"Aldo ... aku sedang membuat sarapan. Minggir sana," usir Rere. "Aku kedinginan. Makanya aku peluk kamu," sahut Aldo. "Nanti Kenan lihat." Rere mendorong tubuh Aldo dengan bahunya."Sebentar, Sayang. Ken juga belum keluar dari kamarnya," ujar Aldo."Kamu tidak malu dilihat Rachel?" Rere menunjuk Rachel yang terbaring di kereta dorong. "Rachel masih kecil. Dia tidak mengerti," kekeh Aldo. Rere berdecak kesal. Dia kesulitan menata roti lapis. Aldo menelusuri leher jenjang Rere dengan bibirnya. Rere bergidik kegelian. "Sudah, Al. Nanti dilihat Kenan," pinta Rere. Suara pintu kamar terbuka. Segera Aldo duduk di kursi makan. Rere merapikan pakaian atasnya. Kenan berlari menuju meja makan."Selamat pagi, Dad, Mom dan Rachel," ucap Ken. "Pagi juga, Ken," balas Aldo dan Rere bergantian. "Apa kegiatanmu hari ini?" tanya Aldo pada Kenan. "Tidak ada," jawab Ken. "Kamu tidak mau berkunjung ke tempat John?" tanya Aldo. Rere menyatukan kedua alisnya. "Memangnya kenapa?""John pasti merin
Langkah kaki keluar dari bandara. Tangan lentik dengan cat kuku merah menghiasi jari-jarinya. Tangan itu menghentikan taksi lalu masuk ke dalam. "Antar ke alamat ini," perintahnya pada supir taksi dengan mengulurkan sebuah kertas kecil. Supir mengangguk lalu mengantar wanita cantik itu ke alamat tujuannya. Rambut panjangnya digerai di sisi samping. Bagian-bagian sensitifnya terlihat lebih berisi. Sudah dipastikan jika wanita tersebut melakukan perawatan diri membentuk tubuhnya. Celine, wanita itu bernama Celine. Mantan sahabat sekaligus tunangan dari Aldo. Saat ini dirinya juga berada di Australia. Mencoba untuk mengambil hak yang direnggut olehnya. Meminta janji yang telah ditawarkan padanya. Membalas sakit hati yang ditorehkan seseorang pada hatinya. Mobil berhenti di depan sebuah rumah. Celine membayar ongkos taksi dan keluar dari dalam mobil. Supir segera berlalu meninggalkan Celine. Langkah kaki Celine membawanya menuju pintu rumah. Dia menekan bel. Tidak lama pintu terbuk
"Ternyata kamu sudah sembuh. Kenapa kamu ada di sini!" tanya Aldo. Aldo membayar semua barang belanjaannya lalu pergi keluar mini market. Celine mengikutinya dari belakang. "Kamu masih tunanganku," ucap Celine.Aldo memutar tubuh sepenuhnya menghadap Celine. Dia terkekeh geli mendengar apa yang barusan Celine katakan. "Apa aku tidak salah dengar? Tunangan? Kamu pasti masih menganggap kita masih bertunangan karena memang belum ada kata putus dari hubungan ini. Karena sekarang kamu sudah di sini. Maka aku akan mengakhiri hubungan kita. Mulai saat ini kamu bukan tunangan dan kekasihku lagi," ucap Aldo tegas. Celine mengertakkan giginya. Dia menahan amarah yang akan meledak saat ini juga. Mudah sekali bagi Aldo untuk mengakhiri hubungan mereka. Setelah semua yang dia berikan kepada pria itu. Celine layaknya sampah yang dicampakkan begitu saja. Habis manis lalu sepahnya dibuang. "Aku mencintaimu. Memberi segalanya padamu. Kamu berjanji untuk menikahiku. Tapi mana janji itu, huh?" Cel
Celine masih berkeliaran di mini market tempat terakhir dia bertemu dengan Aldo. Kemarin malam dia kehilangan jejak saat mengikuti mobil mantan kekasihnya itu.Lagian itu malam hari dan Aldo pasti menyadari jika ada yang mengikuti mobilnya. Celine mengikuti media sosial milik Kenan. Anak kecil itu sering mengirim foto-foto beserta lokasinya. "Dilihat dari foto ini. Rumah Aldo pasti ada di perumahan elite. Lebih baik aku bertanya saja pada pemilik rumah sewa. Siapa tahu dia mengetahuinya. Daripada menunggu di sini tanpa kepastian."Celine melajukan mobilnya menuju alamat rumah wanita yang mempunyai rumah sewa. Mobil berhenti di rumah yang depannya dihiasi oleh banyak tananam bunga. Celine keluar dari dalam mobil. "Hai ...."Pemilik rumah sewa itu tengah menyiram tanamannya. Wanita itu menoleh. "Hai ... apa ada yang bisa kubantu? Apa ada masalah dengan rumahnya?"Celine tersenyum seraya kepalanya mengeleng. "Tidak ada. Aku ke sini karena ingin menanyakan sebuah alamat kepadamu. Mung
