"Ryan ... kamu di sini?" tanya Rere. "Kamu kaget aku di sini? Aku baru datang dan aku tahu alamat kalian dari mama. Apa yang kamu lakukan, Re. Kamu seperti ini sama saja seperti Aldo," sergah Ryan. "Ini tidak seperti yang kamu kira," sela Dimas. Ryan memang datang untuk menyusul Aldo. Dia ingin menanyakan kembali perihal keputusan Aldo yang ingin berpisah dari Rere. Dan Ryan melihat dengan kepala matanya sendiri, jika Rere dan Dimas memang menjalin hubungan. Ryan memang langsung masuk saja tadi. Sebelumnya dia sudah menelepon Aldo. Tapi sahabat sekaligus saudara angkatnya itu mengatakan, jika dia sedang bekerja.Tadinya Ryan ingin mencoba bicara pada Rere. Dia ingin menyelamatkan kembali pernikahan keduanya. "Sudah jelas kalian tengah bermesraan." Ryan melirik Rere. "Aku tahu Aldo kasar denganmu.Tapi beri dia satu kesempatan, Re.""Aku bisa jelaskan, Ryan," kata Rere lembut."Sejak kamu meninggalkannya, hidupnya hampa. Dia seperti mayat hidup. Setiap malam dia menangis menyesali
Aldo bangun dari tidurnya. Matanya mengerjap dan melihat sisi samping tempat tidur. Sang istri sudah tidak berada lagi di tempatnya. Namun mata Aldo melirik ke arah tepi tempat tidur. Sudah ada pakaian kantor di sana. Itu artinya Rere telah menyiapkan dan kembali melakukan kewajibannya sebagai seorang istri."Terima kasih, Rere," ucap Aldo. Aldo bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Dari luar kamar terdengar suara tawa dan canda. Aldo selesai membersihkan diri dan memakai pakaiannya. Dia penasaran karena dari luar seperti banyak sekali orang. Aldo keluar dari kamar. Langkah kakinya menuju ruang makan. Di sana tengah duduk Dimas, Ryan dan juga John. Kaki Aldo melangkah mendekati semuanya. Rere tengah menyiapkan sarapan pagi untuk semuanya dengan dibantu oleh pelayan. Rere tersenyum melihat Aldo sudah siap dengan setelan kantornya. "Al ... duduklah, kita sarapan bersama," kata Rere. Semuanya menoleh pada Aldo. "Selamat pagi," ucap Aldo. "Pagi, Al," ucap Ryan dan Dimas be
Hari-hari dilewati dengan rasa penuh cinta oleh keduanya. Aldo mulai merintis usahanya sedikit demi sedikit. Kenan juga semakin manja kepada kedua orang tuanya. Dia bahagia karena mempunyai dua orang tua yang lengkap sekarang. Usia Rachel juga sudah memasuki tiga bulan. Rere fokus mengurus kedua buah hatinya. Untuk sementara Aldo beserta keluarganya akan menetap di Australia. Hampir sebagian aset yang dimilikinya di tanah air, dijual demi merintis usahanya di negeri orang. "Sayang ... ini jus kalian," kata Rere yang meletakkan jus buah untuk Kenan dan Aldo. Ayah dan anak itu tengah melakukan olahraga bersama. Tubuh Aldo juga sudah berisi meski untuk membentuk kembali tubuh kekar, harus melalui proses yang memakan cukup waktu. Aldo mengangkat beban dikedua tangannya. Sedang Kenan bermain bola basket. Aldo menghentikan aktifitasnya. Dia menghampiri Rere yang duduk di kursi taman dengan memangku Rachel. Aldo menyeruput jus yang dibuat oleh sang istri. "Enak. Terima kasih, Sayang."
