Paginya Dimas sudah datang ke rumah Rere. Keduanya akan sarapan bersama. Kenan keluar dari kamarnya. Dia sudah berpakaian rapi. Dimas tersenyum melihatnya. "Ken ... kita sarapan bersama. Mommymu tengah membuat sarapan untuk kita."Dimas tengah mengendong Rachel. Sepertinya dialah yang sekarang menjadi daddy bagi keduanya. Mommynya membuat sarapan dan daddy baru menjaga sang adik. "Tidak perlu. Aku sarapan di sekolah saja," jawab Ken. "Ken ... Mommy sudah siapkan sarapan untukmu," ucap Rere yang muncul dari dapur."Aku tidak ingin sarapan. Kalian lanjutkan saja," tolak Kenan. Aldo turun dari tangga samping. Ia melihat ada mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Aldo melirik ke arah jendela kaca. Ada Dimas yang datang dan mengendong putri kecilnya. Aldo menarik napas berat. Rere telah membuktikan ucapannya. Dia akan bersama dengan Dimas. Aldo masuk ke dalam rumah. "Ken ... kamu mau berangkat? Biar Daddy antar.""Baiklah," sahut Kenan. Kenan menghampiri daddynya. Aldo dan Rere s
"Harus dengan apa lagi agar kamu bisa percaya padaku? Aku sudah berubah. Aku mencintaimu," ucap Aldo. "Kamu juga mengatakan hal itu. Tapi apa buktinya? Kamu berkhianat padaku. Kamu memanfaatkanku," teriak Rere. Aldo mendekat pada Rere. Dia meraih kedua tangan Rere dan mengengamnya. "Sudahi ini semua. Apa kamu tidak lelah?" Aldo membawa Rere ke dalam pelukkannya. Air mata Rere meleleh. "Kenapa kamu begitu jahat? Apa karena video itu kamu tidak ingin bersama kekasihmu dan sekarang kamu malah ingin kembali padaku?" Rere beranggapan jika Aldo kembali padanya, hanya karena video skandal Celine dan Dion. Dan memang nyatanya Aldo tidak mau bersama Celine lagi dikarenakan video itu juga. Tapi sebenarnya Aldo sangat mencintai Rere. Dia menyadari hatinya memilih Rere sejak dulu. Dia mencintai dan dari awal Aldo sangat tertarik padanya. Itu sebabnya Aldo memaksa Rere untuk bersamanya. Rere memukul tubuh ringkih Aldo dengan kedua tangannya. Aldo menahan rasa sakit itu. Ini tidak seberapa. A
"Ryan ... kamu di sini?" tanya Rere. "Kamu kaget aku di sini? Aku baru datang dan aku tahu alamat kalian dari mama. Apa yang kamu lakukan, Re. Kamu seperti ini sama saja seperti Aldo," sergah Ryan. "Ini tidak seperti yang kamu kira," sela Dimas. Ryan memang datang untuk menyusul Aldo. Dia ingin menanyakan kembali perihal keputusan Aldo yang ingin berpisah dari Rere. Dan Ryan melihat dengan kepala matanya sendiri, jika Rere dan Dimas memang menjalin hubungan. Ryan memang langsung masuk saja tadi. Sebelumnya dia sudah menelepon Aldo. Tapi sahabat sekaligus saudara angkatnya itu mengatakan, jika dia sedang bekerja.Tadinya Ryan ingin mencoba bicara pada Rere. Dia ingin menyelamatkan kembali pernikahan keduanya. "Sudah jelas kalian tengah bermesraan." Ryan melirik Rere. "Aku tahu Aldo kasar denganmu.Tapi beri dia satu kesempatan, Re.""Aku bisa jelaskan, Ryan," kata Rere lembut."Sejak kamu meninggalkannya, hidupnya hampa. Dia seperti mayat hidup. Setiap malam dia menangis menyesali
Aldo bangun dari tidurnya. Matanya mengerjap dan melihat sisi samping tempat tidur. Sang istri sudah tidak berada lagi di tempatnya. Namun mata Aldo melirik ke arah tepi tempat tidur. Sudah ada pakaian kantor di sana. Itu artinya Rere telah menyiapkan dan kembali melakukan kewajibannya sebagai seorang istri."Terima kasih, Rere," ucap Aldo. Aldo bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Dari luar kamar terdengar suara tawa dan canda. Aldo selesai membersihkan diri dan memakai pakaiannya. Dia penasaran karena dari luar seperti banyak sekali orang. Aldo keluar dari kamar. Langkah kakinya menuju ruang makan. Di sana tengah duduk Dimas, Ryan dan juga John. Kaki Aldo melangkah mendekati semuanya. Rere tengah menyiapkan sarapan pagi untuk semuanya dengan dibantu oleh pelayan. Rere tersenyum melihat Aldo sudah siap dengan setelan kantornya. "Al ... duduklah, kita sarapan bersama," kata Rere. Semuanya menoleh pada Aldo. "Selamat pagi," ucap Aldo. "Pagi, Al," ucap Ryan dan Dimas be
Hari-hari dilewati dengan rasa penuh cinta oleh keduanya. Aldo mulai merintis usahanya sedikit demi sedikit. Kenan juga semakin manja kepada kedua orang tuanya. Dia bahagia karena mempunyai dua orang tua yang lengkap sekarang. Usia Rachel juga sudah memasuki tiga bulan. Rere fokus mengurus kedua buah hatinya. Untuk sementara Aldo beserta keluarganya akan menetap di Australia. Hampir sebagian aset yang dimilikinya di tanah air, dijual demi merintis usahanya di negeri orang. "Sayang ... ini jus kalian," kata Rere yang meletakkan jus buah untuk Kenan dan Aldo. Ayah dan anak itu tengah melakukan olahraga bersama. Tubuh Aldo juga sudah berisi meski untuk membentuk kembali tubuh kekar, harus melalui proses yang memakan cukup waktu. Aldo mengangkat beban dikedua tangannya. Sedang Kenan bermain bola basket. Aldo menghentikan aktifitasnya. Dia menghampiri Rere yang duduk di kursi taman dengan memangku Rachel. Aldo menyeruput jus yang dibuat oleh sang istri. "Enak. Terima kasih, Sayang."