"Sayang ... kami berangkat. Kalian baik-baik di rumah," pesan Aldo. Rere mengangguk. "Iya ... kamu hati-hati di jalan."Rere mendaratkan kecupan ringan di bibir. Lalu berpindah mengecup kening Kenan. "Kamu juga, Ken. Belajar yang pintar.""Ken sudah pintar, Mom," ucapnya. Rere memutar mata malas. "Kamu memang pintar.""Rachel ... Daddy berangkat." Aldo mengecup kedua pipi Rachel yang tengah berada dalam kereta. Begitu juga dengan Kenan yang mengecup pipi adiknya sampai merah dan menangis. Aldo dan Rere hanya geleng-geleng saja akan kelakuan Kenan. Rere mengantar suami dan anaknya sampai ke depan pintu dengan membawa Rachel dalam gendongannya. Dia melambaikan tangan tak kala mobil Aldo sudah menjauh dari pandangan mata."Daddy dan kakakmu sudah pergi. Kita main di dalam saja, oke," ucap Rere pada putri kecilnya. Rere masuk dan menutup pintu. Dia meletakkan Rachel di atas karpet dan memberikan putrinya itu berbagai mainan untuk seusianya. Rere menuju dapur mengambil beberapa poton
Ryan dan Dimas datang menemui Aldo dan keluarga. Keduanya begitu khawartir saat mendengar Celine yang berniat untuk menculik baby Rachel. "Lalu ... di mana Celine sekarang?" tanya Ryan yang telah berada di rumah Aldo dan duduk di sofa seraya menyesap minuman soda kaleng. "Dia di bawa ke dalam sel," jawab Aldo."Ini tidak seperti kamu yang biasanya?" Ryan tampak heran dengan perubahan Aldo. "Siapa bilang? Aku akan melenyapkannya agar dikemudian hari tidak lagi menganggu keluargaku. "Siapa yang kamu suruh?" sekali lagi Ryan bertanya.Aldo mengerling John yang tengah bermain ponsel. Namun tampak sekali pikiran John bukan mengarah ke layar ponsel. Seperti ada sesuatu yang pria dewasa itu pikirkan. "John," panggil Ryan. Pria itu tidak mendengar sama sekali. Dimas yang duduk di sampingnya menyenggol siku temannya itu. John tersentak dan mengerakkan kepalanya seakan bertanya ada apa Dimas menganggunya. "Kenapa melamun?" tanya Dimas. "T-t-tidak ... aku tengah bermain ponsel," jawab J
Mobil John berhenti di parkiran kantor aparat penegak hukum. Dia keluar dari dalam mobil. John akan mengunjungi Celine. Dia melangkah masuk ke dalam kantor. Bicara sedikit kepada petugas. Mengatakan maksud dan tujuannya datang. John duduk di depan kaca transparan. Tidak berapa lama Celine duduk dihadapannya. Keduanya hanya dibatasi oleh kaca tebal. John menempelkan telepon ke telinganya. Begitu juga dengan Celine. "Apa Aldo menyuruhmu kemari? Apa dia ingin menghabisiku?" ~ Celine."Rencananya begitu. Aku yang akan menghabisimu. Tapi Aldo memberimu satu kesempatan lagi. Bertobatlah." ~ John.Celine menarik sebelah sudut bibirnya. "Apa salahku? Dia yang berkhianat. Dia yang punya wanita lain. Dan dengan mudahnya aku percaya, dia akan kembali padaku. Aku tahu ... diriku tidak sempurna."John mengerti akan perasaan Celine. Salah Celine karena dia telah tidur bersama Dion. Awalnya tidak ada apa-apa. Rere yang menjadi perebut di sini. "Aku akan membebaskanmu. Tapi berjanjilah untuk tida
John membawa Celine ke rumahnya. Di mana di sana masih ada Dimas dan Ryan. Keduanya masih belum kembali ke tanah air. John membuka pintu rumah dan mempersilakan Celine untuk masuk. "Hei ... dari mana kamu?" tanya Dimas.Dari balik tubuh John, Celine keluar dan berdiri di samping suaminya. Sontak Ryan dan Dimas kaget akan hal itu. "Kamu membebaskan Celine? Bukankah Aldo bilang untuk membiarkannya dulu beberapa saat," ujar Ryan. "Aku akan bicara pada Aldo nanti. Tapi aku pastikan Celine tidak akan menganggu pernikahan mereka. Karena aku dan Celine sudah menikah tadi," beber John. "Apa?!" Ryan dan Dimas kaget bukan main."Kamu serius ... sudah menikahi Celine?" tanya Dimas seakan tidak percaya. "Aku susah menikahinya. Dan aku harap kalian berdua memakluminya. Aku tahu Celine bersalah karena nekat mengambil bayi Rere. Tapi kalian pasti tahu apa penyebab dari itu semua. Aku mohon pada kalian. Untuk memaafkan Celine. Aku juga akan memberi kabar kepada Aldo dan Rere tentang pernikahanku