Ryan dan Dimas datang menemui Aldo dan keluarga. Keduanya begitu khawartir saat mendengar Celine yang berniat untuk menculik baby Rachel. "Lalu ... di mana Celine sekarang?" tanya Ryan yang telah berada di rumah Aldo dan duduk di sofa seraya menyesap minuman soda kaleng. "Dia di bawa ke dalam sel," jawab Aldo."Ini tidak seperti kamu yang biasanya?" Ryan tampak heran dengan perubahan Aldo. "Siapa bilang? Aku akan melenyapkannya agar dikemudian hari tidak lagi menganggu keluargaku. "Siapa yang kamu suruh?" sekali lagi Ryan bertanya.Aldo mengerling John yang tengah bermain ponsel. Namun tampak sekali pikiran John bukan mengarah ke layar ponsel. Seperti ada sesuatu yang pria dewasa itu pikirkan. "John," panggil Ryan. Pria itu tidak mendengar sama sekali. Dimas yang duduk di sampingnya menyenggol siku temannya itu. John tersentak dan mengerakkan kepalanya seakan bertanya ada apa Dimas menganggunya. "Kenapa melamun?" tanya Dimas. "T-t-tidak ... aku tengah bermain ponsel," jawab J
Mobil John berhenti di parkiran kantor aparat penegak hukum. Dia keluar dari dalam mobil. John akan mengunjungi Celine. Dia melangkah masuk ke dalam kantor. Bicara sedikit kepada petugas. Mengatakan maksud dan tujuannya datang. John duduk di depan kaca transparan. Tidak berapa lama Celine duduk dihadapannya. Keduanya hanya dibatasi oleh kaca tebal. John menempelkan telepon ke telinganya. Begitu juga dengan Celine. "Apa Aldo menyuruhmu kemari? Apa dia ingin menghabisiku?" ~ Celine."Rencananya begitu. Aku yang akan menghabisimu. Tapi Aldo memberimu satu kesempatan lagi. Bertobatlah." ~ John.Celine menarik sebelah sudut bibirnya. "Apa salahku? Dia yang berkhianat. Dia yang punya wanita lain. Dan dengan mudahnya aku percaya, dia akan kembali padaku. Aku tahu ... diriku tidak sempurna."John mengerti akan perasaan Celine. Salah Celine karena dia telah tidur bersama Dion. Awalnya tidak ada apa-apa. Rere yang menjadi perebut di sini. "Aku akan membebaskanmu. Tapi berjanjilah untuk tida
John membawa Celine ke rumahnya. Di mana di sana masih ada Dimas dan Ryan. Keduanya masih belum kembali ke tanah air. John membuka pintu rumah dan mempersilakan Celine untuk masuk. "Hei ... dari mana kamu?" tanya Dimas.Dari balik tubuh John, Celine keluar dan berdiri di samping suaminya. Sontak Ryan dan Dimas kaget akan hal itu. "Kamu membebaskan Celine? Bukankah Aldo bilang untuk membiarkannya dulu beberapa saat," ujar Ryan. "Aku akan bicara pada Aldo nanti. Tapi aku pastikan Celine tidak akan menganggu pernikahan mereka. Karena aku dan Celine sudah menikah tadi," beber John. "Apa?!" Ryan dan Dimas kaget bukan main."Kamu serius ... sudah menikahi Celine?" tanya Dimas seakan tidak percaya. "Aku susah menikahinya. Dan aku harap kalian berdua memakluminya. Aku tahu Celine bersalah karena nekat mengambil bayi Rere. Tapi kalian pasti tahu apa penyebab dari itu semua. Aku mohon pada kalian. Untuk memaafkan Celine. Aku juga akan memberi kabar kepada Aldo dan Rere tentang pernikahanku
"Sayang ... nanti malam John mengundang kita makan malam di rumahnya," teriak Aldo pada sang istri. "Iya ... aku sudah tahu. Tadi John juga sudah menelepon. Dia bilang ingin memperkenalkan seseorang kepada kita," sahut Rere yang keluar dari kamar mandi. "Kita pergi berdua saja. Anak-anak titip kepada mama dan papa saja," ucap Aldo. Kebetulan mama dan papa Aldo berkunjung kembali ke rumah mereka. Kedua orang tua Aldo itu merindukan cucu-cucunya. Keduanya sangat kaget saat mendengar Celine yang berniat ingin menculik Rachel. Tapi syukurlah, jebakan Celine sudah diketahui oleh Aldo dan Rere."Apa John akan memperkenalkan kita pada kekasihnya?" tanya Aldo yang penasaran. "Mungkin saja," jawab Rere. "Tapi ... kapan dia punya kekasih?" kembali Aldo bertanya. "Kenapa malah kamu yang ingin tahu?" tanya Rere balik. Aldo menyengir. "Aku hanya penasaran.""Kita datang saja nanti malam. Biar kamu tidak penasaran. Ryan dan Dimas juga datang. Mereka bilang besok baru pulang," tutur Rere. "A
