mana kamu dapat informasinya? Hebat sekali kamu sekarang ya.” “Saya juga punya orang dalam di sana Tuan yang bisa dengan mudah dimanfaatkan.” “Siapa?” “Biarlah menjadi rahasia saya Tuan.” Plak! Wandi mengayunkan tangannya menampar pipi Indra lagi. Kali ini sudah tidak ada rasa sakit yang dirasakan Indra. “Kamu memang ga punya otak Indra! Kenapa kamu malah menuruti keinginan Reva untuk membunuh Felicia?” teriak Wandi sangat marah. “Karena saya mencintai Reva, Tuan.” “Cinta? Kamu bilang cinta, kamu ga pantas mendapatkan cinta goblok! Kamu cuman sampah tak sebanding dengan putriku. Cintamu itu cuman sampah comberan, bodoh!” Indra tidak dapat lagi menjawab perkataan