"Aldo ... aku sedang membuat sarapan. Minggir sana," usir Rere. "Aku kedinginan. Makanya aku peluk kamu," sahut Aldo. "Nanti Kenan lihat." Rere mendorong tubuh Aldo dengan bahunya."Sebentar, Sayang. Ken juga belum keluar dari kamarnya," ujar Aldo."Kamu tidak malu dilihat Rachel?" Rere menunjuk Rachel yang terbaring di kereta dorong. "Rachel masih kecil. Dia tidak mengerti," kekeh Aldo. Rere berdecak kesal. Dia kesulitan menata roti lapis. Aldo menelusuri leher jenjang Rere dengan bibirnya. Rere bergidik kegelian. "Sudah, Al. Nanti dilihat Kenan," pinta Rere. Suara pintu kamar terbuka. Segera Aldo duduk di kursi makan. Rere merapikan pakaian atasnya. Kenan berlari menuju meja makan."Selamat pagi, Dad, Mom dan Rachel," ucap Ken. "Pagi juga, Ken," balas Aldo dan Rere bergantian. "Apa kegiatanmu hari ini?" tanya Aldo pada Kenan. "Tidak ada," jawab Ken. "Kamu tidak mau berkunjung ke tempat John?" tanya Aldo. Rere menyatukan kedua alisnya. "Memangnya kenapa?""John pasti merin
Langkah kaki keluar dari bandara. Tangan lentik dengan cat kuku merah menghiasi jari-jarinya. Tangan itu menghentikan taksi lalu masuk ke dalam. "Antar ke alamat ini," perintahnya pada supir taksi dengan mengulurkan sebuah kertas kecil. Supir mengangguk lalu mengantar wanita cantik itu ke alamat tujuannya. Rambut panjangnya digerai di sisi samping. Bagian-bagian sensitifnya terlihat lebih berisi. Sudah dipastikan jika wanita tersebut melakukan perawatan diri membentuk tubuhnya. Celine, wanita itu bernama Celine. Mantan sahabat sekaligus tunangan dari Aldo. Saat ini dirinya juga berada di Australia. Mencoba untuk mengambil hak yang direnggut olehnya. Meminta janji yang telah ditawarkan padanya. Membalas sakit hati yang ditorehkan seseorang pada hatinya. Mobil berhenti di depan sebuah rumah. Celine membayar ongkos taksi dan keluar dari dalam mobil. Supir segera berlalu meninggalkan Celine. Langkah kaki Celine membawanya menuju pintu rumah. Dia menekan bel. Tidak lama pintu terbuk
"Ternyata kamu sudah sembuh. Kenapa kamu ada di sini!" tanya Aldo. Aldo membayar semua barang belanjaannya lalu pergi keluar mini market. Celine mengikutinya dari belakang. "Kamu masih tunanganku," ucap Celine.Aldo memutar tubuh sepenuhnya menghadap Celine. Dia terkekeh geli mendengar apa yang barusan Celine katakan. "Apa aku tidak salah dengar? Tunangan? Kamu pasti masih menganggap kita masih bertunangan karena memang belum ada kata putus dari hubungan ini. Karena sekarang kamu sudah di sini. Maka aku akan mengakhiri hubungan kita. Mulai saat ini kamu bukan tunangan dan kekasihku lagi," ucap Aldo tegas. Celine mengertakkan giginya. Dia menahan amarah yang akan meledak saat ini juga. Mudah sekali bagi Aldo untuk mengakhiri hubungan mereka. Setelah semua yang dia berikan kepada pria itu. Celine layaknya sampah yang dicampakkan begitu saja. Habis manis lalu sepahnya dibuang. "Aku mencintaimu. Memberi segalanya padamu. Kamu berjanji untuk menikahiku. Tapi mana janji itu, huh?" Cel
Celine masih berkeliaran di mini market tempat terakhir dia bertemu dengan Aldo. Kemarin malam dia kehilangan jejak saat mengikuti mobil mantan kekasihnya itu.Lagian itu malam hari dan Aldo pasti menyadari jika ada yang mengikuti mobilnya. Celine mengikuti media sosial milik Kenan. Anak kecil itu sering mengirim foto-foto beserta lokasinya. "Dilihat dari foto ini. Rumah Aldo pasti ada di perumahan elite. Lebih baik aku bertanya saja pada pemilik rumah sewa. Siapa tahu dia mengetahuinya. Daripada menunggu di sini tanpa kepastian."Celine melajukan mobilnya menuju alamat rumah wanita yang mempunyai rumah sewa. Mobil berhenti di rumah yang depannya dihiasi oleh banyak tananam bunga. Celine keluar dari dalam mobil. "Hai ...."Pemilik rumah sewa itu tengah menyiram tanamannya. Wanita itu menoleh. "Hai ... apa ada yang bisa kubantu? Apa ada masalah dengan rumahnya?"Celine tersenyum seraya kepalanya mengeleng. "Tidak ada. Aku ke sini karena ingin menanyakan sebuah alamat kepadamu. Mung
"Sayang ... kami berangkat. Kalian baik-baik di rumah," pesan Aldo. Rere mengangguk. "Iya ... kamu hati-hati di jalan."Rere mendaratkan kecupan ringan di bibir. Lalu berpindah mengecup kening Kenan. "Kamu juga, Ken. Belajar yang pintar.""Ken sudah pintar, Mom," ucapnya. Rere memutar mata malas. "Kamu memang pintar.""Rachel ... Daddy berangkat." Aldo mengecup kedua pipi Rachel yang tengah berada dalam kereta. Begitu juga dengan Kenan yang mengecup pipi adiknya sampai merah dan menangis. Aldo dan Rere hanya geleng-geleng saja akan kelakuan Kenan. Rere mengantar suami dan anaknya sampai ke depan pintu dengan membawa Rachel dalam gendongannya. Dia melambaikan tangan tak kala mobil Aldo sudah menjauh dari pandangan mata."Daddy dan kakakmu sudah pergi. Kita main di dalam saja, oke," ucap Rere pada putri kecilnya. Rere masuk dan menutup pintu. Dia meletakkan Rachel di atas karpet dan memberikan putrinya itu berbagai mainan untuk seusianya. Rere menuju dapur mengambil beberapa poton