"Aldo ... aku sedang membuat sarapan. Minggir sana," usir Rere. "Aku kedinginan. Makanya aku peluk kamu," sahut Aldo. "Nanti Kenan lihat." Rere mendorong tubuh Aldo dengan bahunya."Sebentar, Sayang. Ken juga belum keluar dari kamarnya," ujar Aldo."Kamu tidak malu dilihat Rachel?" Rere menunjuk Rachel yang terbaring di kereta dorong. "Rachel masih kecil. Dia tidak mengerti," kekeh Aldo. Rere berdecak kesal. Dia kesulitan menata roti lapis. Aldo menelusuri leher jenjang Rere dengan bibirnya. Rere bergidik kegelian. "Sudah, Al. Nanti dilihat Kenan," pinta Rere. Suara pintu kamar terbuka. Segera Aldo duduk di kursi makan. Rere merapikan pakaian atasnya. Kenan berlari menuju meja makan."Selamat pagi, Dad, Mom dan Rachel," ucap Ken. "Pagi juga, Ken," balas Aldo dan Rere bergantian. "Apa kegiatanmu hari ini?" tanya Aldo pada Kenan. "Tidak ada," jawab Ken. "Kamu tidak mau berkunjung ke tempat John?" tanya Aldo. Rere menyatukan kedua alisnya. "Memangnya kenapa?""John pasti merin
Langkah kaki keluar dari bandara. Tangan lentik dengan cat kuku merah menghiasi jari-jarinya. Tangan itu menghentikan taksi lalu masuk ke dalam. "Antar ke alamat ini," perintahnya pada supir taksi dengan mengulurkan sebuah kertas kecil. Supir mengangguk lalu mengantar wanita cantik itu ke alamat tujuannya. Rambut panjangnya digerai di sisi samping. Bagian-bagian sensitifnya terlihat lebih berisi. Sudah dipastikan jika wanita tersebut melakukan perawatan diri membentuk tubuhnya. Celine, wanita itu bernama Celine. Mantan sahabat sekaligus tunangan dari Aldo. Saat ini dirinya juga berada di Australia. Mencoba untuk mengambil hak yang direnggut olehnya. Meminta janji yang telah ditawarkan padanya. Membalas sakit hati yang ditorehkan seseorang pada hatinya. Mobil berhenti di depan sebuah rumah. Celine membayar ongkos taksi dan keluar dari dalam mobil. Supir segera berlalu meninggalkan Celine. Langkah kaki Celine membawanya menuju pintu rumah. Dia menekan bel. Tidak lama pintu terbuk
"Ternyata kamu sudah sembuh. Kenapa kamu ada di sini!" tanya Aldo. Aldo membayar semua barang belanjaannya lalu pergi keluar mini market. Celine mengikutinya dari belakang. "Kamu masih tunanganku," ucap Celine.Aldo memutar tubuh sepenuhnya menghadap Celine. Dia terkekeh geli mendengar apa yang barusan Celine katakan. "Apa aku tidak salah dengar? Tunangan? Kamu pasti masih menganggap kita masih bertunangan karena memang belum ada kata putus dari hubungan ini. Karena sekarang kamu sudah di sini. Maka aku akan mengakhiri hubungan kita. Mulai saat ini kamu bukan tunangan dan kekasihku lagi," ucap Aldo tegas. Celine mengertakkan giginya. Dia menahan amarah yang akan meledak saat ini juga. Mudah sekali bagi Aldo untuk mengakhiri hubungan mereka. Setelah semua yang dia berikan kepada pria itu. Celine layaknya sampah yang dicampakkan begitu saja. Habis manis lalu sepahnya dibuang. "Aku mencintaimu. Memberi segalanya padamu. Kamu berjanji untuk menikahiku. Tapi mana janji itu, huh?" Cel