Dimas dan Ryan sudah berada di dalam mobil setelah menghadiri acara barbeque di rumah John. "Tinggal kita lagi yang belum dapat pasangan," ujar Ryan. "Kita ke club saja. Siapa tahu ada wanita cantik yang kesepian," sahut Dimas. "Boleh juga idemu. Kita ke Night Club saja." Ryan melajukan mobilnya menuju club malam. Club yang mereka kunjungi adalah club kelas atas. Hanya orang berduit saja yang bisa masuk ke sana. Ryan memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus. Keduanya keluar dari dalam mobil. Sebelum masuk, keduanya diperiksa dulu. Suara hingar bingar musik memekakkan telinga. Ryan dan Dimas mencari tempat duduk. Ada banyak pria dan wanita yang turun ke lantai dansa. Mengerakkan tubuh mereka. Melepaskan beban yang ada dengan berdansa bersama. "Club ini memang super mewah," ucap Dimas. "Dulu aku dan Aldo pernah sekali kemari. Saat itu kami tengah liburan," ujar Ryan. "Apa kalian dapat pasangan di sini?" tanya Ryan. Ryan mengeleng. "Tidak ... hanya wanita satu malam saja. I
"Hah ... hah ... !" Napas Liora terengah-engah. Dia lelah berlari demi es balok yang dipegangnya tidak mencair. Es itu untuk keperluan sang model yang akan melakukan pemotretan. Liora kembali berlari di tengah hamparan pasir putih menghampiri kerumunan para staf fotografer. "Bos ... ini es baloknya," kata Liora terengah-engah. "Kenapa lama sekali sih? Wajahku sudah kepanasan," kata Kenan. "Maaf, Bos. Yang jual es balok tidak ada. Aku membelinya di tempat yang sedikit jauh," tukas Liora. "Kamu hancurkan es itu. Aku ingin mengompres wajahku," perintah Kenan. "Siap, Bos," ucap Liora. Liora berlalu dari hadapan Kenan. Dia melakukan apa yang atasannya itu perintahkan. Kini usia Kenan sudah dua puluh satu tahun. Menjadi seorang model ternama dan juga pengusaha seperti ayahnya. Wajah tampan keturunan dari sang ibu dan juga ayahnya. Mata tajam hitam pekat. Dengan rambut kecoklatan yang dia warisi dari keduanya. Liora teman sekaligus asisten dari Kenan saat menjadi model. Hanya selama
Mobil Lena berhenti tepat di depan rumah sewa kecil. Rumah itu terlihat sepi. Lampu rumah masih belum dinyalakan. Karena memang hari sudah gelap. Sebelumnya Lena mengajak Liora untuk makan terlebih dulu. Perjalanan yang memakan waktu, membuat keduanya sampai malam hari. Liora melepas sabuk pengaman dari tubuhnya. "Terima kasih atas tumpangannya, Lena.""Sama-sama. Sampai ketemu lagi lusa," ucap Lena. Liora keluar dari dalam mobil. Jendela kaca diturunkan. "Kamu hati-hati di jalan. Sampai ketemu lagi." Liora melambaikan tangannya. Lena melajukan mobil. Liora melangkah masuk setelah mobil Lena hilang dari pandangan matanya. "Aku lupa membayar tagihan lampunya," gumam Liora. Liora mendorong pintu. Rumahnya gelap gulita dan hanya ada satu lilin sebagai penerang. "Bu," panggilnya. "Kamu sudah pulang, Nak. Lampunya mati," kata Ibu Liora yang keluar dari kamar dengan membawa lilin."Aku lupa membayarnya. Besok aku akan pergi melunasi tagihannya," jawab Liora. "Pemilik rumah tadi dat
Liora keluar dari kamar inap Kenan. Hari ini dia mendapat banyak uang. Kenan memberinya seratus dollar dan dari kamar sebelumya. Liora mendapat seratus lima puluh dollar. Liora kembali ke tempat para pekerja. Dia mendapat jatah istirahat satu jam. Liora memanfaatkan jam itu untuk tidur sejenak. Besok siang dia harus bekerja di mini market dekat rumah. Liora tidur sambil duduk. Namun suara bising menganggunya. Liora membuka matanya. para rekan kerjanya tengah membicarakan seorang model pria. "Kalian sedang apa?" tanya Liora. "Lihat ini, Liora. Modelnya sangat tampan. Sangat cocok dengan wanita ini," ucapnya."Aku dengar mereka berteman sejak kecil. Apa sekarang mereka sepasang kekasih?" tanya yang lainnya."Model mana yang kalian bicarakan?" tanya Liora. "Kenan Pratama. Dia itu pacar khalayanku. Andai aku bisa bersamanya," ucap wanita itu lagi. Liora mendengus mendengarnya. Dia bosan melihat wajah atasannya itu. Liora menjauh dari para rekannya. Dia kembali memejamkan mata. "Lio